Anda di halaman 1dari 13

PEMICU 1 BLOK 13

“GIGI BELUM TUMBUH”

Disusun Oleh :
Wafda
180600146

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020/2021

Pemicu 1
Nama pemicu : Gigi belum tumbuh
Penyusun : Dr. Wilda Hafny Lubis, drg.,M.Si; Erna Sulistyawati, drg.,Sp.Ort(K); Karina
Sugih Arto, dr.,M.Ked(Ped) Sp.A(K)
Hari/Tanggal : Senin / 11 Mei 2020
Jam : 07.30 – 09.30 WIB

Seorang ibu membawa 2 orang anaknya berobat ke dokter gigi. Anak pertama,
perempuan 4 tahun dengan keluhan gigi 11 dan 21 berlubang, ingin ditambal. Ibu juga
menanyakan pada dokter tentang gigi anak keduanya yang laki-laki berusia 3 tahun yang
giginya belum tumbuh juga. Pada pemeriksaan klinis, stunting terlihat pada anak kedua.
Pemeriksaan intra oral ditemukan gigi 51, 52, 53, 61, 62, 63, 71, 72, 73, 81, 82, dan 83
belum tumbuh. Pada lidah terlihat atropi papilla.

Produk :
Diskusikan kasus diatas dan buat laporan kelompok mengenai:
1. Apakah kasus ini bersifat lokal atau sistemik?
2. Jelaskan gambaran klinis stunting pada anak!
3. Gigi apa sajakah yang seharusnya sudah tumbuh pada usia 3 tahun?
4. Jelaskan data apa saja yang mendukung faktor lokal!
5. Jelaskan data apa saja yang mendukung faktor sistemik yang berperan!
6. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan dokter gigi untuk kasus tersebut?
7. Faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan pertumbuhan gigi terlambat tumbuh?
8. Manajemen dental apakah yang dilakukan oleh dokter gigi ?

Jawab :
1. Kasus ini bersifat :
 Anak pertama, perempuan 4 tahun kasusnya bersifat lokal karena dia mengeluhkan
gigi 11 dan 21 berlubang/karies. Karies gigi atau gigi berlubang adalah suatu
penyakit pada jaringan keras gigi yang ditandai oleh rusaknya email dan dentin
disebabkan oleh aktivitas metabolisme bakteri dalam plak yang menyebabkan
terjadinya demineralisasi akibat interaksi antar produk-produk mikroorganisme,
ludah dan bagian-bagian yang berasal dari makanan dan email.

Faktor penyebab karies gigi :


a. Mikroorganisme
Mikroorganisme sangat berperan menyebabkan karies. Streptococcus mutcins dan
Lactobacillus merupakan 2 dari 500 bakteri yang terdapat pada plak gigi dan merupakan
bakteri utamapenyebab terjadinya karies. Plak adalah suatu massa padat yang merupakan
kumpulan bakteri yang tidak terkalsifikasi, melekat erat pada permukaan gigi, tahan
terhadap pelepasan dengan berkumur atau gerakan fisiologis jaringan lunak. Plak akan
terbentuk pada semua permukaan gigi dan tambalan, perkembangannya paling baik pada
daerah yang sulit untuk dibersihkan, seperti daerah tepi gingival, pada permukaan
proksimal, dan di dalam fisur. Bakteri yang kariogenik tersebut akan memfermentasi
sukrosa menjadi asam laktat yang sangat kuat sehingga mampu menyebabkan
demineralisasi.

b.Gigi (Host)
Morfologi setiap gigi manusia berbeda-beda, permukaan oklusal gigi memiliki lekuk dan
fisur yang bermacam-macam dengan kedalaman yang berbeda pula. Gigi dengan lekukan
yang dalam merupakan daerah yang sulit dibersihkan dari sisa sisa makanan yang
melekat sehingga plak akan mudah berkembang dan dapat menyebabkan terjadinya
karies gigi. Karies gigi sering terjadi pada permukaan gigi yang spesifik baik pada gigi
susu maupun gigi permanen. Gigi susu akan mudah mengalami karies pada permukaan
yang halus sedangkan karies pada gigi permanen ditemukan dipermukaan pit dan fisur.
c.Makanan
Peran makanan dalam menyebabkan karies bersifat lokal, derajat kariogenik makanan
tergantung dari komponennya. Sisa-sisa makanan dalam mulut (karbohidrat) merupakan
substrat yang difermentasikan oleh bakteri untuk mendapatkan energi. Sukrosa dan
gluosa di metabolismekan sedemikian rupa sehingga terbentuk polisakarida intrasel dan
ekstrasel sehingga bakteri melekat pada permukaan gigi. Selain itu sukrosa juga
menyediakan cadangan energi bagi metabolisme kariogenik. Sukrosa oleh
bakterikariogenik dipecah menjadi glukosa dan fruktosa, lebih lanjut glukosa ini
dimetabolismekan menjadi asam laktat, asam format, asam sitrat dan dekstran.

d.Waktu
Karies merupakan penyakit yang berkembangnya lambat dan keaktifannya berjalan
bertahap serta merupakan proses dinamis yang ditandai oleh periode demineralisasi dan
remineralisasi. Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan
kerusakan gigi orang dewasa.
Sumber : Purnakarya I, Ramayanti S. PERAN MAKANAN TERHADAP
KEJADIAN KARIES GIGI. J. Kes.Mas 2013 ; 7(2) : 89-90.

 Anak kedua, laki-laki berusia 3 tahun kasusnya bersifat sistemik (stunting,


pemeriksaan intra oral : gigi 51, 52, 53, 61, 62, 63, 71, 72, 73, 81, 82, dan 83 belum
tumbuh, lidah terlihat atropi papilla) karena disini si anak mengalami gangguan
endokrin pada kelenjar tiroid. Kelainan nya itu disebut hipotiroidisme.
Hipotiroidisme adalah kelainan akibat kekurangan hormon tiroid. Kelainan ini akan
membuat penderitanya mudah lelah dan sulit untuk berkonsentrasi. Penderita
mengeluh : Lelah dan tidak toleran pada dingin, lemah, pertambahan berat, letargi:
penurunan kesadaran seperti tidur lelap. kasus berat : miksedema.

Pada anak :
 cretinism, bengkak, bibir dan lidah yang menonjol
 Perkembangan mental dan pertumbuhan mengalami kemunduran, rambut jarang, dan
kuku rapuh.
 kulit mengalami miksedema
 tulang muka mengalami bentuk tidak teratur
 mandibula tidak proporsional

Intra oral :
 gingiva seperti spons, pertumbuhan gigi tertunda,
 pada dewasa muka bengkak dan miksedema, alis tipis
 miksedema dapat mengenai lidah sehingga sulit berbicara
 hipotiroid dapat merusak respon imun yang normal sehingga terjadi candidiasis
mukokutaneus kronik.
Sumber : ALODOKTER

Hipotiroidisme yang diderita oleh anak ini juga menyebabkan dia terkena stunting.
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi
badan yang lebih minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari
WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor
seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya
asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami
kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Sumber : Sakti, Eka Satriani. 2018. “Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia”
dalam Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan (hlm.2). Jakarta : Pusat Data
dan Informasi, Kemenkes RI.

2. Gambaran klinis stunting pada anak :


Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada masa
pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Keadaan ini dipresentasikan
dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi
(SD) berdasarkan standar pertumbuhan menurut WHO (WHO, 2010). Panjang/tinggi
badannya berada di bawah -2 SD atau persentil 3 grafik panjang/tinggi badan menurut
umur (arti klinis).

a. Individu yang pendek (usia < 2 tahun) => dewasa yang pendek.
b. TB/U usia 2 tahun 1 SD lebih rendah => tinggi dewasa 3,2 cm lebih rendah.
c. TB/U selama pertengahan masa kanak-kanak => tinggi dewasa 1,9 cm lebih rendah.
d. Kenaikan tinggi badan 1 SD pada usia 2 tahun berhubungan dengan penurunan 77%
perawatan pendek saat dewasa.
e. Anak dengan perawakkan pendek memiliki risiko tinggi terhadap perkembangan
penyakit kronis, kegagalan oksidasi lemak seperti terjadi pada obesitas dan penurunan
toleransi glukosa.

Sumber :
Nadhiroh SR, Ni’mah K. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA. Med.Gizi.Ind 2015 ; 10(1) : 13-14.
Brastorw C, Rerucha C. Am Fam Physician. 2015
UNICEF. Improving child nutrition. The achievable imperative for global progress.
2013.
COHORTS group

3. Gigi yang seharusnya sudah tumbuh pada usia 3 tahun :

Tabel : Kronologi Pertumbuhan Gigi Susu pada Anak

Klasifikasi Umur saat Erupsi


Gigi Susu Mulai Selesai Maksilaris Mandibularis
Insisivus Janin bulan ke- 18-24 bulan 6-8 bulan 5-7 bulan
sentral 5
Insisivus Janin bulan ke- 18-24 bulan 8-11 bulan 7-10 bulan
lateral 5
Kaninus Janin bulan ke- 30-36 bulan 16-20 bulan 16-20 bulan
6
Molar pertama Janin bulan ke- 24-30 bulan 10-16 bulan 10-16 bulan
5
Molar kedua Janin bulan ke- 36 bulan 20-30 bulan 20-30 bulan
6
Sumber : eprints.undip.ac.id (Aprilia Tri N)

4. Data yang mendukung faktor lokal :


Faktor penyebab karies gigi :
a. Mikroorganisme
Mikroorganisme sangat berperan menyebabkan karies. Streptococcus mutcins dan
Lactobacillus merupakan 2 dari 500 bakteri yang terdapat pada plak gigi dan merupakan
bakteri utamapenyebab terjadinya karies. Plak adalah suatu massa padat yang merupakan
kumpulan bakteri yang tidak terkalsifikasi, melekat erat pada permukaan gigi, tahan
terhadap pelepasan dengan berkumur atau gerakan fisiologis jaringan lunak. Plak akan
terbentuk pada semua permukaan gigi dan tambalan, perkembangannya paling baik pada
daerah yang sulit untuk dibersihkan, seperti daerah tepi gingival, pada permukaan
proksimal, dan di dalam fisur. Bakteri yang kariogenik tersebut akan memfermentasi
sukrosa menjadi asam laktat yang sangat kuat sehingga mampu menyebabkan
demineralisasi.
(Data yang mendukung = karies faktor utamanya selalu mikroorganisme yang akan
membentuk plak).

b.Gigi (Host)
Morfologi setiap gigi manusia berbeda-beda, permukaan oklusal gigi memiliki lekuk dan
fisur yang bermacam-macam dengan kedalaman yang berbeda pula. Gigi dengan lekukan
yang dalam merupakan daerah yang sulit dibersihkan dari sisa sisa makanan yang
melekat sehingga plak akan mudah berkembang dan dapat menyebabkan terjadinya
karies gigi. Karies gigi sering terjadi pada permukaan gigi yang spesifik baik pada gigi
susu maupun gigi permanen. Gigi susu akan mudah mengalami karies pada permukaan
yang halus sedangkan karies pada gigi permanen ditemukan dipermukaan pit dan fisur.
(Data yang mendukung = gigi 11 dan 21 berlubang/karies)

c.Makanan
Peran makanan dalam menyebabkan karies bersifat lokal, derajat kariogenik makanan
tergantung dari komponennya. Sisa-sisa makanan dalam mulut (karbohidrat) merupakan
substrat yang difermentasikan oleh bakteri untuk mendapatkan energi. Sukrosa dan
gluosa di metabolismekan sedemikian rupa sehingga terbentuk polisakarida intrasel dan
ekstrasel sehingga bakteri melekat pada permukaan gigi. Selain itu sukrosa juga
menyediakan cadangan energi bagi metabolisme kariogenik. Sukrosa oleh
bakterikariogenik dipecah menjadi glukosa dan fruktosa, lebih lanjut glukosa ini
dimetabolismekan menjadi asam laktat, asam format, asam sitrat dan dekstran.
(Data yang mendukung = usia anak 4 th yang masih membutuhkan asupan kalsium
yaitu susu)
d.Waktu
Karies merupakan penyakit yang berkembangnya lambat dan keaktifannya berjalan
bertahap serta merupakan proses dinamis yang ditandai oleh periode demineralisasi dan
remineralisasi. Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan
kerusakan gigi orang dewasa.
(Data yang mendukukung = anak usia 4 tahun)

Sumber : Purnakarya I, Ramayanti S. PERAN MAKANAN TERHADAP


KEJADIAN KARIES GIGI. J. Kes.Mas 2013 ; 7(2) : 89-90.

5. Data yang mendukung faktor sistemik :


 Hipotiroidisme adalah kelainan akibat kekurangan hormon tiroid. Kelainan ini akan
membuat penderitanya mudah lelah dan sulit untuk berkonsentrasi. Penderita
mengeluh : Lelah dan tidak toleran pada dingin, lemah, pertambahan berat, letargi:
penurunan kesadaran seperti tidur lelap. kasus berat : miksedema.

Pada anak :
 cretinism, bengkak, bibir dan lidah yang menonjol
 Perkembangan mental dan pertumbuhan mengalami kemunduran, rambut jarang, dan
kuku rapuh.
 kulit mengalami miksedema
 tulang muka mengalami bentuk tidak teratur
 mandibula tidak proporsional
(Data yang mendukung = pemeriksaan klinis anak kedua terlihat stunting/kerdil karena adanya
gangguan endokrin, lidah terlihat atrofi papilla)

Intra oral :
 gingiva seperti spons, pertumbuhan gigi tertunda,
 pada dewasa muka bengkak dan miksedema, alis tipis
 miksedema dapat mengenai lidah sehingga sulit berbicara
 hipotiroid dapat merusak respon imun yang normal sehingga terjadi candidiasis
mukokutaneus kronik.
(Data yang mendukung = gigi 51, 52, 53, 61, 62, 63, 71, 72, 73, 81, 82, dan 83 belum
tumbuh/tertunda)

Sumber : ALODOKTER

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Balita stunting termasuk masalah gizi
kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat
hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di
masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik
dan kognitif yang optimal.
(Data yang mendukung = anak kedua terlihat stunting/kerdil hal ini dikarenakan
kurangnya asupan gizi pada anak serta ibunya semasa hamill)
Sumber : Sakti, Eka Satriani. 2018. “Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia”
dalam Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan (hlm.2). Jakarta : Pusat Data
dan Informasi, Kemenkes RI.

6. Pemeriksaan yang dilakukan dokter gigi untuk kasus :


a) Pemeriksaan Subjektif
History Talking
 Informasi umum (nama, umur, jenis kelamin, etnik, tempat tinggal, pekerjaan).
 Presting complaint : identifikasi keluhan saat itu, misal : “sore mouth” atau sakit
pada mulut.
 Riwayat keluhan utama : waktu terjadi, durasi, lokasi, faktor yang memperparah atau
mengurangi, pemeriksaan yang dilakukan sejauh ini, perawatan yang sudah diterima.
 Riwayat kesehatan terdahul yang berhubungan : diperoleh untuk mendapatkan semua
yang berhubungan dengan diagnosis, perawatan dan prognosis.
 Riwayat dental : memberi gambaran mengenai regularitas atau ada tidaknya
perawatan dental, sikap terhadap perawatan dental, masalah dental terkini yang
berkaitan, dan perawatan restoratif terkini.
 Riwayat keluarga : mengungkap masalah herediter seperti hemofilia dan kondisi
familia seperti diabetes, dll.
 Riwayat sosial : dapat menggambarkan => 1)Apakah pasien mempunyai keluarga
atau pasangan dan sokongan yang dapat mengantisipasi, 2)Informasi tentang tempat
tinggal pasien, yang dapat menunjukkan sosioekonomi pasien, 3)Info tentang kontak
dengan binatang peliharaan, yang dapat berhubungan dengan penyakit infeksius,
seperti cat scratch disease atau toksoplasmosis, 4)Apakah pasien pernah melakukan
perjalanan keluar negeri, berhubungan dengan beberapa penyakit infeksius seperti
tropical disease atau deep mycoses, 5)Kebiasaan (merokok, alkohol), 6)Info tentang
diet pasien.

Anamnesis Spesifik
 Riwayat keluhan utama : 1)Kapan pertama kali keluhan tersebut dirasakan?, 2)Apakah
ada perubahan sejak saat itu? makin parah, lebih baik atau sama saja?, 3)Apakah ada
sesuatu yang menyebabkan kelainan itu timbul atau membuatnya makin parah?
(misal saat makan dapat memperparah rasa sakit), 4)Apakah ada sesuatu yang dapat
mengurangi keluhan? (misal obat analgesik yang dibeli dapat mengurangi rasa sakit
yang ringan sampai parah.
 Riwayat medis : 1)Pernahkah anda menderita penyakit berat atau dirawat di RS? (bila
pernah, pasien pernah memiliki penyakit yang cukup berat), 2)Pernahkah anda
menjalani operasi? (bila pernah, apakah ada masalah? Seperti perdarahan berlebih,
alergi obat), 3)Apakah saat ini anda sedang dalam perawatan seorang dokter?,
4)
Pernahkah anda menderita sakit kuning atau gangguang hati lainnya?, 5)Apakah
anda punya penyakit jantung?, 6)Pernahkah anda menderita tuberkulosis?, 7)Apakah
anda menderita diabetes, 8)Pernahkah mengalami kejang-kejang?, 9)Apakah
mempunyai masalah dengan antibiotik?, 10)Pemeriksaan medis diperlukan untuk
pasien yang akan menjalani anastesi umum atau sedasi.
 Riwayat dental : 1)Seberapa seringkah anda mengunjungi dokter gigi sebelumnya?,
2)
Pernahkah mendapat perawatan ortodontik?, 3)Seberapa sering menyikat gigi dan
berapa lama?, 4)Apakah menggunakan benang gigi atau flour?
 Riwayat keluarga : 1)Catat tentang kesehatan, usia, riwayat medis keluarga,
2)
Penyakit-penyakit yang bersifat herediter dan memiliki faktor herediter
 Riwayat sosial : 1)Kondisi lingkungan rumah atau pasangan (tidak terawat, stress),
2)
Penggunaan obat bebas (risiko infeksi silang, gigi tidak terawat, risiko terkena
penyakit jantung pada pengguna kokai. Risiko meningkatnya karies gigi pada
penggunaan metadon).

b) Pemeriksaan Objektif
Cara pemeriksaan objektif/fisik : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
 Inspeksi : dilakukan secara langsung (seperti penglihatan, pendengaran, dan
penciuman) dan tidak langsung (dengan alat bantu). Tujuannya untuk melihat bagian
tubuh dan menentukan apakah seseorang mengalami kondisi tubuh normal atau
abnormal. (abnormal pada orang dewasa muda : kulit keriput dan tidak elastis karena
kondisi ini umumnya dimiliki orang lanjut usia).
 Palpasi : dengan menyentuh tubuh dan dilakukan bersamaan dengan inspeksi.
Palpasi dilakukan dengan hanya mengandalkan telapak tangan, jari, dan ujung jari.
Tujuannya untuk mengecek kelembutan, kekakuan, massa, suhu, posisi, ukuran,
kecepatan, dan kualitas nadi perifer pada tubuh.
 Perkusi : secara langsung dilakukan dengan mengetukkan jari tangan langsung pada
permukaan tubuh. Sedangan perkusi secara tidak langsung dilakukan dengan
menempatkan jari tengah tangan non-dominan (biasanya tangan kiri) di permukaan
tubuh yang akan di perkusi, kemudian jaringan tengah tangan dominan (biasanya
tangan kanan) diketuk-ketuk di atas jari tengah tangan non-dominan untuk
menghasilkan suara. Ada lima jenis suara yang dihasilkan (pekak, redup, sonor,
hipersonor dan timpani). Tujuannya untuk mengetahui bentuk, lokasi dan struktur di
bawah kulit.
 Auskultasi : proses mendengarkan suara yang dihasilkan tubuh untuk membedakan
suara normal dan abnormal menggunakan alat bantu stetoskop. Suara yang
didengarkan berasal dari sistem kardiovaskuler, respirasi, dan gastrointestinal.
Sumber : halodoc

Pemeriksaan Ekstra Oral


 Wajah harus dibersihkan untuk melihata lesi dan karakteristiknya : 1)Pallor, terlihat
terutama pada konjungtiva atau lipatan kulit pada penderita anemia, 2)Ruam (rash),
seperti malar rash pada lupus eritematosus sistemik, 3)Eritema, terlihat terutama pada
wajah pada pasien yang malu atau demam (tangan berkeringat atau panas).
 Periksa mata : 1)Eksofualmos (mata prominen), terlihat terutama pada graves
thyrotoxicosis, 2)Jaundice, terlihat terutama pada sklera pada penyakit liver.
 Masalah rambut seperti alopecia mungkin terlihat pada beberapa penyakit kulit.
 Infeksi leher, lihat pembengkakan atau sinus, palpasi nodus limfe dan kelenjar saliva
dan kelenjar tiroid, cari pembengkakan atau rasa lunak. Secara sistemis, tiap regio
harus diperiksa dengan jari, coba untuk meraba nodus limfe berlawanan.
 TMJ dan otot-otot mastikasi juga harus diperiksa.
 Pemeriksaan kelenjar saliva mayor.
 Pemeriksaan nervus kranialis.

Pemeriksaan Intra Oral


 Bibir, tampilan seperti cyonosis yang terlihat pada bibir pasien dengan penyakit
kardiak atau pernapasan; angular cheilitis terlihat terutama pada kandidiasis oral atau
defisiensi zat besi atau vitamin. Pemeriksaan lebih mudah jika mulut tertutup pada
saat itu, sehingga bibir dapat dieversi untuk memeriksa mukosanya.
 Mukosa labial normal terlihat lembab dengan vaskular arcade yang prominen. Pada
bibir bawah, terdapat banyak kelenjar saliva minor yang sering mengeluarkan mukus
yang mudah terlihat.
 Mukosa bukal diinspeksi jika mulut dalam keadaan setengah terbuka.
 Dasar mulut dan ventrum lidah banyak diperiksa dengan menginstruksikan pasien
untuk menekankan lidah ke palatum lalu pada tiap pipi. Pengangkatan ini untuk
menginspeksi dasar mulut, area dimana tumor bermula.
 Dorsum lidah paling baik diinspeksi dengan protrusi yang dapat ditahan dengan kasa.
 Gingiva pada kondisi sehat, pink pucat, permukaan stippled, dan punya papila
gingiva yang tajam yang mencapai antara gigi-gigi yang berdekatan ke titik kontak
gigi. Lihat pembengkakan, perdarahan dengan probing paa margin gingiva.
 Gigi, gigi supernumerari atau defisiensi gigi dapat terlihat pada berbagai sindrom
tetapi gigi sering hilang karena tidak erupsi, tanggal, karies, penyakit periodontal, dll.
Sumber : Scully, Crispian. Oral and Maxillofacial Medicine.2nd ed. Missouri :
Elsever. 2004. p:3-29.

c) Pemeriksaan Penunjang
 Tes vitalitas (khusus untuk kasus karies)
Untuk mengetahui apakah suatu gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Biasanya
digunakan untuk mengetahui apakah saraf sensori masih bisa melanjutkan rangsang atau
tidak. Ada 4 macam tes vitalitas yaitu : termal, kavitas, jarum miller, elektris.
a) Termal : tes ke vitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada gigi untuk
menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).
b) Kavitas : mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi. Hasil vital jika terasa
sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan
dengan tes jarum miller (Grossman, dkk, 1995).
c) Jarum miller : diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes
kavitas. Dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke saluran akar. Jika
terasa sakit berarti masih vital, jika tidak maka non vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
d) Elektris : mengetes vitalitas gigi dengan listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya
menggunakan Electronic Pulp Tester (EPT).
Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa teknik radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat gambaran rongga
mulut, tergantung pada lesi yang ditemukan. Contohnya adalah antero-posterior view,
sefalometri, panoramik, x-ray periapikal, oklusal foto.

Pemeriksaan Biopsi (dalam kasus ini tidak dilakukan)


 Biopsi eksisi : pengambilan jaringan yang dilakukan untuk pemeriksaan
histopatologi lebih lanjut. Biopsi dilakukan bila ditemukan lesi yang mencurigakan
atau bila di diagnosis tetapi belum dapat ditentukan. Cara ini dilakukan bila operator
yakin bahwa lesi ini jinak. Ada risiko terlepasnya sel ganas, bila didiagnosis kerja
berupa lesi jinak ternyata salah. Meskipun demikian, nilai klinis suatu biopsi jauh
lebih besar dibandingkan risiko tersebut. Biopsi eksisi dapat membantu menentukan
perawatan yang tepat bila diagnosis lesi jinak ternyata tepat. Untuk spesimen
tersebut, perlu diperhatikan supaya terhindar dari tekanan, robekan ataupun terbakar.
 Biopsi insisi : dilakukan untuk lesi yang besar atau bila diduga ada keganasan. Cara
ini memiliki risiko berupa terlepasnya sel ganas. Biopsi insisi tidak dilakukan pada
lesi pigmentasi ataupun vaskular, karena melanoma sangat metastatik dan lesi
veskulat akan menimbulkan perdarahan berlebihan. Di dalam status pasien sebaiknya
dicatat letak lesi, ukurannya dan bentuknya. Pada biopsi insisi ini hanya sebagian
kecil dari lesi yang diambil beserta jaringan sehat di dekatnya.
 Punch biopsi : instrumen operasi digunakan untuk mendorong keluar sebagian
jaringan yang dapat mewakili lesi. Oleh karena spesimen yang dihasilkan seringkali
rusak akibat prosedur ini, maka biopsi yang menggunakan scalpel lebih disukai.
 Neddle biopsi : teknik ini telah digunakan untuk lesi berupa kista dan mengandung
cairan. Cara ini lebih sering digunakan dibandingkan biopsi insisi pada lesi vaskular
karena adanya risiko terjadi perdarahan berlebihan.
 Media transport : spesimen yang diambil saat dilakukan biopsi diletakkan di dalam
botol tertutup berisi cairan formalin (formal saline) 10% untuk fiksasi. Volume cairan
fiksasi yang digunakan adalah sepuluh kali lebih banyak dibandingkan volume
spesimen.

Pemeriksaan Sitologi (dalam kasus ini tidak dilakukan)


Merupakan suatu pemeriksan mikroskopik pada sel-sel yang dilepaskan atau dikerok
di permukaan lesi. Cara ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk biopsi tidak
dilakukan, pasien menolak biopsi, ada lesi multipel yang harus diperiksa. Permukaan lesi
tidak perlu dikeringkan, kecuali untuk melepaskan jaringan nekrotik. Permukaan lesi
dibiarkan agar tetap basah, lalu dikerok dengan tepi plastik instrumen yang steril atau
spatel lidah yang basah. Kerokan dilakukan beberapa kali dalam arah yang sama. Slide
spesimen yang sudah diberi label disiapkan, hasil kerokan diletakkan diatas slide,
kemuaidan disebarkan ke samping menggunakan slide lain. Spesimen difiksasi dengan
formalin 10% dalam botol tertutup.

Pemeriksaan Mikrobiologi (dalam kasus ini tidak dilakukan)


 Oral Mycological Smear : untuk membuktikan adanya infeksi jamur pada lesi yang
ditemukan.
 Oral Bacteriological Smear : bahan yang akan diperiksa diambil dari permukaan
gigi.

Pemeriksaan Darah
 Venepuncture dilakukan untuk pemeriksaan sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit. Biasanya darah dikumpulkan ke dalam tabung EDTA.
 Untuk pemeriksaan ESR dan protrombin time, biasanya darah dikumpulkan ke dalam
tabung sitrasi. Darah diambil dari lengan bagian dalam.
 Untuk pemeriksaan darah lengkap, yang diperiksa adalah red cell count, hemoglobin,
hematokrit, mean cell hemoglobin, mean cell hemoglobin concentration, white cell
count, dan platelet count.

Sumber : Birimbaum, W and Dunne, S. Oral diagnosis : The Clinical’s Guide.


Wright, oxford. 2000. P:46-59.

d) Diagnosa : (dari hasil pemeriksaan subjektif, objektif dan penunjang).


e) Terapi : Supportif, Simtomatis, Definiti/kausal => berdasarkan hasil diagnosa.

7. Faktor yang dapat menyebabkan pertumbuhan gigi terlambat tumbuh :


 Faktor Keturunan (Genetik)
Faktor keturunan dapat mempengaruhi kecepatan waktu erupsi gigi. Faktor genetik
mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu dan urutan erupsi gigi, termasuk
proses kalsifikasi. Pengaruh faktor genetik terhadap erupsi gigi adalah sekitar 78%.

 Faktor Ras
Perbedaan ras dapat menyebabkan perbedaan, waktu dan urutan erupsi gigi permanen.
Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat
daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian, orang Amerika,
Swiss, Perancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras yang sama yaitu Kaukasoid dan
tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang terlalu besar.

 Faktor Jenis Kelamin


Waktu erupsi gigi permanen rahang atau bawah terjadi bervariasi pada setiap individu.
Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Perbedaan ini berkisar antara 1-6 bulan.

 Faktor Lingkungan
Pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh faktor lingkungan tetapi tidak
banyak mengubah sesuatu yang telah ditentukan oleh faktor keturunan. Pengaruh faktor
lingkungan terhadap waktu erupsi gigi adalah sekitar 20%.
Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan antara lain :
a) Sosial Ekonomi : tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi,
kesehatan seseorang dan faktor lainnya yang berhubungan. Anak dengan tingkat ekonomi
rendah cenderung menunjukkan waktu erupsi gigi yang lebih lambat dibandingkan anak
dengan tingkat ekonomi menengah.
b) Nutrisi : faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi dan
perkembangan rahang. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi
dan proses kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor
kekurangan nutrisi seperti vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin. Pengaruh faktor
nutrisi terhadap perkembangan gizi adalah sekitar 1%.
c) Faktor penyakit : gangguan erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit
sistemik dan beberapa sindroma, seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis,
Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan
Hemifacial atrophy.
d) Faktor lokal : faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak
gigi ke tempat erupsi, malformasi gigi, adanya gigi berlebih, trauma dari benih gigi,
mukosa gusi yang menebal dan gigi desidui yang tanggal sebelum waktunya.
Sumber : Primasari, A. Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut. Medan :
USU Press 2018. Hal. 130-132.

Dikutip dari jurnal lain :


a) Erupsi secara lokal :
- Trauma : dapat menyebabkan kondisi ankilosis, dilaserasi, konkresensi, kista erupsi, dan
eksfoliasi prematur gigi-geligi sulung.
- Kelainan gigi : supernumerary teeth, regional odontodysplasia, dan fusi.
- Penyakit sistemik

b) Erupsi secara keseluruhan :


- Gangguan endokrin : hipotiroid, hipoparatiroid, hipoptituitarism.
- Gangguan nutrisi : defisiensi protein, vitamin D, dan kalsium-fosfor.
- Penyakit sistemik : hemifacial hyperthropy dan odontomaxillary dysplasia, cleidocranial
dysplasia, down syndrome, achondroplastic dwarfism, tricho-osseus-syndrome,
pycnodisostosis, dan pituitary gigantism.

Sumber : Amrullah SSA, Handayani H. Faktor-faktor yang mempengaruhi


keterlambatan erupsi gigi permanen pada anak. PDGI Makassar 2014 : 1-5.

8. Manajemen dental yang dilakukan dokter gigi :


 Restorasi dental atau penambalan merupakan proses pencegahan perluasan karies
dengan cara menambal struktur jaringan gigi yang hilang dengan bahan restorasi.
Terapi ini lebih disarankan pada karies gigi yang mencapai lapisan enamel sampai
dentin. Beberapa bahan restorasi yang dapat digunakan yaitu resin komposit, semen
glass ionomer. Namun pada anak-anak disarankan menggunakan semen glass
ionomer dikarenakan resin komposit memerlukan etsa asam yang mana dapat
merusak dentin gigi sulung yang tipis dan mengiritasi pulpa. Selain itu, glass
ionomer sendiri dapat mengeluarkan fluor sehingga dapat mencegah terjadinya karies
sekunder.
 Terapi endodontik, apabila karies gigi mencapai pulpa maka dibutuhkan perawatan
saluran akar. Perawatan saluran akar merupakan tindakan untuk mengambil seluruh
jaringan pulpa yang vital atau patologis dari rongga pulpa suatu gigi. Selanjutnya,
rongga yang terbentuk diisi dengan material inert untuk mencegah infeksi. Dengan
demikian, rongga dalam gigi akan terdisinfeksi, ekstraksi gigi tidak perlu dilakukan,
dan gigi tetap dapat berfungsi, walau kehilangan vitalitasnya.
 Ekstraksi gigi, dilakukan pada karies gigi dengan kerusakan yang sangat parah dan
sudah tidak dapat dilakukan restorasi. Ekstraksi gigi juga dilakukan pada gigi yang
tidak dapat ditangani dengan perawatan saluran akar. Apabila pasien memiliki
penyakit hipertensi, diabetes mellitus atau gangguan pembekuan darah, penyakit
tersebut harus dipastikan terkontrol sebelum melakukan tindakan.
Sumber : ALOMEDIKA

Perawatan gigi dan mulut pada anak-anak memerlukan pendekatan tersendiri


dibandingkan perawatan pada dewasa, secara garis besar macam perawatan yang
dilakukan pada anak-anak hampis sama dengan dewasa namun yang membedakan hanya
pendekatan dan teknik yang dilakukan operator lebih lama serta penanganan tergantung
dari tipe anak tersebut.
Pendekatan untuk membentuk tingkah laku anak agar dapat kooperatif dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan non farmakologis seperti dengan modelling,
desensitisasi, retraining, behaviour shaping (tell show do), dan reinforcement serta
penanganan yang sedikit kontroversial seperti hand over mouth ataupun pengekangan.
Desensitisasi, modelling, reinforcement atau penguatan, dan kontrol suara dapat
digunakan untuk semua pasien anak. Tell show do digunakan untuk pasien anak yang
sebelumnya memiliki pengalaman cemas ke dokter gigi ataupun pada pasien yang sangat
tidak kooperatif atau pasien handicapped.
Pemilihan cara pendekatan manajemen tingkah laku anak yang tepat tersebut sangat
mempengaruhi keberhasilan dari perawatan gigi dan mulut. Rasa empati, pengetahuan,
pembawaan, dan kemampuan dokter gigi juga turut mempengaruhi pengendalian perilaku
anak dalam perawatan gigi dan mulut.
Sumber : Pertiwi ASP, dkk. 2014. Pendekatan Ideal pada Anak dalam Perawatan
Gigi. Prosiding Temu Ilmiah Forum Dies 55, Bandung : 6-7 September. Hal. 323-332.

 Edukasi : Beri tahu kepada ibu bahwa anak laki-laki tersebut terlihat seperti anak
stunting yang disebabkan defisiensi gizi kronis sejak dalam kandungan, dapat juga
adanya kelainan endokrin pada anak sehingga anak seperti anak stunting.
 Instruksi : Instruksikan kepada ibu dan anak, khususnya ibu untuk meningkatkan
nutrisi anak dengan mengkonsumsi gizi seimbang, menjaga gigi anak untuk selalu
menyikat gigi 2 kali sehari setelah sarapan dan sebelum tidur guna mempertahankan
gigi yang ada secara maksimal, contoh secara rutin ke-dokter gigi sesuai jadwal yang
ditentukan.
 Treatment : Untuk perawatan dental anak perempuan 4 tahun lakukan penambalan
pada gigi 11 dan 21. Untuk mengatasi sistemik anak lelakinya, maka dirujuk terlebih
dahulu ke dokter spesialis anak agar sistemik dapat dirawat, rencana perawatan yang
dapat dilakukan adalah membuka atau menutup ruang orthodonti sebelum perawatan
prostetik, menggunakan teknik restorasi adhesive, gigi tiruan lepasan atau fixed,
restorasi dukungan implan, atau kombinasi dari pendekatan ini. Sebelumnya anak
dilakukan foto rontgen panoramic terlebih dahulu.

Anda mungkin juga menyukai