Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

BLOK 19 PEMICU 1

EDENTULUS SEBAGIAN
“Rahang Ibu Berbunyi”

Disusun Oleh:

Kelompok 12

Dosen Pembimbing :

1. M. Zulkarnain, drg., M. Kes

2. Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si

3. Yendriwati,drg., M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022
 

TIM PENYUSUN

KETUA: Farah Adlina Binti Mohd Azmi 190600216

SEKRETARIS: Meisita Br. Purba 190600115

ANGGOTA:
Phelia Angelina 190600116

Della Puspita Sari 190600117

Yushelia 190600118

Clarisa Jovina Starlee 190600119

Aisyah Tsabita 190600120

Felix Edwin 190600121

Elwin Stanlee 190600122

Annisa Mardhatillah 190600123

Jenifer Rebeka Pasaribu 190600124

Rut Lestari Sembiring 190600213

Lias Bramasta 190600214

Hanna Elfrida Renita Nababan 190600215

Nur Fatinie Binti Anizan 190600217


Kaneshrina Kathiravan 190600218
Sivasankari Thirunavukkarasan 190600219

  
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya,
tim penyusun (kelompok 12) dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Laporan
ini disusun guna memenuhi tugas Pemicu 1 Blok 19 dengan judul “Rahang Ibu Berbunyi”.
Dalam penyusunan laporan ini, tim penyusun mendapat bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, tim penyusun menyampaikan terima kasih atas bimbingan
dosen dan pihak lain.
Ada pun kekurangan atau kesalahan dalam penyusunan laporan ini, kami memohon saran dan
pendapat yang konstruktif dari dokter demi perbaikan makalah ini dimasa mendatang.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan mahasiswa selaku peserta didik. Akhir
kata, tim penyusun mengucapkan terima kasih.

Medan, 17 Februari 2022

Tim Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehilangan gigi sebagian akan memengaruhi banyak hal dalam diri seseorang, baik
estetis maupun fungsi pengunyahan, bicara, dan hubungan sosial. Kehilangan sebagian
gigi berakibat migrasi dan rotasi dari gigi tersisa, impaksi makanan dan timbulnya
penyakit periodontal, asimetris wajah, perubahan letak jaringan lunak pipi dan bibir,
serta beban berlebih pada jaringan penyokong yang mengakibatkan turunnya linggir dan
menipisnya tulang alveolar. Pemakaian gigi tiruan dapat mencegah terjadinya perubahan-
perubahan yang terjadi dalam rongga mulut akibat kehilangan gigi.
Kehilangan gigi yang dibiarkan terlalu lama dan di biarkan tanpa penggantian akan
menyebabkan migrasi dan rotasi gigi, erupsi berlebih, penurunan efisiensi pengunyahan,
gangguan pada sendi temporomandibula, beban berlebih pada jaringan pendukung,
kelainan bicara, memburuknya penampilan, terganggunya kebersihan mulut, atrisi, dan
efek terhadap jaringan lunak mulut. Kehilangan gigi dapat menimbulkan berkurangnya
fungsional gigi, menyebabkan penyakit sistemik dan berdampak terhadap emosional
individu. Berkurangnya fungsional gigi dapat menyebabkan masalah pada pengunyahan
dan pola makan sehingga mengganggu status nutrisi.

1.2 Deskripsi Topik


Nama Pemicu : Rahang Ibu Berbunyi
Penyusun : M. Zulkarnain, drg., M. Kes, Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si,
Yendriwati,drg., M. Kes
Hari/ Tanggal : Rabu, 16 Februari 2022
Pukul : 07.30-09.30 WIB
Pasien Perempuan berusia 50 tahun datang ke RSGM USU ingin berkonsultasi karena
rahangnya sering terasa capek diikuti dengan telinga kanan dan kiri berdengung. Sudah
terjadi sejak 6 bulan yang lalu. Hasil anamnesis, pasien tidak menderita penyakit
sistemik, tetapi sulit makan karena giginya banyak yang ompong dan belum pernah
memakai gigi tiruan. Hasil pemeriksaan ekstra oral, sewaktu membuka/menutup mulut
rahang berbunyi, dan rahang bawah lebih maju dari rahang atas. Juga dikeluhkan sudut
mulut sering perih sebelah kiri dan kanan. Hasil pemeriksaan klinis adalah :
1. Gigi yang hilang : 14, 15, 17, 18, 24, 26, 27, 28, 34, 35, 36, 37, 38, 44, 45, 46, 47, 48.
2. Pada pemeriksaan TMJ : Kliking, palpasi sakit
3. Sudut mulut terdapat fisur dan eritema bilateral
4. Ditemukan plak dan kalkulus hampir pada seluruh gigi yang tersisa
5. Gigi anterior RB mengalami atrisi ± 2 mm
6. BMI pasien underweight

Learning Issue: 
1. Akibat kehilangan gigi 
2. Penyakit periodontal 
3. Sistem stomatognasi dalam perawatan edentulus sebagian 
4. Pengenalan jenis gigi tiruan sebagian lepasan dan gigi tiruan sebagian cekat 
5. Pengenalan penyakit sistemik dan penyakit rongga mulut yang memengaruhi
perawatan edentulus sebagian

BAB II
PEMBAHASAN

1. Jelaskan akibat dari kehilangan gigi (kasus tersebut) terhadap: 


a) Gigi tetangga 
 Migrasi dari gigi tetangga
Kehilangan gigi yang dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan hilangnya
keseimbangan pada lengkung gigi sehinga menyebabkan terjadinya migrasi
patologis gigi geligi yang tersisa. Migrasi dan rotasi gigi yang tersisa
menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan tetangganya dan gigi
antagonisnya. Dengan kata lain, gigi menjadi tidak menempati posisi yang
normal untuk menerima beban pengunyahan sehingga berdampak juga pada
struktur anatomis lainnya, seperti kerusakan struktur periodontal, serta
terganggunya struktur sendi temporomandibular. Pada gigi 16 dan 25 pada RA
pasien, diketahui bahwa kedua gigi tersebut tidak memiliki lawan gigi
antagonisnya. Kehilangan kontak oklusal menyebabkan ketidakseimbangan
oklusi yang akan mengganggu kestabilan lengkung gigi. Hal ini disebabkan
karena tanpa adanya kontak, gigi 16 dan 25 menjadi elongasi.
 Overloading pada gigi yang tersisa
Pada kasus diketahui pasien kehilangan gigi terutama bagian gigi posterior.
Kehilangan gigi pada bagian posterior menyebabkan semua kontak oklusal pada
posterior hilang yang akan menyebabkan tekanan berlebihan (overloading) pada
regio anterior. Terutama jika hanya tersisa beberapa gigi untuk menahan
tekanan fungsional dan parafungsional, maka jaringan periodonsium yang
tersisa dapat kelebihan beban sehingga menyebabkan keausan yang berlebihan
dan mobiliti juga dapat terjadi.Seperti yang terjadi pada kasus diketahui gigi
anterior RB mengalami atrisi ± 2mm. 
b) Tulang alveolus 
Kehilangan gigi pada kasus pasien tersebut dapat mengakibatkan terjadinya atrofi
pada tulang alveolar maksila dan mandibula. Residual ridge akan mengalami
perubahan bentuk dan tinggi setelah pencabutan gigi sehingga akan menyebabkan
pemendekan dari tinggi tulang alveolar pasien. Kehilangan gigi terutama pada
lengkung mandibula akan lebih sering menyebabkan pengurangan tinggi tulang
alveolar karena laju resorpsi yang dipengaruhi aktivitas sel pembentuk tulang dan
penyerapan sel tulang pada mandibula lebih besar dibandingkan maksila. Kemudian
diketahui bahwa pasien merupakan pasien wanita berusia 50 tahun, dimana usia
pasien termasuk dalam periode menopause sehingga proses terjadinya atrofi tulang
alveolar akan terjadi lebih cepat setelah pasien kehilangan giginya.
c) Oklusi 
Akibat dari kehilangan gigi terutama pada posterior dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pada oklusi, dimana gigi anterior pasien akan secara otomatis beradaptasi
agar pasien mendapatkan oklusi yang nyaman terutama pada proses pengunyahan.
Pada akhirnya gigi anterior pasien akan berada pada kondisi edge to edge yang dapat
memberikan tekanan mastikasi yang berat secara terus-menerus pada gigi anterior
dan lama-kelamaan akan menyebabkan atrisi akibat penggunaan yang berlebihan
antar insisal gigi anterior. Perubahan oklusi pada pasien juga berkaitan secara
langsung pada resorpsi residual alveolar ridge akibat kehilangan gigi yang memiliki
kecenderungan menyebabkan maloklusi, dimana lengkung rahang atas akan
meresorpsi secara bukal dan labial dengan pengurangan lingkar lengkung,
sedangkan lengkung rahang bawah meresorpsi ke arah labial dan lingual yang
mengakibatkan pelebaran lengkung ke posterior sehingga dalam situasi kehilangan
gigi yang lama dapat menyebabkan hubungan oklusi pseudo klas III.
d) TMJ 
Kehilangan gigi pada kasus dapat menyebabkan gangguan pada TMJ karena stres
pada sendi yang diakibatkan oleh perubahan oklusi, pengurangan vertikal dimensi,
dan posisi mandibula yang lebih protrusif sehingga menyebabkan pergeseran posisi
kondilus pada fossa glenoidalis. Ketika pasien kehilangan gigi posterior, kondilus
mandibula akan secara otomatis mencari posisi yang nyaman untuk menutup mulut
dan oklusi juga akan berubah menjadi kondisi edge to edge untuk memudahkan
pengunyahan. Selain itu, hiperaktivitas otot juga akan memengaruhi perubahan pada
fungsi otot sehingga mandibula bergerak lebih aktif sehingga dapat menyebabkan
perubahan gerak pada mandibula karena posisi kondilus mandibula berubah tempat
dan TMJ akan lebih ke anterior dari posisi semula. Akibat hal tersebut, pasien akan
datang dengan beberapa keluhan seperti adanya nyeri sendi dan otot pada daerah
tersebut, rasa sakit saat membuka mulut, penurunan daya membuka mulut, dan
adanya suara sendi saat membuka ataupun menutup mulut, dimana keluhan tersebut
merupakan gejala-gejala dari suatu gangguan TMJ.
Sumber: 
 Siagian, Krista V. "Kehilangan sebagian gigi pada rongga mulut." e-CliniC 4.1
(2016).
 Sakar O. Removable Partial Dentures. A Practicioner’s Manual. London: Springer
International Publishing Switzerland.2016: 9-16. 
 Rangarajan V, Padmanabhan TV. Textbook of Prosthodontics. New Delhi: Elsevier.
2013: 268-270.
 Ginting R, Tarigan G, Napitupulu FMN, Simbolon DLH. Sendi
Temporomandibularis. Medan: USU Press. 2020
 Hakeem AA, et al. Prevalence of Lower Alveolar Flat Ridge Among Completely
Edentulous Patients in Kashmir Population. Int J App Dent Sci 2021; 7(2): 514-516.
 Kuc J, Sierpinska T, Golebiewska M. Alveolar Ridge Atrophy Related to Facial
Morphology in Edentulous Patients. Clin Interventions Aging 2017; 12: 1481-94.
 Patil S, et al. Prevalence of Temporomandibular Disorders in Patients Wearing
Complete Dentures Visiting A Medical College in South India. Int J Cont Med Res
2016; 7(3): 1954-6.

2. Jelaskan etiologi dan pathogenesis terjadinya rasa perih pada sudut mulut pada kasus
diatas
Etiologi:
 Penurunan dimensi vertikal akibat kehilangan gigi posterior
 Keadaan maloklusi retrognatik yang ditandai rahang bawah pasien lebih maju dari
rahang atas
Kedua hal tersebut dapat menyebabkan overclosure bibir sehingga terbentuk garis
marionette yang berada pada komisura.
 Keadaan pasien yang mengalami defisiensi nutrisi yang ditandai BMI pasien
underweight akibat sulit makan karena gigi posterior hampir edentulus penuh.
Beberapa defisiensi nutrisi yang menyebabkan keluhan rasa perih pada sudut mulut
pasien di atas adalah defisiensi vitamin B (terutama sianokobalamin, folat dan
riboflavin), defisiensi mineral zink dan besi, serta malnutrisi protein.
 Agen penginfeksi yaitu Streptococcus dan mikroorganisme lainnya yang dapat
menyebabkan terjadinya rasa perih pada mulut pasien.
Patogenesis: 
Telah dibahas pada bagian etiologi bahwa penyebab dari kelainan pasien ini adalah lebih
ke akibat overclosure bibir pasien yang disebabkan karena kehilangan dimensi vertikal.
Akibat dari lip overclosure akan mengakibatkan sudut bibir terisolasi sehingga ketika
area yang terisolasi tersebut terkena saliva, maka saliva juga akan berada disana dan sulit
dikeringkan (retensi saliva). Kontak berlebihan saliva terhadap sudut bibir dapat
menyebabkan maserasi fisik (pelunakan jaringan akibat enzim pencernaan pada saliva) di
komisura. Selanjutnya, paparan saliva akan menginduksi reaksi eksematus dan dermatitis
kontak di komisura dimana integrasi epitel stratum korneum akan rusak sehingga
menyebabkan mikroorganisme lokal yaitu Streptococcus menginfeksi daerah tersebut
dan terjadi inflamasi jaringan yang ditandai dengan rasa perih dan kemerahan di sudut
bibir.
Sumber: 
 Federico JR, Basehore BM, Zito PM. Angular Chelitis. StatPearls.
 Pandarathodiyil AK, Anil S, Vijayan SP. Angular Cheilitis-An Updated Overview of
the Etiology, Diagnosis, and Management. Int J Dentistry Oral Sci. 2021; 8(2):1433-
8. 
 Federico JR, Basehore BM, Zito PM. Angular Chelitis. 2022, StatPearls Publishing
LLC.

3. Apakah diagnosis kasus sudut mulut tersebut dan bagaimana rencana perawatannya.
Pada skenario diketahui bahwa sudut mulut pasien sering perih sebelah kiri dan kanan
dan berdasakan pemeriksaan klinis, didapati bahwa sudut mulut pasien terdapat fisur dan
eritema bilateral. Maka diagnosis kasus tersebut adalah angular cheilitis. Angular
cheilitis adalah inflamasi yang melibatkan komisura bibir yang sering ditandai dengan
adanya fisur dan eritema pada sudut mulut. Mulanya, sudut mulut membentuk penebalan
berwarna abu-abu putih dan sedikit kemerahan. Nantinya, tampilan daerah tersebut
kurang lebih seperti membentuk area triangular akibat terbentuknya fisur dan eritema.
Angular cheilitis dapat terjadi secara bilateral maupun unilateral. Gejala subjektif yang
dialami pasien biasanya sakit/perih dan rasa terbakar.
Perawatan untuk angular cheilitis ialah dengan mengeliminasi faktor etiologi utama dan
faktor predisposisi serta pencegahan terjadinya infeksi sekunder. Perawatan untuk
angular cheilitis yang dapat dilakukan pada kasus diatas meliputi:
 Memperbaiki vertikal dimensi dengan membuat gigi tiruan pada pasien agar tidak
terjadi lipatan sudut mulut yang dalam. 
 Pemberian medikasi anti-fungal 3 kali sehari dalam 2 minggu dan/atau antiseptik 4-5
kali sehari dalam 1-2 minggu. Anti-fungal yang dapat digunakan adalah anti-fungal
topikal (Nystatin 100.000 unit/mL / Ketoconazole 2% / Clotrimazole 1% /
Miconazole 2% dengan atau tanpa hydrocortison / Iodoquinol 1%). 
 Antiseptik yang dapat digunakan dalam bentuk topikal adalah Mupirocin 2% /
Fusidic Acid 2% dengan atau tanpa hydrocortison 1%. 
 Pasien dapat diberikan terapi untuk mengatasi defisiensi nutrisi, berupa pemberian
vitamin dan zat besi. 
Sumber: 
 Shahzad M, Faraz R, Sattar A. Angular cheilitis: case reports and literature review.
Pakistan Oral & Dental Journal 2014; 34(4): 597-599.
 Hari S, Anil S. Angular cheilitis: review of etiology and clinical management. K.D.J
1989; 13 (2): 229-31.
 Decker RT, Sirois DA, Mobley CC. Nutrition and oral medicine. Totowa: Humana
Press, 2005: 3-4.

4. Jelaskan 2 faktor yang memengaruhi pergerakan temporomandibular joint pada kasus di


atas. 
Pergerakan temporomandibular joint pada kasus di atas dipengaruhi oleh; 
1) Penentu Posterior (TMJ)
Penentu Posterior dapat dibagi menjadi:
 Faktor Vertikal →kecuraman sudut cusp dan tinggi cusp
 Faktor Horizontal → kecuraman sudut cusp dan tinggi cusp. Dilihat dari
kecuraman sudut eminensia artikularis, diman semakin besar kecuraman sudut
cusp maka semakin besar kedalaman groove dan semakin tinggi cusp
Gambar 1. Inklinasi kondilus (sudut eminensia artikularis)
2) Penentu Anterior (Gigi)
 Gigi posterior → vertical stop
 Gigi anterior → memnadu gigi anterior saat posisi interkuspal maksimun,
pergerakan lateral kiri dan kanan serta protrusive dengan mengikuti:
a. Pedoman Insisal

Kontak gigi anterior atas dan bawah saat pergerakan mandibula penting
untuk estetis, fonetik dan fungsi. Adanya overbite dan overjet yang normal,
dimana bila overbite terlalu besar makan cusp gigi posterior makin panjang
dan curam dan overjet terlalu besar mak cusp gigi posterior makin pendek
dan datar
b. Dataran Oklusal
Merupakan rerata dataran dari permukaan insisal dan oklusal gigi dan
merupakan garis imaginer yang menyentuh tepi insisal gigi anterior dan
cusp tips gigi posterior. Dalam membuat protesa perlu diperhatikan sudut
cusp yang dipengaruhi oleh dataran oklusal dan pedoman eminensia
artikularis dan sudut dataran oklusal paralel atau hampir paralel dengan
pedoman kondilus → tinggi cusp pendek
c. Kurva Spee
Merupakan kurva anterior posterior yang menyentuk cusp gigi C dan cusp
fungsional dari gigi posterior mandibula yang memanjang ke distal melalui
ramus dan melewati kondilus. Idealnya dalam membuat protesa harus
mengikuti kasidah dari Kurva Spee.
o Kurvatur dari Kurva Spee → panjangnya radius kurva → dataran
oklusal dan tinggi cusp dari gigi posterior
o Radius kurva semakin panjang (kurang konkaf) → dataran oklusal
datar dan sudut cusp gigi posterior kurang curam dibandingkan radius
kurva yang pendek (lebih konkaf)
d. Kurva Wilson
Merupakan kurva bukolingual (mediolateral) yang berkontak pada cusp tips
bukal dan lingual pada sisi kiri dan kanan dari tiap rahang
Sumber: 
 S Sharma, DS Gupta, US Pal, Jurel SK. Etiological factors of temporomandibular
joint disorders. National J Of Maxillofacial Surg. 2011; 2(2):116-9.
 Widriyatna, Sugiatno E, Tjahjanti MTE. Pengaruh Kehilangan Gigi Posterior
Rahang Atas dan Rahang Bawah terhadap Gangguan Temporomandibula (Tinjauan
Klinis Radiografi Sudut Inklinasi Eminensia Artikularis). J Ked Gi. 2015; 6(3): 315-
20.
 Suhartini. Kelainan pada Temporo Mandibular Joint (TMJ). Stomatognatic (J.K.G
Unej). 2011; 8 (2): 78-85

5. Jelaskan patogenesis kelainan pada kasus diatas menyebabkan rahang capek dan rahang
berbunyi. 
Patogenesis penyebab rasa capek
Pada kasus, diketahui pasien kehilangan gigi terutama bagian gigi posterior. Kehilangan
gigi pada bagian posterior menyebabkan semua kontak oklusal pada posterior hilang →
terjadinya disharmoni oklusi (adanya hubungan oklusi pseudo klas III) → kontak point
hilang → mandibula prognasi → maloklusi sehingga otot pembuka dan penutup mulut
hiperaktif → kebutuhan oksigen dalam otot meningkat → hypoxia pada otot →
fatigue/lelah
Patogenesis penyebab rahang berbunyi
Rahang berbunyi dimulai dari posisi rahang yang disertai dengan tekanan berlebihan
pada sendi dan berkepanjangan atau terus menerus → pada saat Gerakan membuka
mulut menyebabkan kondil bergerak ke depan dan mendesak diskus di depannya →
kondilus bisa melompati diskus dan benturan dengan tulang sehingga menyebabkan
bunyi berupa kliking → dapat terjadi pada Gerakan sebaliknya → diskus robek.
Kliking sering terjadi terjadi terutama saat membuka dan menutup mulut (pada saat
rahang bergerak) dimana kondilus berkontak dengan permukaan tulang tanpa dilapisi
oleh diskus/meniscus. Penyebab kliking terjadi karena trauma, kontak oklusal gigi
posterior yang tidak baik/ tidak ada dan kelainan tumbuh kembang. Dapat menyebabkan
sakit kepala, nyeri wajah dan telinga. Bila dibiarkan dapat menyebabkan rahang terkunci.
Sumber: 
 Ginting R, Tarigan G, Napitupulu FBN, Simbolon DLH. Sendi
Temporomandibularis Memahami Struktur dan Fungsi TMJ, Kelainan TMJ, serta
Deteksi Dini Kelainan TMJ. Medan: USU Press. 2020 : 26, 29, 35.
 Suhartini. Kelainan pada Temporomandibular Joint (TMJ). J.K.G Unej, 2011; 8(2):
78-85.

6. Jelaskan patogenesis terjadinya telinga berdengung pada kasus diatas.


Pada kasus, diketahui pasien yang mengalami kehilangan gigi posterior dan
mengeluhkan adanya telinga kanan kiri berdengung. Telinga berdengung atau tinnitus
didefinisikan sebagai persepsi suara atau pengalaman sadar dimana seseorang mendengar
suara yang berasal dari kepala, dimana tidak adanya sumber suara eksternal. Terdapat
beberapa teori yang menjelaskan hubungan dari tinnitus dan kelainan sendi
temporomandibular, tetapi masih belum mendapatkan consensus pada komunitas
scientifik. Teori tersebut yaitu:
1) Teori Mekanikal (disc-malleolar traction) 
Terdapat koneksi langsung antara ligament yang melekat pada rahang dan tulang
pendengaran yang terletak pada telinga tengah. Berdasarkan adanya struktur pseudo
ligamentus connective yang ada pada usia fetus, yang dideskripsikan oleh Pinto
sebagai ligament tipis yang dapat menggerakan unit tympanum ossicular akibat dari
pergerakan dari diskus-kondilus. Studi yang berbeda setelah itu, menunjukkan
observasi anatomi dan biomekanikal tidak termasuk dalam kemungkinan struktur
TMJ fibrosa TMJ dapat mentransmisikan gerakan pada sendi. 
2) Teori Miogenik 
Otot pengunyahan dekat dengan otot yang melekat pada telinga tengah dan memiliki
efek pada pendengaran sehingga menyebabkan tinnitus. Teori ini didasarkan dari
efek dari hipertonik dari otot pengunyahan, dengan keterlibatan tensor timpani dan
tensor veli dan hubungan anatomi antara otot dengan bagian tengah telinga.
Overtone (frekuensi tambahan yang mengenai nada dasar) dari otot sensor timpani
akan meningkatkan tekanan pemrilymph, hal ini yang berpengaruh terhadap
pendengaran, ketika vestibular overtone dari tensor veli dapat berpengaruh pada
telinga tengaj dengan menghambat dinamik normal dari pembukaan tube. 
3) Teori Anatomi 
Persarafan dari TMJ menunjukkan koneksi bagian dari otak yang terlibat dalam
bagian pendengaran dan interpretasi dari suara. Ketidaknyamanan yang berhubungan
TMJ dapat terjadi dan memperburuk tinnitus yang sudah terjadi sebelumnya.
Berdasarkan anatomi kedekatan antara saraf auricular temporal dengan kompleks
diskus kondilus.
Patogenesis telinga berdengung karena gangguan sendi TMJ, adanya hubungan yang
erat antara sendi rahang dan telinga, hal ini dapat dibuktikan dengan : bila kedua
telunjuk diletakkan ke liang telinga, kemdian gerakkan rahang ke kanan dan ke kiri
akan terasa aktvitas sendi rahang.
 Aktivitas yang berlebihan pada rahang → liang telinga menjadi sensitive →
telinga berdengung (tinnitus).
 Gangguan TMJ → posisi kondilus bisa berubah (tidak normal) → menekan
tulang tulang sekitarnya (salah satu nya adalah tolang telinga) → rasa sakit dan
berdengung.
 Persarafan: sendi rahang juga dipersarafi oleh Nervus trigeminus divisi
mandibularis dengan cabang nervus auriculotemporalis yang mengenai sendi
rahang dan Sebagian telinga.
 Selain itu aktivitas otot penutup rabang yang berlebihan juga dapat
menyebabkan ketegangan otot yang akhirnya dapat memicu terjadinya telinga
berdengung.
Gambar 2. Persarafan sendi TMJ dan telinga oleh Nervus Auriculotemporalis
yang merupakan cabang dari Nervus Trigeminus divisi 3
Sumber: 
 Algieri GM, Arangio P, Vellone V, Di Paolo C, Cascone P. Tinnitus in
temporomandibular joint disorders: is it a specific somatosensory tinnitus subtype?.
The International Tinnitus Journal. 2016 Dec 9;20(2):83-7. 
 Phillips J. Tinnitus and disorders of the temporo-mandibular joint (TMJ) and neck.
British Tinnitus Association. 2017.

7. Jelaskan klasifikasi kehilangan gigi pada kasus diatas


Klasifikasi Kennedy
1) Klas I : terdapat area edentulus bilateral pada bagian posterior dari gigi yang tersisa
(bilateral free end)
2) Klas II : terdapat area edentulus unilateral pada bagian posterior dari gigi yang
tersisa (unilateral free end)
3) Klas III : terdapat area edentulus unilateral diantara gigi yang tersisa
4) Klas IV : terdapat area edentulus pada gigi anterior melewati garis midline
Berdasarkan klasifikasi Kennedy, maka kasus di atas dapat diklasifikasikan sebagai:
Rahang Atas → Klas I modifikasi II dan Rahang Bawah → Klas I

Klasifikasi Swenson
1) Klas I : Unilateral Free End
2) Klas II : Bilateral Free End
3) Klas III : Unilateral All Tooth Supported/Bounded Saddle
4) Klas IV : Anterior Teeth Supported
Berdasarkan uraian diatas, klasifikasi Swenson dan Kennedy hampir sama, namun pada
klasifikasi Swenson tidak terdapatnya modifikasi. Bila dikaitkan pada kasus pasien
diatas, maka pasien dimasukkan kedalam Klas II Klasifikasi Swenson baik pada rahang
atas maupun rahang bawah.
Sumber: 
 Fluidayanti I, Gunadi A, Kristiana D. Distribution of Tooth Loss Based on Kennedy
Classification and Types of Denture for Patient in Dental Hospital of Jember
University. In: Soestijo A, dkk. Forkinas VI FKG UNEJ, 2016: 294-305.

8. Jelaskan rencana perawatan pada kasus kehilangan gigi diatas


Rencana perawatan pada pasien edentulus sebagian terbagi menjadi ke dalam beberapa
fase:
1) Fase I → Evaluasi data diagnostik (dilakukan pengumpulan data, foto intraoral dan
pemeriksaan radiografi) dan perawatan pendahuluan
 Perawatan emergensi terhadap rasa nyeri atau infeksi
 Perencanaan dan desain gigi tiruan lepasan
 Motivasi dan edukasi mengenai kebersihan dan kesehatan mulut dan gigi, serta
pentingnya adanya gigi tiruan sebagai pengganti kehilangan gigi untuk tetap
menjaga fungsi mastikasi dan mempertahankan jaringan mulut yang masih ada
agar tetap sehat
2) Fase II → Preprosthetic treatment 
 Perawatan periodontal berupa scalling dan root treatment untuk menghilangkan
kalkulus pasien karena berdasarkan pemeriksaan klinis intra oral, gigi yang
tersisa pasien ditemukan plak dan kalkulus.
 Pada pasien yang memiliki kelainan sendi temporomandibular dan masalah
oklusi dapat menggunakan terapi splint oklusal. Splin oklusal adalah permukaan
oklusal tiruan lepasan dari plastik atau metal yang digunakan pasien secara
sementara untuk mengubah kontak oklusal dan pola gungsi mandibula. Splin
oklusal dapat secara efektif digunakan untuk menghilangkan gangguan oklusi,
memperbaiki koordinasi neuromuscular, perawatan nyeri miogenik atau nyeri
bersumber dari sendi, memperbaiki fungsi stomatognasi, pengembalikan
dimensi vertikal dan mengubah pola pergerakan mandibula.
 Koreksi bidang oklusal kepada pasien untuk mendapatkan oklusi yang
seharmonis mungkin. 
 Motivasi pasien 
3) Fase III  
 Preparasi gigi penyangga 
 Melakukan pencetakan akhir dan pembuatan model akhir (master cast)
 Mendesain gigi tiruan dengan pilihan:
a. GTSL free end saddle dengan basis gigi tiruan dari bahan akrilik. Hal ini
disesuaikan dengan prinsip dasar biomekanik, yaitu gaya oklusal harus
disalurkan ke permukaan jaringan seluas mungkin sehingga tekanan per
satuan luas menjadi kecil, dimana hal tersebut dapat meningkatkan retensi
dan stabilitas.
b. Gigi tiruan kerangka logam (GTKL). Keuntungan pemakaian bahan logam
baja tahan karat (stainless steel) sebagai kerangka gigi tiruan dibandingkan
dengan bahan akrilik (metil metakrilat) adalah karena bahan logam baja
memiliki beberapa keuntungan, diantaranya lebih nyaman dipakai (dapat
dibuat tipis dan sempit tetapi tetap rigid). Selain itu semua bagian gigi
tiruan merupakan satu kesatuan yang homogen, desain bagian gigi tiruan
dapat dibuat maksimal ideal, gaya yang timbul akibat pengunyahan dapat
disalurkan lebih baik, sulkus gingiva lebih sehat (tidak tertutup/teriritasi
landasan) dan menyalurkan termal.
4) Fase IV → Pembuatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
5) Fase V 
 Insersi Gigi Tiruan 
 Evaluasi dan kontrol berkala 
 Instruksi dan management paskainsersi

Sumber: 
 Silalahi PR, Catur S, Mertisia I. Prosedur Pembuatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
Akrilik Pada Gigi 2 Untuk Menggantikan Gigi Tiruan Sebagian Nonformal. J
Analisis Kes 2017; 6(2): 611-4.
 Chairunnisa R, Kurnikasari E. Tinjauan tentang Splin Oklusal untuk Terapi
Gangguan Sendi Temporomandibula. Dentofasial 2013; 12(1): 38-43.
 Rangarajan V, Padmanabhan TV. Textbook of Prosthodontics. 2nd ed. New Delhi:
Elsevier.2017: 1036-43, 1054-113, 1320-1.Veeraiyan DN. Textbook of
Prosthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisshes (P) Ltd.
2017: 378-9.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada kasus diketahui pasien berusia 50 tahun datang ke RSGM USU ingin berkonsultasi
karena rahangnya sering terasa capek dan diikuti dengan telinga kanan dan kiri
berdengung. Dari anamnesis, diketahui pasien tidak menderita penyakit sistemik namun
sulit makan karena kehilangan gigi posterior. Kehilangan gigi pada kasus ini,
berpengaruh terhadap gigi, tulang alveolus, oklusi dan TMJ. Dimana, kehilangan gigi
akan menyebabkan migrasi gigi tetangganya, overloading pada gigi yang tersisa, gigi
anterior dapat mengalami atrisi, resorpsi tulang alveolar, menurunya dimensi vertikal
sehingga menyebabkan kelainan sendi temporomandibular. 
Pada kasus diatas diketahui pasien juga memiliki keluhan rasa perih dan luka pada sudut
bibir. Keluhan ini didiagnosa sebagai Angular Cheilitis berdasarkan hasil anamnesis dan
gambaran klinis. Etiologi dari kasus ini adalah penurunan dimensi vertikal akibat
kehilangan gigi posterior sehingga sudut bibit menjadi ada lipatan dan menyebabkan
saliva terakumulasi pada sudut mulut. Selain itu pasien yang mengalami defisiensi nutrisi
akibat sulit makan juga menyebabkan menurunnya sistem imun dan proliferasi sel
menjadi menurun. Hal ini memudahkan timbulnya candida pada daerah mukokutan.
Perawatan untuk keluhan ini diberikan DHE, antifungal topical, antibiotik topikal serta
perbaikan nutrisi dengan mengkonsumsi makanan sehat bergizi dan suplementasi. 
Pada kasus Klasifikasi kehilangan gigi berdasarkan Kennedy adalah Klas I modifikasi 2
untuk rahang atas dan Klas I untuk rahang bawah. Pada kasus ini, menyebabkan kelainan
sendi temporomandibular joint dimana kehilangan gigi menyebabkan kontak oklusal
menjadi hilang, sehingga pasien akan mencari kontak baru dengan gigi anterior.
Akibatnya, apabila dibiarkan dalam waktu yang lama akan menjadi pseudo klas III, yang
mempengaruhi kondilus menjadi lebih ke anterior. TMD ini juga menimbulkan gejala
telinga berdengung yang disebabkan oleh faktor anatomi, mekanikal dan miogenik.
Rencana perawatan yang dilakukan adalah DHE, skeling root planning, oklusal splint,
dan pembuatan protesa sebagian lepasan.

Anda mungkin juga menyukai