Anda di halaman 1dari 39

PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI VITAL

I. Cara diagnosis pasien


A. Identitas pasien : nama, usia, alamat.
Identitas pasien yang terdapat dalam kasus adalah seorang pria dengan
usia 25 tahun.

B. Pemeriksaan subjektif :
1. Chief Complaint : gigi depan atas berlubang dan sering sakit terutama
saat udara dingin. Pasien ingin giginya segera ditangani sebelum acara
konsernya 2 minggu mendatang berlangsung.
2. Present Illness : rasa ngilu spontan dan menetap cukup lama. Saat ini
gigi tidak terasa sakit.
3. Past Medical History : TAK.
4. Past Dental History : pasien terakhir kali datang ke dokter gigi 2 tahun
lalu untuk scalling.
5. Family History : TAK.
6. Social History : musisi.

C. Pemeriksaan objektif pada intraoral


1. Inspeksi : karies hingga selapis tipis dentin pada sisi distal melibatkan
permukaan insisal gigi 12/22.
2. Palpasi : negatif (-)
3. Perkusi : negatif (-)
4. Tes vitalitas : thermal dingin menggunakan Chlor Ethyl, positif (+).

1
II. Diagnosis pasien
Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif dan objektif, dapat disimpulkan
bahwa pasien mengalami pulpitis irreversible, karna pasien mengalami
nyeri spontan dan rasa nyeri tersebut menetap cukup lama. Pulpitis
irreversibel adalah radang pada pulpa yang disebabkan oleh jejas sehingga
sistem pertahanan jaringan pulpa tidak dapat memperbaiki dan pulpa tidak
dapat pulih kembali (Rukmo, 2011). Gejala dari pulpitis irreversibel
diantaranya adalah nyeri spontan yang terus menerus tanpa adanya
penyebab dari luar, nyeri tidak dapat terlokalisir, dan nyeri yang
berkepanjangan jika terdapat stimulus eksternal seperti rangsangan panas
atau dingin (Walton dan Torabinejad, 2009).

III. Klasifikasi karies pasien


A. Klasifikasi karies menurut G.V. Black terdiri atas enam kelas yaitu
(Haesman, 2006 dalam Anggraini, 2016):

1. Kelas I. Karies yang terjadi pada bagian oklusal (pit dan fissure)
gigi posterior yaitu gigi premolar dan molar dan dapat juga terdapat
pada gigi anterior di foramen caecum.
2. Kelas II. Karies yang terdapat pada bagian approximal (mesial dan
distal) dari gigi posterior yang umumnya meluas sampai bagian
oklusal.
3. Kelas III. Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi
anterior, tetapi belum mencapai incisal edge gigi.

2
4. Kelas IV. Karies pada bagian approximal gigi anterior dan sudah
mencapai incisal edge gigi.
5. Kelas V. Karies yang terdapat pada 1/3 cervical dari permukaan
buccal/labial atau lingual palatinal dari seluruh gigi-geligi.
6. Kelas VI. Karies yang terdapat pada incisal edge gigi anterior dan
cusp oklusal pada gigi posterior yang disebabkan oleh abrasi, atrisi
atau erosi.

Berdasarkan kasus disebutkan bahwa pada pemeriksaan intraoral


terlihat adanya karies yang menyisakan selapis tipis dentin pada sisi
distal hingga melibatkan permukaan insisal gigi 12/22. Sehingga karies
pada kasus tersebut termasuk klasifikasi karies GV Black Kelas IV.

B. Klasifikasi karies menurut ICDAS (International Caries Detection


and Assessment System) (Saputra, 2013):

1. D0 : Permukaan tampak normal, tidak terdapat karies.

3
2. D1 : Perubahan awal pada email yang tampak secara visual. Biasa
dilihat dengan cara mengeringkan permukaan gigi, dan tampak
adanya lesi putih di gigi tersebut.
3. D2 : Perubahan pada email yang jelas tampak secara visual. Terlihat
lesi putih pada gigi walaupun gigi masih dalam keadaan basah.
4. D3 : Kerusakan email tanpa keterlibatan dentin (karies email).
5. D4 : Terdapat bayangan gelap dari dentin dengan atau tanpa
kerusakan email. Karies pada tahap ini sudah menuju dentin, berada
pada perbatasan dentin dan email (dentino-enamel junction).
6. D5 : Kavitas karies yang tampak jelas dan juga terlihatnya dentin
(karies sudah mencapai dentin) yang melibatkan kurang dari
setengah permukaan gigi.
7. D6 : Karies dentin yang sudah sangat meluas, melibatkan pulpa dan
lebih dari setengah gigi.

Berdasarkan kasus tersebut dijelaskan bahwa karies menyisakan


selapis tipis dentin pada gigi 12/22, sehingga termasuk dalam
klasifikasi ICDAS D5 karena karies sudah mencapai dentin.

C. Klasifikasi karies menurut G.J Mount and WR.Hume (Graham, 2009):


1. Berdasarkan site (lokasi):
a. Site 1 : karies terletak pada pit dan fissure.
b. Site 2 : karies terletak di area kontak gigi (proksimal), baik
anterior maupun posterior.
c. Site 3 : karies terletak di daerah servikal, termasuk
enamel/permukaan akar yang terbuka.

4
2. Berdasarkan size (ukuran):
a. Size 0 : Lesi dini. Perawatan dengan mengeliminasi penyebab
dan tidak memerlukan perawatan lanjutan.
b. Size 1 : Karies minimal, belum melibatkan dentin. Perawatan
dengan remineralisasi dan dapat digunakan bahan restorasi untuk
mencegah akumulasi plak lanjutan.
c. Size 2 : Terdapat keterlibatan dentin. Perawatan dengan preparasi
kavitas dimana gigi tersebut masih kuat untuk mendukung.
d. Size 3 : Karies yang berukuran lebih besar, sehingga preparasi
kavitas di perluas agar restorasi dapat digunakan untuk
melindungi struktur gigi yang tersisa dari retak/patah.
e. Size 4 : Karies yang luas dan sudah terjadi kehilangan sebagian
besar struktur gigi seperti cups/sudut insisal.

Berdasarkan kasus, karies pada kasus menurut klasifikasi G.J.


Mount termasuk kedalam karies #2.3 karena karies terjadi pada area
proksimal gigi anterior dan karies sudah berukuran besar.

D. Klasifikasi karies berdasarkan kedalamannya (Istiqomah, dkk., 2016):


1. Karies Superfisial : Karies mengenai email, belum mencapai dentin.
2. Karies Media : Karies telah mencapai dentin, namun belum
melebihi setengah dentin.
3. Karies Profunda : Karies telah mencapai lebih dari setengah dentin
dan terkadang sudah mencapai pulpa.

Berdasarkan kasus, karies pada kasus menurut kedalamannya termasuk


kedalam karies profunda karena karies telah mencapai lebih dari
setengah dentin yaitu menyisakan selapis tipis dentin.

5
E. Klasifikasi karies menurut WHO (Tarigan, 2014):
1. D1 : Secara klinis dideteksi lesi email.
2. D2 : Kavitas pada email.
3. D3 : Kavitas mengenai dentin.
4. D4 : Lesi meluas ke pulpa.

Berdasarkan kasus, karies pada kasus menurut WHO termasuk


kedalam D3 karena karies telah mengenai dentin.

IV. Rencana perawatan pasien


Rencana perawatan pada kasus tersebut adalah Perawatan Saluran Akar
gigi vital yaitu pulpektomi. Menurut Walton dan Torabinejad (2008),
Pulpektomi merupakan suatu tindakan pengambilan seluruh jaringan
pulpa dari seluruh akar dan korona gigi. Pulpektomi dilakukan pada
jaringan pulpa yang sudah mengalami kerusakan yang bersifat irreversible
atau pada gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas. Adapun
indikasi dan kontraindikasi perawatan pulpektomi, yaitu:
1. Indikasi
a. Gigi dengan gejala pulpitis irreversible.
b. Gigi dengan perkembangan akar yang telah selesai atau akar
tertutup sempurna.
c. Pulpektomi dilakukan apabila sisa jaringan gigi dapat dilakukan
restorasi.
2. Kontraindikasi (Welburry, 2005)
a. Resorpsi patologis akar eksternal yang melibatkan lebih dari
sepertiga apikal.
b. Gigi dengan mahkota yang sudah tidak dapat direstorasi.
c. Pasien dengan penyakit sistemik seperti hepatitis dan leukemia.
d. Pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang dan
mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh.

6
V. Tahapan Kerja
A. Anestesi
Anestesi yang dilakukan pada kasus ini yaitu anestesi intrapulpa
menggunakan citoject dengan bahan anestetikum lidokain. Teknik
anestesi intrapulpa menggunakan citoject yaitu memasukkan jarum ke
dalam saluran akar melalui orifice dengan deponir anestetikum
perlahan-lahan untuk menghindari pasien merasa kesakitan.

B. Isolasi Daerah Kerja


Isolasi daerah kerja kerja yaitu gigi 12/22 menggunakan rubber dam.
Rubber dam merupakan isolator berbahan dasar karet dan silikon tipis
yang dgunakan untuk mengisolasi gigi selama perawatan.

C. Access Opening
Access opening bertujuan untuk memperoleh akses yang lurus.
Preparasi akses meliputi pembukaan akses agar instrumen dapat masuk
ke orifice dengan mudah (Praziandite, 2015). Access opening sebagai
tahapan awal dalam melakukan perawatan saluran akar yaitu
pembukaan akses jalan masuk benar ke kamar pulpa yang
menghasilkan penetrasi garis lurus ke orifice saluran akar. Pembukaan
atap ruang pulpa diteruskan menggunakan round bur sampai akses
masuk ke orifice melebar dan terbuka sempurna (Diana dan Santosa,
2013).

7
(Sumber: Widyawati, 2016, Buku Petunjuk
Praktikum Pre-Klinik Endodontik, Bagian
Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Baiturahman, Padang)

Tahapan access opening :


1. Preparasi akses dilakukan tepat ditengah permukaan palatal gigi
12/22 diatas singulum berbentuk segitiga membulat menggunakan
endo access bur atau round bur dengan arah tegak lurus dengan
sumbu gigi sedalam 2-3 mm.
2. Posisikan bur sejajar dengan sumbu gigi 12/22 hingga menembus
atap pulpa. Seluruh atap pulpa dihilangkan dengan menarik endo
access bur dari arah kamar pulpa ke arah insisal.
3. Periksa atap pulpa mengunakan sonde lurus untuk mengetahui
apakah seluruh atap pulpa sudah dihilangkan atau masih terdapat
sisa atap pulpa yang belum hilang. Apabila terdapat sudut- sudut
yang tajam pada dinding kavitas, dapat dirapikan menggunakan
bur fissure.

8
D. Pengambilan Jaringan Pulpa
Lakukan eksplorasi untuk menemukan jalan masuk ke saluran akar
melalui orifice dengan menggunkaan jarum Miller/ smooth broach/
eksplorer. Kemudian, lakukan ekstirpasi pada jalan masuk saluran akar
yang bertujuan untuk membuang jaringan pulpa pada saluran akar
dengan menggunakan barbed broach atau jarum ekstirpasi.
Pengambilan jaringan pulpa dilakukan dengan cara memasukan jarum
ekstirpasi sedalam 2/3 panjang saluran akar kemudian diputar 180o
searah jarum jam lalu diputar berlawan arah dan di tarik keluar.
Langkah ekstirpasi ini dapat dilakukan berulang sampai dirasa
jaringan pulpa telah terambil seluruhnya.

E. Negosiasi Saluran Akar


Negosiasi saluran akar juga disebut dengan menentukan glide path.
Melalui langkah ini diharapkan dapat dipahami mengenai bentuk
saluran akar gigi yang akan dilakukan PSA dan memastikan bahwa file
dapat masuk kedalam saluran akar tanpa adanya hambatan. Negosiasi
saluran akar ini dilakukan dengan cara memasukan file nomer kecil
(6/8/10) pada saluran akar. File yang digunakan adalah file nomer
kecil, karena diharapkan file tersebut lentur atau memiliki fleksibilitas
sehingga mampu mengikuti bentuk saluran akar gigi (Widyawati,
2016)

9
F. Pengukuran Panjang Kerja (Working length)
Pengukuran panjang kerja dapat dilakukan dengan 2 cara yakni
sebagai berikut :
1. Radiografi
a. Langsung
1) Mengukur panjang gigi awal pada radiografi, dihitung
panjangnya dari foramen apikal sampai ke titik referensi.
2) Panjang gigi awal pada radiografi ini hasilnya perlu
dikurangi 1 mm untuk menjadi pengaman jika foto
radiografi ini terjadi distorsi.
3) Mengukur file yang akan dipakai untuk mengukur panjang
kerja sesuai hasil sebelumnya dan diberi batas atau tanda
menggunakan stopper.
4) Memasukan alat yang sudah diukur panjang kerjanya pada
saluran akar gigi disesuaikan dengan panjang alat sampai
batas stopper.
5) Melalukan foto rontgen lagi dengan file tetap pada saluran
akar gigi.
6) Mengukur selisih ujung instrumen dengan foramen apikal
pada hasil radiografi. Hasil selisih ini dijumlahkan dengan
hasil pengukuran panjang gigi sebelumnya. Hasil
penjumlahan ini merupakan panjang gigi sebenarnya.
7) Panjang kerja = panjang gigi sebenarnya – 1 m.

b. Perbandingan (menggunakan rumus)


1) Memasukan file ukuran 6/8/10 pada saluran akar gigi dan
memberikan tanda berupa stopper pada titik referensi gigi.
2) Melalukan foto rontgen gigi tersebut, lulu mulai mengukur
panjang gigi pada foto (PGF), panjang alat pada foto (PAF)
menggunakan penggaris biasa.

10
3) Melakukan pengukuran panjang file sampai dengan stopper
menggunakan penggaris endodontic.
4) Melalukan perhitungan perbandingan untuk menentukan
panjang kerja dengan rumus
PGF X PAS
PGS = PAF

Panjang kerja = PGS – 1

Keterangan :
PGS = panjang gigi sebenarnya
PGF = panjang gigi pada foto
PAS = panjang alat sebenarnya
PAF = panjang alat ada foto

2. Elektrik
Pengukuran panjang kerja dengan alat elektrik yakni menggunakan
alat root canal meter / apexlocater. Sebelum menggunakan EAL,
saluran akar diirigasi dengan NaOCl dan dikeringkan dengan paper
point. File dimasukkan ke saluran akar sampai layar pengukuran
EAL terbaca 0 mm pada apeks. Indikator apeks sudah tercapai,
apabila nada sudah dapat terdengar. File dikunci posisinya dan
panjang kerja ditentukan dengan mengurangi EAL dengan 0,5 atau
1 mm (EAL – 0.5 atau 1 mm) (Grosman, 1995).

G. Cleaning and Shaping


Cleaning dan shaping merupakan usaha membersihkan saluran akar.
Pembersihan saluran akar dilakukan melalui preparasi saluran akar
dengan instrumen mekanis disertai irigasi menggunakan larutan irigasi
untuk membersihkan dinding saluran akar, membuang jaringan pulpa
yang vital maupun nekrotik dan menghilangkan bakteri beserta
produknya dari saluran akar. Pembersihan yang kurang baik akan

11
meninggalkan debris dan smear layer di dalam saluran akar serta
kesulitan untuk mendapatkan hasil obturasi yang hermetis sehingga
dapat terjadi reinfeksi. Oleh karena itu, pembersihan saluran akar
melalui preparasi dan irigasi yang adekuat menjadi salah satu faktor
terpenting untuk mendapatkan perawatan saluran akar yang berhasil
(Rhodes, 2006). Berikut merupakan beberapa teknik preparasi saluran
akar :
1. Teknik Konvensional
Teknik konvensional merupakan teknik preparasi saluran akar
yang dilakukan pada gigi dengan saluran akar lurus dan akar telah
tumbuh sempurna. Preparasi pada saluran akar dilakukan dengan
menggunakan file tipe K. Tahap-tahap teknik konvensional yaitu :
a. Pasang stopper file sesuai dengan panjang kerja gigi, yaitu
setinggi puncak bidang insisal. Stopper digunakan sebagai
tanda batas preparasi saluran akar.
b. Preparasi saluran akar dengan file dimulai dari nomor yang
paling kecil. Preparasi harus dilakukan secara berurutan dari
nomor yang terkecil hingga besar dengan panjang kerja tetap
sama untuk mencegah terjadinya step atau ledge atau
terdorongnya jaringan nekrotik ke apikal.
c. Setiap penggantian nomor jarum preparasi ke nomor yang
lebih besar , harus dilakukan irigasi pada saluran akar. Hal
ini bertujuan untuk membersihkan sisa jaringan nekrotik
maupun serbuk dentin yang terasah. Irigasi harus dilakukan
secara bergantian anatar H2O2 3% dan aquadest steril, bahan
irigasi terakhir yang dipakai adalah aquadest steril.
d. Apabila terjadi penyumbatan pada saluran akar, maka
preparasi diulang dengan menggunakan jarum preparasi
yang lebih kecil dan dilakukan irigasi lain. Bila masih ada
penyumbatan maka saluran akar dapat diberi larutan untuk

12
mengatasi penyumbatan yaitu larutan largal, EDTA, atau
glyde (pilih salah satu).
e. Preparasi saluran akar dianggap selesai bila bagian dari
dentin yang ter infeksi telah terambil dan saluran akar cukup
lebar untuk tahap pengisian saluran akar.

2. Teknik Step Back


Teknik ini juga dikenal sebagai teknik corong atau preparasi
serial. Teknik ini mula-mula diuraikan oleh Clem di tahun 1969
dan menjadi populer ketika serangkaian laporan penelitian
mengindikasikan keunggulan dibanding teknik preparasi standar.
Selain itu, teknik step back menciptakan ketirusan yang gradual
dari apeks ke arah korona. Teknik ini dilakukan pada saluran
akar yang bengkok dan sempit pada 1/3 apikal. Teknik ini tidak
dapat digunakan jarum reamer karena saluran akar bengkok dan
preparasi dilakukan dengan pull and push motion. Teknik ini
dapat menggunakan file tipe K-Flex atau NiTi file yang lebih
fleksibel atau lentur. Tahapan pada teknik ini yaitu :
a. Preparasi saluran akar dengan jarum dimulai dari nomer
terkecil
b. Preparasi selesai bila bagian dentin yang terinfeksi telah
terambil dan saluran akar cukup lebar untuk dilakukan
pengisian.

Metode preparasi saluran ini mempunyai beberapa keuntungan


dibandingkan metode konvensional,yaitu :
a. Tidak begitu mudah menyebabkan trauma periapikal.
b. Memudahkan pengambilan lebih banyak debris.
c. Flare lebih besar yang dihasilkan instrumentasi
memudahkan pemampatan kerucut gutta –perca yang
ditambahkan baik dengan metode kondensasi lateral maupun

13
kondensasi vertikal.
d. Perkembangan suatu matriks apikal atau stop mencegah
penumpatan berlebih saluran akar.
e. Tekanan kondensasi lebih besar dapat digunakan yang sering
digunakan untuk mengisi saluran lateral dengan bahan
penutup.

Metode preparasi saluran ini mempunyai beberapa kekurangan


dibandingkan metode konvensional,yaitu :
a. Pada akar yang sempit, instrument tersendat dan mudah patah.
b. Kebersihan daerah apical dengan irigasi sulit dicapai.
c. Resiko terdorongnya debris kea rah periapikal.
d. Prosedur perawatan membutuhkan waktu lama.
e. Membutuhkan banyak peralatan (Walton dan Torabinejad,
2008).

3. Teknik Balance Force


a. Teknik ini menggunakan alat preparasi file tipe R- Flex atau
NiTi Flex
b. Menggunakan file no. 10 dengan gerakan steam wending,
yaitu file diputar searah jarum jam diikuti gerakan setengah
putaran berlawanan jarum jam.
c. Preparasi sampai dengan no.35 sesuai panjang kerja.
d. Pada 2/3 koronal dilakukan preparasi dengan Gates Glidden
Drill (GGD)
1) GGD #2 = sepanjang 3 mm dari foramen apical
2) GGD #3 = sepanjang GGD #2 – 2 mm
3) GGD #4 = sepanjang GGD #3 – 2 mm
4) GGD #5 = sepanjang GGD #4 – 2 mm
5) GGD #6 = sepanjang GGD #5 – 2 mm

14
e. Preparasi dilanjutkan dengan file no. 40 s/d no.45
f. Dilakukan irigasi

Keuntungan balance force :


a. Hasil preparasi dapat mempertahankan bentuk semula.
b. Mencegah terjadinya ledge dan perforasi.
c. Mencegah pecahnya dinding saluran akar.
d. Mencegah terdorongnya kotoran keluar apeks.

4. Teknik Crown Down Presureless


Preparasi saluran akar dengan menggunakan teknik crown-down
bertujuan untuk menghasilkan bentuk preparasi seperti corong
yang lebar pada daerah korona dan pelebaran daerah apeks yang
kecil. Teknik ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya :
a. Membuang penyempitan servikal.
b. Akses ke apical lurus.
c. Instrumentasi apical efisien.
d. Irigasi mudah.
e. Pengeluaran debris mudah.
f. Mencegah debris terdorong ke arah apeks.
g. Instrumen yang digunakan lebih sedikit.

h. Waktu lebih cepat.

Tahapan kerja dari teknik ini yaitu :


a. Diawali dengan file terbesar sx/Gates Gliden Drill
preparasi 1/3 koronal (19 mm).
b. Tentukan panjang kerja K-File #15 (apex locator).
c. Preparasi badan saluran akar (file S1, S2 = PK; F1-F3 =
PK).
d. Untuk menghaluskan (H-File #25 = PK).

15
e. Irigasi NaOCl 2,5%-5% (Grosman, 1995).

H. Irigasi Saluran Akar


Tindakan irigasi saluran akar merupakan salah satu langkah yang
penting dalam cleaning and shaping dalam perawatan endodonti.
Tindakan irigasi selalu disertai dengan pembentukan saluran akar yang
bertujuan untuk melarutkan sisa jaringan pulpa, mengeliminasi
mikroorganisme dan menghilangkan smear layer yang dihasilkan
sewaktu preparasi saluran akar. Smear layer merupakan lapisan bahan
anorganik dan organik yang terdiri dari debris dentin, sisa jaringan
pulpa yang nekrotik maupun vital, odontoblas, mikroorganisme dan sel
darah. Tindakah irigasi saluran akar sangat penting karena dapat
membersihkan saluran akar yang tidak dapat dijangkau dengan hanya
menggunakan instrumen mekanis (Peters, 2011).
Jaringan pulpa merupakan jaringan ikat lunak yang terdiri dari
extracellular matrix, sel, saraf dan pembuluh darah. Extracellular
matrix terdiri dari serat kolagen dan susbstansi dasar seperti
glikosaminoglikan dan glikoprotein. Sel-sel pulpa terdiri dari
odontoblas, fibroblas, undifferentiated mesenchymal cells dan sel
imunokompeten (Okiji, 2002). Dalam perawatan endodontik,
desinfeksi dan pembersihan saluran akar dilakukan secara mekanis,
kemis dan biologis. Pembersihan saluran akar secara mekanis dan
kemis bertujuan untuk flush out debris, sebagai bahan pelumas,
melarutkan jaringan pulpa dan menghilangkan smear layer sedangkan
secara biologis berfungsi untuk mengeliminasi bakteri dan harus
bersifat biokompatibel (Basrani, 2014). Larutan irigasi yang ideal
harus mempunyai fungsi sebagai berikut (Haapasalo, 2010) (Jacob,
2006):
1. Memiliki spektrum antibakteri yang luas dan efektivitas tinggi
terhadap anaerob fakultatif dan mikroorganisme dalam biofilm.

16
2. Membersihkan smear layer dan debris dentin.
3. Melarutkan sisa jaringan pulpa yang nekrotik atau yang vital.
4. Memiliki tegangan permukaan yang rendah sehingga dapat
mencapai tubulus dentin dengan mudah.
5. Sebagai bahan pelumas sewaktu preparasi saluran akar.
6. Bersifat biokompatibel.

Mampu melarutkan sisa jaringan pulpa vital dan nekrotik merupakan


salah satu kriteria untuk dijadikan sebagai larutan irigasi yang ideal.
Hal ini disebabkan oleh anatomi saluran akar yang kompleks dan sulit
untuk dicapai secara keseluruhan sehingga pembersihan saluran akar
secara mekanis, yakni instrumentasi dengan file tidak dapat menjamin
saluran akar bersih dan bebas dari sisa jaringan pulpa nekrotik
(Stojicic, 2010). Jaringan pulpa nekrotik dieliminasi dari saluran akar
sebelum cleaning and shaping dilakukan. Namun, masih terdapat sisa
jaringan pulpa yang melekat pada dinding saluran akar dan ini dapat
menjadi sumber nutrisi bakteri untuk dapat bertahan dan berkembang
biak. Jika tidak dieliminasi, bakteri akan kembali menginvasi saluran
akar yang telah dirawat dan dapat terjadi infeksi sekunder sehingga
terjadi kegagalan perawatan saluran akar (Schäfer, 2007).
Tindakan irigasi disertai dengan pembentukan saluran akar untuk
membersihkan saluran akar. Kebanyakan jaringan pulpa nekrotik dapat
dihilangkan oleh flushing dengan larutan irigasi secara berulang-ulang,
sisa jaringan pulpa yang melekat pada dinding saluran akar dapat
dilarutkan dengan larutan irigasi sehingga saluran akar bebas dari sisa
jaringan pulpa (Schäfer, 2007).

17
Irigasi terdiri dari beberapa macam bahan, yaitu :
1. Natrium Hipoklorit
Larutan NaOCl merupakan larutan irigasi utama yang sering
digunakan dalam perawatan saluran akar (Jacob, 2006). Hal ini
karena larutan NaOCl mempunyai efek antimikroba yang adekuat.
Selain itu, larutan NaOCl menjadi larutan irigasi yang tidak dapat
digantikan oleh larutan irigasi yang lain karena melarutkan
jaringan organik dalam saluran akar (Haapasalo, 2010). Larutan
NaOCl bertindak sebagai pelarut organik dan lemak. Senyawa
natrium hidroksida, NaOH merupakan suatu zat yang terdapat
dalam larutan NaOCl akan mendegradasi asam lemak dan
mengubahnya menjadi fatty acid salts (soap) dan glycerol
(alcohol), yang mengurangi tegangan permukaan NaOCl (Gambar
1).

Gambar 1. Reaksi Saponifikasi

Selain itu, NaOH juga akan menetralkan asam amino dan


membentuk air dan garam (Gambar 2). Asam hipoklorit, HOCl-
yaitu suatu zat yang terdapat dalam larutan NaOCl, yang ketika
berkontak dengan jaringan organik, akan bertindak sebagai
pelarut, dan melepaskan klorin yang dikombinasikan dengan
gugus amino protein serta menghasilkan chloramines (Gambar 3).
Reaksi chloramination antara klorin dan gugus amino (NH)
membentuk chloramines yang mengganggu metabolisme sel
(Kandaswamy, 2010).

18
Gambar 2. Reaksi netralisasi

Gambar 3. Reaksi chloramination

Namun, larutan NaOCl tidak dapat melarutkan bahan anorganik


sehingga tidak efektif dalam menghilangkan smear layer secara
keseluruhan karena smear layer mengandungi bahan organik dan
anorganik (Haapasalo, 2010). Oleh itu, untuk eliminasi smear
layer dalam saluran akar, penggunaan larutan NaOCl dengan
EDTA 17% sering digabung. Konsentrasi larutan NaOCl yang
digunakan dalam perawatan saluran akar adalah di antara 0,5-
5,25%.4 Efek antimikrobial dan efek melarutkan jaringan organik
akan meningkat seiring dengan konsentrasi larutan NaOCl, begitu
juga dengan sifat toksisitasnya (Gu LS, 2009). Menurut penelitian
Khademi dkk (2007) yang telah melakukan perbandingan antara
larutan NaOCl 5,25% dan NaOCl 2,6% sebagai larutan irigasi
dalam disolusi jaringan pulpa menunjukkan bahwa NaOCl 5,25%
mempunyai kemampuan untuk melarutkan jaringan pulpa yang
tertinggi.

19
Waktu kontak dengan larutan NaOCl juga merupakan salah satu
faktor untuk meningkatkan efek larutan NaOCl. Daya kelarutan
jaringan pulpa akan meningkat apabila waktu kontak dengan
larutan irigasi meningkat. Hal ini dapat dibuktikan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Fernandes dkk (2013) yang
bertujuan untuk membandingkan pengaruh waktu kontak terhadap
kelarutan jaringan pulpa. Perendaman jaringan pulpa ke dalam
larutan NaOCl dengan konsentrasi 2,5% dan 5,25% selama 15
menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit telah dilakukan dalam
penelitian. Hasil menunjukkan semakin lama waktu kontak maka
semakin efektif daya melarutkan jaringan pulpa (Fernandes,
2013).

2. Klorheksidin Glukonat
Klorheksidin merupakan bahan antiseptik yang sering digunakan
dalam kontrol plak dalam rongga mulut. Dalam endodonti,
konsentrasi yang biasanya digunakan dalam larutan irigasi adalah
2% (Jacob, 2006). Klorheksidin tidak mampu menggantikan
larutan NaOCl sebagai larutan irigasi utama karena klorheksidin
tidak memiliki kemampuan untuk melarutkan jaringan organik
(Haapasalo, 2010). Untuk itu, penggunaan klorheksidin sering
digabungkan dengan larutan irigasi lain untuk mendapatkan efek
yang optimal atau digunakan sebagai pembilas terakhir karena
efek substantivitas yang unik (Jacob, 2006). Dengan adanya efek
substantivitas, klorheksidin mempunyai durasi aktivitas
antimikrobial yang lebih panjang. Hal ini disebabkan sifat kationik
klorheksidin yang dapat mengikat dengan dentin dan enamel gigi
(Schäfer, 2007).

20
3. Ethylenediamine Tetraacetic Acid (EDTA)
EDTA merupakan bahan irigasi chelator yang sering digunakan
dalam perawatan saluran akar. Bahan irigasi chelator sangat
penting dalam pembersihan saluran akar karena dapat
menghilangkan debris dentin dan smear layer.22 Konsentrasi
EDTA yang biasa digunakan dalam perawatan saluran akar adalah
10-17% (Haapasalo, 2010).
Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EDTA
mempunyai efek antibakteri dan kemampuan melarutkan jaringan
organik. Oleh sebab itu, penggunaan larutan NaOCl dan EDTA
sering digabung. Tujuannya adalah untuk mendapatkan efek
eliminasi smear layer dan mikroorganisme yang maksimal.29
Namun demikian, larutan NaOCl dan EDTA tidak dapat dicampur
secara langsung karena akan terjadi interaksi yang tidak
menguntungkan (Haapasalo, 2010).

4. Mixture of Tetracyclin, Acid and Detergent (MTAD)


MTAD merupakan larutan irigasi yang dimodifikasi dengan
menggabungkan obat tetrasiklin (doksisiklin 3%), asam organik
(asam sitrik 4,25%) dan detergen untuk meningkatkan efek
pembersihan dan efek antimikrobial. Konsentrasi MTAD sebagai
larutan irigasi yang digunakan adalah 1,3% (Schäfer, 2007).
Selain itu, MTAD mempunyai sifat biokompabilitas yang tinggi
sehingga tidak mengiritasi jaringan periapikal. Akan tetapi,
MTAD tidak memiliki kemampuan untuk melarutkan sisa jaringan
pulpa sehingga larutan ini masih tidak dapat menggantikan larutan
NaOCl sebagai larutan irigasi utama (Kurtzman, 2009).

21
Irigasi saluran akar dapat dilakukan dengan berbagai teknik yang
dibagi berdasarkan 2 prinsip, yakni prinsip positive pressure dan
prinsip negative pressure (Kurtzman, 2009). Teknik irigasi saluran
akar yang menggunakan prinsip positive pressure yaitu teknik secara
manual yakni menggunakan syringe plastic dan jarum. Dalam teknik
ini, larutan irigasi dimasukkan ke saluran akar dengan tekanan positif
melalui jarum (Gu LS, 2009).
Jarum yang digunakan dalam teknik ini terbagi dua jenis, yaitu jarum
ujung terbuka (open-ended) dan jarum ujung tertutup (close-ended)
(Gu LS, 2009). Jarum ujung terbuka dapat memasukkan larutan irigasi
lebih dalam dan jauh dari ujung jarum sehingga penggantian larutan
irigasi dalam saluran akar lebih efisien namun dapat meningkatkan
tekanan apikal sehingga menyebabkan penetrasi larutan irigasi
melewati apikal ke jaringan periapikal. Jarum ujung tertutup dapat
menghindari penetrasi larutan irigasi ke jaringan periapikal karena
lubang jarum berada di lateral (Kalhoro, 2014).

Teknik irigasi saluran akar yang menggunakan prinsip negative


pressure adalah Endovac. Endovac memiliki tiga komponen, yaitu
master delivery tip, macrocannula dan microcannula. Dalam sistem
negative pressure ini larutan irigasi dialirkan ke dalam kamar pulpa
secara terus-menerus oleh Master delivery tip yang diletakkan pada
bagian koronal dan kemudian larutan irigasi akan mengalir ke bawah
menuju apeks dan kemudian disedot kembali dengan bantuan
Macrocannula dan Microcannula (Gu LS, 2009). Selain itu, keamanan
teknik ini juga terjamin karena kemungkinan terjadinya ekstrusi
larutan irigasi ke jaringan periapikal sangat kecil (Kurtzman, 2009).
Hal ini disebabkan larutan irigasi dalam saluran akar akan diaspirasi
keluar melalui mikrokanula sebelum ekstrusi ke jaringan periapikal.

22
I. Trial Guttap Point
Preparasi saluran akar secara konvensional untuk mencoba guttap
point dilakukan pemilihan guttap point yang nomornya (diameter)
sesuai dengan nomor file terakhir yang digunakan pada preparasi
saluran akar tersebut. Guttap point yang dipilih diberi tanda dengan
pensil tinta sesuai dengan panjang kerja. Kemudian guttap point
tersebut menggunakan pinset berkerat dimasukkan ke dalam saluran
akar sebatas tanda yang telah dibuat tadi. Terakhir dilakukan
pengecekan apakah guttap point tersebut telah sesuai panjang dan
diameternya dengan mencoba menariknya keluar dengan
menggunakan pinset apakah sudah menunjukkan initial fit / “tug back”
di daerah apikal yang baik (bila sudah ketat dianggap baik initial
fitnya) (Dwiandhono, 2019).

J. Foto Rontgen Periapikal


Evaluasi guttap point menggunakan foto rontgen periapikal untuk
mengetahui apakah guttap point yang dimasukkan ke dalam saluran
akar memenuhi syarat, yaitu dapat masuk saluran akar sebatas panjang
kerja dan rapat dengan dinding saluran akar. Teknik periapikal dipakai
karena teknik ini dapat digunakan untuk menunjukan kondisi masing-
masing gigi secara individual beserta jaringan di sekitar apexnya. Film
periapikal biasanya memuat dua hingga empat gigi beserta gambaran
lengkap mengenai kondisi gigi dan jaringan tulang di sekitarnya.
Teknik ini dapat dipergunakan untuk mendeteksi adanya inflamasi
pada daerah apical, mengevaluasi status jaringan periodontal,
mengetahui terhadap posisi dari gigi yang belum erupsi, mengetahui
morfologi akar sebelum dilakukan pencabutan gigi, dan juga ketika
melakukan perawatan endodontik (Whaites, 2003).

23
K. Intrakanal Medikamen
Medikamen saluran akar adalah pemberian bahan-bahan kimiawi/
bahan antiseptik pada rongga pulpa untuk menghilangkan sisa-sisa
mikriorgabisme yang masih terdapat pada saluran akar setalah
prosedur preparasi selesai. Instrumentasi yang tepat pada saluran akar
yang terinfeksi akan mengurangi jumlah bakteri, tetapi diketahui
bahwa instrumentasi saja tidak dapat membersihkan seluruh
permukaan internal saluran akar (Orstavik, 2005). Bakteri dapat
ditemukan pada dinding saluran akar, dalam tubulus dentinalis, dan
percabangan saluran akar. Sehingga irigasi dan medikamen saluran
akar dibutuhkan untuk membunuh mikroorganisme. Medikamen
intrakanal bertujuan untuk ;
1. Agen antimikroba pada pulpa dan periapikal,
2. Penetralan sisa-sisa debris pada saluran akar,
3. Kontrol dan pencegahan nyeri pasca perawatan,
4. Kontrol eksudat
5. Kontrol inflamasi pada resorpsi akar (Lampert, 2012).

Obat-obat sterilisasi saluran akar dapat dibagi dalam 2 golongan :


1. Obat-obat nonspesifik
Bersifat racun protoplasma, menghancurkan bakteri dan jamuan
mudah menguap dan tegangan permukaannya rendah. Harus hati-
hati dalam pemakaian, karena sifat iritasi terhadap jaringan
periapikal dapat menimbulkan inflamasi dan rasa sakit pada
pemakaian yang terlulu banyak (Walton dan Rivera, 2008).

Macam-macam obat nonspesifik :


a. CHKM (chlorphenol kamfer menthol)
CHKM terdiri dari paraklorophenol kamfer dan mentol.
Paraklorophenol mampu memusnahkan berbagai

24
mikroorganisme dalam saluran akar dan untuk memperbesar
khasiat phenol kamfer pada saluran akar dipisahkan dalam
bentuk kristal halus yang menempe pada dinding saluran akar
dan memperlama efek desinfektan karena tidak larut dalam air.
Kamfer digunakan sebagai pengencer serta mengurangi efek
iritasi akibat klorophenol murni, sedangkan mentol bersifat
vasokonstriksi sehingga memperkecil hiperemi yang
disebabkan oleh kamfer.
Daya desinfektan dan sifat mengiritasi bahan ini lebih kecil
daripada formocresol. Memiliki spektrum antibakteri yang luas
dan juga efektif terhadap jamur. CHKM dapat dipakai pada
semua macam perawatan endodontik, terutama pada gigi yang
apexnya masih terbuka, dan juga pada gigi dengan kelainan
periapikal. CHKM mempunyai antibakteri spektrum luas. Masa
aktif selama 1 hari.

b. Cresatin (metacresylacetate)
Sifatnya mengiritasi jaringan periapikal lebih kecil daripada
ChKM. Sifat anodyne pada cresatin terhadap jaringan vital
sangat baik, sehingga sering dipakai pada perawatan
pulpektomi.

c. Chresophene
Chresophene terdiri dari dexamethason, tymol,
paraclorophenol, dan campor. Bahan ini memiliki efek iritasi
yang rendah, serta kandungan dexamethasone yang dipakai
mengandung kortikosteroid sehingga efektif untuk mengurangi
inflamasi. Chresophene merupakan antiphlogisticum, sangat
baik untuk kasus dengan permulaan periodontitis apikalis akut

25
yang dapat terjadi pada peristiwa overinstrumentasi. Masa
aktifnya antara 3-5 hari.

d. Ca(OH)2 (Kalsium Hidroksida)


Pengaruh antiseptiknya berkaitan dengan pH-nya yang tinggi
dan pengaruh melumerkan jaringan pulpa yang nekrotik.
Ca(OH)2 merupakan desinfektan intra pulpa yang sangat
efektif. Masa aktifnya 7-14 hari. Selain eefek antibakteri yang
dimiliki kalsium hidroksida, kalsium hidrokasida juga bersifat
anti-inflamasi dan kemampuan osteogenic karena kadar alkali
yang tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
yang ditemukan pada infeksi endodontik.
Ketika digunakan sebagai medikamen intrakanal pada
perawatan endodontik, uap yang terdapat pada saluran akar
mengaktivasi kalsium hidroksida kemudian pH pada saluran
akar meningkat hingga 12+ dalam beberapa menit. Rata-rata
waktu perawatan sekitar 1-4 minggu.
Ca(OH)2 + H2O Ca+2 + OH

pH dentin pada gigi yang dirawat dengan kalsium hidroksida


menunjukkan peningkatan secara signifikan antara 2 sampai 24
jam dan turun setelah 7 hari. Tapi jika dibandingkan dengan
aqueous suspension kalsium hidroksida pH dapat bertahan
hingga 2 minggu. Hal ini disebabkan karena pelepasn ion yang
lebih besar dari kalsium hidroksida.
Efek antibakteri pada kalsium hidroksida dihubungkan dengan :
- pH yang tinggi (11-12.5)
- Interaksi penguraian ion hidroksil yang sangat tinggi yang
membunuh sel bakteri dengan merusak membran
sitoplasma, denaturasi protein dan merusak DNA

26
- Kemampuannya dalam mengabsorpsi karbon dioksida
dengan menghancurkan bakteri capnophillic, yang
diandalkan bakteri untuk asupan nutrisinya dari thriving
- Sifat fisisnya yang mencegah pertumbuhan bakteri baik
pada mahkota maupun akar (Grossman, 1988).

Walaupun demikian, kalsium hidroksida menunjukkan tidak


dapat mengeliminasi E. faecalis dan tentunya beberapa
mikroorganisme yang terdapat dalam tubulus dentinalis oleh
karena :
- Membutuhkan kontak langsung dengan bakteri dalam sifat
antibakterinya.
- Cenderung menetralkan sistem buffer dentin.
- Kemampuannya (pH yang tinggi) telah resisten terhdap
beberapa bakteri tertentu.
- Difusi dan daya larut yang rendah.

e. Formocresol
Suatu kombinasi formalin dan cresol yang bersifat desinfeksi
dan fixasi.di pakai sebagai dressing pada perawatan pulpotomi
untuk memfixir jaringan pulpa yang ditinggalkan. Formocresol
dipakai juga pada perawatan pulpotomi daripada perawatan
darurat untuk menghilangkan sakit dimana peradangan pulpa
masih terbatas di dalam kamar pulpa.
Lele et al mengatakan formokresol secara signifikan dapat
mengurangi jumlah bakteri pada saluran akar baik aerob
maupun anaeorob.Walaupun demikian formokresol
mengandung formaldehida yang bersifat toksik. Sehingga
penggunaannya dalam kedokteran gigi masih diragukan.

27
f. T.K.F. (Trikresol formalin)
TKF merupakan desinfektan yang digunakan untuk
mensterilkan bakteri anaerob. Mengandung ortho, metha,
paracresol dengan formalin. Trikresol merupakan bahan aktif
yang kuat dengan waktu kerja yang pendek. TKF digunakan
sebagai bahan fiksasi dan antimikroba saluran akar. Bahan ini
bersifat merangsang jaringan periapikal dan menyebabkan
jaringan menjadi nekrosis.

g. Eugenol
Eugenol berasal dari minyak cengkeh. Aksi antimikroba di
bagian apikal akar dan di dalam tubulus dentinalis bergantung
pada penguapan medikamen. Oleh sebab itu, bahan ini harus
diubah ke fase penguapan dan berpenetrasi ke seluruh sistem
saluran akar agar dapat berkontak langsung dengan
mikroorganisme.
Bahan ini sering dipakai dalam endodontik dan pemakaiannya
lebih bersifat sedatif, sehingga sering di pakai setelah
pulpektomi. Di samping itu eugenol dipakai juga sebagai
bagian dari sealer saluran akar dan sebagai campuran dari
tambalan sementara. Eugenol memiliki sifat sebagai
penghalang impuls saraf interdental. Eugenol merupakan
golongan minyak esensial. Masa aktif selama 3 hari.

2. Preparat poliantibiotik
Terdiri dari campuran beberapa antibiotik, biasanya berupa pasta,
contohnya: P.B.S.C. yang di ajukan oleh Grossman, (1988) terdiri
dari :
a. Penicilin – efektif terhadap bakteri gram positif

28
b. Bacitrac in – efektif terhadap bakteri yang resisten terhadap
penicilin.
c. Streptomycin – efektif terhadap bakteri gram negative
d. Caprylate sodium – efektif terhadap jamur.

Pasta P.B.S.C. harus dimasukkan kedalam saluran akar bersama-


sama dengan paper point. Karena pasta tersebut tidak bersifat
menguap, maka obat tersebut harus masuk dan berkontak dengan
dinding saluran akar. Obat-obat yang nonspesifik sebaiknya
diganti seminggu sekali dan tidak boleh lebih dari dua minggu
karena dressing menjadi cair oleh eksudat periapikal dan
membusuk karena interaksi dengan mikroorganisme. Dressing
saluran akar sebaiknya dilakukan dengan cara memasukkan
butiran kapas yang telah dibasahi medikamen dan diperas
kelebihan medikamennya. Uap yang keluar dari medikamen sudah
cukup efektif untuk mendisinfeksi kavitas pulpa (Carrote, 2004).

Saluran akar ditutup denganmeletakkan butiran kapas steril yang


kedua diatas butiran kapas yang telah diberi obat dan ditutup
dengan tumpatan sementara Cavit, Seng Oksid eugenol atau IRM,
sedangkan obat-obat pliantibiotik boleh lebih lama di tinggal di
dalam saluran akar. Obat golongan pliantibiotik harus berkontak
langsuung dengan dinding saluran akar. Jadi cara meletakkan
pasta pliantibiotik adalah dengan cara menginjeksikannya kedalam
saluran akar atau dapat juga bersama-sama dengan paperpoint
(Carrote, 2004).

L. Obturasi Saluran Akar


Obturasi saluran akar merupakan salah satu tahapan penting dalam
menentukan keberhasilan perawatan saluran akar yang berguna untuk
mendapatkan suatu kondisi fluid tight seal, yaitu kemampuan untuk

29
mencegah adanya kebocoran (penutupan) saluran akar yang dapat
menyebabkan kontaminasi bakteri. Kebocoran sistem saluran akar ini
dapat disebabkan oleh kehilangan kerapatan atau seal apikal saluran
akar dan pengisian saluran akar yang tidak hermetis (Ingle dkk., 2008).
Menurut Torabinejad dan Walton (2009) bahan pengisian saluran akar
terbagi menjadi material utama (core material) dan semen saluran akar
(sealer) yang terdiri dari material padat dan material semi padat (pasta
/ proses pelunakan). Keunggulan utama material padat adalah material
ini dapat dikendalikan panjangnya, mempunyai kemampuan
beradaptasi pada ketidakteraturan saluran akar dan menciptakan
kerapatan yang adekuat. Berikut ini akan dijelaskan material obturasi.
1. Material utama.
a. Material padat
Terdiri dari:
1) Kon Gutta Percha
Kelebihan bahan ini adalah memiliki sifat plastis dan
beradaptasi dengan baik terhadap dinding saluran akar,
pengaplikasian yang cukup kompleks namun mudah
diperlakukan dan dimanipulasi, mudah dikeluarkan dari
saluran akar dan toksisitasnya minimal. Selain itu bahan ini
kecendrungan untuk bersifat swa-sterilisasi, yakni tidak
memfasilitasi pertumbuhan bakteri. Jika diduga ada telah
terkontaminasi, gutta percha dapat di sterilkan dengan cara
mencelupkannya ke dalam NaOCL 1% selama 1 menit
(Torabinejad dan Walton 2009). Kekurangan dari bahan ini
adalah tidak melekat pada dentin dan sedikit elastis
sehingga dapat memantul dan menjauh dari dinding saluran
akar; saat dipanaskan kemudian didinginkan maka akan
terjadi pengkerutan, jika bertemu dengan kloroform /
ekapitol akan menguap dan mengkerut.

30
2) Kon Perak (Ag point)
Kelebihan menggunakan bahan ini adalah mudah
diaplikasikan dan dikontrol panjangnya, bersifat radiopak,
dan mudah disterilkan. Namun kekurangan dari bahan ini
adalah hasilnya kurang baik, karena memiliki adaptasi yang
kurang baik (buruk) pada dinding saluran akar yang tidak
teratur; mudah berkarat, sulit untuk dikeluarkan dari saluran
akar; pengisian yang kurang padat tidak terlihat jelas, dapat
mengalami kebocoran.

b. Material semi padat


Terdiri dari:
1. Pasta saluran akar
Bahan pasta, yaitu zinc oxyde dan eugenol, serta AH 26 dan
diaket (plastik). Bahan ini memiliki konsistensi cair seperti
dempul dan cara memasukkan bahan ini ke dalam saluran
akar adalah dengan metode penyuntikkan dan metode
menggunakan lentulo. Keuntungannya adalah teknik cepat
dan relatif mudah, hanya menggunakan satu bahan saja, dan
alat yang digunakan sederhana (jarum lentulo dan bur
khusus). Namun, bahan ini memiliki kekurangannya, yaitu
kurangnya kontrol kepadatan dan panjang pengisian, serta
kerapatan apikal akibat adanya udara yang terjebak,
penyusutan bahan, dan bahan menjadi larut oleh cairan
mulut / jaringan.

2. Semen saluran akar


Bahan ini terbagi menjadi 5 kelompok sesuai dengan bahan
dasarnya, yaitu:

31
a. Seng oksida eugenol (ZOE): Procosol, Tubli-seal,
Kert, Roth.
b. Resin: AH 26, Diaket, Hydron.
c. Gutta percha: Chloropercha, Euca Percha.
d. Adesif dentin: Glass ionomer, Polikarboksilat,
Kalsium fosfat, Komposit, Cyanokrilat.
e. Bahan dengan tambahan obat: Endomethasone, N2,
SPAD sebagai disinfektan, dan Calcibiotik, Seal apex
sebagai kalsium hidroksida.

Secara klasik, teknik obturasi terbagi menjadi 4 teknik, antara


lain:

1. Single cone method


Teknik ini dilakukan dengan memasuk kan gutta point
tunggal ke dalam saluran akar dengan ukuran sesuai
dengan diameter preparasinya. Untuk menambah adaptasi
gutta point dan kerapatannya terhadap dinding saluran akar
ditambahkan semen saluran akar (sealer). Indikasi
penggunaan teknik ini adalah saluran akar berbentuk bulat,
tergantung pada teknik preparasinya (konvensional), satu
saluran akar hanya diisi satu guttap, dan bahan yang
digunakan adalah pasta saluran akar.

Teknik dari single cone ini adalah:


a. Pilih gutta percha yang sesuai dengan ukuran nomor
alat preparasi saluran akar yang digunakan terakhir.
b. Gutta percha point kemudian dicobakan terlebih dahulu
ke dalam saluran akar dan diambil data radiografisnya.
Apabila posisi dan ukuran guttap tampak sudah pas

32
maka lakukan obturasi, apabila belum maka guttap
harus diganti atau ulangi preparasi saluran akar.
c. Aduk pasta (sealer) di atas pelat kaca, kemudian
usapkan lentulo ke selapis tipis sealer kemudian
masukkan ke dalam saluran akar sesuai panjang kerja,
putar searah jarum jam dan tarik keluar. Lentulo dapat
digerakkan dengan menggunakan low speed maupun
manual. Hasilnya, pasta akan teroles pada dinding
saluran akar.
d. Sepertiga gutta percha bagian ujung dioleskan pada
selapis tipis sealer di pelat kaca kemudian masukkan
kembali ke dalam saluran akar sesuai panjang kerja
dengan menggunakan pinset endodontik.
e. Gutta percha yang berlebih dipotong hingga batas
orifisium menggunakan ekskafator yang telah dipanasi
dan kavitas ditumpat menggunakan basis semen fosfat
(Grossman dkk., 2013).

2. Lateral condensation method


Teknik ini dilakukan dengan memasukkan master cone
gutta point kedalam saluran akar, kemudian dilakukan
kondensasi atau penekanan kearah lateral dengan
menggunakan spreader. Pengisian saluran akar
menggunakan dan dilakukan kondensasi ke arah lateral.
Tujuannya adalah untuk mengisi saluran akar dengan
guttap yang dimampatkan ke arah lateral. Indikasi dari
teknik ini adalah hampir seluruh kasus saluran akar yang
berbentuk oval atau lebar dan tidak dapat dilakukan single
cone methode, kecuali saluran akar sangat bengkok, bentuk
akar abnormal, ada resorbsi interna. Kelebihan teknik ini

33
adalah tidak rumit, alat sederhana, kualitas obturasi sama
baik dengan yang lainnya, terkontrolnya panjang kerja,
retreatment mudah, adaptasi pada jaringan saluran akar
yang baik, dan dapat dipreparasi untuk pasak. Teknik dari
lateral condensation method ini adalah:
a. Pilih guttap yang sesuai dengan MAF dan cobakan ke
dalam kavitas hingga terasa tug back (terasa sedikit
terhambat saat ditarik).
b. Sealer diaplikasikan ke dinding akar secukupnya.
c. Master cone yang telah diberi sealer diaplikasikan ke
dalam saluran akar sesuai dengan panjang kerja.
d. Tambahkan guttap dengan ukuran yang lebih kecil
untuk mengisi daerah yang masih kosong.
e. Aplikasikan spreader untuk menekan guttap ke lateral.
f. Tambahkan guttap tambahan hingga padat dan
didapatkan pengisian yang hermetis.
g. Kelebihan guttap kemudian dipotong. (Grossman dkk.,
2013).

3. Vertical condensation methode (Down pack)


Teknik ini dilakukan dengan memasukkan master gutta
point kedalam saluran akar, kemudian dilakukan
kondensasi atau penekanan kearah lateral dan dikondensasi
secara vertikal menggunakan plugger yang dipanaskan.
Indikasi dari teknik ini adalah diameter saluran akar
berbentuk oval, dan terdapat apikal konstriksi. Kelebihan
menggunakan teknik ini adalah penutupan saluran akar
sangat baik, ke arah apikal maupun ke arah lateral, dan
obturasi saluran lateral dan saluran aksesori yang besar.
Namun kekurangan bahan ini adalah memerlukan waktu

34
yang lama, ada resiko fraktur akar vertikal, dan pengisian
gutta percha atau sealer yang berlebih menyebabkan sulit
untuk dilakukan retreatment. Teknik dari vertical
condensation method ini adalah:
a. Pilih guttap yang sesuai dengan MAF dan cobakan ke
dalam kavitas hingga terasa tug back (terasa sedikit
terhambat saat ditarik).
b. Saluran akar diulasi semen dan guttap point utama
dimasukkan sesuai dengan panjang preparasi
c. Guttap point dipanaskan ditekan dengan plugger ke arah
vertikal ke bawah
d. Dengan cara yang sama Gutta percha tambahan (dibuat
seperti bola) dimasukkan dan ditekan hingga seluruh
saluran akar terisi sempurna (Grossman dkk., 2013).

4. Thermoplastic gutta percha (Back fill)


Teknik ini dilakukan dengan alat yang dipanaskan dengan
listrik menggunakan alat ijeksi atau pen dengan bahan
pasta. Menurut Torabinejad dan Walton (2009)
mengatakan bahwa injeksi gutta percha yang diplastiskan
dari alat semprit tekanan menghasilkan pengisian yang
sama baiknya dengan kondensasi lateral atau vertikal.
Menurut Schilder dkk. (2005) mengatakan bahwa metode
pengisian thermoplastis dengan gutta percha di atas 450C
memberi kecenderungan bahan pengisi mengalami
pengerutan bila gutta percha menjadi dingin kecuali bila
dimampatkan dengan instrumentasi ke arah apeks. Metode
termoplastik mempunyai satu cacat yang sama dengan
semua teknik injeksi, yaitu kurang dapat membawa gutta
percha dengan tepat ke dekat foramen apikal dan tidak

35
melebihinya, sekalipun metode ini dapat mengisi saluran
lateral pada semua celah-celahnya. Teknik injeksi
mengandalkan gutta percha yang dipanasi dan diplastiskan
untuk mengalir ke apikal dengan tekanan apikal yang
minimal, bila dibandingkan dengan kekuatan dan tekanan
yang digunakan pada kondensasi lateral dan vertikal.
Kecuali bila tekanan vertikal dikombinasi dengan metode
injeksi pengisian (Torabinejad dan Walton, 2009). Teknik
dari thermoplastic gutta percha ini adalah:
a. Memasukkan gun tip ke dalam saluran akar dan guttap
diinjeksi hingga gun tip terdorong keluar dari saluran
akar.
b. Melakukan penekanan ke arah vertikal dengan
plugger.
c. Injeksikan guttap secara vertikal hingga saluran akar
terisi penuh dari arah vertikal maupun lateral.

Beberapa teknik obturasi saluran akar diatas memiliki


kelebihan dan Kekurangan, namun teknik obturasi yang
tepat dengan kasus diatas adalah single cone method
karena sesuai dengan indikasi dari teknik ini, yaitu saluran
akar berbentuk bulat, dan tergantung pada teknik
preparasinya berupa teknik preparasi konvensional. Sama
halnya dengan teknik obturasi saluran akar diatas, setiap
bahan memiliki kelebihan dan kekurangan, namun bahan
yang tepat digunakan pada kasus ini adalah gutta percha
dan sealer yang digunakan adalah ZOE karena memiliki
riwayat keberhasilannya yang telah berlangsung lama
(Torabinejad dan Walton, 2009). dan memiliki efek anti
mikroba yang baik, tidak sitotoksik untuk sel-sel yang

36
berkontak langsung ataupun tidak langsung, plastisitasnya
baik, tidak toksisitas. Selain itu, ZOE juga merupakan
materi radiopak, memiliki anti inflamasi dan analgesik
yang sangat berguna setelah prosedur pulpektomi. Selain
itu, ZOE juga tidak menyebabkan diskolorisasi pada gigi
(Mihir, dkk., 2011).

M. Restorasi
Material tumpatan yang paling tepat untuk dipilih adalah composite
sebab pasien ingin tambalannya nanti sewarna dengan gigi aslinya.
Keuntungan Komposit diantaranya; memiliki nilai estetik baik karena
sewarna dengan gigi dan Mengkilap.Tersedia dalam berbagai warna,
warna untuk enamel,dentin, pembuangan jaringan gigi tidak invasive,
banyak jenis untuk indikasi yang berbeda dan mudah diaplikasikan,
dapat di-repair dan di-replace, komposit teraktivasi sinar
tampak,setting-nya dan kontur restorasi dapat ditentukan operator,
tidak diperlukan pencampuran sehingga menghindari terjebaknya
udara dalam bahan, merupakan bahan restorasi pilihan bila pasien
alergi terhadap merkuri (Dwiandhono, 2019). Prinsip-prinsip desain
preparasi
1. Outline Form, adalah membentuk daerah tepi dari preparasi.
Outline form adalah bagian awal dari preparasi kavitas. Pada tahap
ini dilakukan perluasan dari dinding eksternal lesi karies.
2. Resistence Form, yakni membuat desain preparasi sedemikian
rupa agar nantinya material restorasi yang dibuat kuat menahan
beban kunyah dan tidak mudah pecah.
3. Retention Form, yakni membuat desain preparasi sedemikian rupa
agar tumpatan yang dihasilkan melekat erat dengan struktur gigi
dan tidak mudah lepas.

37
4. Convenience form, yang bertujuan untuk memperoleh kemudahan
menuju preparasi kavitas utama untuk penempatan bahan
tumpatan.
5. Removal the caries, yakni membuang jaringan gigi yang terinfeksi
karies (infected dentin)
6. Fisnishing of the cavity, yakni menghaluskan dinding kavitas
7. Toilets of the cavity, yaitu pembersihan kavitas dari darah, debris,
dan saliva yang dilanjutkan dengan pengeringan kavitas lalu
disterilisasi dengan bahan non-alkohol.

Tahapan Kerja

1. Tahapan pertama yang dilakukan adalah dengan mendesain


preparasi yang kita inginkan. Desain preparasi yang dibuat harus
memenuhi 7 prinsip dasar preparasi kavitas agar tumpatan yang
dihasilkan nantinya memiliki tingkat resisten, retensi, dan estetik
yang baik.
2. Lakukan aplikasi etsa asam. Pada kasus ini tidak diperlukan
aplikasi liner/basis dikarenakan jaringan dentin yang tidak
diperlukan perangsangan pembentukkan dentin reparatif.
Kandungan etsa asam yang digunakan adalah asam fosfat
(H2PO4) 37%. Aplikasi etsa pada enamel dilakukan selama 20
detik sedangkan pada dentin selama 15 detik. Etsa asam akan
membuka enamel rods dan memperisapkan intertubulus dentin
yang mengandung serabut kolagen yang akan berikatan dengan
bonding agent.
3. Setelah waktu pengaplikasian etsa asam berakhir maka dilakukan
irigasi dengan air dan di keringkan hingga keadaan kavitas
menjadi lembab agar serabut kolagen dalam tubuli dentinalis tidak
collaps.

38
4. Kemudian dilakukan aplikasi bonding agent. Di enamel, bonding
agent akan masuk ke dalam enamel rods sehingga menghasilkan
micromechanical interlocking yang berperan sebagai sistem
retensi.
5. Setelah itu dilakukan penyinaran terhadap bonding yang sudah
diaplikasikan di dalam kavitas.
6. Kemudian dilakukan aplikasi resin composite secara layer by
layer. Layer yang dibuat dengan ketebalan maksimal 2 mm
kemudian disinar secara bertahap. Lalu komposit di mampatkan
dengan cement stopper.
7. Kemudian dilakukan finishing dengan mengecek oklusi pasien.
Prosedur ini menggunakan articulating paper. Jika terdapat warna
pada hasil tumpatan maka dikurangi dengan fine finishing bur.
8. Tahap terakhir adalah melakukan poslishing yang bertujuan untuk
menghaluskan permukaan restorasi resin komposit. Polishing
menggunakan rubber polihing point.

39

Anda mungkin juga menyukai