Anda di halaman 1dari 48

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi Tiruan Sebagian Lepasan


Menurut The Glossary of Prosthodontic Terms, gigi tiruan sebagian lepasan
(GTSL) adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih gigi asli yang didukung
oleh gigi, mukosa atau gigi dan mukosa, dapat dilepas dan dipasangkan kembali oleh
pasien sendiri.2,3 Beberapa syarat GTSL yang baik adalah gigi tiruan tersebut mampu
memenuhi tujuan pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, tidak menyebabkan
kerusakan yang lebih parah pada gigi yang tersisa dan jaringan pendukung, dapat
dengan mudah dilepas dan dipasangkan kembali oleh pasien, dapat dengan mudah
dibersihkan, dapat dengan mudah diperbaiki, harganya terjangkau, tidak boleh tebal,
stabil dan retentif.24

2.1.1 Jenis Dukungan


Gigi tiruan sebagian lepasan memiliki tiga jenis dukungan, yaitu:
a. Dukungan Mukosa
Gigi tiruan sebagian lepasan dukungan mukosa adalah jenis gigi tiruan dengan
beban oklusal yang diterima oleh mukosa dan tulang alveolar dibawahnya.24,25 Wills
dan Manderson (1977) serta Picton dan Wills (1978) dalam penelitian yang mereka
lakukan memastikan bahwa efek dari tekanan yang terjadi pada mukosa dalam waktu
yang lama dapat mengurangi ketebalan sebanyak 45% yang menunjukkan bahwa
penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan dukungan mukosa dapat menyebabkan
kehilangan tulang alveolar yang besar. Oleh karena itu, penggunaan gigi tiruan
sebagian lepasan dukungan mukosa merupakan pilihan terakhir. 26

b. Dukungan Gigi
Gigi tiruan sebagian lepasan dukungan gigi adalah jenis gigi tiruan dengan
beban oklusal yang diterima oleh gigi yang tersisa. Oleh karena gigi yang tersisa

Universitas Sumatera
Utara
11

digunakan untuk mendukung gigi tiruan, gigi yang tersisa tidak boleh bergerak
selama tekanan fungsional sehingga diperlukan desain komponen gigi tiruan yang
akan mendukung gigi tiruan dukungan gigi, seperti adanya dukungan vertikal positif
yang didapat dengan melakukan preparasi sandaran dan opposing guide planes
sebagai sudut yang membatasi dislodging force.24,25,27

c. Dukungan Gigi dan Mukosa


Gigi tiruan sebagian lepasan dukungan dari gigi dan mukosa adalah jenis gigi
tiruan dengan beban oklusal yang diterima oleh gigi dan mukosa. Pada kasus GTSL
dengan perluasan basis, oleh karena gigi yang tersisa tidak mampu mendukung gigi
tiruan maka dibutuhkan dukungan dari linggir sisa yang berperan dalam
mempertahankan gigi tiruan yang sedang berfungsi agar tetap stabil. Ketika sebuah
gigi tiruan digunakan pada rahang dengan dukungan gigi dan mukosa, gigi tiruan
harus didesain untuk memudahkan pergerakan fungsional dari basis. Gigi tiruan
dukungan gigi dan mukosa didesain untuk memenuhi dua tujuan, yaitu mendapatkan
kestabilan yang berasal dari gigi dan mengantisipasi pergerakan vertikal dan/atau
horizontal dari perluasan basis.25,27

2.1.2 Bahan Basis


Basis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan sebagian lepasan yang terletak
di atas mukosa dan tempat anasir gigi tiruan diletakkan.28,29 Basis gigi tiruan yang
ideal memenuhi beberapa syarat, yaitu dapat beradaptasi dengan jaringan, tidak
mengiritasi jaringan, memiliki kekuatan yang cukup untuk mecegah terjadinya fraktur
atau distorsi pada saat penggunaan, biokompatibel, estetis yang baik, memiliki
stabilitas dimensi yang baik, dapat dibersihkan dengan mudah, dapat dipreparasi,
harga ekonomis, dan memiliki konduktivitas termal yang baik.27,28 Beberapa jenis
bahan basis gigi tiruan sebagian lepasan adalah:
a. Akrilik
Gigi tiruan dengan basis berbahan resin akrilik diindikasikan pada individu
yang memiliki alergi terhadap logam, long span free end, pada saat melakukan

Universitas Sumatera
Utara
12

relining, penggunaan gigi tiruan berbahan akrilik, dan extension base partial denture.
Basis gigi tiruan berbahan resin akrilik harus memiliki ketebalan minimal 1.5 mm
untuk kekuatan yang baik.28,29 Penggunaan bahan akrilik sebagai bahan basis gigi
tiruan memiliki beberapa keuntungan, antara lain penggantian gigi anterior yang akan
meningkatkan estetis bahkan pada kasus dimana telah terjadi resorbsi pada linggir
alveolar, mengembalikan kontur linggir alveolar, mengembalikan kontur bibir dan
pipi, serta dapat dilakukan relining. Namun, penggunaan akrilik sebagai bahan basis
gigi tiruan juga memiliki beberapa kerugian, antara lain basis harus dibuat luas untuk
mendistribusikan gaya yang baik, dapat rusak pada saat penggunaan, serta cenderung
mengakumulasikan tumpukan saliva yang dapat mengiritasi jaringan lunak.28

b. Logam
Gigi tiruan dengan basis berbahan logam diindikasikan pada pengunaan gigi
tiruan dukungan gigi dan jarak antarlengkung yang tidak memadai.29 Gigi tiruan
dengan basis berbahan logam terbentuk dari emas, krom kobalt, titanium, dan
vitallium yang ditempa. Basis berbahan logam yang paling modern dibentuk dari aloi
yang kuat yang disebut krom kobalt. Jenis gigi tiruan dengan basis berbahan logam
ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain lebih stabil dan retentif karena melekat
erat dengan mukosa, dapat ditempa menjadi lapisan yang tipis dan lebih kuat
dibandingkan resin akrilik, tidak mengakibatkan terjadinya akumulasi tumpukan
saliva oleh karena lebih mudah dibersihkan, tidak mengganggu pergerakan lidah,
dapat menghantar perubahan termal yang terjadi pada jaringan lunak dibawahnya,
dan bersifat bakteriostatik.28-30 Namun, beberapa kerugian yang diakibatkan
penggunaan gigi tiruan basis logam adalah basis yang over-extension dapat melukai
jaringan lunak, sebaliknya basis yang under-extension dapat memicu terjadinya
resorbsi pada linggir alveolar, sulit dalam melakukan penyesuaian, estetis yang
kurang baik, serta sulit untuk dilakukan relining atau rebasing.27,28

Universitas Sumatera
Utara
13

c. Fleksibel
Gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel dibuat dari bahan termoplastik
nilon, diindikasikan pada setiap kondisi kehilangan gigi sebagian yang dialami oleh
pasien yang menginginkan penggunaan gigi tiruan yang dapat dilepaskan dari mulut.
Gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel digunakan pada kasus dengan kondisi
linggir yang gerong pada kedua sisi atau gerong yang parah, sehingga retensi gigi
tiruan menjadi lebih baik. Penggunaan gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel
tidak memerlukan modifikasi pada gigi penyangga. Basis fleksibel tidak memiliki
sisa monomer sehingga dapat digunakan oleh pasien yang memiliki riwayat alergi
terhadap monomer. Kelebihan lain yang dimiliki gigi tiruan fleksibel adalah warna
basis yang translusen serta tidak menggunakan clasp dengan bahan logam atau kawat,
melainkan dengan bahan termopalstik sehingga memiliki estetik yang baik.31,32

2.1.3 Tahap Perawatan


Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan terbagi dalam tiga tahap, yaitu:
a. Rencana Perawatan
Pada tahap rencana perawatan dilakukan analisis tentang konsep umum
kehilangan gigi, mengapa gigi tiruan dibutuhkan, bagaimana cara menangani
kehilangan gigi sebagian, klasifikasi dari kehilangan gigi sebagian, biomekanika dari
gigi tiruan sebagian lepasan, pengetahuan mengenai konektor mayor dan minor,
sandaran dan dudukan sandaran, retainer langsung dan tidak langsung, basis gigi
tiruan, prinsip desain gigi tiruan sebagian lepasan, dan cara melakukan survei serta
tujuan dilakukan survei pada model.4

b. Klinik dan Laboratorium


Pada tahap klinik dan laboratorium dilakukan penentuan diagnosa dan rencana
perawatan, persiapan keadaan rongga mulut sebelum dilakukannya proses pembuatan
gigi tiruan sebagian lepasan, persiapan gigi penyangga, bahan cetak yang digunakan
dan prosedur pencetakan yang akan dilakukan, dukungan pada basis gigi tiruan
sebagian lepasan, hubungan oklusal pada gigi tiruan sebagian lepasan, proses

Universitas Sumatera
Utara
14

laboratorium, otorisasi kerja dalam pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, dan
pemasangan, penyesuaian, serta perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan.4
Pada tahap akhir klinik dan laboratorium dilakukan pemasangan, penyesuaian,
dan perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan. Pada tahap ini, gigi tiruan sebagian
lepasan dicobakan kepada pasien untuk melihat apakah gigi tiruan telah retentif, tidak
memiliki hambatan oklusi, serta pasien diedukasi tentang gigi tiruan yang dimilikinya.
Istilah penyesuaian pada tahap ini memiliki dua konotasi, yaitu penyesuaian yang
dilakukan pada permukaan dukungan gigi tiruan dan permukaan oklusal gigi tiruan,
sedangkan arti lain dari istilah ini adalah penyesuaian yang dilakukan terhadap pasien,
baik secara psikologis dan biologis.4
Tahap pemasangan, penyesuaian, dan perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan
mencakup lima tahap, antara lain penyesuaian permukaan dukungan basis gigi tiruan,
mengeleminasi gangguan oklusal yang berasal dari komponen gigi tiruan,
penyesuaian oklusi dengan gigi asli dan gigi tiruan lain, memberikan instruksi kepada
pasien, dan pentingnya kunjungan berkala. Pada tahap penyesuaian oklusi antara gigi
asli dengan gigi tiruan lain, diperlukan alat untuk mendeteksi apakah oklusi yang
dihasilkan harus diperbaiki. Salah satu alat yang dapat mendeteksi adanya gangguan
oklusal adalah shim stock. Penyesuaian oklusi ini penting dilakukan untuk mencegah
terjadinya beban pengunyahan yang berlebih oleh karena permukaan oklusal yang
tidak efisien yang dapat mengakibatkan terjadinya trauma pada struktur pendukung.
Oklusi yang menyebabkan trauma pada struktur pendukung dikenal sebagai traumatik
oklusi.4 Selain itu, pasien harus dapat memahami pentingnya kunjungan berkala yang
dilakukan setiap 6 bulan untuk menjaga kesehatan rongga mulutnya, baik gigi dan
struktur pendukung serta mengevaluasi gigi tiruan sebagian lepasan yang
digunakannya.27

c. Pemeliharaan
Tahap pemeliharaan mencakup tahap relining dan rebasing gigi tiruan
sebagian lepasan, perbaikan dan penambahan komponen gigi tiruan sebagian lepasan,
gigi tiruan sebagian lepasan interim, pertimbangan pemakaian gigi tiruan sebagian

Universitas Sumatera
Utara
15

lepasan sebagai protesa maksilofasial, dan pertimbangan pemakaian dental implan


pada gigi tiruan sebagian lepasan.4

2.2 Oklusi
2.2.1 Defenisi
Oklusi didefinisikan sebagai kontak yang terjadi antara gigi di maksila dan
mandibula. Sistem stomatognasi dibentuk oleh tiga unsur yang sangat penting, yaitu
gigi, jaringan periodontal, dan sistem artikulasi.33 (Gambar 1)

Gambar 1. Sistem Stomatognasi33

2.2.2 Sistem Artikulasi


Sistem artikulasi didefinisikan sebagai sekelompok hal, yaitu sendi
temporomandibula, otot-otot pengunyahan, dan oklusi gigi, yang saling berhubungan
atau tidak dapat dipisahkan yang akan membentuk kesatuan yang kompleks. Dalam
sistem artikulasi, individu dapat mengimajinasikan sendi temporomandibula sebagai
engsel, otot-otot pengunyahan sebagai motorik, dan oklusi gigi sebagai kontak.33
(Gambar 2)

Universitas Sumatera
Utara
16

Gambar 2. Sistem Artikulasi. (a) Elemen-


elemen sistem artikulasi; (b)
Gambaran elemen-elemen
sistem artikulasi dalam istilah
mekanis33

Dari gambar diatas terlihat bahwa setiap elemen dari sistem artikulasi saling
berhubungan. Adanya perubahan yang terjadi pada salah satu elemen dapat
mempengaruhi dua elemen lainnya.

2.2.3 Konsep Oklusi


2.2.3.1 Oklusi Statis
Oklusi statis mempelajari kontak antara gigi maksila dan mandibula yang
terjadi ketika rahang tidak bergerak.34

2.2.3.1.1 Oklusi Sentrik


Oklusi sentrik adalah oklusi ketika pasien mengoklusikan giginya dalam
keadaan interkuspasi maksimum. Sinonim dari oklusi sentrik yang umum dikenal
adalah posisi interkuspasi (ICP) atau habitual bite. Oklusi sentrik merupakan oklusi
yang paling mudah untuk didapatkan karena oklusi sentrik merupakan oklusi yang

Universitas Sumatera
Utara
17

hampir selalu dilakukan oleh pasien ketika pasien diinstruksikan untuk


mengontakkan gigi maksila dan mandibula.33 (Gambar 3)

Gambar 3. Oklusi Sentrik35

2.2.3.1.2 Relasi Sentrik


Relasi sentrik bukan merupakan oklusi karena tidak berhubungan dengan gigi.
Relasi sentrik merupakan hubungan rahang, yang menggambarkan hubungan
konseptual antara maksila dan mandibula. Relasi sentrik dapat dijelaskan dalam tiga
cara yang berbeda, yaitu secara anatomis, konsepsional, dan geometris.33
Secara anatomis, relasi sentrik digambarkan sebagai posisi mandibula dan
maksila dimana diskus intra-artikular berada pada tempatnya pada saat kepala dari
kondilus berlawanan dengan bagian yang paling superior dari distal yang menghadap
inklinasi dari fossa glenoid. Hal ini dapat disebut sebagai uppermost dan foremost.33
(Gambar 4)

Universitas Sumatera
Utara
18

Gambar 4. Relasi Sentrik secara Anatomi33

Secara konseptual, relasi sentrik dapat digambarkan sebagai posisi relatif


mandibula dengan maksila dimana diskus artikular berada pada tempatnya pada saat
otot-otot yang mendukung mandibula berada pada posisi yang paling renggang
(dalam keadaan relaksasi).33
Secara geometris, relasi sentrik dapat digambarkan sebagai posisi relatif
mandibula dengan maksila dimana diskus intra-artikular berada pada tempatnya pada
saat kepala dari kondilus berada pada terminal hinge axis.33

2.2.3.1.3 Freedom in Centric Occlusion


Freedom in centric occlusion juga dikenal sebagai long centric occlusion.
Freedom in centric occlusion terjadi ketika mandibula dapat digerakan ke arah
anterior dalam jarak yang pendek ketika gigi tetap berkontak pada horizontal plane
dan sagital plane yang sama.33 (Gambar 5)

Universitas Sumatera
Utara
19

Gambar 5. Freedom in Centric Occlusion.a.


Tidak ada freedom in centric
occlusion dimana kontak oklusal
gigi mandibula terkunci dengan
gigi maksila; b. Mandibula dapat
digerakkan ke arah anterior
dengan jarak yang pendek pada
keadaan sagital dan horizontal
plane yang sama33

2.2.3.2 Oklusi Dinamis


Oklusi dinamis mengacu pada kontak oklusal yang dihasilkan ketika
mandibula bergerak secara relatif terhadap maksila, baik pergerakan ke arah anterior,
lateral, maupun posterior. Kontak yang dihasilkan bukan berupa titik, melainkan
berbentuk garis. Mandibula digerakkan oleh otot-otot pengunyahan dan jalur dari
pergerakan mandibula diatur tidak hanya oleh otot, tetapi juga oleh dua sistem
guidence, yaitu posterior guidence yang diatur oleh sendi temporomandibula dan
anterior guidence.33

2.2.3.2.1 Canine Guidence


Canine guidence merupakan oklusi dinamis yang terjadi pada kaninus selama
pergerakan ekskursif ke arah lateral dari mandibula (hanya gigi kaninus yang akan
berkontak).33,34 Canine protective occlusion merujuk pada fakta bahwa canine

Universitas Sumatera
Utara
20

guidence merupakan satu-satunya kontak oklusal dinamis pada pergerakan


ekskursif.33 (Gambar 6 dan 7)

Gambar 6. Canine Guidence pada Saat Oklusi


Dinamis36

Gambar 7. Tanda Canine Guidence


pada Rahang Atas34

2.2.3.2.2 Group Function


Group function merupakan kontak yang termasuk ke dalam anterior guidence
dimana kontak terjadi di beberapa gigi pada working side selama pergerakan ekskursi
ke lateral sehingga beban dibagi ke gigi tersebut.33,34 (Gambar 8 dan 9)

Universitas Sumatera
Utara
21

Gambar 8. Group Function pada Saat Oklusi


Dinamis36

Gambar 9. Tanda Group Function pada


Rahang Atas34

2.2.3.2.3 Working Side


Working side adalah sisi mandibula yang menuju ke arah pergerakan
mandibula selama pergerakan ekskursi ke lateral. Working side interference adalah
kontak yang terjadi pertama kali hanya pada satu gigi pada working side ketika
rahang digerakkan ke arah lateral.33,34 (Gambar 10 dan 11)

Universitas Sumatera
Utara
22

Gambar 10. Pergerakan Dinamis pada Working


Side dan Balancing Side. A. Sisi kiri
menunjukkan working side dan
skema kontak oklusal pada
pergerakan lateral; B.sisi kanan
menunjukkan balancing side dan
skema kontak oklusal35

Gambar 11. Working Side Interference34

2.2.3.2.4 Balancing Side


Balancing side adalah sisi mandibula yang berlawanan dari arah pergerakan
mandibula selama pergerakan ke arah lateral. Balancing side interference adalah
kontak yang terjadi jika bagian yang berlawanan dari working side berkontak.33,34
(Gambar 12 dan 13)

Universitas Sumatera
Utara
23

Gambar 12. Pergerakan Dinamis pada Working


Side dan Balancing Side. A. Sisi kiri
menunjukkan working side dan
skema kontak oklusal pada
pergerakan lateral; B. Sisi kanan
menunjukkan balancing side dan
skema kontak oklusal35

Gambar 13. Balancing Side Interference34

2.3 Occlusal Indicator


Indikator oklusi terbagi atas dua jenis yaitu indikator kualitatif dan indikator
kuantitatif. Indikator kualitatif berfungsi untuk menentukan lokasi dan jumlah gigi
yang berkontak, sedangkan indikator kuantitatif berfungsi untuk menetukan waktu
dan karakteristik besar tekanan dari gigi yang berkontak.15,16 Beberapa material yang

Universitas Sumatera
Utara
24

termasuk ke dalam indikator kualitatif adalah kertas artikulasi, articulating silk,


articulating film, shim stock, dan high spot indicator. Material yang termasuk ke
dalam indikator kuantitatif adalah T-Scan occlusal analysis system dan virtual dental
patient.14,17

2.3.1 Jenis
2.3.1.1 Kertas Artikulasi
Kertas artikulasi digunakan untuk mendeteksi gigi yang mengalami traumatik
oklusi. Bagian yang berwarna dari kertas artikulasi mengandung wax, minyak dan
pigmen, yang akan hilang ketika terkena saliva karena sifatnya yang hidrofobik.
Bagian yang mengalami traumatik oklusi akan mudah terlihat dengan adanya tanda
yang tertinggal setelah penggunaan kertas artikulasi. Namun, kertas artikulasi
merupakan material yang tidak fleksibel dan kurang akurat karena ketebalan yang
dimilikinya.16

2.3.1.2 Shim Stock


Shim stock adalah selapis material berbentuk lembaran tipis yang berfungsi
untuk memeriksa kontak diantara dua permukaan. Sebuah lembaran shim stock
memiliki lebar 8 mm dengan ketebalan 0, 6, 8, dan 12 µm.18 Pada saat digunakan,
shim stock dilekatkan pada forcep tipe Miller dan diletakkan pada daerah yang ingin
diperiksa oklusinya. Film shim stock tahan terhadap sobekan. Shim stock dapat
digunakan untuk mengevaluasi kontak proksimal selama pemasangan gigi tiruan
cekat seperti mahkota atau veneer. Selain itu, shim stock juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi kontak oklusal yang berlebihan.14,18 Namun, dalam penggunaannya,
shim stock tidak dapat digunakan tanpa dikombinasikan dengan kertas artikulasi. Hal
ini disebabkan karena permukaan metalik yang dimiliki shim stock tidak memberikan
bekas tanda pada gigi yang diperiksa oklusinya.19

Universitas Sumatera
Utara
25

2.3.2 Cara Penggunaan


Cara untuk memeriksa daerah yang mengalami kontak oklusal berlebihan
dengan menggunakan shim stock yang dikombinasi dengan kertas artikulasi adalah
sebagai berikut:18,37
1. Tempatkan kertas artikulasi pada daerah yang ingin diperiksa oklusinya.
(Gambar 14)

Gambar 14. Kertas Artikulasi38

2. Instruksikan pasien untuk mengoklusikan gigi pada posisi interkuspal


maksimum.
3. Setelah itu instruksikan pasien membuka mulut untuk mengeluarkan kertas
artikulasi. Pada gigi, akan terlihat tanda yang tidak sesuai dengan oklusi
normal yang menandakan terjadinya traumatik oklusi pada gigi. (Gambar 15)

Gambar 15. Tanda pada Gigi yang Dihasilkan Setelah


Menggunakan Kertas Artikulasi38

Universitas Sumatera
Utara
26

4. Setelah itu, tempatkan shim stock pada daerah yang ingin dicek oklusinya,
yaitu oklusi sentrik, working side, balancing side, dan anteroposterior.
(Gambar 16)

Gambar 16. Shim Stock38

5. Instruksikan pasien untuk mengoklusikan gigi pada posisi interkuspal


maksimum. Cara ini disebut dengan “close and hold”. Klinisi menarik shim
stock diantara gigi yang sedang dioklusikan ke arah bukal. (Gambar 17)

Gambar 17. Penempatan Shim Stock38

6. Klinisi mengamati seberapa kuat gigi yang sedang dioklusikan tersebut


menahan shim stock pada saat shim stock ditarik ke arah bukal.

2.4 Temporomandibular Disorder


Temporomandibular Disorder (TMD) merupakan kondisi patologis yang
melibatkan otot-otot pengunyahan, otot-otot postural pada leher dan kepala atau
merupakan kombinasi kondisi patologis yang terjadi pada otot dan sendi
temporomandibula.39 Istilah TMD mencakup berbagai kondisi, seperti rasa sakit pada

Universitas Sumatera
Utara
27

daerah wajah atau sendi temporomandibula, sakit kepala, sakit pada telinga, pusing
kepala, hipertropi otot-otot pengunyahan, terbatasnya pergerakan mulut pada saat
membuka, menutup ataupun terkuncinya sendi temporomandibula, terjadinya atrisi
pada gigi-geligi yang diakibatkan bruksism, suara kliking pada sendi, dan berbagai
keluhan lain.40 Pada tahun 1980, beberapa klinisi menganggap bahwa perubahan
internal dari sendi temporomandibula merupakan faktor yang paling banyak terjadi
pada kelainan ini. Namun, saat ini secara umum telah diterima bahwa kelainan ini
mencakup berbagai jenis kelainan lain yang melibatkan sendi temporomandibula dan
otot-otot pengunyahan, baik secara terpisah maupun bersama-sama.41
Tingkat keparahan TMD yang dialami individu dapat dikategorikan
berdasarkan index Helkimo (1974). Dalam penelitian epidemiologikal yang
dilakukannya, Helkimo mengembangkan sebuah index yang terbagi menjadi
anamnesis, klinis, dan disfungsi oklusal. Helkimo anamnestic index berisi 10 buah
pertanyaan, yaitu mengenai sulit atau tidaknya membuka mulut, sulit atau tidaknya
menggerakkan rahang ke lateral, nyeri pada otot saat mengunyah, frekuensi sakit
kepala, nyeri pada leher atau bahu, nyeri pada area telinga, bunyi pada daerah sendi,
mengunyah di satu sisi, dan nyeri pada wajah di pagi hari yang harus dijawab. Setiap
pertanyaan terdiri atas 3 pilihan jawaban, yaitu tidak (skor 0), kadang-kadang (skor
1), dan ya (skor 2). Penarikan kesimpulan pasien yang mengalami
Temporomandibular Disorder (TMD) didasarkan pada total skor seluruh pertanyaan,
yaitu tidak ada TMD (skor 0 – 3), gangguan TMD ringan (skor 4 – 8), gangguan
TMD sedang (skor 9 – 14), dan gangguan TMD berat (skor 15 – 23). Helkimo
dysfunction index mengevaluasi lima tanda klinis gangguan fungsi sendi, yaitu
pengukuran jarak pembukaan mulut maksimal, penurunan fungsi sendi
temporomandibula, nyeri otot, pemeriksaan pada sendi temporomandibula, dan nyeri
pada pergerakan mandibula. Dari hasil pemeriksaan klinis, penilaian yang diberikan
akan dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu normal (skor 0), ringan (skor 1), dan
berat (skor 5). Penarikan kesimpulan pasien yang mengalami Temporomandibular
Disorder (TMD) didasarkan pada total skor seluruh pemeriksaan klinis yang

Universitas Sumatera
Utara
28

dilakukan, yaitu tidak ada gangguan (skor 0), TMD ringan (skor 1-4), TMD sedang
(skor 5-9), dan TMD berat (skor 10-25).42,43

2.4.1 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala klinis TMD dapat dibagi dalam beberapa kategori
berdasarkan struktur yang dipengaruhi, yaitu otot, sendi temporomandibula, dan gigi.
Kelainan pada otot dan sendi temporomandibula akan membentuk kondisi yang
dikenal sebagai Temporomandibular Disorder.44
Dalam mengevaluasi individu yang terkena kelainan, penting untuk dapat
mengidentifikasi tanda dan gejala yang dialami. Tanda adalah temuan klinis objektif
yang ditemukan selama pemeriksaan klinis. Gejala adalah keluhan yang dilaporkan
oleh individu yang terkena.44

2.4.1.1 Kelainan Fungsional yang Terjadi pada Otot


Kelainan fungsional yang terjadi pada otot merupakan keluhan yang paling
sering dilaporkan oleh penderita Temporomandibular Disorder. Kelainan pada otot
memiliki dua gejala utama yang dapat diamati, yaitu rasa sakit dan disfungsi.42,44
a. Rasa Sakit
Keluhan yang paling umum terjadi pada pasien dengan kelainan otot
pengunyahan adalah sakit pada otot. Sakit yang terjadi pada jaringan otot
disebut myalgia, yang dapat terjadi akibat peningkatan penggunaan otot.
Gejala yang umum dirasakan adalah lelah pada otot dan ketegangan.
Walaupun asal dari sakit pada otot masih diperdebatkan, beberapa peneliti
menyakini ada hubungan terhadap vasokonstriksi yang terjadi pada arteri yang
menyalurkan nutrisi dan akumulasi dari produk buangan metabolisme dalam
jaringan otot. Dalam area iskemik pada otot, substansi algogenik seperti
bradikinin dan prostaglandin dilepaskan dan menyebabkan terjadinya sakit
pada otot.44
Tingkat keparahan dari sakit pada otot berhubungan dengan aktivitas
fungsional yang melibatkan otot. Oleh karena itu, pasien sering kali

Universitas Sumatera
Utara
29

melaporkan rasa sakit tersebut mempengaruhi aktivitas fungsional. Pada saat


pasien mengeluhkan rasa sakit ketika mengunyah makanan atau berbicara,
aktivitas fungsional tersebut biasanya bukan penyebab kelainan. Namun, rasa
sakit tersebut meningkatkan tingkat kewaspadaan pasien. Gejala umum lain
yang berhubungan dengan sakit pada otot pengunyahan adalah sakit kepala.44

b. Disfungsi
Disfungsi merupakan gejala klinis umum yang berhubungan dengan
kelainan pada otot pengunyahan. Umumnya gejala ini terlihat sebagai
berkurangnya jarak pembukaan mandibula. Ketika jaringan otot digunakan
secara berlebihan, setiap kontraksi atau peregangan yang terjadi akan
meningkatkan terjadinya rasa sakit. Oleh karena untuk mempertahankan
kenyamanan, pasien akan membatasi pergerakan dalam jarak yang tidak akan
meningkatkan rasa sakit. Secara klinis hal ini akan terlihat seperti
ketidakmampuan untuk membuka mulut lebar. Pada beberapa kelainan
myalgic, pasien dapat membuka mulut lebar secara perlahan, namun rasa sakit
masih terasa dan mungkin akan menjadi lebih parah.44
Maloklusi akut merupakan jenis lain dari disfungsi. Istilah maloklusi akut
merujuk pada setiap perubahan kondisi oklusal yang terjadi secara tiba-tiba
yang disebabkan oleh kelainan. Maloklusi akut mungkin merupakan hasil dari
perubahan yang tiba-tiba dari panjang otot yang mengontrol posisi rahang
ketika istirahat. Ketika hal ini terjadi, pasien akan merasakan perubahan
kontak oklusal dari gigi. Posisi mandibula dan perubahan kontak oklusal yang
terjadi bergantung pada keterlibatan otot. Pemendekan dari otot elevator pada
saat fungsional, pasien akan mengeluhkan ketidakmampuan untuk
mengoklusikan gigi secara normal.44

c. Skema Rasa Sakit pada Otot Pengunyahan


Fungsi otot normal dapat terganggu oleh beberapa keadaan yang dapat
muncul dari faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal merujuk pada keadaan

Universitas Sumatera
Utara
30

yang mengubah secara akut input sensori atau proprioseptif pada struktur
pengunyahan misalnya fraktur pada gigi, penempatan restorasi yang pada gigi
yang mengalami supraoklusi, trauma pada struktur lokal seperti kerusakan
jaringan akibat suntikan, dan trauma yang terjadi akibat penggunaan yang
berlebihan atau tidak biasa dari struktur pengunyahan seperti mengunyah
makanan yang keras dalam waktu yang lama. Faktor sistemik merujuk pada
keadaan yang menganggu fungsi normal otot. Salah satu faktor sistemik yang
paling umum adalah stres emosional. Stres akan merubah fungsi otot melalui
sistem efferent gamma ke spindle otot atau aktivitas simpatis jaringan otot dan
struktur terkait. Jika keadaan tersebut berpengaruh secara signifikan, otot akan
merespon keadaan tersebut. Respon dari otot disebut dengan protective co-
contraction. Dalam beberapa peristiwa, konsekuensi dari keadaan tersebut
adalah kecil dan co-contraction dapat dengan cepat terselesaikan, sehingga
fungsi otot kembali normal. Namun, jika protective co-contraction
berlangsung lama, biokemikal lokal dilepaskan dan perubahan struktur dapat
terjadi sehingga akan menyebabkan terjadinya rasa sakit lokal pada otot.
Kondisi ini dapat diatasi dengan istirahat atau segera mendapat perawatan.
Jika rasa sakit lokal pada otot tidak terselesaikan, perubahan pada jaringan
otot akan terjadi, yang akan menyebabkan rasa sakit yang berkepanjangan.
Rasa sakit yang terjadi secara terus-menerus dapat mempengaruhi Central
Nervous System (CNS), menyebabkan terjadinya respon otot tertentu, seperti
myofacial pain dan myospasm. Pada beberapa peristiwa CNS akan memberi
respon dengan menginduksi kontraksi secara tidak sadar yang terlihat secara
klinis sebagai spasme otot. Kelainan pada otot pengunyahan umumnya
menghasilkan beberapa masalah akut. Jika masalah-masalah ini telah
diidentifikasi dan disembuhkan, maka otot akan kembali ke fungsi normal.
Namun jika kelainan akut myalgia tidak disembuhkan secara tepat, maka
kondisi yang memperparah akan menyebabkan kelainan myalgia tersebut
menjadi kronis sehingga CNS akan berkontribusi lebih untuk
mempertahankan kondisi tersebut. Oleh karena CNS merupakan faktor yang

Universitas Sumatera
Utara
31

penting dalam kondisi tersebut, hal ini disebut sebagai centrally mediated
myalgia. Centrally mediated myalgia kronis sering kali sulit untuk
disembuhkan. Contoh lain dari kelainan rasa sakit kronis pada
muskuloskeletal adalah fibromyalgia. Tidak seperti kelainan rasa sakit pada
otot lainnya yang merupakan kelainan regional, fibromyalgia meluas pada
kondisi yang global.44 (Gambar 18)

Gambar 18. Skema Rasa Sakit pada Otot44

2.4.1.2 Kelainan Fungsional yang Terjadi pada Sendi Temporomandibula


Kelainan fungsional yang terjadi pada sendi temporomandibula merupakan
gejala umum yang didapati pada saat memeriksa pasien yang mengalami disfungsi
pengunyahan. Kelainan pada sendi temporomandibula memiliki dua gejala utama
yang dapat diamati, yaitu rasa sakit dan disfungsi.42,44
a. Rasa Sakit
Rasa sakit pada sendi disebut dengan arthralgia. Arthralgia berasal
dari nosiseptor yang terletak pada jaringan lunak yang mengelilingi sendi.
Tiga jaringan periartikular yang mengandung nosiseptor adalah ligamen
diskus, ligamen kapsular, dan jaringan rertodiskal. Kita tidak dapat
membedakan ketiga struktur tersebut, sehingga setiap nosiseptor yang
terstimulasi akan memancarkan sinyal yang diterima sebagai rasa sakit pada
sendi. Stimulasi yang terjadi pada nosiseptor menghasilkan kerja inhibitori

Universitas Sumatera
Utara
32

pada otot yang dapat menggerakkan mandibula. Arthralgia yang berasal dari
struktur sendi normal yang sehat dirasakan sebagai rasa sakit yang tajam, tiba-
tiba, dan terus-menerus yang berhubungan dengan pergerakan sendi. Ketika
sendi diistirahatkan, rasa sakit tersebut akan mereda dengan cepat. Jika
struktur sendi mengalami kerusakan, inflamasi yang terjadi dapat
menghasilkan rasa sakit yang terus-menerus yang dihasilkan oleh pergerakan
sendi.44

b. Disfungsi
Disfungsi merupakan kelainan fungsional umum yang terjadi pada
sendi temporomandibula. Umumnya hal ini ditandai dengan terganggunya
pergerakan kondilus-diskus yang normal, dengan dihasilkannya suara pada
sendi. Suara pada sendi dapat terjadi pada satu kejadian dengan durasi yang
singkat yang dikenal sebagai click. Jika suara click yang dihasilkan keras,
dikenal sebagai pop. Krepitasi merupakan suara yang didengar multiple, kasar
dan seperti kerikil. Disfungsi yang terjadi pada sendi temporomandibula
selalu dihubungkan dengan pergerakan rahang.44

2.4.1.3 Kelainan Fungsional yang Terjadi pada Gigi


Gigi dapat menunjukkan tanda dan gejala kelainan fungsional. Umumnya
dihubungkan dengan kerusakan yang diperoleh dari beban oklusal yang berlebihan
pada gigi dan struktur pendukung. Tanda dari kerusakan yang terjadi pada gigi
merupakan tanda yang umum, namun hanya pada beberapa peristiwa saja pasien
mengeluhkan terjadinya gejala.44
a. Mobiliti
Mobiliti gigi secara klinis merupakan pergerakan yang tidak biasa dari
gigi pada soket. Dua faktor yang menyebabkan terjadinya mobiliti gigi adalah
kehilangan tulang pendukung yang disebabkan oleh penyakit periodontal
kronis dan beban oklusal yang berlebihan. Keparahan dari mobiliti yang
terjadi bergantung pada durasi dan tingkat beban yang diterima gigi.44

Universitas Sumatera
Utara
33

b. Pulpitis
Gejala lain yang dihubungkan dengan terjadinya kelainan fungsional
pada gigi adalah pulpitis. Beban berlebihan pada saat aktivitas parafungional
dapat menimbulkan gejala pulpitis. Ciri khas dari pulpitis adalah pasien
mengeluhkan sensitif terhadap makanan/minuman panas dan dingin. Beban
yang berlebihan pada gigi akan mengganggu aliran darah pada foramen
apikal. Gangguan terhadap pasokan darah yang terjadi pada pulpa
menimbulkan gejala pulpitis.44

c. Keausan Gigi
Tanda yang paling umum dihubungkan dengan terjadinya kelainan
fungsional pada gigi adalah keausan gigi. Hal ini dapat terlihat dengan area
datar yang mengkilat pada oklusal gigi. Etiologi dari keausan gigi adalah
aktivitas parafungsional.44

2.4.1.4 Tanda dan Gejala Lain


Tanda dan gejala lain yang dapat dihubungkan dengan Temporomandibular
Disorder (TMD) adalah:44
a. Sakit Kepala
Nuprin melaporkan bahwa sekitar 73% populasi dewasa telah
mengalami sedikitnya satu kali sakit kepala dalam 12 bulan terakhir.
Penelitian serupa lainnya melaporkan bahwa 5%-10% populasi mencari saran-
saran medis mengenai sakit kepala yang dideritanya. Terdapat berbagai
macam jenis sakit kepala yang berasal dari berbagai jenis etiologi. The
International Classification of Headache Disorder mengenali lebih dari 230
jenis sakit kepala dalam 13 kategori yang luas. Beberapa sakit kepala
merupakan hasil dari masalah yang terjadi pada struktur kranial, seperti tumor
otak atau peningkatan tekanan intrakranial. Oleh karena sakit kepala dapat
merepresentasikan berbagai masalah serius, sakit kepala harus diidentifikasi
dengan cepat dan mendapatkan perawatan yang tepat. Tipe yang paling umum

Universitas Sumatera
Utara
34

dari sakit kepala adalah tipe sakit kepala yang tegang. Tipe dari sakit kepala
seperti ini disebut juga sebagai muscle tension headache atau muscle
contraction headache. Terdapat berbagai etiologi yang dapat menyebabkan
sakit kepala tipe tegang. Salah satunya adalah berasal dari otot. Namun, perlu
diingat bahwa tidak semua sakit kepala tipe tegang berasal dari otot.44

b. Migrain (sakit kepala neurovaskular)


Migrain biasanya ditandai dengan rasa sakit yang hebat, berdenyut,
dan unilateral. Etiologi dari sakit kepala neurovaskular belum diketahui
dengan pasti. Berdasarkan penelitian terdahulu, etiologi migrain adalah
spasme serebrovaskular, sedangkan yang lain meyakini adanya kelainan pada
platelet. Hubungan antara migrain dan TMD adalah mekanisme pemicu.
Ketika seseorang yang menderita migrain mengalami sakit pada
muskuloskeletal yang berhubungan dengan TMD, rasa sakit menggambarkan
pemicu dari serangan migrain.44

c. Gejala Otologik
Tanda lain yang berhubungan dengan kelainan fungsional pada sistem
pengunyahan adalah keluhan pada telinga. Pasien juga sering mengeluhkan
sensasi penuh dalam telinga. Gejala ini dapat dijelaskan dengan mengetahui
anatomi. Tabung eusthasia menghubungkan rongga pada telinga tengah
dengan nasofaring. Selama menelan, palatum terangkat dan menutup
nasofaring. Selama palatum terangkat, otot tensor palati berkontraksi. Hal ini
menyebabkan tabung eusthasia menjadi lurus, tekanan udara di antara telinga
tengah dan tenggorokan menjadi sama. Ketika otot tensor palati gagal untuk
terangkat dan tabung eusthasia gagal menjadi lurus, sensasi sesak akan terasa
dalam telinga.44
Otot tensor timpani, yang melekat pada membran tympani, juga dapat
mempengaruhi gejala pada telinga. Ketika oksigen diserap dari udara melalui
membran mukosa pada rongga telinga tengah, tekanan negatif terbentuk

Universitas Sumatera
Utara
35

dalam rongga. Penurunan tekanan mengakibatkan membran timpani retraksi,


sehingga tekanan pada tensor timpani berkurang. Penurunan tonus pada otot
secara refleks akan mengakibatkan tensor palati meningkatkan tonusnya,
sehingga dapat menyebabkan tabung eusthasia terbuka selama penelanan
berikutnya.44
Tinnitus dan vertigo juga dilaporkan terjadi pada penderita TMD.
Beberapa penderita mengeluhkan gangguan pendengaran yang merupakan
hasil dari protective co-contraction pada tensor timpani. Ketika otot
berkontraksi, gendang telinga akan direnggangkan dan dirapatkan. Tensor
timpani, sama seperti tensor palati, diinervasi oleh saraf kranial kelima (saraf
trigeminal). Oleh karena itu, setiap rasa sakit yang terjadi pada struktur yang
dilalui oleh saraf trigeminal akan mempengaruhi fungsi telinga dan
menciptakan sensasi sesak dalam telinga.44

2.4.2 Pemeriksaan
2.4.2.1 Sendi Temporomandibula
2.4.2.1.1 Pergerakan Mandibula
Pergerakan mandibula harus diukur secara vertikal dan lateral. Cara
pengukuran pergerakan mandibula, yaitu dengan menggunakan penggaris, Willis bite
gauge atau Vernier bite gauge. Pemeriksaan pergerakan mandibula tidak akan relevan
selama teknik yang digunakan tidak konsisten.45

a. Jarak Pengukuran Vertikal


Pasien diminta untuk membuka mulut sampai terasa sakit dan saat ini jarak
antara insisal edge dari gigi anterior diukur. Pengukuran ini disebut dengan maximum
comfortable mouth opening.46 (Gambar 19)

Universitas Sumatera
Utara
36

Gambar 19. Maximum Comfortable Mouth


Opening46

Pasien diminta membuka mulut selebar mungkin walaupun terasa sakit.


Pengukuran ini disebut dengan maximum mouth opening.46 (Gambar 20)

Gambar 20. Maximum Mouth Opening46

b. Jarak Pengukuran Lateral


Pasien diperiksa dalam keadaan ICP maksimum dan area gigi insisivus
mandibula yang terletak dibawah midline (diantara gigi insisivus maksila)
ditandai.20,46 (Gambar 21)

Gambar 21. Posisi Interkuspasi Maksimum46

Pasien diinstruksikan melakukan pergerakan laterotrusif maksimum ke arah


kiri terlebih dahulu kemudian ke arah kanan. Kemudian ukur jarak yang telah

Universitas Sumatera
Utara
37

ditandai dengan perpindahan yang telah terjadi dari midline. Pengukuran ini akan
memperlihatkan jarak mandibula yang berpindah pada setiap arah.46 (Gambar 22)

Gambar 22. Jarak Midline Setelah Pergerakan


Mandibula46

2.4.2.1.2 Bunyi pada Sendi Temporomandibula


Bunyi pada sendi terbagi dua, yaitu kliking atau krepitasi. Kliking adalah
suara tunggal dengan durasi yang singkat. Jika bunyi yang dihasilkannya kuat, maka
disebut sebagai pop. Krepitasi adalah bunyi yang terdengar seperti kerikil yang
multiple. Bunyi pada sendi dapat diketahui dengan meletakkan jari tangan diatas
permukaan lateral sendi pada saat pasien membuka dan menutup mulut. Pemeriksaan
yang lebih akurat jika menggunakan stetoskop atau alat perekam suara sendi.12,20,45-49
(Gambar 23)

Gambar 23. Bunyi pada Sendi Temporomandibula.a. Bunyi pada sendi


didengar dengan menggunakan stetoskop; b. Stetoskop46

2.4.2.1.3 Jarak Pembukaan Mulut Maksimal


Agerberg melaporan bahwa jarak pembukaan mulut maksimal yang normal
adalah 53-58 mm pada orang dewasa. Karena gejala pada otot biasanya terjadi selama

Universitas Sumatera
Utara
38

berfungsi, umumnya seseorang mengambil pola pergerakan yang terbatas. Pasien


diinstruksikan untuk membuka mulut secara perlahan hingga sakit terasa. Pada saat
ini jarak antara insisal edge gigi anterior maksila dan mandibula diukur. Saat ini
disebut sebagai maximal comfortable opening. Pasien kemudian diinstruksikan untuk
membuka mulut secara maksimal walaupun terasa sakit. Hal ini disebut sebagai
maximal opening. Pembukaan mulut dikatakan terbatas bila jarak yang dihasilkan
kurang dari 40 mm. Pada kondisi tersebut menunjukkan adanya kemungkinan
terdapat masalah pada otot atau sendi.46
Kemudian pasien diinstruksikan untuk menggerakkan mandibula ke lateral.
Bila pergerakan ke arah lateral kurang dari 8 mm maka hal ini menunjukkan
pergerakan yang terbatas. Pergerakan protrusif juga dievaluasi dengan cara yang
sama. Pada sistem pengunyahan yang sehat, tidak ada perubahan arah pada saat
pembukaan mulut. Ada dua jenis perubahan yang dapat terjadi, yaitu deviasi dan
defleksi. Deviasi adalah perubahan pada midline selama pembukaan yang akan hilang
dengan pembukaan yang terus dilakukan (kembali ke midline). Defleksi adalah
pergerakan midline ke satu sisi dengan jarak yang akan terus menjauh dan tidak
kembali ke tengah midline pada saat pembukaan maksimal.46 (Gambar 24)

Gambar 24. Arah Pembukaan Mulut A. Deviasi; B. Defleksi46

2.4.2.2 Pemeriksaan Palpasi Otot-Otot Pengunyahan


Cara untuk menentukan rasa sakit pada otot adalah dengan palpasi
menggunakan jari (digital palpation).20,45,48 Palpasi pada otot dapat diperiksa dengan
menggunakan permukaan telapak tangan dari jari tengah. Ketika melakukan palpasi
otot, respon dari pasien dikategorikan atas, 0 (pasien tidak merasa sakit saat

Universitas Sumatera
Utara
39

dipalpasi), 1 (pasien merasa tidak nyaman pada saat palpasi), 2 (pasien merasakan
ketidaknyamanan atau rasa sakit saat dipalpasi), 3 (pasien menunjukkan sikap yang
mengelak atau menangis (mengeluarkan air mata) atau secara langsung memberitahu
untuk tidak mempalpasi daerah tersebut lagi. 46

2.4.2.2.1 Otot Temporalis


Temporalis terbagi atas tiga daerah, yaitu daerah anterior, daerah tengah, dan
daerah posterior. Daerah anterior dipalpasi pada daerah diatas tulang zygomatik dan
anterior dari sendi temporomandibula. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah
vertikal. Otot temporalis bagian anterior digunakan dalam keadaan bekerja ataupun
tidak. Otot temporalis bagian anterior yang bekerja dapat dilihat pada saat elevasi
mandibula dan megunyah pada sentrik oklusi. Sedangkan otot temporalis bagian
anterior yang tidak bekerja dapat dilihat pada saat depresi mandibula. Daerah tengah
dipalpasi pada daerah diatas sendi temporomandibula dan superior dari tulang
zygomatik. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah oblik melewati bagian lateral
dari tengkorak. Otot temporalis bagian tengah dapat dilihat saat bekerja yakni pada
pergerakan protrusif. Daerah posterior dipalpasi pada daerah diatas dan belakang
telinga. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah horizontal. Otot temporalis bagian
posterior digunakan dalam keadaan bekerja ataupun tidak. Otot temporalis bagian
posterior yang bekerja dapat dilihat pada retraksi mandibula. Sedangkan otot
temporalis bagian posterior yang tidak bekerja dapat dilihat pada saat depresi dan
protrusi mandibula.46 (Gambar 25)

Gambar 25. Palpasi Otot Temporalis. A. Daerah Anterior; B. Daerah Tengah;


C. Daerah Posterior46

Universitas Sumatera
Utara
40

2.4.2.2.2 Otot Masseter


Masseter dipalpasi secara bilateral pada bagian perlekatan superior dan
inferior. Langkah pertama, tempatkan jari pada setiap tulang zygomatik (hanya
bagian anterior dari sendi temporomandibula). Setelah itu, jari tersebut ditempatkan
pada perlekatan inferior dari inferior border ramus.46 (Gambar 26)

Gambar 26. Palpasi Otot Masseter. A. Pada perlekatan superior di lengkung


zygomatik; B. Pada otot masseter superfisial didekat batas bawah
mandibula46

2.4.2.2.3 Otot Lateral Pterigoid


Otot lateral pterigoid memiliki dua cabang, yaitu bagian superior dan inferior
dimana bagian superior merupakan bagian yang lebih kecil daripada inferior. Otot
lateral pterigoid bagian superior keluar dari permukaan infra-temporal sayap paling
besar dari sphenoid dan masuk ke bagian anterior dari diskus dan kapsul intra-
artikular, sedangkan bagian inferior keluar dari permukaan lateral dari plat lateral
pterigoid dan masuk ke leher mandibula yang terletak di bawah kondilus. Otot lateral
pterigoid bagian superior bekerja pada saat clenching dan bagian inferior bekerja
selama pembukaan mulut.50 (Gambar 27, 28, dan 29)

Universitas Sumatera
Utara
41

Gambar 27. Pemeriksaan Otot Lateral Pterigoid


Inferior46

Gambar 28. Pemeriksaan Otot Lateral Pterigoid


Superior46

Gambar 29. Palpasi Otot Lateral Pterigoid46

2.4.2.2.4 Otot Medial Pterigoid


Otot medial pterigoid berasal dari daerah yang terletak diantara dua pterygoid
plate. Kedua pterygoid plate ini akan membagi otot kedalam dua daerah yaitu
posterior dan lateral dan masuk ke bagian dalam dari sudut mandibula. Otot medial

Universitas Sumatera
Utara
42

pterigoid bekerja pada saat gerakan elevasi mandibula, selama protrusi dan
pergerakan lateral mandibula.50 (Gambar 30)

Gambar 30. Palpasi Otot Medial Pterigoid46

2.4.3 Etiologi
Etiologi terjadinya TMD masih merupakan perdebatan selama beberapa tahun
belakangan. Walaupun teknologi dalam mendiagnosa telah berkembang, namun
kesepakatan mengenai etiologi terjadinya TMD belum disepakati. Terdapat dua
konsep etiologi mengenai penyebab terjadinya kelainan ini, yaitu:40
1. Konsep Etiologi
a. Teori Pergeseran Mekanis
Menurut teori ini, kurangnya dukungan dari gigi molar menyebabkan
posisi kondilus dalam fossa glenoid menjadi lebih eksentrik, mengakibatkan
elevasi secara berlebihan dari otot-otot mandibula yang akan menekan
kondilus sehingga saraf dan pembuluh darah yang berada disekitarnya
termasuk chorda tympani akan mengalami kerusakan. Hal ini memicu
terjadinya rasa sakit, disfungsi, dan gejala pada telinga (tinnitus).40

b. Teori Trauma
Teori ini diperkenalkan oleh Zarb dan Speck (1979) dimana mikro-
/makrotrauma merupakan faktor utama yang menginisiasi proses patologis
dan disfungsi pada berbagai bagian yang berbeda dari sistem stomatognasi
yang akan memicu terjadinya TMD. Berdasarkan teori ini, setiap trauma yang

Universitas Sumatera
Utara
43

dapat menyebabkan perubahan terhadap struktur sendi atau otot disebut


makrotrauma, sedangkan mikrotrauma ditujukan pada setiap tekanan kecil
yang terjadi berulang-ulang pada struktur sendi dalam waktu yang lama.40

c. Teori Biomedikal
Teori ini diperkenalkan oleh Reade (1984) yang mendukung peran
trauma dalam menginisiasi terjadinya kelainan. Setelah terjadi inisiasi, kondisi
kelainan dapat lebih parah karena adanya beberapa faktor seperti oklusi yang
terganggu, kebiasaan parafungsional, dan psikologis yang terganggu akibat
tekanan pekerjaan. Menurut Reade teori ini akan menjelaskan mengapa
gangguan oklusal yang sama tidak dapat menyebabkan gejala yang sama pada
individu yang berbeda dan mengapa tidak setiap individu yang memiliki
gangguan psikologis seperti stres mengalami TMD.40

d. Teori Osteoarthritis
Teori ini diperkenalkan oleh Stegenga (1989) dimana faktor penyebab
terjadinya TMD adalah osteoarthrosis. Menurut teori ini, gejala pada otot dan
kelainan internal merupakan patologi sendi sekunder. Perubahan patologis
pada sendi temporomandibula dapat diinduksi oleh beban berlebihan absolut
atau relatif. Beban berlebihan absolut pada sendi dapat terjadi pada saat
trauma, sedangkan beban berlebih relatif dapat terjadi jika kapasitas adaptif
dari struktur sendi berkurang yang disebabkan oleh inflamasi atau penuaan.40

e. Teori Otot
Teori ini didukung oleh Travel dan Rinzler yang menyatakan bahwa
faktor etiologi TMD utama adalah otot pengunyahan. Teori ini menyatakan
bahwa myalgia pada otot pengunyahan dapat menunjukkan rasa sakit pada
sendi temporomandibula. Myalgia yang terjadi pada area wajah disebabkan
oleh myospasme kronis.40

Universitas Sumatera
Utara
44

f. Teori Neuromuskular
Teori ini didukung oleh Ramjford (1995) yang menyatakan bahwa
gangguan oklusal merupakan faktor kausatif kelainan. Teori ini
mengemukakan bahwa gangguan oklusal menyebabkan umpan balik
proprioseptor yang terganggu, sehingga terjadi ketidakkoordinasian dan
spasme pada beberapa otot pengunyahan.40

g. Teori Psikofisiologikal
Teori ini didukung oleh Schwartz dan Laskin yang menyatakan bahwa
faktor psikologikal merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan
gangguan oklusal dalam menginisiasi dan memperlama terjadinya TMD.
Spasme yang terjadi pada otot-otot pengunyahan disebabkan oleh kontraksi
yang berlebihan atau kelelahan pada otot yang disebabkan oleh parafungsi
yang dilakukan oleh individu untuk meredakan stres.40

h. Teori Psikologikal
Teori ini menyatakan bahwa gangguan emosional merupakan faktor
utama dalam menginisiasi terjadinya TMD, menginduksi aktivitas berlebihan
dari otot-otot yang akan mengarahkan tejadinya kebiasaan parafungsional dan
secara tidak langsung menyebakan abnormalitas pada oklusal. Teori ini
menekankan faktor emosional seperti stres yang akan menyebabkan individu
melakukan clinching sehingga terjadi kontraktilitas pada otot dan
menyebabkan rasa sakit.40

2. Konsep Multifaktorial
Bell (1990) telah mengkategorisasikan semua faktor yang
menyebabkan terjadinya kelainan ke dalam tiga bagian, yaitu:13,40,47,51
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah setiap faktor yang meningkatkan risiko
terjadinya TMD. Beberapa faktor yang termasuk ke dalam faktor predisposisi

Universitas Sumatera
Utara
45

adalah sistemik, psikologis, dan struktur. Faktor psikologis mencakup


kepribadian dan tingkah laku individu. Faktor struktur mencakup kelelahan
yang terjadi pada sendi, perawatan gigi yang tidak baik, dan setiap gangguan
oklusal seperti prematur kontak yang menyebabkan traumatik oklusi.40

b. Faktor Inisiasi
Faktor inisiasi adalah faktor yang menyebabkan awal terjadinya TMD.
Beberapa faktor yang termasuk ke dalam faktor inisiasi adalah beban yang
berlebihan pada sistem pengunyahan dan trauma (mikrotrauma ataupun
makrotrauma).40

c. Faktor Perpetuasi
Faktor perpetuasi adalah faktor yang mengganggu proses
penyembuhan atau memperparah terjadinya TMD. Beberapa faktor yang
termasuk ke dalam faktor perpetuasi adalah gaya mekanis dan otot, gaya
hidup, sosial, dan gangguan emosional.40

2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Temporomandibular


Disorder
2.4.4.1 Jenis Kelamin
Penelitian deskripftif cross-secional yang dilakukan Ebrahimi dkk (2011)
terhadap pelajar sekolah menengah atas yang terdiri dari 400 orang perempuan dan
400 orang laki-laki yang diambil dari 7 distrik menunjukkan bahwa jenis kelamin
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya TMD. Hal ini ditunjukkan
dengan persentase perempuan yang mengalami TMD sebesar 40.5% yang secara
signifikan jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki hanya sebesar 29%.11 Penelitian
yang dilakukan oleh Hiltunen (2004) juga menyatakan bahwa wanita cenderung
mengalami gejala TMD lebih sering daripada pria dengan perbandingan 23% dan
12%.42 Sedangkan Motegi dkk (1992) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jenis
kelamin bukan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya TMD. Menurut

Universitas Sumatera
Utara
46

mereka, jika ada perbedaan persentase terjadinya TMD pada laki-laki dan perempuan,
hal ini disebabkan perempuan cenderung lebih sering melakukan kontrol ke dokter
gigi dibandingkan laki-laki serta faktor hormonal yang dianggap merupakan faktor
penting terjadinya TMD. Penelitian yang dilakukan Casanova-Rosado dkk (2006)
menyatakan bahwa jenis kelamin, bruxism, gangguan psikologis seperti stres,
mengunyah satu sisi, dan kehilangan gigi merupakan faktor yang paling utama
menyebabkan terjadinya TMD pada orang dewasa. Sedangkan jenis kelamin dan
kurangnya kepercayaan diri, yang dikombinasikan dengan faktor oklusal merupakan
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya TMD pada remaja.11
Prevalensi terjadinya TMD yang lebih tinggi pada wanita disebabkan oleh
sensitivitas biologis dalam menerima stimulus yang dimiliki wanita lebih tinggi
dibandingkan dengan pria. Wanita dapat mendeteksi sinyal yang tidak dapat dikenali
oleh pria. Selain itu, perbedaan status sosial mengakibatkan wanita lebih bebas dalam
mengemukakan pengalamannya akan rasa sakit yang diderita. Jika dilihat secara
biologis, hormonal juga berpengaruh terhadap terjadinya TMD. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa siklus menstruasi memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap terjadinya rasa sakit pada muskuloskeletal.52

2.4.4.2 Usia
Okeson (2013) melaporkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya TMD pada
anak-anak dan dewasa muda, namun mereka jarang mengeluhkan gejala yang terjadi.
Pada penelitian yang sama, individu yang berumur ≥60 tahun jarang mengeluhkan
terjadinya gejala TMD. Penelitian epidemiologi yang dilakukan menunjukkan gejala
TMD paling banyak ditemukan pada individu yang berusia 20-40 tahun.13 Penelitian
yang dilakukan oleh Hiltunen (2004) dan Himawan dkk (2007) menyatakan bahwa
gejala TMD akan berkurang sesuai peningkatan umur. Namun, Rutkiewitz (2006)
dalam penelitiannya terhadap populasi orang dewasa di Finlandia (30-80 tahun)
menyatakan bahwa terdapat tanda klinis TMD yang dapat dibuktikan pada kelompok
umur dewasa dibandingkan dengan kelompok umur yang lebih muda.53

Universitas Sumatera
Utara
47

Individu yang termasuk dalam kategori dewasa muda, yaitu berumur 20-40
tahun merupakan kalangan yang paling sering mengalami TMD. Hal ini disebabkan
oleh kualitas hidup, faktor stres dan kapasitas adaptif yang rendah. Kualitas hidup dan
stres dapat menyebabkan terjadinya TMD karena individu yang berada dalam
kategori dewasa muda berada pada tingkatan hidup yang produktif dan mengalami
banyak masalah. Peningkatan usia seseorang yang mengalami TMD menyebabkan
standar hidup dan kapasitas adaptif berubah, sehingga tanda dan gejala TMD menjadi
subklinis (tidak jelas) dan merasakan intensitas yang lebih kecil atau bahkan tidak
terdeteksi, menyebabkan tingkat keparahan yang menjadi tidak jelas.54

2.4.4.3 Lama Pemakaian Gigi Tiruan


Penelitian yang dilakukan Bordin dkk (2013) pada 210 individu yang terbagi
atas 3 kelompok, yaitu 70 orang memakai GTSL, 70 orang memakai GTP, dan 70
orang dengan gigi asli, di mana sampel 70 orang yang memakai GTSL tersebut telah
memakai GTSL selama kurang dari 1 tahun (26.8%), 1-5 tahun (21.4%), dan lebih
dari 5 tahun (51.8%), menunjukkan bahwa prevalensi tanda dan gejala TMD paling
banyak ditemukan pada pasien yang memakai gigi tiruan lebih dari 5 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa lama pemakaian gigi tiruan berpengaruh terhadap terjadinya
TMD. Beberapa faktor dalam penelitian Bordin dkk (2013) yang memicu terjadinya
TMD adalah kebiasaan parafungsional, lama pemakaian gigi tiruan, tidak
menggunakan gigi tiruan pada siang hari, berkurangnya dimensi vertikal yang
diakibatkan kehilangan gigi, buruknya adaptasi (stabilitas dan retensi) gigi tiruan,
melepaskan gigi tiruan ketika tidur, dan kondisi psikologis. 12
Adaptasi yang buruk dari gigi tiruan dapat mengakibatkan kontraksi otot
secara terus-menerus yang bertujuan untuk menstabilkan gigi tiruan, namun kontraksi
yang terjadi secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya rasa sakit dan
disfungsi pada otot. Melepas gigi tiruan pada siang hari dapat menyebabkan
terjadinya perubahan pada sendi temporomandibula dan sistem muskular yang
mengakibatkan terganggunya posisi kondilus, sedangkan jika melepas gigi tiruan

Universitas Sumatera
Utara
48

pada malam hari akan berpengaruh terhadap terjadinya TMD dimana meningkatkan
aktivitas otot pada malam hari.12

2.4.5 Perawatan
Setiap perawatan yang diberikan harus didasarkan pada pembuktian atas
keberhasilannya. Beberapa perawatan yang telah dilakukan, baik satu atau gabungan
beberapa perawatan, dianjurkan sesuai dengan berbagai macam teori etiologi dari
Temporomandibular Disorder (TMD). Beberapa perawatan yang dianjurkan dalam
menangani pasien yang mengalami TMD adalah obat Non-steroidal anti-
inflammatory (NSAIDs), muscle relaxant drug, terapi psikologis, perawatan
fisioterapi, penyelarasan oklusal, splint seperti stabilisation splint, anterior
repositioning splint, soft bite guard, mandibular appliance, partial coverage splints
dan anterior bite plane.39,45,48

2.4.6 Hubungan Traumatik Oklusi dengan Temporomandibular Disorder


Al-Jabrah dan Al Shumailan (2006) meneliti pasien yang memakai gigi tiruan
penuh (GTP) dan GTSL melaporkan bahwa pasien yang memakai GTSL memiliki
insidensi gejala TMD yang lebih tinggi daripada pasien yang memakai GTP. Hasil
penelitian yang mereka lakukan menunjukkan satu atau lebih gejala TMD terlihat
pada 36% pasien yang memakai GTSL sedangkan pasien yang memakai GTP dan
memperlihatkan gejala TMD hanya 17%.12,20 Dari 36% pasien yang memakai GTSL
tersebut, 25% GTSL yang dimilikinya ill-fitting, 40% GTSL tidak stabil, 75% gigi
penyangga dari GTSL mengalami mobiliti, dan 70% pasien mengalami susunan gigi
yang tidak baik contohnya ekstrusi, torasi, dan drifting.20 Hal ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Dulčić, Jerolimov, dan Pandurić (2006) yang
menyatakan bahwa 44,3% pengguna GTSL dan 40,4% pengguna GTP memiliki
gejala klinis dari TMD. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitan Hanson dan
Oberg (1977) dan Sidelsky dan Clayton (1990).9 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Agerberg (1973), prevalensi gejala TMD pada pemakaian GTSL akan
semakin meningkat seiring dengan semakin sedikitnya jumlah gigi yang tersisa.20

Universitas Sumatera
Utara
49

Penelitian epidemiologis dan klinis yang dilakukan oleh Roberts dkk (1987),
Seligman dkk (1988) dan Celic dan Jerolimov (2002) menunjukkan tidak adanya
hubungan yang signifikan antara gangguan pada oklusal dengan terjadinya TMD.
Selain itu, pada aplikasi dasar dari analisis regresi logistik multifaktorial, peneliti
menunjukkan bahwa hanya 5% - 27% pasien TMD yang ada hubungannya dengan
gangguan oklusi.9 Okeson (2013) melaporkan dari 57 penelitian yang telah dilakukan
untuk melihat hubungan antara oklusi dengan gejala terjadinya TMD, 22 penelitian
menunjukkan tidak ada hubungan antara oklusi dengan terjadinya TMD, sedangkan
35 penelitian lain menunjukkan adanya hubungan antara oklusi dan TMD. Penelitian-
penelitian yang dilaporkan tersebut memperlihatkan hasil yang tidak konsisten
mengenai jenis gangguan oklusal yang terbanyak menyebabkan terjadinya TMD. Hal
ini menunjukkan bahwa hubungan antara oklusi dan terjadinya TMD masih menjadi
perdebatan.10,13
Dalam penelitiannya, Moteghi (1992) menemukan adanya hubungan yang
signifikan antara oklusi dan terjadinya gejala TMD pada 7337 pasien. Gangguan pada
oklusal, khususnya kontak prematur sisi balancing dan lateral merupakan faktor
penyebab utama terjadinya traumatik oklusi. Tazkayayilmaz (2004) menemukan
adanya hubungan antara posisi kondilus, diskus TMJ dan kontak oklusi pada
pergerakan lateral mandibula. Tazkayayilmaz (2004) menyimpulkan bahwa kontak
prematur dari sisi balancing akan memberi dampak pada kondisi diskus.8 Peneliti
lainnya menyatakan bahwa gangguan pada oklusal yang menjadi penyebab utama
terjadi TMD adalah sentrik oklusi, yang kemudian diikuiti oleh sisi balancing. Akan
tetapi, dalam penelitian yang dilakukan Westling (1995) pada pasien dengan
gangguan oklusi sentrik menemukan tidak adanya dampak terhadap perkembangan
terjadinya TMD. Penelitian yang dilakukan Minagi dkk (1990) mengenai hubungan
antara gangguan oklusal pada sisi balancing dengan perpindahan secara vertikal dari
kondilus menyimpulkan bahwa secara alami sisi balancing tidak membahayakan,
namun berfungsi sebagai perlindungan. Ćelić dkk (2003) menyatakan bahwa sisi
balancing bukan merupakan faktor penting yang dapat dihubungkan dengan
terjadinya TMD.21 Penelitian yang dilaukan Ingervall dkk (1980) menyatakan bahwa

Universitas Sumatera
Utara
50

TMD yang terjadi akibat kontak prematur pada sisi balancing ditemukan terjadi pada
8% dari seluruh subjek penelitian, sedangkan TMD yang terjadi akibat kontak
prematur pada sisi working ditemukan terjadi pada 20% dari seluruh subjek
penelitian.22
Hubungan yang terjadi antara oklusi dengan Temporomandibular Disorder
(TMD) dapat dievaluasi secara statis dan dinamis. Penelitian-penelitian yang
dilakukan secara statis telah banyak dilakukan, namun penelitian-penelitian tersebut
belum memberikan kesimpulan mengenai faktor utama yang berhubungan dengan
TMD. Cara untuk mengetahui hubungan antara oklusi dengan TMD dapat diketahui
dengan menyelidiki hubungannya dengan kombinasi faktor lainnya. Pullinger dkk
(1993) mencoba untuk melihat hubungan antara oklusi dengan TMD melalui analisis
multifaktorial yang bertujuan mengetahui dampak dari interaksi 11 faktor oklusi yang
dikumpulkan secara random. Mereka menyimpulkan bahwa tidak ada satupun faktor
oklusal yang dapat membedakan pasien TMD dengan orang yang sehat. Namun, dari
11 faktor oklusi tersebut terdapat empat ciri oklusal yang umum terjadi pada pasien
TMD, antara lain gigitan terbuka anterior skeletal, overjet lebih dari 4mm, 5 atau
lebih gigi posterior yang hilang atau tidak digantikan, dan kontak retruded contact
position (RCP) ke intercuspal contact position (ICP) lebih dari 2 mm. Pullinger dkk
(1993) menyimpulkan bahwa oklusi tidak dapat dianggap sebagai faktor etiologi
utama yang berhubungan dengan TMD.13
Hubungan oklusi dengan TMD secara dinamis merupakan hubungan antara
mandibula dengan kranium yang diakibatkan oleh kondisi oklusal. Terdapat dua teori
yang menjelaskan terjadinya TMD akibat oklusi. Teori yang pertama berhubungan
dengan bagaimana traumatik oklusi dapat mempengaruhi kestabilan ortopedi
mandibula. Kestabilan ortopedi tercapai ketika posisi stabil interkuspal dari gigi
memiliki hubungan yang harmonis dengan posisi stabil muskukoskeletal dari
kondilus yang berada pada fossa. Bila traumatik oklusi dan ketidakstabilan ortopedi
terjadi, maka interkuspasi maksimal tidak tercapai. Hal ini akan mengakibatkan posisi
oklusal yang tidak stabil meskipun kondilus berada pada posisi yang stabil. Oklusi
yang stabil berpengaruh terhadap fungsi pengunyahan, penelanan, dan berbicara.

Universitas Sumatera
Utara
51

Oleh karena itu, individu akan berusaha untuk mencapai kestabilan oklusi dengan
menggerakkan mandibula sehingga memaksimalkan kontak oklusi (posisi
interkuspasi tercapai). Pergerakan mandibula akan menyebabkan kondilus tidak
berada pada posisi stabil muskuloskeletal. Jika pada saat kondilus tidak berada pada
posisi stabil, gigi menerima beban yang berlebihan dan konstan disebabkan oleh otot
elevator atau tekanan ekstrinsik (trauma), maka pergerakan yang abnormal akan
terjadi untuk mencapai kestabilan pada kondilus. Pergerakan yang terjadi ini
merupakan hasil dari peregangan minor pada mandibula yang disebabkan oleh beban
yang diakibatkan otot elevator. Beban tersebut dapat menyebabkan tercapainya
kestabilan pada kondilus. Namun, pergerakan abnormal yang terjadi akibat
peregangan minor mandibula menyebabkan terjadinya tegangan pada ligamen diskus
dan secara bertahap terjadi pemanjangan dari ligamen diskus dan penipisan diskus
sehingga diskus dapat bergerak dengan bebas. Hal inilah yang lama-kelamaan akan
mengakibatkan terjadinya TMD.13 (Gambar 31)

Universitas Sumatera
Utara
52

Gambar 31. Traumatik Oklusi Dapat Mempengaruhi Kestabilan Ortopedi Mandibula.


A. Ketika gigi tidak beroklusi, otot elevator mempertahankan kondilus
pada posisi stabil muskuloskeletal sehingga sendi berada pada situasi
yang stabil; B. Ketika ada gigi yang mengalami traumatik oklusi, gigi
tidak dapat mencapai interkuspasi maksimum sehingga terjadi
ketidakstabilan okusal. Namun, sendi masih berada pada kondisi stabil.
Hal inilah yang disebut dengan ketidakstabilan ortopedi; C. Untuk
mencapai kestabilan oklusi, mandibula digerakkan ke arah dimana
posisi interkuspasi gigi tercapai. Kestabilan oklusi tercapai, namun
kondilus tidak berada pada kestabilan muskuloskeletal. Pada saat terjadi
beban yang berlebihan dan berulang-ulang, kondilus akan mencari cara
untuk mencapai kestabilan. Jika terus dibiarkan, kondisi ini dapat
mengakibatkan terjadinya TMD13

Universitas Sumatera
Utara
53

Teori kedua berhubungan dengan bagaimana perubahan akut pada oklusal


dapat mempengaruhi fungsi mandibula. Perubahan akut yang terjadi pada oklusal
akan mempercepat respon progresif otot yang dikenal sebagai protective co-
contraction. Protective co-contraction merupakan respon normal yang berasal dari
Central Nervous System (CNS) untuk melindungi otot dari kerusakan yang akan
terjadi. Respon perlindungan yang dilakukan akan menghasilkan beberapa gejala
pada otot seperti terbatasnya pembukaan mulut ketika pasien diinstruksikan untuk
membuka mulut secara perlahan dan rasa sakit pada saat otot berkontraksi. Pada
individu yang tidak dapat beradaptasi, kontraksi yang terjadi berulang kali pada otot
akan menyebabkan kelainan berupa rasa sakit pada otot. Jika kelainan ini dibiarkan,
maka individu tersebut akan mengalami TMD.13
Le Bell dkk (2002) melakukan penelitian dengan memberikan gangguan
oklusal buatan pada individu sehat dan individu yang memiliki riwayat gejala TMD.
Gangguan oklusal tersebut ditempatkan selama 2 minggu dan kemudian dihilangkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu sehat melaporkan beberapa gejala
awal TMD yang menghilang setelah beberapa hari. Individu yang memiliki riwayat
TMD melaporkan gejala yang secara signifikan lebih hebat dalam jangka waktu 2
minggu, puncaknya ketika gangguan oklusal tersebut dihilangkan. Data ini
menunjukkan adaptabilitas individu yang memiliki riwayat TMD lebih rendah
daripada individu sehat dan individu yang memiliki riwayat TMD lebih rentan
terhadap perkembangan gejala TMD.13 Li dkk (2008) melakukan penelitian dengan
menggunakan electomyography (EMG) terhadap 6 individu sehat, dengan
menempatkan gangguan oklusal berupa modifikasi onlay logam yang terbuat dari
nikel dan krom pada permukaan bukal, lingual, dan sebagian oklusal pada gigi molar
1 kanan mandibula, menunjukkan bahwa pada hari pertama (12 jam setelah
penempatan onlay) semua individu mengeluhkan kelelahan otot pada wajah sebelah
kanan. Pada hari ke-2, rasa sakit pada gigi molar 1 kanan mandibula terjadi pada 4
individu dan 5 individu mengeluhkan sakit pada sendi TMJ sebelah kanan. Puncak
peningkatan value analog scale (VAS) yang dicatat EMG terjadi pada hari ke-3, di
mana semua individu mengeluhkan sakit kepala pada regio temporal dan 2 individu

Universitas Sumatera
Utara
54

mengalami clicking pada sendi TMJ sebelah kanan, sedangkan rasa sakit pada sendi
TMJ sebelah kanan masih dialami oleh 4 individu. Setelah hari ke-3 tersebut, gejala
dan tanda yang dialami individu, serta VAS yang dicatat pada EMG mengalami
penurunan hingga hari ke-6. Gejala dan tanda akan menghilang selama seminggu
setelah onlay dihilangkan.23

Universitas Sumatera
Utara
55

2.5 Kerangka Teori

TMD

Tanda dan Pemeriksaan Etiologi Faktor-faktor yang Perawatan


Gejala Mempengaruhi Terjadinya TMD

Jenis Kelamin
Kelainan Fungsional Jarak Pembukaan Konsep Etiologi
Edentulus Sebagian Konsep Usia
yang Terjadi pada Otot Mulut Maksimal Multifaktorial
Lama Pemakaian
GTC Dukungan GTSL GTC Dukungan Kelainan Fungsional Teori Pergeseran Gigi Tiruan
Gigi Implan Palpasi Otot-otot Mekanis Bell Kategori
yang Terjadi pada Sendi Pengunyahan
Temporomandibula
Teori Trauma
Jenis Bahan Tahap Pergerakan Faktor Faktor Faktor
Dukungan Basis Perawatan Kelainan Fungsional Mandibula Predisposisi Inisiasi Perpetuasi
yang Terjadi pada Gigi Teori Biomedikal

Gigi Akrilik Rencana Bunyi pada Sendi Teori Sistemik Beban yang
Tanda dan Gejala Lain Osteoarthritis
Perawatan TMJ Berlebihan pada
Sistem
Gigi dan Metal Teori Otot Psikologi Pengunyahan
Mukosa Pemeliharaan
Fleksibel Teori
Struktur Trauma Mikro
Neuromuskular
Mukosa Klinik dan
Makro
Laboratorium
Teori
Psikofisiologikal
Gaya
Teori Psikologikal Mekanis
Diagnosis Persiapan Persiapan Bahan Cetak Dukungan dan Otot
dan Rencana Keadaan pada Gigi dan Prosedur pada Basis
Perawatan Rongga Mulut Penyangga Pencetakan GTSL Gaya
Perawatan Gigi yang Traumatik Kelelahan Hidup
Tidak Baik Oklusi pada Sendi
Hubungan Proses Otorisasi Kerja Pemasangan, Sosial
Oklusal pada Laboratorium pada GTSL Penyesuaian, dan
GTSL Perbaikan GTSL
Evaluasi Statis Dinamis Gangguan
Emosional
Canine Guidence
Kertas Artikulasi Sentrik
Group Function
Shim Stock Universi tas SWuomrkaintegrSaidU
e a

tar
Balancing Side
56

2.6 Kerangka Konsep

Pemasangan, Penyesuaian,
Penyesuaian Oklusi dan Anasir GT untuk
dan Perbaikan GTSL Harmonisasi dengan Gigi Asli

Gigi Asli - Gigi Asli Anasir - Gigi Asli Anasir - Anasir

Statis Traumatik Oklusi Berlangsung lama ( 1-6 bulan, >6-12 bulan, >12-18 bulan)

Dinamis

Ketidakstabilan Orthopedi Perubahan Akut pada Oklusal

Gigi Oklusi Mempercepat respon progresif otot yang dikenal


Gigi Tidak Oklusi
sebagai protective co-contraction

Kondilus dipertahankan pada posisi stabil Tidak tercapai interkuspasi maksimal Respon perlindungan akan menghasilkan
musculoskeletal oleh otot elevator
gejala pada otot
Posisi oklusal tidak stabil, tetapi kondilus stabil
Mandibula digerakkan ke arah posisi interkuspasi Individu dapat beradaptasi Individu tidak dapat beradaptasi

Kestabilan oklusi tercapai, tetapi kondilus tidak Otot-otot baru yang telah berubah
berada pada posisi stabil muskuloskeletal secara permanen berkembang

Jarak pembukaan
Terjadi pergerakan tidak biasa yang merupakan mulut maksimal
hasil peregangan minor dari mandibula
Pemeriksaan Palpasi otot-otot
Tercapainya kestabilan pada kondilus Klinis pengunyahan

Pergerakan mandibula
Terjadi tegangan pada ligamen diskus dan secara bertahap terjadi TMD
pemanjangan dari ligamen diskus dan penipisan diskus Bunyi pada sendi TMJ

Terjadi perpindahan diskus secara bebas


Pemeriksaan Subjektif
/U
Knueivsieornsietras
era Utara
Sumat
57

2.7 Hipotesis Penelitian


1. Ada hubungan Temporomandibular Disorder dengan traumatik oklusi
pada pasien pemakai gigi tiruan sebagian lepasan RSGMP FKG USU dari bulan
Januari 2015 s/d bulan Desember 2015.
2. Ada hubungan Temporomandibular Disorder dengan lama pemakaian
pada pasien pemakai gigi tiruan sebagian lepasan RSGMP FKG USU dari bulan
Januari 2015 s/d bulan Desember 2015.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai