Anda di halaman 1dari 22

MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS WILAYAH

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I
SURYA KUSUMA PURBA NIM. 200101021
ROYNALDO DAMANIK NIM. 200101018
EDDY SURYA KABAN NIM. 200101044

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


DIREKTORAT PASCASARJANA
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan kasih

sayangnyarahmat – Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas kelompok ini dengan

judul “ Managemen Penyakit Berbasis Wilayah “ .

Kelompok I juga tidak lupa mengucapkan rasa terimakasih buat rekan yang sudah

membantu saya dalam menulis tugas kelompok ini. Tugas kelompok ini dibuat dengan tujuan

agar pembaca mampu menambah wawasan pola pikir seputaran dengan Managemen Penyakit

Berbasis Wilayah

Demikian makalah ini dibuat , penulis tahu makalah ini belum sepenuhnya sempurna,

sehingga penulis mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritik untuk

membangun makalah ini lebih baik lagi. Sekian dan terimakasih.

Medan, 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................................... i

Kata Pengantar ........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Penyakit ................................................................................... 3


B. Penyakit Dalam Persepektif ekosistem .......................................................................... 5
C. Habitat & Penyakit ......................................................................................................... 7
D. Iklim dan Kejadian Penyakit .......................................................................................... 8
E. Penyakit Dalam Persepektif Kependudukan ................................................................ 12
F. Faktor Demografi ......................................................................................................... 14
G. Globalisasi Resiko Penyakit……………… ................................................................ 15

BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………………18

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Secara universal, patogenesis suatu penyakit atau kejadian penyakit (disease occurrences)
merupakan intipermasalahan kesehatan masyarakat. Masyarakat sehat adalah masyarakat yang
bebas dari kejadian penyakit menampilkan wilayah yang sehat dan negara yang kuat. Untuk itu,
tidak banyak pilihan kejadian penyakit yang merupakan inti masalah kesehatan harus dicegah.

Bayangkan dunia sejahtera yang tanpa kejadian penyakit, suasana Unit Layanan Kesehatan
yang biasanya hiruk pikuk akan menjadi senyap atau bahkan tidak ada dan tidak diperlukan sama
sekali. Dengan demikian, mempelajari proses kejadian penyakit merupakan komponen esensial
yang memungkinkan kita melakukan upayapencegahan. Dengan kata lain, untuk memelihara
kualitas sumber daya manusia dalam suatu wilayah, masyarakat secara individu atau bersama
pemerintah harus berupaya keras mencegah kejadian penyakit.

Harus pula dipahami, bahwa upaya kuratif atau pencarian dan pengobatan penderita
penyakit menular juga termasuk dalam upaya pencegah. Dengan melakukan diagnosis dini dan
pengobatan segera yang tepat maka kita telah mengurangi atau bahkan menghilangkan sumber
penularan penyakit. Tanpa sumber penularan tidak akan pernah ada proses penularan, meski jutaan
serangga vektor penular penyakit tersedia berlimpah. Kejadian penyakit selain berakar pada sosial
budaya dan ekosistim juga bersifat lintas batas. Dengan demikian, kejadian penyakit akan terus
berulang tanpa henti jika kita hanya melaksanakan pemerataan pengobatan tanpa upaya
mengendalikan faktor risiko.

Pencegahan merupakan upaya kesehatan primer esensial yang ditujukan pada orang sehat
serta harus dilakukan bersama dan serentak. Manajemen penyakit yang menyertakan upaya
pencegahan melekat sangat erat pada ranah ilmu kesehatan masyarakat. Berbagai penyakit yang
telah dikenal sejak lama seperti kusta, tuberkulosis, malaria, kardiovaskuler dan asma maupun
penyakit yang baru muncul seperti SARS, West Nile Virus dan Avian Influenza memerlukan
upaya pencegahan kesehatan masyarakat. Tidak sedikitpun keraguan bahwa mencegah kejadian
penyakit merupakan inti upaya kesehatan masyarakat.

1
Salah satu upaya pengendalian penyakit secara preventif adalah dengan menerapakn
Manajemen Penyakit Berbasis wilayah secara tersistem, Upaya-upaya pengedalian harus
dilakukan berdasarkan kebutuhan wilayah dan factor resiko, dalam rangka efektifitas dan efisensi
penganggaran secara tepat sasaran, Dalam sebuah wilayah administratif diperlukan upaya
keterpaduan dalam pengendalian penyakit, perencanaan maupun alokasi sumber daya untuk
menanggani berbagai masalah yang dianggap prioritas.

2
II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN
Batasan dan pengertian manajemen bermacam-macam (Munshi dan Hussain, 1999).
Secara klasik, pengertian manajemen telah dikemukakan oleh Henry Fayol bahwa manajemen
meliputi unsur-unsur kegiatan forecast and plan, to organize, to command, to coordinate and to
control. Penulis lain mengatakan bahwa manajemen adalah proses operasional untuk mencapai
tujuan organisasi dengan terlebih dahulu melakukan analisis informasi, fakta atau evidences.
Dalam bidang kesehatan, manajemen kejadian penyakit merupakan fungsi organisasi Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Lembaga Non Pemerintah.

Manajemen penyakit berbasis wilayah pada hakikatnya adalah manajamen penyakit yang
dilakukan secara komprehensif dengan melakukan serangkaian upaya :

a. Tata laksana (manajemen) kasus atau penderita penyakit dengan bak, mulai dari upaya
menegakkan diagnosis penyakit, melakukan pengobatan dan penyembuhan penyakit dalam
sebuah komunitas penduduk dalam sebuah wilayah. Kasus-kasus di sini merupakan kasus-
kasus penyakit yang merupakan prioritas wilayah administratif, wilayah Pemerintah Pusat
maupun WHO.
b. Tata laksana faktor risiko atau pengendalian faktor risiko, untuk mencegah penularan atau
proses kejadian penyakit yang berkelanjutan dan melindungi penduduk yang sehat dari
risiko menderita penyakit Pengendalian faktor risiko maupun penyakit berkenaan
dilakukan dengan cara pengumpulan fakta atau informasi (evidences) dan analisis pada
suatu wilayah komunitas tertentu. Manajemen kesehatan masyarakat yang di dalamnya
termasuk manajemen faktor risiko, hendaknya ditujukan kepada penyakit yang berkenaan
c.

Baik poin a maupun poin b, merupakan satu kesatuan tatalaksana perencanaan, pembiayaan,
pelaksanaan maupun evaluasi (audit yang dilakukan dalam satu wilayah dalam periode tertentu.
Dalam satu wilayah pelaksanaan poin b, bisa dilakukan tanpa pengendalian kasus (poin a) dalam
hal belum terjadi atau tidak ada kasus, namun monitoring atau surveilans terhadap kasus harus
tetap dilakukan. Umumnya hal ini terjadi pada kasus-kasus penyakit tidak menular.

3
A.1. Ruang Lingkup

Manajemen penyakit berbasis wilayah harus dilakukan secara terpadu, sejak dari
perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan maupun monitoring pelaksanaannya. Keterpaduan
memiliki beragam makna dan dimensi. Keterpaduan dapat pula bermakna penyelarasan antara satu
program dengan program lain. Kegiatan secara integrated atau terpadu tersebut, bermakna pula
mengintegrasikan antara pengendalian faktor risiko penyakit baik faktor risiko berupa variabel
kependudukan (perilaku) maupun faktor risiko pada lingkungan yang memiliki potensi bahaya
penyakit, dengan manajemen kasus atau penderita atau sumber penyakitnya (penyakit yang
ditimbulkannya). Dengan demikian, manajemen setiap penderita penyakit dalam sebuah wilayah
harus dilaksanakan secara komprehensif, dan keselarasan antara pengendalian faktor risiko seperti
program-program penyuluhan untuk pemberdayaan masyarakat di bidang perbaikan perilaku
hidup sehat dengan penyehatan lingkungan terhadap penyakit berkenaan secara selaras.

Apabila masalahnya adalah penyakit malaria (yang akan dikendalikan), maka upaya
promotif dan penyehatan lingkungannya juga ditujukan untuk upaya pemberantasan malaria.
Kalau masalah merkuri kaitannya dengan penambangan emas, maka upaya pemantauan penyakit
akibat merkuri harus dilaksanakan. Upaya penyehatan lingkungan maupun penyuluhannya tentu
tentang bahaya merkuri dan cara pencegahannya.

Manajemen penyakit berbasis wilayah yang harus dilakukan secara terpadu, harus pula
mengacu kepada teori Simpul, yaitu adanya keterpaduan antara pengendalian sumber penyakit,
media transmisi, dan pengendalian faktor risiko kependudukan serta penyembuhan kasus penyakit
pada suatu wilayah komunitas tertentu. Keterpaduan juga dimaksudkan dalam hal perencanaan,
pengumpulan data dasar bagi perencanaan, serta penyusunan prioritas pembiayaan. Untuk itu,
diperlukan mekanisme integrated planning and budgetting berdasarkan informasi dan fakta.

Seorang Kepala Dinas Kesehatan adalah seorang Manajer Kesehatan di wilayahnya.


Program yang akan dituangkan ke dalam perencanaan didahului dengan serangkaian kegiatan awal
seperti pengumpulan data, yakni kegiatan surveilans. Surveilans penyakit maupun surveilans
faktor risiko secara terintegrasi yang mengacu pada teori simpul. Maka surveilans simpul 4
hendaknya memiliki relevansi dengan surveilans simpul 1 maupun simpul 2 dan sebaliknya.

4
Keterpaduan intervensi holistik dicerminkan ke dalam keterpaduan program, baik upaya
pencegahan promotif, preventif, maupun kuratif menuju ke suatu fokus penyakit yang menjadi
prioritas nasional maupun prioritas daerah. Keterpaduan juga harus tercermin dalam penggunaan
sumber daya, jadwal dan sebagainya. Misalnya, penggunaan mikroskop, kendaraan, bahkan
tenaga. Kegiatan promosi kesehatan misalnya, dapat dilakukan bersama.

Mengacu pada model paradigma kesehatan dan lingkungan, maka manajemen penyakit
secara terpadu berbasis wilayah dapat dilakukan pada sumbernya, media transmisi, simpul
kependudukan, maupun outcome penyakit bila timbul penyakit.

Manajemen penyakit berbasis wilayah harus pula mengacu pada teori Simpul, yakni
keterpaduan antara pengendalian sumber penyakit, media transmisi, dan pengendalian faktor risiko
kependudukan serta penyembuhan penyakit pada wilayah komunitas tertentu.

B. Penyakit Dalam Persepektif Ekosistem

Ekosistem adalah penggabungan dari tiap-tiap unit biosistem yang di dalamnya terdapat
hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungan fisik sehingga aliran energi mengarah
ke struktur biotik tertentu yang mengakibatkan terjadinya siklus materi organisme dengan
anorganisme.

5
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen
penyusunnya, yaitu factor abiotik dan biotik, Faktor abiotik antar alain suhu, air, kelembapan,
cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia,
hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan
organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi
dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.

Faktor Biotik antara lain : Faktor hidup yang meliputi semua makluk hidup di bumi yang
terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan dan mikroba. Dalam Ekosistem tumbuhan berperan sebagai
produsen, hewan sebagai konsumen dan mikroorganisme berperan sebagai decomposer, Faktor
biotik juga meliputi tingkatantingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komonitas,
ekosistem dan biosfer.

Sedangkan Faktor Abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia.
Faktor fisik utama yang mempengaruhi ekosistem adalah sebagai berikut :

a. Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan
organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada
kisaran suhu tertentu.
b. Sinar matahari Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari
menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh
tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis
c. Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan
penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan sarana
hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur
abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.
d. Tanah Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda
menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga
menyediakan unsurunsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.
e. Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup di tempat tersebut, karena
ketinggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia yang berbeda.

6
f. Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam penyebaran
biji tumbuhan tertentu.
g. Garis lintang Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang
berbeda pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi
organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang
tertentu saja.

B.1 Penyakit akibat Faktor Biotik

a. Penyakit bawaan air (water borne diseases)


Air berperan sebagai penyebar mikroba penyakit (patogen terdapat pada air minum), Air
sebagai sarang insekta penyebar penyakit, Air sebagai sarang hospes sementara penyakit
( menembus kulit) beberapa penyakit yang dapat menyebar melalui media air adalah
Diare pada anak , Hhepatitis A, Polio, Kolera , diare/dysenteri, Typhus abdominalis,
paratyphus, dysentri, dysentri amoeba, Balantidiasis , Giardiasis, Askariasis,
Chlonorchiasis, Taeniasis, Schistosomiasis.
b. Penyakit bawaan udara (air borne diseases)
Beberapa penyakit yang dapat menyebar melalui media udara antara lain: Diphteri ,
TBC, Pertusis, Pneumonia, Varicella, Oxyuriasis .
c. Penyakit bawaan tanah (Soil borne diseases)
Beberapa penyakit yang dapat menyebar melalui media udara antara lain; tetanus,
antrax, penyakit akibat jamur, dan penyakit kecacingan
d. Penyakit bawaan vektor (vektor borne diseases)
Penyakit penyakit akibat vector antara lain adalag, Demam Berdarah, Maliria, Filariasis,
Chikugunya, Pest, Leptospirosis,Thhypus, kolera, disentri dan lain-lain.

B.2. Penyakit akibat Faktor Abiotik

Penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh faktor Abiotik anatara lain hyperpereksia, heat
stroke, heat cramps, chilblains, trenchfoot dan frostbite akibat suhu ekstrim, Ketulian permanen,
Caisson diseases akibat, kebisingan dan Tekanan udara tinggi, serta penyakit-penyakit yang
diakibatkan oleh partikulat di udara dan material kimia seperti, NOx, COx, SOx dan hidrocarbon
yang dapat mengakibatkan gangguan pernafasan.

7
C. Habitat & Penyakit

Habitat adalah tempat tinggal makhluk hidup. Dalam ilmu biologi, definisi habitat diartikan
sebagai tempat dimana suatu organisme atau komunitas organisme melangsungkan kehidupannya.
Ada banyak macam-macam habitat dilihata dari ukuran dan luas wilayahnya. Selain itu contoh-
contoh habitat juga bisa kita jumpai di sekitar kita dan di alam.

Habitat menjadi tempat tinggal bagi sekelompok spesies makhluk hidup tertentu. Habitat
terdiri dari faktor fisik seperti tanah, suhu udara, sinar matahari, ketersediaan makanan, dan lain-
lain. Hal ini tentu membuat spesies tersebut mampu untuk bertahan hidup serta tumbuh dan
berkembang dengan baik.

Keberdaan habitat suatu agent, host maupun vector penyakit tertentu berperan terhdap
penyaberan suatu penyakit Sebagai contoh, kejadian penyakit malaria selain dipengaruhi oleh
bionomik nyamuk dan kondisi habitat spesies nyamuk, juga dipengaruhi oleh kebiasaan dan
perilaku penduduk. Transmisi malaria merupakan resultan antara kependudukan dan perilaku
(bionomik) nyamuk Anopheles sp. Spesies nyamuk penular malaria mempunyai habitat yang
dipengaruhi oleh suhu lingkungan, vegetasi, ketinggian atau topografi, ketersediaan makanan
bahkan beberapa subspesies ada yang dipengaruhi oleh pH air dan salinitas.

Apabila kehidupan seorang manusia bersentuhan dengan habitat nyamuk Anopheles maka
ada risiko terjadi proses penularan. Jelaslah bahwa untuk melakukan upaya pencegahan kita harus
memahami patogenesis atau proses kejadian penyakit malaria tersebut. Pencegahan penyakit
malaria bersifat spesifik lokal harus didukung oleh pemahaman model transmisi yang tergantung
pada bionomik nyamuk dan variabel kependudukan. Hal yang sama, untuk melakukan upaya
pencegahan penyakit kanker nasopharinx atau avian influenza, juga harus dibangun teori kejadian
penyakit kanker dan penyakit avian influenza. Singkat kata, kejadian penyakit apapun, tidak
terkecuali menular ataupun tidak menular senantiasa berbasis wilayah, senantiasa ada kekhasan
lokal (local specificity).

D. Iklim dan Kejadian Penyakit

Sebagai Negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.500 dan memiliki garis pantai
sepanjang 81.000 km serta banyaknya penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai, Indonesia
adalah negara yang sangat rawan terhadap perubahan iklim. Sebagai gambaran untuk periode

8
2003-2005 saja, telah terjadi 1.429 kejadian bencana dan sekitar 53,3% adalah bencana terkait
dengan hidrometeo-rologi. Banjir adalah bencana yang paling sering terjadi (34%), diikuti oleh
longsor (16%). Begitu pula data kejadian bencana yang dicatat dalam OFDA/CRED International
Disaster Database tahun 2007, menunjukkan sepuluh kejadian terbesar di Indonesia yang terjadi
selama periode tahun 1907 hingga 2007 sebagian besar merupakan bencana yang terkait dengan
iklim (hydrometeorological related disasters), antara lain banjir, kekeringan, keba-karan hutan, dan
ledakan hama/ penyakit. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian bencana terkait dengan aspek iklim
mengalami peningkatan frekuensi dan intensitasnya.

Dalam laporan Bank Dunia (2010) yang berjudul "Natural Hazards, Unnatural Disasters"
disebutkan bahwa bencana alam akibat iklim ini terjadi di hampir semua belahan dunia, bahkan
cukup mengejutkan di Asia hampir 80% kejadian bencana alam dipengaruhi oleh iklim3 .
Pemanasan global yang menjadi isu internasional ternyata membawa konsekuensi yang sangat
serius antara lain munculnya kejadian hujan ekstrim, variabilitas curah hujan (dan perubahan iklim
yang sedang berlangsung saat ini. Akibat perubahan iklim inilah timbul berbagai gejala seperti
ketidakpastian musim hujan dan kemarau, mening-katnya frekuensi hujan dan inten-sitasnya,
meningkatnya frekuensi dan meluasnya kejadian bencana alam terutama yang berkaitan dengan
aspek hidrometeorologis.

Begitu luasnya dampak perubahan iklim terhadap berbagai aspek kehidupan manusia
termasuk dampaknya terhadap kesehatan masya-rakat sehingga diperlukan langkah-langkah
pengendalian, penanggulangan dan adaptasi yang komprehensif sehingga dampak yang lebih
buruk bisa dihindari.

D.1. Pengertian Perubahan Iklim

Dalam tatanan teoritis, perubahan iklim mengacu pada setiap perubahan yang signifikan
dalam pengukuran iklim seperti suhun curah hujan atau angin yang berlangsung untuk jangka
waktu yang panjang (satu dekade atau lebih). Perubahan iklim dapat disebabkan oleh faktor alami
(seperti perubahan inten-sitas matahari atau terjadi perlambatan orbit bumi dalam mengelilingi
matahari), proses alami dalam sistem iklim (misalnya perubahan dalam sirkulasi air laut), kegiatan
manusia yang mengubah komposisi atmosfer (misalnya melalui pembakaran bahan bakar fosil)
dan peru-bahan permukaan tanah (misalnya peng-gundulan hutan, reboisasi, urbani-sasi,
penggurunan dan lain-lain). Sementara itu dalam kerangka praktis perubahan iklim secara khusus

9
ditekankan pada adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun tidak
langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan juga terhadap
variabilitas iklim alami yang diamati selama periode waktu tertentu.

D.2. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan Masyarakat

Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan masyarakat kejadiannya sa-ngat bervariasi dan
berbeda di setiap daerah. Namun secara umum berbagai gangguan atau penyakit yang dapat
muncul adalah sebagai berikut :

1. Infeksi saluran pernafasan dan alergi saluran pernafasan


Alergi pada saluran pernafasan dan penyakit infeksi saluran pernafasan kemungkinan
akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah dan waktu paparan penduduk
terhadap debu (dari kekeringan), polusi udara, racun aero-sol dari laut dan peningkatan
jumlah serbuk sari dari tanaman akibat perubahan pola pertumbuhan.
2. Kanker
Potensi bahaya lainnya yang bersifat langsung dari perubahan iklim adalah peningkatan
jumlah kejadian kanker, hal berhubungan dengan peningkatan paparan bahan kimia
beracun penyebab kanker yang berasal dari penguapan berbagai bahan kima tersebut.
Dalam kasus peningkatan curah hujan atau banjir, kemungkinan terjadi peningkatan
bahan kimia dalam proses mencuci dan kontamisai air oleh logam berat. Efek langsung
lainnya kejadian kanker disebabkan karena penipisan stratosfer ozonyang akan
mengakibatkan pe-ningkatan durasi dan intensitas radiasi ultraviolet (UV), dan hal ini
mening-katkan risiko kanker kulit dan katarak.
3. Penyakit Kardiovaskular dan Stroke
Perubahan iklim dapat memper-buruk penyakit jantung yang sudah ada, hal ini
disebabkan meningkatnya tekanan panas, meningkatnya beban tubuh akibat
peningkatan partikulat udara dan perubahan distribusi vektor penyakit menular yang
berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler. Berbagai penelitian telah membuktikan
adanya hubungan antara paparan gelombang panas, cuaca yang ekstrim dan perubahan
kualitas udara dengan peningkatan penyakit kardiovaskuler. Paparan suhu panas sering
memper-berat penyakit stroke sedangkan paparan suhu dingin dapat menye-babkan
disritmia. Penurunan kualitas udara akibat perubahan konsentrasi ozon dapat

10
memperberat beban kerja jantung dan mengganggu perkukaran gas dalam proses
pernafasan, sedang-kan peningkatan jumlah partikulat diudara sering dihubungkan
dengan gangguan koagulasi, thrombosis dan infark miokardium.
4. Foodborne Disease dan ketersediaan bahan pangan.
Perubahan iklim dapat mempe-ngaruhi ketersediaan bahan pangan pokok, kekurangan
gizi, dan kontamisai makanan oleh zat-zat berbahaya (seperti kontaminan kimia,
mikroba pathogen, biotoksin dan pestisida). Perubahan iklim dapat mempercepat
kerusakan bahan makanan dan mem-perberat serangan hama tanaman (seperti kutu
daun dan belalang).
5. Kematian dan Penyakit yang disebab-kan paparan panas.
Perubahan iklim dapat mening-katkan mortalitas dan morbiditas pe-nyakit yang
disebabkan paparan panas. Faktor host seperti usia dan penyakit lain yang diderita
seperti penyakit jantung dan diabetes mellitus dapat memperberat dampak dari tekanan
pa-nas. Dalam kondisi natural, sama seperti binatang, manusia bisa bertahan pada suhu
10‐350C, tanpa kesulitan berarti. Tetapi pada suhu diatas 400C, maka sebagian
manusia, khususnya anak‐anak dan orang berusia lanjut, mulai mengalami kesulitan.
Suhu tinggi yang disertai kelembaban rendah me-nyebabkan mudahnya terjadi keku-
rangan air dalam tubuh (dehidrasi). Dehidrasi dapat menimbulkan berbagai gangguan
fungsitemporer sampai permanen, tergantung lamanya dehi-drasi terjadi, dampak
paling buruk dari paparan panas adalah kematian karena suhu terlalu panas (heat
stroke).

6. Gangguan tumbuh kembang anak.


Dua konsekuensi penting dari perubahan iklim yang akan mempe-ngaruhi tumbuh
kembang anak ada-lah : gizi buruk khususnya selama periode prenatal dan anak usia
dini sebagai akibat dari penurunan pasokan makanan, dan peningkatan paparan
kontaminan beracun dan biotoksin aki-bat dari peristiwa cuaca ekstrim dan
peningkatan pestisida yang digunakan untuk produksi pangan.
7. Gangguan mental
Perpindahan penduduk akibat bencana, kerusakan atau kehilangan properti, kehilangan
orang yang di-cintai, dan stres kronis, adalah sebagian dari dampak negatif perubahan

11
iklim yang mempengaruhi kesehatan men-tal. Deteksi dini, identifikasi populasi yang
rentan dan pengembangan jaringan monitoring migrasi penduduk dapat membantu
dalam menye-diakan dukungan perawatan kesehatan yang tepat.
8. Penyakit Syaraf
Perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan pertumbuhan alga ber-bahaya
(Harmful algal blooms /HABs), HABs dan mikroorganisme laut lainnya menghasilkan
biotoksin yang bersifat neurotoksin pada manusia. Dalam kon-disi normal, biotoksin
yang dihasilkan HABs dan mikroorganisme laut lainnya akan disring dan terakumulasi
dalam tiram, kerang dan remis. Namun demikian seiring dengan meningkatnya jumlah
biotoksin maka jumlah yang tersaring dan terakumulasi menjadi terbatas. Hal yang
terpenting adalah identifikasi dan pemeriksaan makanan laut sebelum sampai ke
konsumen.
9. Vectorborne and zoonotic diseases (VBZD)
VBZD adalah penyakit infeksi yang ditularkan melalui hewan atau vektor penyakit.
Kecepatan pertumbuhan dan penyebaran VBZD dangat dipengaruhi iklim. Perubahan
iklim dapat menga-kibatkan perluasan wilayah penyebaran sumber /vektor penyakit,
pemendekan masa inkubasi pathogen (seperti malaria, demam berdarah, dan
ensefalitis) dan mening-katkan potensi penularan pada manusia.
10. Penyakit yang ditularkan melalui air
Peningkatan suhu air, frekuensi curah hujan dan tingkat penguapan serta perubahan
dalam ekosistem pesisir dapat meningkatkan kejadian kontaminasi air dengan zat
patogen berbahaya dan bahan kimia berbahaya lain, sehingga paparan pada manusia
meningkat. Peningkatan curah hujan di suatu wilayah dapat mempercepat penyebaran
penyakit dan dapat meng-ganggu penyediaan air bersih.

E. Penyakit Dalam Persepektif Kependudukan

Indonesia adalah negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang


meningkat setiap tahunnya. Dampak dari pertumbuhan penduduk di Indonesia salah satunya
adalah kemiskinan. Kemiskinan ialah ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup yang
rendah berkaitan pula dengan jumlah pendapatan yang sedikit, perumahan yang kurang layak,

12
kesehatan dan pelayanan kesehatan yang buruk, tingkat pendidikan masyarakat yang rendah
sehingga berakibat pada rendahnya sumber daya manusia.

E.1 Faktor Demografi

Masih tingginya laju pertumbuhan penduduk mengakibatkan masalah kependudukan


menjadi masalah yang serius dan harus segara ditangani. Banyak faktor yang mempengaruhi
masalah pertumbuhan penduduk salah satunya yaitu faktor demografi. Faktor-faktor demografi
yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk di dominasi oleh determinan demografi yaitu :
aktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk disebabkan
oleh tiga faktor yaitu fertlitas, mortalitas, dan migrasi.

Negara sedang berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi atau tingkat
kelahiran yang meningkat secara terus menerus yang tidak diseimbangi dengan lapangan kerja
yang memadai atau kualitas penduduk yang masih rendah, maka akan menjadi masalah besar
dalam meningkatnya jumlah penduduk miskin, maka dari itu program keluarga berencana (KB)
dari pemerintah diharapkan dapat menurunkan angka kelahiran.

Pertumbuhan penduduk yang tidak dikendalikan dapat mengakibatkan ledakan penduduk,


Ledakan penduduk biasanya terjadi karena angka kelahiran sangat tinggi, sedangkan angka
kematian mengalami penurunan yang drastis. Penurunan angka kematian yang drastis ini
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena membaiknya kondisi kesehatan dan perbaikan
gizi masyarakat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi apabila tidak diseimbangi dengan
peningkatan kapasitas ekonomi maka akan menurunkan kesejahteraan penduduk suatu negara.

Akibatnya dengan penurunan tingkat kematian yang cepat dan tingginya tingkat kelahiran
dan kurang efektifnya migrasi, maka pertumbuhan penduduk akan tampak sangat cepat dan
mengakibatkan terjadinya ledakan penduduk di negara sedang berkembang. Adapun pengaruh
buruk dari ledakan penduduk adalah :

a. Tingkat kemiskinan semakin meningkat karena pertumbuhan penduduk yang cepat tidak
diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi.
b. Kekurangan pangan, sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang
dengan jumlah lahan untuk memproduksi pangan.

13
c. Timbulnya permukiman atau daerah kumuh diperkotaan sebagai akibat mahalnya harga
tanah dan rumah.
d. Pemerintahan mengalami kesulitan menyedikan saran kebutuhan masyarakat seperti saran
pendidikan, sarana kesehatan, dan perumahan karena lokasi yang sudah padat oleh
pemukiman penduduk dan jumlah dana yang besar.
e. Meningkatnya kebutuhan ruang dan lingkungan hidup.
f. Tidak seimbangnya kebutuhan akan lapangan pekerjaan dengan pertumbuhan penduduk
yang jika dibiarkan lebih lanjut akan menyebabbkan masalah sosial lainnya, seperti
kemiskinan dan konflik antar penduduk.

Berdasarkan hal diatas dapat di simpulkan bahwa penyebaran penyakit sangat dipengaruhi oleh
kondisi demografi atau kependudukan

F. Pengertian Wilayah dalam Manajemen Penyakit Berbasis wilayah

Di Indonesia, pengertian wilayah telah didefinisikan dalam UU no.26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, yaitu wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
dan/atau aspek fungsional. Wilayah juga dapat diartikan sebagai luasan geografis beserta segenap
unsur yang terkait padanya yang mempunyai batasan-batasan sesuai dengan lingkup pengamatan
tertentu. Jelaslah, pengertian wilayah ditentukan berdasarkan tujuan dan kepentinganpendefinisian
wilayah itu sendiri, hal ini mengingat setiap disiplin ilmu akan memberikan perbedaan pengertian
wilayah sesuai tujuannya.

Manajemen pengendalian penyakit berbasis wilayah (MPBW) mencakup upaya


pengendalian kasus penyakit disuatu wilayah tertentu bersama pengendalian berbagai faktor risiko
yang dilakukan secara terintegrasi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara prospektif dan secara
retrospektif. Upaya prospektif mengutamakan pengendalian faktor risiko penyakit terintegrasi
dengan upaya pencarian dan penatalaksanaan kasus penyakit tersebut. Upaya retrospektif
mengutamakan penatalaksanaan penyakit tertentu terlebih dahulu yang terintegrasi dengan
pengendalian faktor risiko penyakit tersebut atau direncanakan dan dilaksanakan secara serentak.
Hal tersebut ditandai dengan perencanaan dan alokasi sumber daya yang juga dilakukan secara
terintegrasi.

14
Faktor risiko penyakit pada dasarnya adalah semua faktor yang berperan dalam kejadian
suatu penyakit di tingkat individu dan tingkat masyarakat. Berbagai variabel lingkungan dan
penduduk yang mencakup perilaku hidup sehat merupakan faktor risiko utama penyakit. Dengan
demikian, penyehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat merupakan upaya utama
pengendalian berbagai faktor risiko penyakit di dalam satu wilayah tertentu, Dalam suatu wilayah,
MPBW harus dirancangberdasarkan eviden yang dikumpulkan secara periodik,sistematik dan
terencana dan dilaksanakan oleh ”tim terpadu” Kesehatan.

G. GLOBALISASI & RESIKO PENYAKIT

Permasalahanpermasalah an kesehatan global hingga saat ini masih menjadi tantangan


besar terhadap pencapaian target-target pembangunan berkelanjutan. Dunia masih menghadapi
tingginya angka kematian ibu dan anak. Epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria dan penyakit-
penyakit terabaikan juga masih belum dapat dihentikan. Kemajuan ekonomi di beberapa negara di
dunia menyebabkan tingginya angka penyakit tidak menular dikarenakan gaya hidup yang tidak
sehat. Serangan jantung, stroke, diabetes dan kanker telah menjadi salah satu penyebab kematian
terbesar di dunia.

Perkembangan teknologi, mobilitas penduduk, ekonomi dan lain-lain saait ini menjadi isu
baru terhadap penyebaran suatu penyakit, berikut merupakan beberapa factor yang menyebabkan
resiko Kesehatan global :

1. Ideoscapes : Berbagai Luaran dai ideologiyang dipercayai, missal neoliberasme


mempertajam kesenjangan & Kemiskinan, Termasuk Kesehatan & Terorisme.
Contoh : Munculnya paham-paham ideologi baru, ataupun paham terntentu yang
menagakibatkan konflik sosial dapat memberikan pengaruh terhadap derajat kesehatan.
Kondisi wilayah konflik biasanya akan menjadi wilayah tertutup sehingga akses Kesehatan
menjadi terhambat, demikian juga dengan berkembangnya ideologi tertentu yang dapat
memicu terjadinya kesenjangan yang semakin besar antar kelompok masyakat tertentu
dapat menimbulkan dampak terjadinya wilayah kumuh yang ekstrem dan kelompok kaya
yang tersentralisasi pada wilayah tertentu.

15
2. Technoscapes Resiko Kesehatan Global akibat Penggunaan teknologi dengan segala
resikonya, termasuk dependensi dan limbah,
Contoh : perkembangan teknologi akibat tuntutan dari kebutuhan ekonomi berpengaruh
terhadap kondisi masyarakat suatu wilayah, seperti kasus Minamata jepang dimana terjadi
ekploitasi emas besar- besaran menggunakan teknologi pemurnian emas dengan
mengunakan cairan air raksa/merkuri , Limbah metil merkuri yang beracun ini dibuang ke
Teluk Minamata dan Laut Shiranui. Sayangnya, tempat dibuangnya limbah ini merupakan
perairan yang banyak menghasilkan ikan dan hewan laut lainnya. Akibat warga Minamata
merasakan gejala keracunan serius akibat mengonsumsi hasil laut yang terkontaminasi
merkuri selama bertahun-tahun.
3. Ethnoscapes Resiko Kesehatan Global akibat Arus migrasi dengan segala akibatnya.
Contoh :Meningkatkan mobilitas masyarakat dunia, baik terkait kebutuhan ekonomi,
Pendidikan, maupun akibat konflik negara, beresiko menjadi salah satu penyebab
penyebaran penyakit tertentu, negara-nagara berkembang dengan kondisi wilayah tropic
dapat menjadi host terhadap penyebaran penyakit malaria, demikian juga mobilitas
masyarakat pada daerah dengan resiko hepatitis B tinggi dapat meningkatkan resiko
kejadian penyakit tersebut menjadi dua kali lipat mengingat masyarakat tersebut akan
Kembali kenegara asalnya dan kenegara tujuanya secara berulang.
4. Media Scapes Syiar/promosi yang gencar termasuk “Communicated Disease” termasuk
Resolusi industry 4.0, Comunication Disease merupakan salah satu resiko Kesehatan
global, akibibat dari penyamapain informasi yang secara berulang-ulang dimedia masa
yang dapat mempegaruhi gaya hidup masyarakat secara global, sebagai contoh iklan
softdrink dan makanan cepat saji berulang-ulang serta proganda Bahasa iklan mehipnotis
masyarakat untuk mengkonsumsi produk tersebut secara rutin sebagai kebutuhan sehari-
hari, efek dari komunikasi iklan tersebut meningkatkan kasus obsesitas di masyarakat.
5. Finanscapes Resiko Kesehatan Global akibat Arus kapital yang pengaruhi berbagai
aspek kehidupan sosial ekonomi, Contoh : aktivitas ekonomi dunia memberikan dampak
pada terjadinya arus migrasi masyarakat besar-besaran ke wilayah wilayah pusat ekonomi,
sehingga pertumbuhan populasi masyarakat pada daerah terentu meningkat, sehingga dapat
menciptakan wilayah-wilayah komunitas baru yang kumuh, yang beresiko menjadi

16
wilayah kondisi sanitasi buruk dan dapat memicu peningakatan masalah Kesehatan akibat
lingkungan dan sanitasi.
6. Environscapes Resiko Kesehatan Global akibat Bencana Alam, Terjadinya bencana
alam dapat menjadi salah satu resiko Kesehatan global, sebagai contoh terjadinya bencana
tsunami mengakibatkan munculnya posko-posko pengungsian masyarakat yang sulit
mendapatkan akses bantuan, sehingga bersiko memberikan implikasi pada meningkatnya
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular atau penyakit berpotensi wabah
setelah bencana. Ancaman penyakit ini muncul sebagai dampak dari buruknya sanitasi,
kesulitan air bersih, dan membusuknya mayat yang belum ditemukan ataupun belum
dikubur. Kondisi semacam ini, jika tidak diantisipasi akan berdampak pada korban bencana
yang masih hidup, bahkan terhadap para tim relawan dan petugas yang membantu
penanganan pascabencana di lapangan, Beberapa penyakit menular pascabencana,
terutama setelah tsunami yang harus diwaspadai antara lain kolera, diare, malaria, infeksi
dada, demam berdarah dengue, typhoid, Hepatitis A dll.

17
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah merupakan salah satu sistem terpadu yang cukup
eefektif dalam melakukan upaya pencegahan penyakit, Manajemen penyakit berbasis wilayah har
mengacu pada teori Simpul, yakni keterpaduan antara pengendalian sumber penyakit, media
transmisi, dan pengendalian faktor risiko kependudukan serta penyembuhan penyakit pada
wilayah komunitas tertentu, Faktor-faktor resiko dapat berupa Kondisi Iklim dan ekosistem, serta
Globalisasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi UF. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: UI Press; 2008.

Eliana, Sri, S. 2016. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesi

Mantra, Ida Bagoes. 2011. Demografi Umum. Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudibyakto. Pengembangan Analisis Risiko Multibencana Dalam Mengantisipasi Perubahan


Iklim Indonesia. Naskah Pidato Peng-ukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: UGM; 2011

19

Anda mungkin juga menyukai