Disusun Oleh :
Wafda
180600146
Pemicu 1
Nama pemicu : Gigi belum tumbuh
Penyusun : Dr. Wilda Hafny Lubis, drg.,M.Si; Erna Sulistyawati, drg.,Sp.Ort(K); Karina
Sugih Arto, dr.,M.Ked(Ped) Sp.A(K)
Hari/Tanggal : Senin / 11 Mei 2020
Jam : 07.30 – 09.30 WIB
Seorang ibu membawa 2 orang anaknya berobat ke dokter gigi. Anak pertama,
perempuan 4 tahun dengan keluhan gigi 11 dan 21 berlubang, ingin ditambal. Ibu juga
menanyakan pada dokter tentang gigi anak keduanya yang laki-laki berusia 3 tahun yang
giginya belum tumbuh juga. Pada pemeriksaan klinis, stunting terlihat pada anak kedua.
Pemeriksaan intra oral ditemukan gigi 51, 52, 53, 61, 62, 63, 71, 72, 73, 81, 82, dan 83
belum tumbuh. Pada lidah terlihat atropi papilla.
Produk :
Diskusikan kasus diatas dan buat laporan kelompok mengenai:
1. Apakah kasus ini bersifat lokal atau sistemik?
2. Jelaskan gambaran klinis stunting pada anak!
3. Gigi apa sajakah yang seharusnya sudah tumbuh pada usia 3 tahun?
4. Jelaskan data apa saja yang mendukung faktor lokal!
5. Jelaskan data apa saja yang mendukung faktor sistemik yang berperan!
6. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan dokter gigi untuk kasus tersebut?
7. Faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan pertumbuhan gigi terlambat tumbuh?
8. Manajemen dental apakah yang dilakukan oleh dokter gigi ?
Jawab :
1. Kasus ini bersifat :
Anak pertama, perempuan 4 tahun kasusnya bersifat lokal karena dia mengeluhkan
gigi 11 dan 21 berlubang/karies. Karies gigi atau gigi berlubang adalah suatu
penyakit pada jaringan keras gigi yang ditandai oleh rusaknya email dan dentin
disebabkan oleh aktivitas metabolisme bakteri dalam plak yang menyebabkan
terjadinya demineralisasi akibat interaksi antar produk-produk mikroorganisme,
ludah dan bagian-bagian yang berasal dari makanan dan email.
b.Gigi (Host)
Morfologi setiap gigi manusia berbeda-beda, permukaan oklusal gigi memiliki lekuk dan
fisur yang bermacam-macam dengan kedalaman yang berbeda pula. Gigi dengan lekukan
yang dalam merupakan daerah yang sulit dibersihkan dari sisa sisa makanan yang
melekat sehingga plak akan mudah berkembang dan dapat menyebabkan terjadinya
karies gigi. Karies gigi sering terjadi pada permukaan gigi yang spesifik baik pada gigi
susu maupun gigi permanen. Gigi susu akan mudah mengalami karies pada permukaan
yang halus sedangkan karies pada gigi permanen ditemukan dipermukaan pit dan fisur.
c.Makanan
Peran makanan dalam menyebabkan karies bersifat lokal, derajat kariogenik makanan
tergantung dari komponennya. Sisa-sisa makanan dalam mulut (karbohidrat) merupakan
substrat yang difermentasikan oleh bakteri untuk mendapatkan energi. Sukrosa dan
gluosa di metabolismekan sedemikian rupa sehingga terbentuk polisakarida intrasel dan
ekstrasel sehingga bakteri melekat pada permukaan gigi. Selain itu sukrosa juga
menyediakan cadangan energi bagi metabolisme kariogenik. Sukrosa oleh
bakterikariogenik dipecah menjadi glukosa dan fruktosa, lebih lanjut glukosa ini
dimetabolismekan menjadi asam laktat, asam format, asam sitrat dan dekstran.
d.Waktu
Karies merupakan penyakit yang berkembangnya lambat dan keaktifannya berjalan
bertahap serta merupakan proses dinamis yang ditandai oleh periode demineralisasi dan
remineralisasi. Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan
kerusakan gigi orang dewasa.
Sumber : Purnakarya I, Ramayanti S. PERAN MAKANAN TERHADAP
KEJADIAN KARIES GIGI. J. Kes.Mas 2013 ; 7(2) : 89-90.
Pada anak :
cretinism, bengkak, bibir dan lidah yang menonjol
Perkembangan mental dan pertumbuhan mengalami kemunduran, rambut jarang, dan
kuku rapuh.
kulit mengalami miksedema
tulang muka mengalami bentuk tidak teratur
mandibula tidak proporsional
Intra oral :
gingiva seperti spons, pertumbuhan gigi tertunda,
pada dewasa muka bengkak dan miksedema, alis tipis
miksedema dapat mengenai lidah sehingga sulit berbicara
hipotiroid dapat merusak respon imun yang normal sehingga terjadi candidiasis
mukokutaneus kronik.
Sumber : ALODOKTER
Hipotiroidisme yang diderita oleh anak ini juga menyebabkan dia terkena stunting.
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi
badan yang lebih minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari
WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor
seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya
asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami
kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Sumber : Sakti, Eka Satriani. 2018. “Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia”
dalam Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan (hlm.2). Jakarta : Pusat Data
dan Informasi, Kemenkes RI.
a. Individu yang pendek (usia < 2 tahun) => dewasa yang pendek.
b. TB/U usia 2 tahun 1 SD lebih rendah => tinggi dewasa 3,2 cm lebih rendah.
c. TB/U selama pertengahan masa kanak-kanak => tinggi dewasa 1,9 cm lebih rendah.
d. Kenaikan tinggi badan 1 SD pada usia 2 tahun berhubungan dengan penurunan 77%
perawatan pendek saat dewasa.
e. Anak dengan perawakkan pendek memiliki risiko tinggi terhadap perkembangan
penyakit kronis, kegagalan oksidasi lemak seperti terjadi pada obesitas dan penurunan
toleransi glukosa.
Sumber :
Nadhiroh SR, Ni’mah K. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA. Med.Gizi.Ind 2015 ; 10(1) : 13-14.
Brastorw C, Rerucha C. Am Fam Physician. 2015
UNICEF. Improving child nutrition. The achievable imperative for global progress.
2013.
COHORTS group
b.Gigi (Host)
Morfologi setiap gigi manusia berbeda-beda, permukaan oklusal gigi memiliki lekuk dan
fisur yang bermacam-macam dengan kedalaman yang berbeda pula. Gigi dengan lekukan
yang dalam merupakan daerah yang sulit dibersihkan dari sisa sisa makanan yang
melekat sehingga plak akan mudah berkembang dan dapat menyebabkan terjadinya
karies gigi. Karies gigi sering terjadi pada permukaan gigi yang spesifik baik pada gigi
susu maupun gigi permanen. Gigi susu akan mudah mengalami karies pada permukaan
yang halus sedangkan karies pada gigi permanen ditemukan dipermukaan pit dan fisur.
(Data yang mendukung = gigi 11 dan 21 berlubang/karies)
c.Makanan
Peran makanan dalam menyebabkan karies bersifat lokal, derajat kariogenik makanan
tergantung dari komponennya. Sisa-sisa makanan dalam mulut (karbohidrat) merupakan
substrat yang difermentasikan oleh bakteri untuk mendapatkan energi. Sukrosa dan
gluosa di metabolismekan sedemikian rupa sehingga terbentuk polisakarida intrasel dan
ekstrasel sehingga bakteri melekat pada permukaan gigi. Selain itu sukrosa juga
menyediakan cadangan energi bagi metabolisme kariogenik. Sukrosa oleh
bakterikariogenik dipecah menjadi glukosa dan fruktosa, lebih lanjut glukosa ini
dimetabolismekan menjadi asam laktat, asam format, asam sitrat dan dekstran.
(Data yang mendukung = usia anak 4 th yang masih membutuhkan asupan kalsium
yaitu susu)
d.Waktu
Karies merupakan penyakit yang berkembangnya lambat dan keaktifannya berjalan
bertahap serta merupakan proses dinamis yang ditandai oleh periode demineralisasi dan
remineralisasi. Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan
kerusakan gigi orang dewasa.
(Data yang mendukukung = anak usia 4 tahun)
Pada anak :
cretinism, bengkak, bibir dan lidah yang menonjol
Perkembangan mental dan pertumbuhan mengalami kemunduran, rambut jarang, dan
kuku rapuh.
kulit mengalami miksedema
tulang muka mengalami bentuk tidak teratur
mandibula tidak proporsional
(Data yang mendukung = pemeriksaan klinis anak kedua terlihat stunting/kerdil karena adanya
gangguan endokrin, lidah terlihat atrofi papilla)
Intra oral :
gingiva seperti spons, pertumbuhan gigi tertunda,
pada dewasa muka bengkak dan miksedema, alis tipis
miksedema dapat mengenai lidah sehingga sulit berbicara
hipotiroid dapat merusak respon imun yang normal sehingga terjadi candidiasis
mukokutaneus kronik.
(Data yang mendukung = gigi 51, 52, 53, 61, 62, 63, 71, 72, 73, 81, 82, dan 83 belum
tumbuh/tertunda)
Sumber : ALODOKTER
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Balita stunting termasuk masalah gizi
kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat
hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di
masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik
dan kognitif yang optimal.
(Data yang mendukung = anak kedua terlihat stunting/kerdil hal ini dikarenakan
kurangnya asupan gizi pada anak serta ibunya semasa hamill)
Sumber : Sakti, Eka Satriani. 2018. “Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia”
dalam Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan (hlm.2). Jakarta : Pusat Data
dan Informasi, Kemenkes RI.
Anamnesis Spesifik
Riwayat keluhan utama : 1)Kapan pertama kali keluhan tersebut dirasakan?, 2)Apakah
ada perubahan sejak saat itu? makin parah, lebih baik atau sama saja?, 3)Apakah ada
sesuatu yang menyebabkan kelainan itu timbul atau membuatnya makin parah?
(misal saat makan dapat memperparah rasa sakit), 4)Apakah ada sesuatu yang dapat
mengurangi keluhan? (misal obat analgesik yang dibeli dapat mengurangi rasa sakit
yang ringan sampai parah.
Riwayat medis : 1)Pernahkah anda menderita penyakit berat atau dirawat di RS? (bila
pernah, pasien pernah memiliki penyakit yang cukup berat), 2)Pernahkah anda
menjalani operasi? (bila pernah, apakah ada masalah? Seperti perdarahan berlebih,
alergi obat), 3)Apakah saat ini anda sedang dalam perawatan seorang dokter?,
4)
Pernahkah anda menderita sakit kuning atau gangguang hati lainnya?, 5)Apakah
anda punya penyakit jantung?, 6)Pernahkah anda menderita tuberkulosis?, 7)Apakah
anda menderita diabetes, 8)Pernahkah mengalami kejang-kejang?, 9)Apakah
mempunyai masalah dengan antibiotik?, 10)Pemeriksaan medis diperlukan untuk
pasien yang akan menjalani anastesi umum atau sedasi.
Riwayat dental : 1)Seberapa seringkah anda mengunjungi dokter gigi sebelumnya?,
2)
Pernahkah mendapat perawatan ortodontik?, 3)Seberapa sering menyikat gigi dan
berapa lama?, 4)Apakah menggunakan benang gigi atau flour?
Riwayat keluarga : 1)Catat tentang kesehatan, usia, riwayat medis keluarga,
2)
Penyakit-penyakit yang bersifat herediter dan memiliki faktor herediter
Riwayat sosial : 1)Kondisi lingkungan rumah atau pasangan (tidak terawat, stress),
2)
Penggunaan obat bebas (risiko infeksi silang, gigi tidak terawat, risiko terkena
penyakit jantung pada pengguna kokai. Risiko meningkatnya karies gigi pada
penggunaan metadon).
b) Pemeriksaan Objektif
Cara pemeriksaan objektif/fisik : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
Inspeksi : dilakukan secara langsung (seperti penglihatan, pendengaran, dan
penciuman) dan tidak langsung (dengan alat bantu). Tujuannya untuk melihat bagian
tubuh dan menentukan apakah seseorang mengalami kondisi tubuh normal atau
abnormal. (abnormal pada orang dewasa muda : kulit keriput dan tidak elastis karena
kondisi ini umumnya dimiliki orang lanjut usia).
Palpasi : dengan menyentuh tubuh dan dilakukan bersamaan dengan inspeksi.
Palpasi dilakukan dengan hanya mengandalkan telapak tangan, jari, dan ujung jari.
Tujuannya untuk mengecek kelembutan, kekakuan, massa, suhu, posisi, ukuran,
kecepatan, dan kualitas nadi perifer pada tubuh.
Perkusi : secara langsung dilakukan dengan mengetukkan jari tangan langsung pada
permukaan tubuh. Sedangan perkusi secara tidak langsung dilakukan dengan
menempatkan jari tengah tangan non-dominan (biasanya tangan kiri) di permukaan
tubuh yang akan di perkusi, kemudian jaringan tengah tangan dominan (biasanya
tangan kanan) diketuk-ketuk di atas jari tengah tangan non-dominan untuk
menghasilkan suara. Ada lima jenis suara yang dihasilkan (pekak, redup, sonor,
hipersonor dan timpani). Tujuannya untuk mengetahui bentuk, lokasi dan struktur di
bawah kulit.
Auskultasi : proses mendengarkan suara yang dihasilkan tubuh untuk membedakan
suara normal dan abnormal menggunakan alat bantu stetoskop. Suara yang
didengarkan berasal dari sistem kardiovaskuler, respirasi, dan gastrointestinal.
Sumber : halodoc
c) Pemeriksaan Penunjang
Tes vitalitas (khusus untuk kasus karies)
Untuk mengetahui apakah suatu gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Biasanya
digunakan untuk mengetahui apakah saraf sensori masih bisa melanjutkan rangsang atau
tidak. Ada 4 macam tes vitalitas yaitu : termal, kavitas, jarum miller, elektris.
a) Termal : tes ke vitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada gigi untuk
menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).
b) Kavitas : mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi. Hasil vital jika terasa
sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan
dengan tes jarum miller (Grossman, dkk, 1995).
c) Jarum miller : diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes
kavitas. Dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke saluran akar. Jika
terasa sakit berarti masih vital, jika tidak maka non vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
d) Elektris : mengetes vitalitas gigi dengan listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya
menggunakan Electronic Pulp Tester (EPT).
Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa teknik radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat gambaran rongga
mulut, tergantung pada lesi yang ditemukan. Contohnya adalah antero-posterior view,
sefalometri, panoramik, x-ray periapikal, oklusal foto.
Pemeriksaan Darah
Venepuncture dilakukan untuk pemeriksaan sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit. Biasanya darah dikumpulkan ke dalam tabung EDTA.
Untuk pemeriksaan ESR dan protrombin time, biasanya darah dikumpulkan ke dalam
tabung sitrasi. Darah diambil dari lengan bagian dalam.
Untuk pemeriksaan darah lengkap, yang diperiksa adalah red cell count, hemoglobin,
hematokrit, mean cell hemoglobin, mean cell hemoglobin concentration, white cell
count, dan platelet count.
Faktor Ras
Perbedaan ras dapat menyebabkan perbedaan, waktu dan urutan erupsi gigi permanen.
Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat
daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian, orang Amerika,
Swiss, Perancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras yang sama yaitu Kaukasoid dan
tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang terlalu besar.
Faktor Lingkungan
Pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh faktor lingkungan tetapi tidak
banyak mengubah sesuatu yang telah ditentukan oleh faktor keturunan. Pengaruh faktor
lingkungan terhadap waktu erupsi gigi adalah sekitar 20%.
Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan antara lain :
a) Sosial Ekonomi : tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi,
kesehatan seseorang dan faktor lainnya yang berhubungan. Anak dengan tingkat ekonomi
rendah cenderung menunjukkan waktu erupsi gigi yang lebih lambat dibandingkan anak
dengan tingkat ekonomi menengah.
b) Nutrisi : faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi dan
perkembangan rahang. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi
dan proses kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor
kekurangan nutrisi seperti vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin. Pengaruh faktor
nutrisi terhadap perkembangan gizi adalah sekitar 1%.
c) Faktor penyakit : gangguan erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit
sistemik dan beberapa sindroma, seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis,
Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan
Hemifacial atrophy.
d) Faktor lokal : faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak
gigi ke tempat erupsi, malformasi gigi, adanya gigi berlebih, trauma dari benih gigi,
mukosa gusi yang menebal dan gigi desidui yang tanggal sebelum waktunya.
Sumber : Primasari, A. Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut. Medan :
USU Press 2018. Hal. 130-132.
Edukasi : Beri tahu kepada ibu bahwa anak laki-laki tersebut terlihat seperti anak
stunting yang disebabkan defisiensi gizi kronis sejak dalam kandungan, dapat juga
adanya kelainan endokrin pada anak sehingga anak seperti anak stunting.
Instruksi : Instruksikan kepada ibu dan anak, khususnya ibu untuk meningkatkan
nutrisi anak dengan mengkonsumsi gizi seimbang, menjaga gigi anak untuk selalu
menyikat gigi 2 kali sehari setelah sarapan dan sebelum tidur guna mempertahankan
gigi yang ada secara maksimal, contoh secara rutin ke-dokter gigi sesuai jadwal yang
ditentukan.
Treatment : Untuk perawatan dental anak perempuan 4 tahun lakukan penambalan
pada gigi 11 dan 21. Untuk mengatasi sistemik anak lelakinya, maka dirujuk terlebih
dahulu ke dokter spesialis anak agar sistemik dapat dirawat, rencana perawatan yang
dapat dilakukan adalah membuka atau menutup ruang orthodonti sebelum perawatan
prostetik, menggunakan teknik restorasi adhesive, gigi tiruan lepasan atau fixed,
restorasi dukungan implan, atau kombinasi dari pendekatan ini. Sebelumnya anak
dilakukan foto rontgen panoramic terlebih dahulu.