BLOK 19 PEMICU 1
EDENTULUS SEBAGIAN
“Rahang Ibu Berbunyi”
Disusun Oleh:
Kelompok 12
Dosen Pembimbing :
3. Yendriwati,drg., M. Kes
2022
TIM PENYUSUN
ANGGOTA:
Phelia Angelina 190600116
Yushelia 190600118
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya,
tim penyusun (kelompok 12) dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Laporan
ini disusun guna memenuhi tugas Pemicu 1 Blok 19 dengan judul “Rahang Ibu Berbunyi”.
Dalam penyusunan laporan ini, tim penyusun mendapat bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, tim penyusun menyampaikan terima kasih atas bimbingan
dosen dan pihak lain.
Ada pun kekurangan atau kesalahan dalam penyusunan laporan ini, kami memohon saran dan
pendapat yang konstruktif dari dokter demi perbaikan makalah ini dimasa mendatang.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan mahasiswa selaku peserta didik. Akhir
kata, tim penyusun mengucapkan terima kasih.
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehilangan gigi sebagian akan memengaruhi banyak hal dalam diri seseorang, baik
estetis maupun fungsi pengunyahan, bicara, dan hubungan sosial. Kehilangan sebagian
gigi berakibat migrasi dan rotasi dari gigi tersisa, impaksi makanan dan timbulnya
penyakit periodontal, asimetris wajah, perubahan letak jaringan lunak pipi dan bibir,
serta beban berlebih pada jaringan penyokong yang mengakibatkan turunnya linggir dan
menipisnya tulang alveolar. Pemakaian gigi tiruan dapat mencegah terjadinya perubahan-
perubahan yang terjadi dalam rongga mulut akibat kehilangan gigi.
Kehilangan gigi yang dibiarkan terlalu lama dan di biarkan tanpa penggantian akan
menyebabkan migrasi dan rotasi gigi, erupsi berlebih, penurunan efisiensi pengunyahan,
gangguan pada sendi temporomandibula, beban berlebih pada jaringan pendukung,
kelainan bicara, memburuknya penampilan, terganggunya kebersihan mulut, atrisi, dan
efek terhadap jaringan lunak mulut. Kehilangan gigi dapat menimbulkan berkurangnya
fungsional gigi, menyebabkan penyakit sistemik dan berdampak terhadap emosional
individu. Berkurangnya fungsional gigi dapat menyebabkan masalah pada pengunyahan
dan pola makan sehingga mengganggu status nutrisi.
Learning Issue:
1. Akibat kehilangan gigi
2. Penyakit periodontal
3. Sistem stomatognasi dalam perawatan edentulus sebagian
4. Pengenalan jenis gigi tiruan sebagian lepasan dan gigi tiruan sebagian cekat
5. Pengenalan penyakit sistemik dan penyakit rongga mulut yang memengaruhi
perawatan edentulus sebagian
BAB II
PEMBAHASAN
2. Jelaskan etiologi dan pathogenesis terjadinya rasa perih pada sudut mulut pada kasus
diatas
Etiologi:
Penurunan dimensi vertikal akibat kehilangan gigi posterior
Keadaan maloklusi retrognatik yang ditandai rahang bawah pasien lebih maju dari
rahang atas
Kedua hal tersebut dapat menyebabkan overclosure bibir sehingga terbentuk garis
marionette yang berada pada komisura.
Keadaan pasien yang mengalami defisiensi nutrisi yang ditandai BMI pasien
underweight akibat sulit makan karena gigi posterior hampir edentulus penuh.
Beberapa defisiensi nutrisi yang menyebabkan keluhan rasa perih pada sudut mulut
pasien di atas adalah defisiensi vitamin B (terutama sianokobalamin, folat dan
riboflavin), defisiensi mineral zink dan besi, serta malnutrisi protein.
Agen penginfeksi yaitu Streptococcus dan mikroorganisme lainnya yang dapat
menyebabkan terjadinya rasa perih pada mulut pasien.
Patogenesis:
Telah dibahas pada bagian etiologi bahwa penyebab dari kelainan pasien ini adalah lebih
ke akibat overclosure bibir pasien yang disebabkan karena kehilangan dimensi vertikal.
Akibat dari lip overclosure akan mengakibatkan sudut bibir terisolasi sehingga ketika
area yang terisolasi tersebut terkena saliva, maka saliva juga akan berada disana dan sulit
dikeringkan (retensi saliva). Kontak berlebihan saliva terhadap sudut bibir dapat
menyebabkan maserasi fisik (pelunakan jaringan akibat enzim pencernaan pada saliva) di
komisura. Selanjutnya, paparan saliva akan menginduksi reaksi eksematus dan dermatitis
kontak di komisura dimana integrasi epitel stratum korneum akan rusak sehingga
menyebabkan mikroorganisme lokal yaitu Streptococcus menginfeksi daerah tersebut
dan terjadi inflamasi jaringan yang ditandai dengan rasa perih dan kemerahan di sudut
bibir.
Sumber:
Federico JR, Basehore BM, Zito PM. Angular Chelitis. StatPearls.
Pandarathodiyil AK, Anil S, Vijayan SP. Angular Cheilitis-An Updated Overview of
the Etiology, Diagnosis, and Management. Int J Dentistry Oral Sci. 2021; 8(2):1433-
8.
Federico JR, Basehore BM, Zito PM. Angular Chelitis. 2022, StatPearls Publishing
LLC.
3. Apakah diagnosis kasus sudut mulut tersebut dan bagaimana rencana perawatannya.
Pada skenario diketahui bahwa sudut mulut pasien sering perih sebelah kiri dan kanan
dan berdasakan pemeriksaan klinis, didapati bahwa sudut mulut pasien terdapat fisur dan
eritema bilateral. Maka diagnosis kasus tersebut adalah angular cheilitis. Angular
cheilitis adalah inflamasi yang melibatkan komisura bibir yang sering ditandai dengan
adanya fisur dan eritema pada sudut mulut. Mulanya, sudut mulut membentuk penebalan
berwarna abu-abu putih dan sedikit kemerahan. Nantinya, tampilan daerah tersebut
kurang lebih seperti membentuk area triangular akibat terbentuknya fisur dan eritema.
Angular cheilitis dapat terjadi secara bilateral maupun unilateral. Gejala subjektif yang
dialami pasien biasanya sakit/perih dan rasa terbakar.
Perawatan untuk angular cheilitis ialah dengan mengeliminasi faktor etiologi utama dan
faktor predisposisi serta pencegahan terjadinya infeksi sekunder. Perawatan untuk
angular cheilitis yang dapat dilakukan pada kasus diatas meliputi:
Memperbaiki vertikal dimensi dengan membuat gigi tiruan pada pasien agar tidak
terjadi lipatan sudut mulut yang dalam.
Pemberian medikasi anti-fungal 3 kali sehari dalam 2 minggu dan/atau antiseptik 4-5
kali sehari dalam 1-2 minggu. Anti-fungal yang dapat digunakan adalah anti-fungal
topikal (Nystatin 100.000 unit/mL / Ketoconazole 2% / Clotrimazole 1% /
Miconazole 2% dengan atau tanpa hydrocortison / Iodoquinol 1%).
Antiseptik yang dapat digunakan dalam bentuk topikal adalah Mupirocin 2% /
Fusidic Acid 2% dengan atau tanpa hydrocortison 1%.
Pasien dapat diberikan terapi untuk mengatasi defisiensi nutrisi, berupa pemberian
vitamin dan zat besi.
Sumber:
Shahzad M, Faraz R, Sattar A. Angular cheilitis: case reports and literature review.
Pakistan Oral & Dental Journal 2014; 34(4): 597-599.
Hari S, Anil S. Angular cheilitis: review of etiology and clinical management. K.D.J
1989; 13 (2): 229-31.
Decker RT, Sirois DA, Mobley CC. Nutrition and oral medicine. Totowa: Humana
Press, 2005: 3-4.
Kontak gigi anterior atas dan bawah saat pergerakan mandibula penting
untuk estetis, fonetik dan fungsi. Adanya overbite dan overjet yang normal,
dimana bila overbite terlalu besar makan cusp gigi posterior makin panjang
dan curam dan overjet terlalu besar mak cusp gigi posterior makin pendek
dan datar
b. Dataran Oklusal
Merupakan rerata dataran dari permukaan insisal dan oklusal gigi dan
merupakan garis imaginer yang menyentuh tepi insisal gigi anterior dan
cusp tips gigi posterior. Dalam membuat protesa perlu diperhatikan sudut
cusp yang dipengaruhi oleh dataran oklusal dan pedoman eminensia
artikularis dan sudut dataran oklusal paralel atau hampir paralel dengan
pedoman kondilus → tinggi cusp pendek
c. Kurva Spee
Merupakan kurva anterior posterior yang menyentuk cusp gigi C dan cusp
fungsional dari gigi posterior mandibula yang memanjang ke distal melalui
ramus dan melewati kondilus. Idealnya dalam membuat protesa harus
mengikuti kasidah dari Kurva Spee.
o Kurvatur dari Kurva Spee → panjangnya radius kurva → dataran
oklusal dan tinggi cusp dari gigi posterior
o Radius kurva semakin panjang (kurang konkaf) → dataran oklusal
datar dan sudut cusp gigi posterior kurang curam dibandingkan radius
kurva yang pendek (lebih konkaf)
d. Kurva Wilson
Merupakan kurva bukolingual (mediolateral) yang berkontak pada cusp tips
bukal dan lingual pada sisi kiri dan kanan dari tiap rahang
Sumber:
S Sharma, DS Gupta, US Pal, Jurel SK. Etiological factors of temporomandibular
joint disorders. National J Of Maxillofacial Surg. 2011; 2(2):116-9.
Widriyatna, Sugiatno E, Tjahjanti MTE. Pengaruh Kehilangan Gigi Posterior
Rahang Atas dan Rahang Bawah terhadap Gangguan Temporomandibula (Tinjauan
Klinis Radiografi Sudut Inklinasi Eminensia Artikularis). J Ked Gi. 2015; 6(3): 315-
20.
Suhartini. Kelainan pada Temporo Mandibular Joint (TMJ). Stomatognatic (J.K.G
Unej). 2011; 8 (2): 78-85
5. Jelaskan patogenesis kelainan pada kasus diatas menyebabkan rahang capek dan rahang
berbunyi.
Patogenesis penyebab rasa capek
Pada kasus, diketahui pasien kehilangan gigi terutama bagian gigi posterior. Kehilangan
gigi pada bagian posterior menyebabkan semua kontak oklusal pada posterior hilang →
terjadinya disharmoni oklusi (adanya hubungan oklusi pseudo klas III) → kontak point
hilang → mandibula prognasi → maloklusi sehingga otot pembuka dan penutup mulut
hiperaktif → kebutuhan oksigen dalam otot meningkat → hypoxia pada otot →
fatigue/lelah
Patogenesis penyebab rahang berbunyi
Rahang berbunyi dimulai dari posisi rahang yang disertai dengan tekanan berlebihan
pada sendi dan berkepanjangan atau terus menerus → pada saat Gerakan membuka
mulut menyebabkan kondil bergerak ke depan dan mendesak diskus di depannya →
kondilus bisa melompati diskus dan benturan dengan tulang sehingga menyebabkan
bunyi berupa kliking → dapat terjadi pada Gerakan sebaliknya → diskus robek.
Kliking sering terjadi terjadi terutama saat membuka dan menutup mulut (pada saat
rahang bergerak) dimana kondilus berkontak dengan permukaan tulang tanpa dilapisi
oleh diskus/meniscus. Penyebab kliking terjadi karena trauma, kontak oklusal gigi
posterior yang tidak baik/ tidak ada dan kelainan tumbuh kembang. Dapat menyebabkan
sakit kepala, nyeri wajah dan telinga. Bila dibiarkan dapat menyebabkan rahang terkunci.
Sumber:
Ginting R, Tarigan G, Napitupulu FBN, Simbolon DLH. Sendi
Temporomandibularis Memahami Struktur dan Fungsi TMJ, Kelainan TMJ, serta
Deteksi Dini Kelainan TMJ. Medan: USU Press. 2020 : 26, 29, 35.
Suhartini. Kelainan pada Temporomandibular Joint (TMJ). J.K.G Unej, 2011; 8(2):
78-85.
Klasifikasi Swenson
1) Klas I : Unilateral Free End
2) Klas II : Bilateral Free End
3) Klas III : Unilateral All Tooth Supported/Bounded Saddle
4) Klas IV : Anterior Teeth Supported
Berdasarkan uraian diatas, klasifikasi Swenson dan Kennedy hampir sama, namun pada
klasifikasi Swenson tidak terdapatnya modifikasi. Bila dikaitkan pada kasus pasien
diatas, maka pasien dimasukkan kedalam Klas II Klasifikasi Swenson baik pada rahang
atas maupun rahang bawah.
Sumber:
Fluidayanti I, Gunadi A, Kristiana D. Distribution of Tooth Loss Based on Kennedy
Classification and Types of Denture for Patient in Dental Hospital of Jember
University. In: Soestijo A, dkk. Forkinas VI FKG UNEJ, 2016: 294-305.
Sumber:
Silalahi PR, Catur S, Mertisia I. Prosedur Pembuatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
Akrilik Pada Gigi 2 Untuk Menggantikan Gigi Tiruan Sebagian Nonformal. J
Analisis Kes 2017; 6(2): 611-4.
Chairunnisa R, Kurnikasari E. Tinjauan tentang Splin Oklusal untuk Terapi
Gangguan Sendi Temporomandibula. Dentofasial 2013; 12(1): 38-43.
Rangarajan V, Padmanabhan TV. Textbook of Prosthodontics. 2nd ed. New Delhi:
Elsevier.2017: 1036-43, 1054-113, 1320-1.Veeraiyan DN. Textbook of
Prosthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisshes (P) Ltd.
2017: 378-9.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada kasus diketahui pasien berusia 50 tahun datang ke RSGM USU ingin berkonsultasi
karena rahangnya sering terasa capek dan diikuti dengan telinga kanan dan kiri
berdengung. Dari anamnesis, diketahui pasien tidak menderita penyakit sistemik namun
sulit makan karena kehilangan gigi posterior. Kehilangan gigi pada kasus ini,
berpengaruh terhadap gigi, tulang alveolus, oklusi dan TMJ. Dimana, kehilangan gigi
akan menyebabkan migrasi gigi tetangganya, overloading pada gigi yang tersisa, gigi
anterior dapat mengalami atrisi, resorpsi tulang alveolar, menurunya dimensi vertikal
sehingga menyebabkan kelainan sendi temporomandibular.
Pada kasus diatas diketahui pasien juga memiliki keluhan rasa perih dan luka pada sudut
bibir. Keluhan ini didiagnosa sebagai Angular Cheilitis berdasarkan hasil anamnesis dan
gambaran klinis. Etiologi dari kasus ini adalah penurunan dimensi vertikal akibat
kehilangan gigi posterior sehingga sudut bibit menjadi ada lipatan dan menyebabkan
saliva terakumulasi pada sudut mulut. Selain itu pasien yang mengalami defisiensi nutrisi
akibat sulit makan juga menyebabkan menurunnya sistem imun dan proliferasi sel
menjadi menurun. Hal ini memudahkan timbulnya candida pada daerah mukokutan.
Perawatan untuk keluhan ini diberikan DHE, antifungal topical, antibiotik topikal serta
perbaikan nutrisi dengan mengkonsumsi makanan sehat bergizi dan suplementasi.
Pada kasus Klasifikasi kehilangan gigi berdasarkan Kennedy adalah Klas I modifikasi 2
untuk rahang atas dan Klas I untuk rahang bawah. Pada kasus ini, menyebabkan kelainan
sendi temporomandibular joint dimana kehilangan gigi menyebabkan kontak oklusal
menjadi hilang, sehingga pasien akan mencari kontak baru dengan gigi anterior.
Akibatnya, apabila dibiarkan dalam waktu yang lama akan menjadi pseudo klas III, yang
mempengaruhi kondilus menjadi lebih ke anterior. TMD ini juga menimbulkan gejala
telinga berdengung yang disebabkan oleh faktor anatomi, mekanikal dan miogenik.
Rencana perawatan yang dilakukan adalah DHE, skeling root planning, oklusal splint,
dan pembuatan protesa sebagian lepasan.