B. Pemeriksaan subjektif :
1. Chief Complaint : gigi depan atas berlubang dan sering sakit terutama
saat udara dingin. Pasien ingin giginya segera ditangani sebelum acara
konsernya 2 minggu mendatang berlangsung.
2. Present Illness : rasa ngilu spontan dan menetap cukup lama. Saat ini
gigi tidak terasa sakit.
3. Past Medical History : TAK.
4. Past Dental History : pasien terakhir kali datang ke dokter gigi 2 tahun
lalu untuk scalling.
5. Family History : TAK.
6. Social History : musisi.
1
II. Diagnosis pasien
Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif dan objektif, dapat disimpulkan
bahwa pasien mengalami pulpitis irreversible, karna pasien mengalami
nyeri spontan dan rasa nyeri tersebut menetap cukup lama. Pulpitis
irreversibel adalah radang pada pulpa yang disebabkan oleh jejas sehingga
sistem pertahanan jaringan pulpa tidak dapat memperbaiki dan pulpa tidak
dapat pulih kembali (Rukmo, 2011). Gejala dari pulpitis irreversibel
diantaranya adalah nyeri spontan yang terus menerus tanpa adanya
penyebab dari luar, nyeri tidak dapat terlokalisir, dan nyeri yang
berkepanjangan jika terdapat stimulus eksternal seperti rangsangan panas
atau dingin (Walton dan Torabinejad, 2009).
1. Kelas I. Karies yang terjadi pada bagian oklusal (pit dan fissure)
gigi posterior yaitu gigi premolar dan molar dan dapat juga terdapat
pada gigi anterior di foramen caecum.
2. Kelas II. Karies yang terdapat pada bagian approximal (mesial dan
distal) dari gigi posterior yang umumnya meluas sampai bagian
oklusal.
3. Kelas III. Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi
anterior, tetapi belum mencapai incisal edge gigi.
2
4. Kelas IV. Karies pada bagian approximal gigi anterior dan sudah
mencapai incisal edge gigi.
5. Kelas V. Karies yang terdapat pada 1/3 cervical dari permukaan
buccal/labial atau lingual palatinal dari seluruh gigi-geligi.
6. Kelas VI. Karies yang terdapat pada incisal edge gigi anterior dan
cusp oklusal pada gigi posterior yang disebabkan oleh abrasi, atrisi
atau erosi.
3
2. D1 : Perubahan awal pada email yang tampak secara visual. Biasa
dilihat dengan cara mengeringkan permukaan gigi, dan tampak
adanya lesi putih di gigi tersebut.
3. D2 : Perubahan pada email yang jelas tampak secara visual. Terlihat
lesi putih pada gigi walaupun gigi masih dalam keadaan basah.
4. D3 : Kerusakan email tanpa keterlibatan dentin (karies email).
5. D4 : Terdapat bayangan gelap dari dentin dengan atau tanpa
kerusakan email. Karies pada tahap ini sudah menuju dentin, berada
pada perbatasan dentin dan email (dentino-enamel junction).
6. D5 : Kavitas karies yang tampak jelas dan juga terlihatnya dentin
(karies sudah mencapai dentin) yang melibatkan kurang dari
setengah permukaan gigi.
7. D6 : Karies dentin yang sudah sangat meluas, melibatkan pulpa dan
lebih dari setengah gigi.
4
2. Berdasarkan size (ukuran):
a. Size 0 : Lesi dini. Perawatan dengan mengeliminasi penyebab
dan tidak memerlukan perawatan lanjutan.
b. Size 1 : Karies minimal, belum melibatkan dentin. Perawatan
dengan remineralisasi dan dapat digunakan bahan restorasi untuk
mencegah akumulasi plak lanjutan.
c. Size 2 : Terdapat keterlibatan dentin. Perawatan dengan preparasi
kavitas dimana gigi tersebut masih kuat untuk mendukung.
d. Size 3 : Karies yang berukuran lebih besar, sehingga preparasi
kavitas di perluas agar restorasi dapat digunakan untuk
melindungi struktur gigi yang tersisa dari retak/patah.
e. Size 4 : Karies yang luas dan sudah terjadi kehilangan sebagian
besar struktur gigi seperti cups/sudut insisal.
5
E. Klasifikasi karies menurut WHO (Tarigan, 2014):
1. D1 : Secara klinis dideteksi lesi email.
2. D2 : Kavitas pada email.
3. D3 : Kavitas mengenai dentin.
4. D4 : Lesi meluas ke pulpa.
6
V. Tahapan Kerja
A. Anestesi
Anestesi yang dilakukan pada kasus ini yaitu anestesi intrapulpa
menggunakan citoject dengan bahan anestetikum lidokain. Teknik
anestesi intrapulpa menggunakan citoject yaitu memasukkan jarum ke
dalam saluran akar melalui orifice dengan deponir anestetikum
perlahan-lahan untuk menghindari pasien merasa kesakitan.
C. Access Opening
Access opening bertujuan untuk memperoleh akses yang lurus.
Preparasi akses meliputi pembukaan akses agar instrumen dapat masuk
ke orifice dengan mudah (Praziandite, 2015). Access opening sebagai
tahapan awal dalam melakukan perawatan saluran akar yaitu
pembukaan akses jalan masuk benar ke kamar pulpa yang
menghasilkan penetrasi garis lurus ke orifice saluran akar. Pembukaan
atap ruang pulpa diteruskan menggunakan round bur sampai akses
masuk ke orifice melebar dan terbuka sempurna (Diana dan Santosa,
2013).
7
(Sumber: Widyawati, 2016, Buku Petunjuk
Praktikum Pre-Klinik Endodontik, Bagian
Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Baiturahman, Padang)
8
D. Pengambilan Jaringan Pulpa
Lakukan eksplorasi untuk menemukan jalan masuk ke saluran akar
melalui orifice dengan menggunkaan jarum Miller/ smooth broach/
eksplorer. Kemudian, lakukan ekstirpasi pada jalan masuk saluran akar
yang bertujuan untuk membuang jaringan pulpa pada saluran akar
dengan menggunakan barbed broach atau jarum ekstirpasi.
Pengambilan jaringan pulpa dilakukan dengan cara memasukan jarum
ekstirpasi sedalam 2/3 panjang saluran akar kemudian diputar 180o
searah jarum jam lalu diputar berlawan arah dan di tarik keluar.
Langkah ekstirpasi ini dapat dilakukan berulang sampai dirasa
jaringan pulpa telah terambil seluruhnya.
9
F. Pengukuran Panjang Kerja (Working length)
Pengukuran panjang kerja dapat dilakukan dengan 2 cara yakni
sebagai berikut :
1. Radiografi
a. Langsung
1) Mengukur panjang gigi awal pada radiografi, dihitung
panjangnya dari foramen apikal sampai ke titik referensi.
2) Panjang gigi awal pada radiografi ini hasilnya perlu
dikurangi 1 mm untuk menjadi pengaman jika foto
radiografi ini terjadi distorsi.
3) Mengukur file yang akan dipakai untuk mengukur panjang
kerja sesuai hasil sebelumnya dan diberi batas atau tanda
menggunakan stopper.
4) Memasukan alat yang sudah diukur panjang kerjanya pada
saluran akar gigi disesuaikan dengan panjang alat sampai
batas stopper.
5) Melalukan foto rontgen lagi dengan file tetap pada saluran
akar gigi.
6) Mengukur selisih ujung instrumen dengan foramen apikal
pada hasil radiografi. Hasil selisih ini dijumlahkan dengan
hasil pengukuran panjang gigi sebelumnya. Hasil
penjumlahan ini merupakan panjang gigi sebenarnya.
7) Panjang kerja = panjang gigi sebenarnya – 1 m.
10
3) Melakukan pengukuran panjang file sampai dengan stopper
menggunakan penggaris endodontic.
4) Melalukan perhitungan perbandingan untuk menentukan
panjang kerja dengan rumus
PGF X PAS
PGS = PAF
Keterangan :
PGS = panjang gigi sebenarnya
PGF = panjang gigi pada foto
PAS = panjang alat sebenarnya
PAF = panjang alat ada foto
2. Elektrik
Pengukuran panjang kerja dengan alat elektrik yakni menggunakan
alat root canal meter / apexlocater. Sebelum menggunakan EAL,
saluran akar diirigasi dengan NaOCl dan dikeringkan dengan paper
point. File dimasukkan ke saluran akar sampai layar pengukuran
EAL terbaca 0 mm pada apeks. Indikator apeks sudah tercapai,
apabila nada sudah dapat terdengar. File dikunci posisinya dan
panjang kerja ditentukan dengan mengurangi EAL dengan 0,5 atau
1 mm (EAL – 0.5 atau 1 mm) (Grosman, 1995).
11
meninggalkan debris dan smear layer di dalam saluran akar serta
kesulitan untuk mendapatkan hasil obturasi yang hermetis sehingga
dapat terjadi reinfeksi. Oleh karena itu, pembersihan saluran akar
melalui preparasi dan irigasi yang adekuat menjadi salah satu faktor
terpenting untuk mendapatkan perawatan saluran akar yang berhasil
(Rhodes, 2006). Berikut merupakan beberapa teknik preparasi saluran
akar :
1. Teknik Konvensional
Teknik konvensional merupakan teknik preparasi saluran akar
yang dilakukan pada gigi dengan saluran akar lurus dan akar telah
tumbuh sempurna. Preparasi pada saluran akar dilakukan dengan
menggunakan file tipe K. Tahap-tahap teknik konvensional yaitu :
a. Pasang stopper file sesuai dengan panjang kerja gigi, yaitu
setinggi puncak bidang insisal. Stopper digunakan sebagai
tanda batas preparasi saluran akar.
b. Preparasi saluran akar dengan file dimulai dari nomor yang
paling kecil. Preparasi harus dilakukan secara berurutan dari
nomor yang terkecil hingga besar dengan panjang kerja tetap
sama untuk mencegah terjadinya step atau ledge atau
terdorongnya jaringan nekrotik ke apikal.
c. Setiap penggantian nomor jarum preparasi ke nomor yang
lebih besar , harus dilakukan irigasi pada saluran akar. Hal
ini bertujuan untuk membersihkan sisa jaringan nekrotik
maupun serbuk dentin yang terasah. Irigasi harus dilakukan
secara bergantian anatar H2O2 3% dan aquadest steril, bahan
irigasi terakhir yang dipakai adalah aquadest steril.
d. Apabila terjadi penyumbatan pada saluran akar, maka
preparasi diulang dengan menggunakan jarum preparasi
yang lebih kecil dan dilakukan irigasi lain. Bila masih ada
penyumbatan maka saluran akar dapat diberi larutan untuk
12
mengatasi penyumbatan yaitu larutan largal, EDTA, atau
glyde (pilih salah satu).
e. Preparasi saluran akar dianggap selesai bila bagian dari
dentin yang ter infeksi telah terambil dan saluran akar cukup
lebar untuk tahap pengisian saluran akar.
13
kondensasi vertikal.
d. Perkembangan suatu matriks apikal atau stop mencegah
penumpatan berlebih saluran akar.
e. Tekanan kondensasi lebih besar dapat digunakan yang sering
digunakan untuk mengisi saluran lateral dengan bahan
penutup.
14
e. Preparasi dilanjutkan dengan file no. 40 s/d no.45
f. Dilakukan irigasi
15
e. Irigasi NaOCl 2,5%-5% (Grosman, 1995).
16
2. Membersihkan smear layer dan debris dentin.
3. Melarutkan sisa jaringan pulpa yang nekrotik atau yang vital.
4. Memiliki tegangan permukaan yang rendah sehingga dapat
mencapai tubulus dentin dengan mudah.
5. Sebagai bahan pelumas sewaktu preparasi saluran akar.
6. Bersifat biokompatibel.
17
Irigasi terdiri dari beberapa macam bahan, yaitu :
1. Natrium Hipoklorit
Larutan NaOCl merupakan larutan irigasi utama yang sering
digunakan dalam perawatan saluran akar (Jacob, 2006). Hal ini
karena larutan NaOCl mempunyai efek antimikroba yang adekuat.
Selain itu, larutan NaOCl menjadi larutan irigasi yang tidak dapat
digantikan oleh larutan irigasi yang lain karena melarutkan
jaringan organik dalam saluran akar (Haapasalo, 2010). Larutan
NaOCl bertindak sebagai pelarut organik dan lemak. Senyawa
natrium hidroksida, NaOH merupakan suatu zat yang terdapat
dalam larutan NaOCl akan mendegradasi asam lemak dan
mengubahnya menjadi fatty acid salts (soap) dan glycerol
(alcohol), yang mengurangi tegangan permukaan NaOCl (Gambar
1).
18
Gambar 2. Reaksi netralisasi
19
Waktu kontak dengan larutan NaOCl juga merupakan salah satu
faktor untuk meningkatkan efek larutan NaOCl. Daya kelarutan
jaringan pulpa akan meningkat apabila waktu kontak dengan
larutan irigasi meningkat. Hal ini dapat dibuktikan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Fernandes dkk (2013) yang
bertujuan untuk membandingkan pengaruh waktu kontak terhadap
kelarutan jaringan pulpa. Perendaman jaringan pulpa ke dalam
larutan NaOCl dengan konsentrasi 2,5% dan 5,25% selama 15
menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit telah dilakukan dalam
penelitian. Hasil menunjukkan semakin lama waktu kontak maka
semakin efektif daya melarutkan jaringan pulpa (Fernandes,
2013).
2. Klorheksidin Glukonat
Klorheksidin merupakan bahan antiseptik yang sering digunakan
dalam kontrol plak dalam rongga mulut. Dalam endodonti,
konsentrasi yang biasanya digunakan dalam larutan irigasi adalah
2% (Jacob, 2006). Klorheksidin tidak mampu menggantikan
larutan NaOCl sebagai larutan irigasi utama karena klorheksidin
tidak memiliki kemampuan untuk melarutkan jaringan organik
(Haapasalo, 2010). Untuk itu, penggunaan klorheksidin sering
digabungkan dengan larutan irigasi lain untuk mendapatkan efek
yang optimal atau digunakan sebagai pembilas terakhir karena
efek substantivitas yang unik (Jacob, 2006). Dengan adanya efek
substantivitas, klorheksidin mempunyai durasi aktivitas
antimikrobial yang lebih panjang. Hal ini disebabkan sifat kationik
klorheksidin yang dapat mengikat dengan dentin dan enamel gigi
(Schäfer, 2007).
20
3. Ethylenediamine Tetraacetic Acid (EDTA)
EDTA merupakan bahan irigasi chelator yang sering digunakan
dalam perawatan saluran akar. Bahan irigasi chelator sangat
penting dalam pembersihan saluran akar karena dapat
menghilangkan debris dentin dan smear layer.22 Konsentrasi
EDTA yang biasa digunakan dalam perawatan saluran akar adalah
10-17% (Haapasalo, 2010).
Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EDTA
mempunyai efek antibakteri dan kemampuan melarutkan jaringan
organik. Oleh sebab itu, penggunaan larutan NaOCl dan EDTA
sering digabung. Tujuannya adalah untuk mendapatkan efek
eliminasi smear layer dan mikroorganisme yang maksimal.29
Namun demikian, larutan NaOCl dan EDTA tidak dapat dicampur
secara langsung karena akan terjadi interaksi yang tidak
menguntungkan (Haapasalo, 2010).
21
Irigasi saluran akar dapat dilakukan dengan berbagai teknik yang
dibagi berdasarkan 2 prinsip, yakni prinsip positive pressure dan
prinsip negative pressure (Kurtzman, 2009). Teknik irigasi saluran
akar yang menggunakan prinsip positive pressure yaitu teknik secara
manual yakni menggunakan syringe plastic dan jarum. Dalam teknik
ini, larutan irigasi dimasukkan ke saluran akar dengan tekanan positif
melalui jarum (Gu LS, 2009).
Jarum yang digunakan dalam teknik ini terbagi dua jenis, yaitu jarum
ujung terbuka (open-ended) dan jarum ujung tertutup (close-ended)
(Gu LS, 2009). Jarum ujung terbuka dapat memasukkan larutan irigasi
lebih dalam dan jauh dari ujung jarum sehingga penggantian larutan
irigasi dalam saluran akar lebih efisien namun dapat meningkatkan
tekanan apikal sehingga menyebabkan penetrasi larutan irigasi
melewati apikal ke jaringan periapikal. Jarum ujung tertutup dapat
menghindari penetrasi larutan irigasi ke jaringan periapikal karena
lubang jarum berada di lateral (Kalhoro, 2014).
22
I. Trial Guttap Point
Preparasi saluran akar secara konvensional untuk mencoba guttap
point dilakukan pemilihan guttap point yang nomornya (diameter)
sesuai dengan nomor file terakhir yang digunakan pada preparasi
saluran akar tersebut. Guttap point yang dipilih diberi tanda dengan
pensil tinta sesuai dengan panjang kerja. Kemudian guttap point
tersebut menggunakan pinset berkerat dimasukkan ke dalam saluran
akar sebatas tanda yang telah dibuat tadi. Terakhir dilakukan
pengecekan apakah guttap point tersebut telah sesuai panjang dan
diameternya dengan mencoba menariknya keluar dengan
menggunakan pinset apakah sudah menunjukkan initial fit / “tug back”
di daerah apikal yang baik (bila sudah ketat dianggap baik initial
fitnya) (Dwiandhono, 2019).
23
K. Intrakanal Medikamen
Medikamen saluran akar adalah pemberian bahan-bahan kimiawi/
bahan antiseptik pada rongga pulpa untuk menghilangkan sisa-sisa
mikriorgabisme yang masih terdapat pada saluran akar setalah
prosedur preparasi selesai. Instrumentasi yang tepat pada saluran akar
yang terinfeksi akan mengurangi jumlah bakteri, tetapi diketahui
bahwa instrumentasi saja tidak dapat membersihkan seluruh
permukaan internal saluran akar (Orstavik, 2005). Bakteri dapat
ditemukan pada dinding saluran akar, dalam tubulus dentinalis, dan
percabangan saluran akar. Sehingga irigasi dan medikamen saluran
akar dibutuhkan untuk membunuh mikroorganisme. Medikamen
intrakanal bertujuan untuk ;
1. Agen antimikroba pada pulpa dan periapikal,
2. Penetralan sisa-sisa debris pada saluran akar,
3. Kontrol dan pencegahan nyeri pasca perawatan,
4. Kontrol eksudat
5. Kontrol inflamasi pada resorpsi akar (Lampert, 2012).
24
mikroorganisme dalam saluran akar dan untuk memperbesar
khasiat phenol kamfer pada saluran akar dipisahkan dalam
bentuk kristal halus yang menempe pada dinding saluran akar
dan memperlama efek desinfektan karena tidak larut dalam air.
Kamfer digunakan sebagai pengencer serta mengurangi efek
iritasi akibat klorophenol murni, sedangkan mentol bersifat
vasokonstriksi sehingga memperkecil hiperemi yang
disebabkan oleh kamfer.
Daya desinfektan dan sifat mengiritasi bahan ini lebih kecil
daripada formocresol. Memiliki spektrum antibakteri yang luas
dan juga efektif terhadap jamur. CHKM dapat dipakai pada
semua macam perawatan endodontik, terutama pada gigi yang
apexnya masih terbuka, dan juga pada gigi dengan kelainan
periapikal. CHKM mempunyai antibakteri spektrum luas. Masa
aktif selama 1 hari.
b. Cresatin (metacresylacetate)
Sifatnya mengiritasi jaringan periapikal lebih kecil daripada
ChKM. Sifat anodyne pada cresatin terhadap jaringan vital
sangat baik, sehingga sering dipakai pada perawatan
pulpektomi.
c. Chresophene
Chresophene terdiri dari dexamethason, tymol,
paraclorophenol, dan campor. Bahan ini memiliki efek iritasi
yang rendah, serta kandungan dexamethasone yang dipakai
mengandung kortikosteroid sehingga efektif untuk mengurangi
inflamasi. Chresophene merupakan antiphlogisticum, sangat
baik untuk kasus dengan permulaan periodontitis apikalis akut
25
yang dapat terjadi pada peristiwa overinstrumentasi. Masa
aktifnya antara 3-5 hari.
26
- Kemampuannya dalam mengabsorpsi karbon dioksida
dengan menghancurkan bakteri capnophillic, yang
diandalkan bakteri untuk asupan nutrisinya dari thriving
- Sifat fisisnya yang mencegah pertumbuhan bakteri baik
pada mahkota maupun akar (Grossman, 1988).
e. Formocresol
Suatu kombinasi formalin dan cresol yang bersifat desinfeksi
dan fixasi.di pakai sebagai dressing pada perawatan pulpotomi
untuk memfixir jaringan pulpa yang ditinggalkan. Formocresol
dipakai juga pada perawatan pulpotomi daripada perawatan
darurat untuk menghilangkan sakit dimana peradangan pulpa
masih terbatas di dalam kamar pulpa.
Lele et al mengatakan formokresol secara signifikan dapat
mengurangi jumlah bakteri pada saluran akar baik aerob
maupun anaeorob.Walaupun demikian formokresol
mengandung formaldehida yang bersifat toksik. Sehingga
penggunaannya dalam kedokteran gigi masih diragukan.
27
f. T.K.F. (Trikresol formalin)
TKF merupakan desinfektan yang digunakan untuk
mensterilkan bakteri anaerob. Mengandung ortho, metha,
paracresol dengan formalin. Trikresol merupakan bahan aktif
yang kuat dengan waktu kerja yang pendek. TKF digunakan
sebagai bahan fiksasi dan antimikroba saluran akar. Bahan ini
bersifat merangsang jaringan periapikal dan menyebabkan
jaringan menjadi nekrosis.
g. Eugenol
Eugenol berasal dari minyak cengkeh. Aksi antimikroba di
bagian apikal akar dan di dalam tubulus dentinalis bergantung
pada penguapan medikamen. Oleh sebab itu, bahan ini harus
diubah ke fase penguapan dan berpenetrasi ke seluruh sistem
saluran akar agar dapat berkontak langsung dengan
mikroorganisme.
Bahan ini sering dipakai dalam endodontik dan pemakaiannya
lebih bersifat sedatif, sehingga sering di pakai setelah
pulpektomi. Di samping itu eugenol dipakai juga sebagai
bagian dari sealer saluran akar dan sebagai campuran dari
tambalan sementara. Eugenol memiliki sifat sebagai
penghalang impuls saraf interdental. Eugenol merupakan
golongan minyak esensial. Masa aktif selama 3 hari.
2. Preparat poliantibiotik
Terdiri dari campuran beberapa antibiotik, biasanya berupa pasta,
contohnya: P.B.S.C. yang di ajukan oleh Grossman, (1988) terdiri
dari :
a. Penicilin – efektif terhadap bakteri gram positif
28
b. Bacitrac in – efektif terhadap bakteri yang resisten terhadap
penicilin.
c. Streptomycin – efektif terhadap bakteri gram negative
d. Caprylate sodium – efektif terhadap jamur.
29
mencegah adanya kebocoran (penutupan) saluran akar yang dapat
menyebabkan kontaminasi bakteri. Kebocoran sistem saluran akar ini
dapat disebabkan oleh kehilangan kerapatan atau seal apikal saluran
akar dan pengisian saluran akar yang tidak hermetis (Ingle dkk., 2008).
Menurut Torabinejad dan Walton (2009) bahan pengisian saluran akar
terbagi menjadi material utama (core material) dan semen saluran akar
(sealer) yang terdiri dari material padat dan material semi padat (pasta
/ proses pelunakan). Keunggulan utama material padat adalah material
ini dapat dikendalikan panjangnya, mempunyai kemampuan
beradaptasi pada ketidakteraturan saluran akar dan menciptakan
kerapatan yang adekuat. Berikut ini akan dijelaskan material obturasi.
1. Material utama.
a. Material padat
Terdiri dari:
1) Kon Gutta Percha
Kelebihan bahan ini adalah memiliki sifat plastis dan
beradaptasi dengan baik terhadap dinding saluran akar,
pengaplikasian yang cukup kompleks namun mudah
diperlakukan dan dimanipulasi, mudah dikeluarkan dari
saluran akar dan toksisitasnya minimal. Selain itu bahan ini
kecendrungan untuk bersifat swa-sterilisasi, yakni tidak
memfasilitasi pertumbuhan bakteri. Jika diduga ada telah
terkontaminasi, gutta percha dapat di sterilkan dengan cara
mencelupkannya ke dalam NaOCL 1% selama 1 menit
(Torabinejad dan Walton 2009). Kekurangan dari bahan ini
adalah tidak melekat pada dentin dan sedikit elastis
sehingga dapat memantul dan menjauh dari dinding saluran
akar; saat dipanaskan kemudian didinginkan maka akan
terjadi pengkerutan, jika bertemu dengan kloroform /
ekapitol akan menguap dan mengkerut.
30
2) Kon Perak (Ag point)
Kelebihan menggunakan bahan ini adalah mudah
diaplikasikan dan dikontrol panjangnya, bersifat radiopak,
dan mudah disterilkan. Namun kekurangan dari bahan ini
adalah hasilnya kurang baik, karena memiliki adaptasi yang
kurang baik (buruk) pada dinding saluran akar yang tidak
teratur; mudah berkarat, sulit untuk dikeluarkan dari saluran
akar; pengisian yang kurang padat tidak terlihat jelas, dapat
mengalami kebocoran.
31
a. Seng oksida eugenol (ZOE): Procosol, Tubli-seal,
Kert, Roth.
b. Resin: AH 26, Diaket, Hydron.
c. Gutta percha: Chloropercha, Euca Percha.
d. Adesif dentin: Glass ionomer, Polikarboksilat,
Kalsium fosfat, Komposit, Cyanokrilat.
e. Bahan dengan tambahan obat: Endomethasone, N2,
SPAD sebagai disinfektan, dan Calcibiotik, Seal apex
sebagai kalsium hidroksida.
32
maka lakukan obturasi, apabila belum maka guttap
harus diganti atau ulangi preparasi saluran akar.
c. Aduk pasta (sealer) di atas pelat kaca, kemudian
usapkan lentulo ke selapis tipis sealer kemudian
masukkan ke dalam saluran akar sesuai panjang kerja,
putar searah jarum jam dan tarik keluar. Lentulo dapat
digerakkan dengan menggunakan low speed maupun
manual. Hasilnya, pasta akan teroles pada dinding
saluran akar.
d. Sepertiga gutta percha bagian ujung dioleskan pada
selapis tipis sealer di pelat kaca kemudian masukkan
kembali ke dalam saluran akar sesuai panjang kerja
dengan menggunakan pinset endodontik.
e. Gutta percha yang berlebih dipotong hingga batas
orifisium menggunakan ekskafator yang telah dipanasi
dan kavitas ditumpat menggunakan basis semen fosfat
(Grossman dkk., 2013).
33
adalah tidak rumit, alat sederhana, kualitas obturasi sama
baik dengan yang lainnya, terkontrolnya panjang kerja,
retreatment mudah, adaptasi pada jaringan saluran akar
yang baik, dan dapat dipreparasi untuk pasak. Teknik dari
lateral condensation method ini adalah:
a. Pilih guttap yang sesuai dengan MAF dan cobakan ke
dalam kavitas hingga terasa tug back (terasa sedikit
terhambat saat ditarik).
b. Sealer diaplikasikan ke dinding akar secukupnya.
c. Master cone yang telah diberi sealer diaplikasikan ke
dalam saluran akar sesuai dengan panjang kerja.
d. Tambahkan guttap dengan ukuran yang lebih kecil
untuk mengisi daerah yang masih kosong.
e. Aplikasikan spreader untuk menekan guttap ke lateral.
f. Tambahkan guttap tambahan hingga padat dan
didapatkan pengisian yang hermetis.
g. Kelebihan guttap kemudian dipotong. (Grossman dkk.,
2013).
34
yang lama, ada resiko fraktur akar vertikal, dan pengisian
gutta percha atau sealer yang berlebih menyebabkan sulit
untuk dilakukan retreatment. Teknik dari vertical
condensation method ini adalah:
a. Pilih guttap yang sesuai dengan MAF dan cobakan ke
dalam kavitas hingga terasa tug back (terasa sedikit
terhambat saat ditarik).
b. Saluran akar diulasi semen dan guttap point utama
dimasukkan sesuai dengan panjang preparasi
c. Guttap point dipanaskan ditekan dengan plugger ke arah
vertikal ke bawah
d. Dengan cara yang sama Gutta percha tambahan (dibuat
seperti bola) dimasukkan dan ditekan hingga seluruh
saluran akar terisi sempurna (Grossman dkk., 2013).
35
melebihinya, sekalipun metode ini dapat mengisi saluran
lateral pada semua celah-celahnya. Teknik injeksi
mengandalkan gutta percha yang dipanasi dan diplastiskan
untuk mengalir ke apikal dengan tekanan apikal yang
minimal, bila dibandingkan dengan kekuatan dan tekanan
yang digunakan pada kondensasi lateral dan vertikal.
Kecuali bila tekanan vertikal dikombinasi dengan metode
injeksi pengisian (Torabinejad dan Walton, 2009). Teknik
dari thermoplastic gutta percha ini adalah:
a. Memasukkan gun tip ke dalam saluran akar dan guttap
diinjeksi hingga gun tip terdorong keluar dari saluran
akar.
b. Melakukan penekanan ke arah vertikal dengan
plugger.
c. Injeksikan guttap secara vertikal hingga saluran akar
terisi penuh dari arah vertikal maupun lateral.
36
berkontak langsung ataupun tidak langsung, plastisitasnya
baik, tidak toksisitas. Selain itu, ZOE juga merupakan
materi radiopak, memiliki anti inflamasi dan analgesik
yang sangat berguna setelah prosedur pulpektomi. Selain
itu, ZOE juga tidak menyebabkan diskolorisasi pada gigi
(Mihir, dkk., 2011).
M. Restorasi
Material tumpatan yang paling tepat untuk dipilih adalah composite
sebab pasien ingin tambalannya nanti sewarna dengan gigi aslinya.
Keuntungan Komposit diantaranya; memiliki nilai estetik baik karena
sewarna dengan gigi dan Mengkilap.Tersedia dalam berbagai warna,
warna untuk enamel,dentin, pembuangan jaringan gigi tidak invasive,
banyak jenis untuk indikasi yang berbeda dan mudah diaplikasikan,
dapat di-repair dan di-replace, komposit teraktivasi sinar
tampak,setting-nya dan kontur restorasi dapat ditentukan operator,
tidak diperlukan pencampuran sehingga menghindari terjebaknya
udara dalam bahan, merupakan bahan restorasi pilihan bila pasien
alergi terhadap merkuri (Dwiandhono, 2019). Prinsip-prinsip desain
preparasi
1. Outline Form, adalah membentuk daerah tepi dari preparasi.
Outline form adalah bagian awal dari preparasi kavitas. Pada tahap
ini dilakukan perluasan dari dinding eksternal lesi karies.
2. Resistence Form, yakni membuat desain preparasi sedemikian
rupa agar nantinya material restorasi yang dibuat kuat menahan
beban kunyah dan tidak mudah pecah.
3. Retention Form, yakni membuat desain preparasi sedemikian rupa
agar tumpatan yang dihasilkan melekat erat dengan struktur gigi
dan tidak mudah lepas.
37
4. Convenience form, yang bertujuan untuk memperoleh kemudahan
menuju preparasi kavitas utama untuk penempatan bahan
tumpatan.
5. Removal the caries, yakni membuang jaringan gigi yang terinfeksi
karies (infected dentin)
6. Fisnishing of the cavity, yakni menghaluskan dinding kavitas
7. Toilets of the cavity, yaitu pembersihan kavitas dari darah, debris,
dan saliva yang dilanjutkan dengan pengeringan kavitas lalu
disterilisasi dengan bahan non-alkohol.
Tahapan Kerja
38
4. Kemudian dilakukan aplikasi bonding agent. Di enamel, bonding
agent akan masuk ke dalam enamel rods sehingga menghasilkan
micromechanical interlocking yang berperan sebagai sistem
retensi.
5. Setelah itu dilakukan penyinaran terhadap bonding yang sudah
diaplikasikan di dalam kavitas.
6. Kemudian dilakukan aplikasi resin composite secara layer by
layer. Layer yang dibuat dengan ketebalan maksimal 2 mm
kemudian disinar secara bertahap. Lalu komposit di mampatkan
dengan cement stopper.
7. Kemudian dilakukan finishing dengan mengecek oklusi pasien.
Prosedur ini menggunakan articulating paper. Jika terdapat warna
pada hasil tumpatan maka dikurangi dengan fine finishing bur.
8. Tahap terakhir adalah melakukan poslishing yang bertujuan untuk
menghaluskan permukaan restorasi resin komposit. Polishing
menggunakan rubber polihing point.
39