BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
b. Dukungan Gigi
Gigi tiruan sebagian lepasan dukungan gigi adalah jenis gigi tiruan dengan
beban oklusal yang diterima oleh gigi yang tersisa. Oleh karena gigi yang tersisa
Universitas Sumatera
Utara
11
digunakan untuk mendukung gigi tiruan, gigi yang tersisa tidak boleh bergerak
selama tekanan fungsional sehingga diperlukan desain komponen gigi tiruan yang
akan mendukung gigi tiruan dukungan gigi, seperti adanya dukungan vertikal positif
yang didapat dengan melakukan preparasi sandaran dan opposing guide planes
sebagai sudut yang membatasi dislodging force.24,25,27
Universitas Sumatera
Utara
12
relining, penggunaan gigi tiruan berbahan akrilik, dan extension base partial denture.
Basis gigi tiruan berbahan resin akrilik harus memiliki ketebalan minimal 1.5 mm
untuk kekuatan yang baik.28,29 Penggunaan bahan akrilik sebagai bahan basis gigi
tiruan memiliki beberapa keuntungan, antara lain penggantian gigi anterior yang akan
meningkatkan estetis bahkan pada kasus dimana telah terjadi resorbsi pada linggir
alveolar, mengembalikan kontur linggir alveolar, mengembalikan kontur bibir dan
pipi, serta dapat dilakukan relining. Namun, penggunaan akrilik sebagai bahan basis
gigi tiruan juga memiliki beberapa kerugian, antara lain basis harus dibuat luas untuk
mendistribusikan gaya yang baik, dapat rusak pada saat penggunaan, serta cenderung
mengakumulasikan tumpukan saliva yang dapat mengiritasi jaringan lunak.28
b. Logam
Gigi tiruan dengan basis berbahan logam diindikasikan pada pengunaan gigi
tiruan dukungan gigi dan jarak antarlengkung yang tidak memadai.29 Gigi tiruan
dengan basis berbahan logam terbentuk dari emas, krom kobalt, titanium, dan
vitallium yang ditempa. Basis berbahan logam yang paling modern dibentuk dari aloi
yang kuat yang disebut krom kobalt. Jenis gigi tiruan dengan basis berbahan logam
ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain lebih stabil dan retentif karena melekat
erat dengan mukosa, dapat ditempa menjadi lapisan yang tipis dan lebih kuat
dibandingkan resin akrilik, tidak mengakibatkan terjadinya akumulasi tumpukan
saliva oleh karena lebih mudah dibersihkan, tidak mengganggu pergerakan lidah,
dapat menghantar perubahan termal yang terjadi pada jaringan lunak dibawahnya,
dan bersifat bakteriostatik.28-30 Namun, beberapa kerugian yang diakibatkan
penggunaan gigi tiruan basis logam adalah basis yang over-extension dapat melukai
jaringan lunak, sebaliknya basis yang under-extension dapat memicu terjadinya
resorbsi pada linggir alveolar, sulit dalam melakukan penyesuaian, estetis yang
kurang baik, serta sulit untuk dilakukan relining atau rebasing.27,28
Universitas Sumatera
Utara
13
c. Fleksibel
Gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel dibuat dari bahan termoplastik
nilon, diindikasikan pada setiap kondisi kehilangan gigi sebagian yang dialami oleh
pasien yang menginginkan penggunaan gigi tiruan yang dapat dilepaskan dari mulut.
Gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel digunakan pada kasus dengan kondisi
linggir yang gerong pada kedua sisi atau gerong yang parah, sehingga retensi gigi
tiruan menjadi lebih baik. Penggunaan gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel
tidak memerlukan modifikasi pada gigi penyangga. Basis fleksibel tidak memiliki
sisa monomer sehingga dapat digunakan oleh pasien yang memiliki riwayat alergi
terhadap monomer. Kelebihan lain yang dimiliki gigi tiruan fleksibel adalah warna
basis yang translusen serta tidak menggunakan clasp dengan bahan logam atau kawat,
melainkan dengan bahan termopalstik sehingga memiliki estetik yang baik.31,32
Universitas Sumatera
Utara
14
laboratorium, otorisasi kerja dalam pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, dan
pemasangan, penyesuaian, serta perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan.4
Pada tahap akhir klinik dan laboratorium dilakukan pemasangan, penyesuaian,
dan perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan. Pada tahap ini, gigi tiruan sebagian
lepasan dicobakan kepada pasien untuk melihat apakah gigi tiruan telah retentif, tidak
memiliki hambatan oklusi, serta pasien diedukasi tentang gigi tiruan yang dimilikinya.
Istilah penyesuaian pada tahap ini memiliki dua konotasi, yaitu penyesuaian yang
dilakukan pada permukaan dukungan gigi tiruan dan permukaan oklusal gigi tiruan,
sedangkan arti lain dari istilah ini adalah penyesuaian yang dilakukan terhadap pasien,
baik secara psikologis dan biologis.4
Tahap pemasangan, penyesuaian, dan perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan
mencakup lima tahap, antara lain penyesuaian permukaan dukungan basis gigi tiruan,
mengeleminasi gangguan oklusal yang berasal dari komponen gigi tiruan,
penyesuaian oklusi dengan gigi asli dan gigi tiruan lain, memberikan instruksi kepada
pasien, dan pentingnya kunjungan berkala. Pada tahap penyesuaian oklusi antara gigi
asli dengan gigi tiruan lain, diperlukan alat untuk mendeteksi apakah oklusi yang
dihasilkan harus diperbaiki. Salah satu alat yang dapat mendeteksi adanya gangguan
oklusal adalah shim stock. Penyesuaian oklusi ini penting dilakukan untuk mencegah
terjadinya beban pengunyahan yang berlebih oleh karena permukaan oklusal yang
tidak efisien yang dapat mengakibatkan terjadinya trauma pada struktur pendukung.
Oklusi yang menyebabkan trauma pada struktur pendukung dikenal sebagai traumatik
oklusi.4 Selain itu, pasien harus dapat memahami pentingnya kunjungan berkala yang
dilakukan setiap 6 bulan untuk menjaga kesehatan rongga mulutnya, baik gigi dan
struktur pendukung serta mengevaluasi gigi tiruan sebagian lepasan yang
digunakannya.27
c. Pemeliharaan
Tahap pemeliharaan mencakup tahap relining dan rebasing gigi tiruan
sebagian lepasan, perbaikan dan penambahan komponen gigi tiruan sebagian lepasan,
gigi tiruan sebagian lepasan interim, pertimbangan pemakaian gigi tiruan sebagian
Universitas Sumatera
Utara
15
2.2 Oklusi
2.2.1 Defenisi
Oklusi didefinisikan sebagai kontak yang terjadi antara gigi di maksila dan
mandibula. Sistem stomatognasi dibentuk oleh tiga unsur yang sangat penting, yaitu
gigi, jaringan periodontal, dan sistem artikulasi.33 (Gambar 1)
Universitas Sumatera
Utara
16
Dari gambar diatas terlihat bahwa setiap elemen dari sistem artikulasi saling
berhubungan. Adanya perubahan yang terjadi pada salah satu elemen dapat
mempengaruhi dua elemen lainnya.
Universitas Sumatera
Utara
17
Universitas Sumatera
Utara
18
Universitas Sumatera
Utara
19
Universitas Sumatera
Utara
20
Universitas Sumatera
Utara
21
Universitas Sumatera
Utara
22
Universitas Sumatera
Utara
23
Universitas Sumatera
Utara
24
2.3.1 Jenis
2.3.1.1 Kertas Artikulasi
Kertas artikulasi digunakan untuk mendeteksi gigi yang mengalami traumatik
oklusi. Bagian yang berwarna dari kertas artikulasi mengandung wax, minyak dan
pigmen, yang akan hilang ketika terkena saliva karena sifatnya yang hidrofobik.
Bagian yang mengalami traumatik oklusi akan mudah terlihat dengan adanya tanda
yang tertinggal setelah penggunaan kertas artikulasi. Namun, kertas artikulasi
merupakan material yang tidak fleksibel dan kurang akurat karena ketebalan yang
dimilikinya.16
Universitas Sumatera
Utara
25
Universitas Sumatera
Utara
26
4. Setelah itu, tempatkan shim stock pada daerah yang ingin dicek oklusinya,
yaitu oklusi sentrik, working side, balancing side, dan anteroposterior.
(Gambar 16)
Universitas Sumatera
Utara
27
daerah wajah atau sendi temporomandibula, sakit kepala, sakit pada telinga, pusing
kepala, hipertropi otot-otot pengunyahan, terbatasnya pergerakan mulut pada saat
membuka, menutup ataupun terkuncinya sendi temporomandibula, terjadinya atrisi
pada gigi-geligi yang diakibatkan bruksism, suara kliking pada sendi, dan berbagai
keluhan lain.40 Pada tahun 1980, beberapa klinisi menganggap bahwa perubahan
internal dari sendi temporomandibula merupakan faktor yang paling banyak terjadi
pada kelainan ini. Namun, saat ini secara umum telah diterima bahwa kelainan ini
mencakup berbagai jenis kelainan lain yang melibatkan sendi temporomandibula dan
otot-otot pengunyahan, baik secara terpisah maupun bersama-sama.41
Tingkat keparahan TMD yang dialami individu dapat dikategorikan
berdasarkan index Helkimo (1974). Dalam penelitian epidemiologikal yang
dilakukannya, Helkimo mengembangkan sebuah index yang terbagi menjadi
anamnesis, klinis, dan disfungsi oklusal. Helkimo anamnestic index berisi 10 buah
pertanyaan, yaitu mengenai sulit atau tidaknya membuka mulut, sulit atau tidaknya
menggerakkan rahang ke lateral, nyeri pada otot saat mengunyah, frekuensi sakit
kepala, nyeri pada leher atau bahu, nyeri pada area telinga, bunyi pada daerah sendi,
mengunyah di satu sisi, dan nyeri pada wajah di pagi hari yang harus dijawab. Setiap
pertanyaan terdiri atas 3 pilihan jawaban, yaitu tidak (skor 0), kadang-kadang (skor
1), dan ya (skor 2). Penarikan kesimpulan pasien yang mengalami
Temporomandibular Disorder (TMD) didasarkan pada total skor seluruh pertanyaan,
yaitu tidak ada TMD (skor 0 – 3), gangguan TMD ringan (skor 4 – 8), gangguan
TMD sedang (skor 9 – 14), dan gangguan TMD berat (skor 15 – 23). Helkimo
dysfunction index mengevaluasi lima tanda klinis gangguan fungsi sendi, yaitu
pengukuran jarak pembukaan mulut maksimal, penurunan fungsi sendi
temporomandibula, nyeri otot, pemeriksaan pada sendi temporomandibula, dan nyeri
pada pergerakan mandibula. Dari hasil pemeriksaan klinis, penilaian yang diberikan
akan dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu normal (skor 0), ringan (skor 1), dan
berat (skor 5). Penarikan kesimpulan pasien yang mengalami Temporomandibular
Disorder (TMD) didasarkan pada total skor seluruh pemeriksaan klinis yang
Universitas Sumatera
Utara
28
dilakukan, yaitu tidak ada gangguan (skor 0), TMD ringan (skor 1-4), TMD sedang
(skor 5-9), dan TMD berat (skor 10-25).42,43
Universitas Sumatera
Utara
29
b. Disfungsi
Disfungsi merupakan gejala klinis umum yang berhubungan dengan
kelainan pada otot pengunyahan. Umumnya gejala ini terlihat sebagai
berkurangnya jarak pembukaan mandibula. Ketika jaringan otot digunakan
secara berlebihan, setiap kontraksi atau peregangan yang terjadi akan
meningkatkan terjadinya rasa sakit. Oleh karena untuk mempertahankan
kenyamanan, pasien akan membatasi pergerakan dalam jarak yang tidak akan
meningkatkan rasa sakit. Secara klinis hal ini akan terlihat seperti
ketidakmampuan untuk membuka mulut lebar. Pada beberapa kelainan
myalgic, pasien dapat membuka mulut lebar secara perlahan, namun rasa sakit
masih terasa dan mungkin akan menjadi lebih parah.44
Maloklusi akut merupakan jenis lain dari disfungsi. Istilah maloklusi akut
merujuk pada setiap perubahan kondisi oklusal yang terjadi secara tiba-tiba
yang disebabkan oleh kelainan. Maloklusi akut mungkin merupakan hasil dari
perubahan yang tiba-tiba dari panjang otot yang mengontrol posisi rahang
ketika istirahat. Ketika hal ini terjadi, pasien akan merasakan perubahan
kontak oklusal dari gigi. Posisi mandibula dan perubahan kontak oklusal yang
terjadi bergantung pada keterlibatan otot. Pemendekan dari otot elevator pada
saat fungsional, pasien akan mengeluhkan ketidakmampuan untuk
mengoklusikan gigi secara normal.44
Universitas Sumatera
Utara
30
yang mengubah secara akut input sensori atau proprioseptif pada struktur
pengunyahan misalnya fraktur pada gigi, penempatan restorasi yang pada gigi
yang mengalami supraoklusi, trauma pada struktur lokal seperti kerusakan
jaringan akibat suntikan, dan trauma yang terjadi akibat penggunaan yang
berlebihan atau tidak biasa dari struktur pengunyahan seperti mengunyah
makanan yang keras dalam waktu yang lama. Faktor sistemik merujuk pada
keadaan yang menganggu fungsi normal otot. Salah satu faktor sistemik yang
paling umum adalah stres emosional. Stres akan merubah fungsi otot melalui
sistem efferent gamma ke spindle otot atau aktivitas simpatis jaringan otot dan
struktur terkait. Jika keadaan tersebut berpengaruh secara signifikan, otot akan
merespon keadaan tersebut. Respon dari otot disebut dengan protective co-
contraction. Dalam beberapa peristiwa, konsekuensi dari keadaan tersebut
adalah kecil dan co-contraction dapat dengan cepat terselesaikan, sehingga
fungsi otot kembali normal. Namun, jika protective co-contraction
berlangsung lama, biokemikal lokal dilepaskan dan perubahan struktur dapat
terjadi sehingga akan menyebabkan terjadinya rasa sakit lokal pada otot.
Kondisi ini dapat diatasi dengan istirahat atau segera mendapat perawatan.
Jika rasa sakit lokal pada otot tidak terselesaikan, perubahan pada jaringan
otot akan terjadi, yang akan menyebabkan rasa sakit yang berkepanjangan.
Rasa sakit yang terjadi secara terus-menerus dapat mempengaruhi Central
Nervous System (CNS), menyebabkan terjadinya respon otot tertentu, seperti
myofacial pain dan myospasm. Pada beberapa peristiwa CNS akan memberi
respon dengan menginduksi kontraksi secara tidak sadar yang terlihat secara
klinis sebagai spasme otot. Kelainan pada otot pengunyahan umumnya
menghasilkan beberapa masalah akut. Jika masalah-masalah ini telah
diidentifikasi dan disembuhkan, maka otot akan kembali ke fungsi normal.
Namun jika kelainan akut myalgia tidak disembuhkan secara tepat, maka
kondisi yang memperparah akan menyebabkan kelainan myalgia tersebut
menjadi kronis sehingga CNS akan berkontribusi lebih untuk
mempertahankan kondisi tersebut. Oleh karena CNS merupakan faktor yang
Universitas Sumatera
Utara
31
penting dalam kondisi tersebut, hal ini disebut sebagai centrally mediated
myalgia. Centrally mediated myalgia kronis sering kali sulit untuk
disembuhkan. Contoh lain dari kelainan rasa sakit kronis pada
muskuloskeletal adalah fibromyalgia. Tidak seperti kelainan rasa sakit pada
otot lainnya yang merupakan kelainan regional, fibromyalgia meluas pada
kondisi yang global.44 (Gambar 18)
Universitas Sumatera
Utara
32
pada otot yang dapat menggerakkan mandibula. Arthralgia yang berasal dari
struktur sendi normal yang sehat dirasakan sebagai rasa sakit yang tajam, tiba-
tiba, dan terus-menerus yang berhubungan dengan pergerakan sendi. Ketika
sendi diistirahatkan, rasa sakit tersebut akan mereda dengan cepat. Jika
struktur sendi mengalami kerusakan, inflamasi yang terjadi dapat
menghasilkan rasa sakit yang terus-menerus yang dihasilkan oleh pergerakan
sendi.44
b. Disfungsi
Disfungsi merupakan kelainan fungsional umum yang terjadi pada
sendi temporomandibula. Umumnya hal ini ditandai dengan terganggunya
pergerakan kondilus-diskus yang normal, dengan dihasilkannya suara pada
sendi. Suara pada sendi dapat terjadi pada satu kejadian dengan durasi yang
singkat yang dikenal sebagai click. Jika suara click yang dihasilkan keras,
dikenal sebagai pop. Krepitasi merupakan suara yang didengar multiple, kasar
dan seperti kerikil. Disfungsi yang terjadi pada sendi temporomandibula
selalu dihubungkan dengan pergerakan rahang.44
Universitas Sumatera
Utara
33
b. Pulpitis
Gejala lain yang dihubungkan dengan terjadinya kelainan fungsional
pada gigi adalah pulpitis. Beban berlebihan pada saat aktivitas parafungional
dapat menimbulkan gejala pulpitis. Ciri khas dari pulpitis adalah pasien
mengeluhkan sensitif terhadap makanan/minuman panas dan dingin. Beban
yang berlebihan pada gigi akan mengganggu aliran darah pada foramen
apikal. Gangguan terhadap pasokan darah yang terjadi pada pulpa
menimbulkan gejala pulpitis.44
c. Keausan Gigi
Tanda yang paling umum dihubungkan dengan terjadinya kelainan
fungsional pada gigi adalah keausan gigi. Hal ini dapat terlihat dengan area
datar yang mengkilat pada oklusal gigi. Etiologi dari keausan gigi adalah
aktivitas parafungsional.44
Universitas Sumatera
Utara
34
dari sakit kepala adalah tipe sakit kepala yang tegang. Tipe dari sakit kepala
seperti ini disebut juga sebagai muscle tension headache atau muscle
contraction headache. Terdapat berbagai etiologi yang dapat menyebabkan
sakit kepala tipe tegang. Salah satunya adalah berasal dari otot. Namun, perlu
diingat bahwa tidak semua sakit kepala tipe tegang berasal dari otot.44
c. Gejala Otologik
Tanda lain yang berhubungan dengan kelainan fungsional pada sistem
pengunyahan adalah keluhan pada telinga. Pasien juga sering mengeluhkan
sensasi penuh dalam telinga. Gejala ini dapat dijelaskan dengan mengetahui
anatomi. Tabung eusthasia menghubungkan rongga pada telinga tengah
dengan nasofaring. Selama menelan, palatum terangkat dan menutup
nasofaring. Selama palatum terangkat, otot tensor palati berkontraksi. Hal ini
menyebabkan tabung eusthasia menjadi lurus, tekanan udara di antara telinga
tengah dan tenggorokan menjadi sama. Ketika otot tensor palati gagal untuk
terangkat dan tabung eusthasia gagal menjadi lurus, sensasi sesak akan terasa
dalam telinga.44
Otot tensor timpani, yang melekat pada membran tympani, juga dapat
mempengaruhi gejala pada telinga. Ketika oksigen diserap dari udara melalui
membran mukosa pada rongga telinga tengah, tekanan negatif terbentuk
Universitas Sumatera
Utara
35
2.4.2 Pemeriksaan
2.4.2.1 Sendi Temporomandibula
2.4.2.1.1 Pergerakan Mandibula
Pergerakan mandibula harus diukur secara vertikal dan lateral. Cara
pengukuran pergerakan mandibula, yaitu dengan menggunakan penggaris, Willis bite
gauge atau Vernier bite gauge. Pemeriksaan pergerakan mandibula tidak akan relevan
selama teknik yang digunakan tidak konsisten.45
Universitas Sumatera
Utara
36
Universitas Sumatera
Utara
37
ditandai dengan perpindahan yang telah terjadi dari midline. Pengukuran ini akan
memperlihatkan jarak mandibula yang berpindah pada setiap arah.46 (Gambar 22)
Universitas Sumatera
Utara
38
Universitas Sumatera
Utara
39
dipalpasi), 1 (pasien merasa tidak nyaman pada saat palpasi), 2 (pasien merasakan
ketidaknyamanan atau rasa sakit saat dipalpasi), 3 (pasien menunjukkan sikap yang
mengelak atau menangis (mengeluarkan air mata) atau secara langsung memberitahu
untuk tidak mempalpasi daerah tersebut lagi. 46
Universitas Sumatera
Utara
40
Universitas Sumatera
Utara
41
Universitas Sumatera
Utara
42
pterigoid bekerja pada saat gerakan elevasi mandibula, selama protrusi dan
pergerakan lateral mandibula.50 (Gambar 30)
2.4.3 Etiologi
Etiologi terjadinya TMD masih merupakan perdebatan selama beberapa tahun
belakangan. Walaupun teknologi dalam mendiagnosa telah berkembang, namun
kesepakatan mengenai etiologi terjadinya TMD belum disepakati. Terdapat dua
konsep etiologi mengenai penyebab terjadinya kelainan ini, yaitu:40
1. Konsep Etiologi
a. Teori Pergeseran Mekanis
Menurut teori ini, kurangnya dukungan dari gigi molar menyebabkan
posisi kondilus dalam fossa glenoid menjadi lebih eksentrik, mengakibatkan
elevasi secara berlebihan dari otot-otot mandibula yang akan menekan
kondilus sehingga saraf dan pembuluh darah yang berada disekitarnya
termasuk chorda tympani akan mengalami kerusakan. Hal ini memicu
terjadinya rasa sakit, disfungsi, dan gejala pada telinga (tinnitus).40
b. Teori Trauma
Teori ini diperkenalkan oleh Zarb dan Speck (1979) dimana mikro-
/makrotrauma merupakan faktor utama yang menginisiasi proses patologis
dan disfungsi pada berbagai bagian yang berbeda dari sistem stomatognasi
yang akan memicu terjadinya TMD. Berdasarkan teori ini, setiap trauma yang
Universitas Sumatera
Utara
43
c. Teori Biomedikal
Teori ini diperkenalkan oleh Reade (1984) yang mendukung peran
trauma dalam menginisiasi terjadinya kelainan. Setelah terjadi inisiasi, kondisi
kelainan dapat lebih parah karena adanya beberapa faktor seperti oklusi yang
terganggu, kebiasaan parafungsional, dan psikologis yang terganggu akibat
tekanan pekerjaan. Menurut Reade teori ini akan menjelaskan mengapa
gangguan oklusal yang sama tidak dapat menyebabkan gejala yang sama pada
individu yang berbeda dan mengapa tidak setiap individu yang memiliki
gangguan psikologis seperti stres mengalami TMD.40
d. Teori Osteoarthritis
Teori ini diperkenalkan oleh Stegenga (1989) dimana faktor penyebab
terjadinya TMD adalah osteoarthrosis. Menurut teori ini, gejala pada otot dan
kelainan internal merupakan patologi sendi sekunder. Perubahan patologis
pada sendi temporomandibula dapat diinduksi oleh beban berlebihan absolut
atau relatif. Beban berlebihan absolut pada sendi dapat terjadi pada saat
trauma, sedangkan beban berlebih relatif dapat terjadi jika kapasitas adaptif
dari struktur sendi berkurang yang disebabkan oleh inflamasi atau penuaan.40
e. Teori Otot
Teori ini didukung oleh Travel dan Rinzler yang menyatakan bahwa
faktor etiologi TMD utama adalah otot pengunyahan. Teori ini menyatakan
bahwa myalgia pada otot pengunyahan dapat menunjukkan rasa sakit pada
sendi temporomandibula. Myalgia yang terjadi pada area wajah disebabkan
oleh myospasme kronis.40
Universitas Sumatera
Utara
44
f. Teori Neuromuskular
Teori ini didukung oleh Ramjford (1995) yang menyatakan bahwa
gangguan oklusal merupakan faktor kausatif kelainan. Teori ini
mengemukakan bahwa gangguan oklusal menyebabkan umpan balik
proprioseptor yang terganggu, sehingga terjadi ketidakkoordinasian dan
spasme pada beberapa otot pengunyahan.40
g. Teori Psikofisiologikal
Teori ini didukung oleh Schwartz dan Laskin yang menyatakan bahwa
faktor psikologikal merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan
gangguan oklusal dalam menginisiasi dan memperlama terjadinya TMD.
Spasme yang terjadi pada otot-otot pengunyahan disebabkan oleh kontraksi
yang berlebihan atau kelelahan pada otot yang disebabkan oleh parafungsi
yang dilakukan oleh individu untuk meredakan stres.40
h. Teori Psikologikal
Teori ini menyatakan bahwa gangguan emosional merupakan faktor
utama dalam menginisiasi terjadinya TMD, menginduksi aktivitas berlebihan
dari otot-otot yang akan mengarahkan tejadinya kebiasaan parafungsional dan
secara tidak langsung menyebakan abnormalitas pada oklusal. Teori ini
menekankan faktor emosional seperti stres yang akan menyebabkan individu
melakukan clinching sehingga terjadi kontraktilitas pada otot dan
menyebabkan rasa sakit.40
2. Konsep Multifaktorial
Bell (1990) telah mengkategorisasikan semua faktor yang
menyebabkan terjadinya kelainan ke dalam tiga bagian, yaitu:13,40,47,51
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah setiap faktor yang meningkatkan risiko
terjadinya TMD. Beberapa faktor yang termasuk ke dalam faktor predisposisi
Universitas Sumatera
Utara
45
b. Faktor Inisiasi
Faktor inisiasi adalah faktor yang menyebabkan awal terjadinya TMD.
Beberapa faktor yang termasuk ke dalam faktor inisiasi adalah beban yang
berlebihan pada sistem pengunyahan dan trauma (mikrotrauma ataupun
makrotrauma).40
c. Faktor Perpetuasi
Faktor perpetuasi adalah faktor yang mengganggu proses
penyembuhan atau memperparah terjadinya TMD. Beberapa faktor yang
termasuk ke dalam faktor perpetuasi adalah gaya mekanis dan otot, gaya
hidup, sosial, dan gangguan emosional.40
Universitas Sumatera
Utara
46
mereka, jika ada perbedaan persentase terjadinya TMD pada laki-laki dan perempuan,
hal ini disebabkan perempuan cenderung lebih sering melakukan kontrol ke dokter
gigi dibandingkan laki-laki serta faktor hormonal yang dianggap merupakan faktor
penting terjadinya TMD. Penelitian yang dilakukan Casanova-Rosado dkk (2006)
menyatakan bahwa jenis kelamin, bruxism, gangguan psikologis seperti stres,
mengunyah satu sisi, dan kehilangan gigi merupakan faktor yang paling utama
menyebabkan terjadinya TMD pada orang dewasa. Sedangkan jenis kelamin dan
kurangnya kepercayaan diri, yang dikombinasikan dengan faktor oklusal merupakan
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya TMD pada remaja.11
Prevalensi terjadinya TMD yang lebih tinggi pada wanita disebabkan oleh
sensitivitas biologis dalam menerima stimulus yang dimiliki wanita lebih tinggi
dibandingkan dengan pria. Wanita dapat mendeteksi sinyal yang tidak dapat dikenali
oleh pria. Selain itu, perbedaan status sosial mengakibatkan wanita lebih bebas dalam
mengemukakan pengalamannya akan rasa sakit yang diderita. Jika dilihat secara
biologis, hormonal juga berpengaruh terhadap terjadinya TMD. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa siklus menstruasi memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap terjadinya rasa sakit pada muskuloskeletal.52
2.4.4.2 Usia
Okeson (2013) melaporkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya TMD pada
anak-anak dan dewasa muda, namun mereka jarang mengeluhkan gejala yang terjadi.
Pada penelitian yang sama, individu yang berumur ≥60 tahun jarang mengeluhkan
terjadinya gejala TMD. Penelitian epidemiologi yang dilakukan menunjukkan gejala
TMD paling banyak ditemukan pada individu yang berusia 20-40 tahun.13 Penelitian
yang dilakukan oleh Hiltunen (2004) dan Himawan dkk (2007) menyatakan bahwa
gejala TMD akan berkurang sesuai peningkatan umur. Namun, Rutkiewitz (2006)
dalam penelitiannya terhadap populasi orang dewasa di Finlandia (30-80 tahun)
menyatakan bahwa terdapat tanda klinis TMD yang dapat dibuktikan pada kelompok
umur dewasa dibandingkan dengan kelompok umur yang lebih muda.53
Universitas Sumatera
Utara
47
Individu yang termasuk dalam kategori dewasa muda, yaitu berumur 20-40
tahun merupakan kalangan yang paling sering mengalami TMD. Hal ini disebabkan
oleh kualitas hidup, faktor stres dan kapasitas adaptif yang rendah. Kualitas hidup dan
stres dapat menyebabkan terjadinya TMD karena individu yang berada dalam
kategori dewasa muda berada pada tingkatan hidup yang produktif dan mengalami
banyak masalah. Peningkatan usia seseorang yang mengalami TMD menyebabkan
standar hidup dan kapasitas adaptif berubah, sehingga tanda dan gejala TMD menjadi
subklinis (tidak jelas) dan merasakan intensitas yang lebih kecil atau bahkan tidak
terdeteksi, menyebabkan tingkat keparahan yang menjadi tidak jelas.54
Universitas Sumatera
Utara
48
pada malam hari akan berpengaruh terhadap terjadinya TMD dimana meningkatkan
aktivitas otot pada malam hari.12
2.4.5 Perawatan
Setiap perawatan yang diberikan harus didasarkan pada pembuktian atas
keberhasilannya. Beberapa perawatan yang telah dilakukan, baik satu atau gabungan
beberapa perawatan, dianjurkan sesuai dengan berbagai macam teori etiologi dari
Temporomandibular Disorder (TMD). Beberapa perawatan yang dianjurkan dalam
menangani pasien yang mengalami TMD adalah obat Non-steroidal anti-
inflammatory (NSAIDs), muscle relaxant drug, terapi psikologis, perawatan
fisioterapi, penyelarasan oklusal, splint seperti stabilisation splint, anterior
repositioning splint, soft bite guard, mandibular appliance, partial coverage splints
dan anterior bite plane.39,45,48
Universitas Sumatera
Utara
49
Penelitian epidemiologis dan klinis yang dilakukan oleh Roberts dkk (1987),
Seligman dkk (1988) dan Celic dan Jerolimov (2002) menunjukkan tidak adanya
hubungan yang signifikan antara gangguan pada oklusal dengan terjadinya TMD.
Selain itu, pada aplikasi dasar dari analisis regresi logistik multifaktorial, peneliti
menunjukkan bahwa hanya 5% - 27% pasien TMD yang ada hubungannya dengan
gangguan oklusi.9 Okeson (2013) melaporkan dari 57 penelitian yang telah dilakukan
untuk melihat hubungan antara oklusi dengan gejala terjadinya TMD, 22 penelitian
menunjukkan tidak ada hubungan antara oklusi dengan terjadinya TMD, sedangkan
35 penelitian lain menunjukkan adanya hubungan antara oklusi dan TMD. Penelitian-
penelitian yang dilaporkan tersebut memperlihatkan hasil yang tidak konsisten
mengenai jenis gangguan oklusal yang terbanyak menyebabkan terjadinya TMD. Hal
ini menunjukkan bahwa hubungan antara oklusi dan terjadinya TMD masih menjadi
perdebatan.10,13
Dalam penelitiannya, Moteghi (1992) menemukan adanya hubungan yang
signifikan antara oklusi dan terjadinya gejala TMD pada 7337 pasien. Gangguan pada
oklusal, khususnya kontak prematur sisi balancing dan lateral merupakan faktor
penyebab utama terjadinya traumatik oklusi. Tazkayayilmaz (2004) menemukan
adanya hubungan antara posisi kondilus, diskus TMJ dan kontak oklusi pada
pergerakan lateral mandibula. Tazkayayilmaz (2004) menyimpulkan bahwa kontak
prematur dari sisi balancing akan memberi dampak pada kondisi diskus.8 Peneliti
lainnya menyatakan bahwa gangguan pada oklusal yang menjadi penyebab utama
terjadi TMD adalah sentrik oklusi, yang kemudian diikuiti oleh sisi balancing. Akan
tetapi, dalam penelitian yang dilakukan Westling (1995) pada pasien dengan
gangguan oklusi sentrik menemukan tidak adanya dampak terhadap perkembangan
terjadinya TMD. Penelitian yang dilakukan Minagi dkk (1990) mengenai hubungan
antara gangguan oklusal pada sisi balancing dengan perpindahan secara vertikal dari
kondilus menyimpulkan bahwa secara alami sisi balancing tidak membahayakan,
namun berfungsi sebagai perlindungan. Ćelić dkk (2003) menyatakan bahwa sisi
balancing bukan merupakan faktor penting yang dapat dihubungkan dengan
terjadinya TMD.21 Penelitian yang dilaukan Ingervall dkk (1980) menyatakan bahwa
Universitas Sumatera
Utara
50
TMD yang terjadi akibat kontak prematur pada sisi balancing ditemukan terjadi pada
8% dari seluruh subjek penelitian, sedangkan TMD yang terjadi akibat kontak
prematur pada sisi working ditemukan terjadi pada 20% dari seluruh subjek
penelitian.22
Hubungan yang terjadi antara oklusi dengan Temporomandibular Disorder
(TMD) dapat dievaluasi secara statis dan dinamis. Penelitian-penelitian yang
dilakukan secara statis telah banyak dilakukan, namun penelitian-penelitian tersebut
belum memberikan kesimpulan mengenai faktor utama yang berhubungan dengan
TMD. Cara untuk mengetahui hubungan antara oklusi dengan TMD dapat diketahui
dengan menyelidiki hubungannya dengan kombinasi faktor lainnya. Pullinger dkk
(1993) mencoba untuk melihat hubungan antara oklusi dengan TMD melalui analisis
multifaktorial yang bertujuan mengetahui dampak dari interaksi 11 faktor oklusi yang
dikumpulkan secara random. Mereka menyimpulkan bahwa tidak ada satupun faktor
oklusal yang dapat membedakan pasien TMD dengan orang yang sehat. Namun, dari
11 faktor oklusi tersebut terdapat empat ciri oklusal yang umum terjadi pada pasien
TMD, antara lain gigitan terbuka anterior skeletal, overjet lebih dari 4mm, 5 atau
lebih gigi posterior yang hilang atau tidak digantikan, dan kontak retruded contact
position (RCP) ke intercuspal contact position (ICP) lebih dari 2 mm. Pullinger dkk
(1993) menyimpulkan bahwa oklusi tidak dapat dianggap sebagai faktor etiologi
utama yang berhubungan dengan TMD.13
Hubungan oklusi dengan TMD secara dinamis merupakan hubungan antara
mandibula dengan kranium yang diakibatkan oleh kondisi oklusal. Terdapat dua teori
yang menjelaskan terjadinya TMD akibat oklusi. Teori yang pertama berhubungan
dengan bagaimana traumatik oklusi dapat mempengaruhi kestabilan ortopedi
mandibula. Kestabilan ortopedi tercapai ketika posisi stabil interkuspal dari gigi
memiliki hubungan yang harmonis dengan posisi stabil muskukoskeletal dari
kondilus yang berada pada fossa. Bila traumatik oklusi dan ketidakstabilan ortopedi
terjadi, maka interkuspasi maksimal tidak tercapai. Hal ini akan mengakibatkan posisi
oklusal yang tidak stabil meskipun kondilus berada pada posisi yang stabil. Oklusi
yang stabil berpengaruh terhadap fungsi pengunyahan, penelanan, dan berbicara.
Universitas Sumatera
Utara
51
Oleh karena itu, individu akan berusaha untuk mencapai kestabilan oklusi dengan
menggerakkan mandibula sehingga memaksimalkan kontak oklusi (posisi
interkuspasi tercapai). Pergerakan mandibula akan menyebabkan kondilus tidak
berada pada posisi stabil muskuloskeletal. Jika pada saat kondilus tidak berada pada
posisi stabil, gigi menerima beban yang berlebihan dan konstan disebabkan oleh otot
elevator atau tekanan ekstrinsik (trauma), maka pergerakan yang abnormal akan
terjadi untuk mencapai kestabilan pada kondilus. Pergerakan yang terjadi ini
merupakan hasil dari peregangan minor pada mandibula yang disebabkan oleh beban
yang diakibatkan otot elevator. Beban tersebut dapat menyebabkan tercapainya
kestabilan pada kondilus. Namun, pergerakan abnormal yang terjadi akibat
peregangan minor mandibula menyebabkan terjadinya tegangan pada ligamen diskus
dan secara bertahap terjadi pemanjangan dari ligamen diskus dan penipisan diskus
sehingga diskus dapat bergerak dengan bebas. Hal inilah yang lama-kelamaan akan
mengakibatkan terjadinya TMD.13 (Gambar 31)
Universitas Sumatera
Utara
52
Universitas Sumatera
Utara
53
Universitas Sumatera
Utara
54
mengalami clicking pada sendi TMJ sebelah kanan, sedangkan rasa sakit pada sendi
TMJ sebelah kanan masih dialami oleh 4 individu. Setelah hari ke-3 tersebut, gejala
dan tanda yang dialami individu, serta VAS yang dicatat pada EMG mengalami
penurunan hingga hari ke-6. Gejala dan tanda akan menghilang selama seminggu
setelah onlay dihilangkan.23
Universitas Sumatera
Utara
55
TMD
Jenis Kelamin
Kelainan Fungsional Jarak Pembukaan Konsep Etiologi
Edentulus Sebagian Konsep Usia
yang Terjadi pada Otot Mulut Maksimal Multifaktorial
Lama Pemakaian
GTC Dukungan GTSL GTC Dukungan Kelainan Fungsional Teori Pergeseran Gigi Tiruan
Gigi Implan Palpasi Otot-otot Mekanis Bell Kategori
yang Terjadi pada Sendi Pengunyahan
Temporomandibula
Teori Trauma
Jenis Bahan Tahap Pergerakan Faktor Faktor Faktor
Dukungan Basis Perawatan Kelainan Fungsional Mandibula Predisposisi Inisiasi Perpetuasi
yang Terjadi pada Gigi Teori Biomedikal
Gigi Akrilik Rencana Bunyi pada Sendi Teori Sistemik Beban yang
Tanda dan Gejala Lain Osteoarthritis
Perawatan TMJ Berlebihan pada
Sistem
Gigi dan Metal Teori Otot Psikologi Pengunyahan
Mukosa Pemeliharaan
Fleksibel Teori
Struktur Trauma Mikro
Neuromuskular
Mukosa Klinik dan
Makro
Laboratorium
Teori
Psikofisiologikal
Gaya
Teori Psikologikal Mekanis
Diagnosis Persiapan Persiapan Bahan Cetak Dukungan dan Otot
dan Rencana Keadaan pada Gigi dan Prosedur pada Basis
Perawatan Rongga Mulut Penyangga Pencetakan GTSL Gaya
Perawatan Gigi yang Traumatik Kelelahan Hidup
Tidak Baik Oklusi pada Sendi
Hubungan Proses Otorisasi Kerja Pemasangan, Sosial
Oklusal pada Laboratorium pada GTSL Penyesuaian, dan
GTSL Perbaikan GTSL
Evaluasi Statis Dinamis Gangguan
Emosional
Canine Guidence
Kertas Artikulasi Sentrik
Group Function
Shim Stock Universi tas SWuomrkaintegrSaidU
e a
tar
Balancing Side
56
Pemasangan, Penyesuaian,
Penyesuaian Oklusi dan Anasir GT untuk
dan Perbaikan GTSL Harmonisasi dengan Gigi Asli
Statis Traumatik Oklusi Berlangsung lama ( 1-6 bulan, >6-12 bulan, >12-18 bulan)
Dinamis
Kondilus dipertahankan pada posisi stabil Tidak tercapai interkuspasi maksimal Respon perlindungan akan menghasilkan
musculoskeletal oleh otot elevator
gejala pada otot
Posisi oklusal tidak stabil, tetapi kondilus stabil
Mandibula digerakkan ke arah posisi interkuspasi Individu dapat beradaptasi Individu tidak dapat beradaptasi
Kestabilan oklusi tercapai, tetapi kondilus tidak Otot-otot baru yang telah berubah
berada pada posisi stabil muskuloskeletal secara permanen berkembang
Jarak pembukaan
Terjadi pergerakan tidak biasa yang merupakan mulut maksimal
hasil peregangan minor dari mandibula
Pemeriksaan Palpasi otot-otot
Tercapainya kestabilan pada kondilus Klinis pengunyahan
Pergerakan mandibula
Terjadi tegangan pada ligamen diskus dan secara bertahap terjadi TMD
pemanjangan dari ligamen diskus dan penipisan diskus Bunyi pada sendi TMJ