Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah Dosen : Rian Surahman, SKM., M.KM
Disusun Oleh
Elma Rahmaya Sari 113218013
Peminatan Administrasi Kebijakan Kesehatan (AKK)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2020 Jawaban
1. Secara universal, patogenesis suatu penyakit atau kejadian penyakit (disease
occurrences) merupakan inti permasalahan kesehatan masyarakat. Masyarakat sehat adalah masyarakat yang bebas dari kejadian penyakit menampilkan wilayah yang sehat dan negara yang kuat. Untuk itu, tidak banyak pilihan kejadian penyakit yang merupakan inti masalah kesehatan harus dicegah. Bayangkan dunia sejahtera yang tanpa kejadian penyakit, suasana kantor dinas kesehatan yang biasanya hiruk pikuk akan menjadi senyap atau bahkan tidak ada dan tidak diperlukan sama sekali. Dengan demikian, mempelajari proses kejadian penyakit merupakan komponen esensial yang memungkinkan kita melakukan upaya pencegahan. Dengan kata lain, untuk memelihara kualitas sumber daya manusia dalam suatu wilayah, masyarakat secara individu atau bersama pemerintah harus berupaya keras mencegah kejadian penyakit. Masyarakat akan terbebas dari sebagian besar risiko kesehatan dan kondisi kesehatan mereka akan terpelihara. Apa peran Saudara sebagai Ahli Kesehatan Masyarakat dalam melakukan tahapan manajemen risiko mulai dari prediksi sampai pengendalian risiko penyakit sehingga dapat di kendalikan seminimal mungkin? Jawab : Peran Kesehatan Masyarakat dalam melakukan manajemen resiko penyakit yaitu dengan cara melakukan pengendalian penyakit secara terintegritas dan komprehensif dengan cara mencari dan mengobati kasus kejadian penyakit, serta agar tidak terulang harus melakukan pencegahan terjadinya penyakit. Hal ini juga harus dilakukan dengan cara menggerakkan seluruh komponen sistem kesehatan masyarakat dalam wilayah yurisdiksi kewenangannya, yaitu kabupaten dan kota maupun Puskesmas yang dinamakan dengan Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah (MPBW). 2. Dalam suatu wilayah, MPBW harus dirancang berdasarkan eviden yang dikumpulkan secara periodik, sistematik dan terencana dan dilaksanakan oleh ”tim terpadu” kesehatan. Bagaikan suatu orkestra, tim terpadu tersebut disatu pihak terdiri dari kumpulan pemain yang mahir memainkan alat musik, dilain pihak tim tersebut memiliki kesamaan visi berupa lagu yang sama dalam satu kesatuan orkestra. Tim tersebut bisa merupakan pimpinan dan/atau staf dinas kesehatan yang bermitra dengan para dokter di rumah sakit, seluruh staf kesehatan di puskesmas, LSM bidang kesehatan, dinas-dinas non kesehatan dalam lingkungan pemda, serta masyarakat. Sebagai Ahli Kesehatan Masyarakat apa yang bisa Anda lakukan apabila Anda bekerja sebagai Tenaga Kesehatan Masyarakat di Pusat Kesehatan Masyarakat? Jawab : Yang harus saya lakukan apabila bekerja sebagai tenaga kesehatan masyarakat di Pusat Kesehatan Masyarakat adalah melakukan manajemen penyakit berbasis wilayah dengan cara mengadakan kerja sama dengan institusi seperti Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Rumah Sakit, Praktik Pelayanan Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam bidang kesehatan, Posyandu dan lain-lain. 3. Dengan deskripsi seperti pada No.2, apa peran anda sebagai tenaga Kesmas yang bekerja di dinas kesehatan kabupaten? Jawab : Peran kesehatan masyarakat yang bekerja di Dinas Kesehatan kabupaten yaitu sebagai manajemen pengendalian faktor risiko penyakit yang berkenaan dan dianggap penting diwilayah tersebut. Pokok-pokok peran dan fungsi manajemen (terhadap pengendalian penyakit tertentu) dapat diidentifisir sebagai berikut: 1. Perencanaan Kabupaten atau penetapan sasaran 2. Mengendalikan faktor risiko penyakit 3. Mengendalikan kasus (tata laksana) penyakit 4. Memberdayakan masyarakat 5. Memberikan kekebalan atau program perlindungan khusus 6. Meningkatkan kapasitas institusi 7. Menggalang kemitraan dan kerja sama lintas sektor 8. Pemantauan penyakit dan faktor risiko penyakit untuk manajemen 9. Menanggulangi kejadian luar biasa 10. Melaksanakan kewenangan wajib lainnya. 4. Audit manajemen penyakit berbasis wilayah merupakan pelengkap yang pada dasarnya adalah upaya pemantauan dan evaluasi untuk menilai ketepatan pelaksanaan MPBW yang dilakukan terintegrasi, ketepatan manajemen faktor risiko dan pelaksanaan manajemen kependudukan dan dampak kesehatan. Bagaiamana langkah langkah audit untuk menilai keberhasilan dalam program pemberantasan TBC di wilayah kabupaten? Jawab : Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 67 tentang Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2016 dalam menilai kemajuan atau keberhasilan program pengendalian TB digunakan beberapa indikator yaitu indikator dampak, indikator utama dan indikator operasional. a. Indikator dampak merupakan indikator yang menggambarkan keseluruhan dampak atau manfaat kegiatan penanggulangan TB. Yang termasuk indikator dampak adalah, Angka prevalensi TB, angka insidensi TB dan angka mortalitas TB b. Indikator utama, digunakan untuk menilai pencapaian strategi nasional penanggulangan TB di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan pusat. Adapun indikatornya adalah, cakupan pengobatan semua kasus TB yang diobati, angka notifikasi semua kasus TB yang diobati per 100.000 penduduk, angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus, cakupan penemuan kasus resistan obat, angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat dan presentase pasien TB yang mengetahui status HIV. c. Indikator operasional, merupakan indikator pendukung untuk tercapainya indikator dampak dan utama dalam keberhasilan Program Penanggulangan TB baik di tingkat Kab/Kota, Provinsi dan pusat, diantaranya adalah : 1) Presentase kasus pengobatan ulang TB yang diperiksa uji kepekaan obat dengan tes cepat molukuler atau metode konvensional 2) Presentase kasus TB resistan obat yang memulai pengobatan lini kedua 3) Presentase pasien TB-HIV yang mendapatkan ARV selama pengobatan TB 4) Presentase laboratorium mikroskopik yang mengikuti uji silang 5) Presentase laboratorium mikroskopik yang mengikuti uji silang dengan hasil baik 6) Cakupan penemuan kasus TB anak 7) Cakupan anak < 5 tahun yang mendapat pengobatan pencegahan INH 8) Jumlah kasus TB yang ditemukan di Populasi khusus (lapas/rutan, asrama, tempat kerja, institusi pendidikan dan tempat pengungsian) 9) Presentase kasus TB yang ditemukan dan dirujuk oleh masyarakat atau organisasi kemasyarakatan 5. Dalam suatu wilayah, MPBW harus dirancang berdasarkan eviden yang dikumpulkan secara periodik, sistematik dan terencana dan dilaksanakan oleh ”tim terpadu” kesehatan Manajemen pengendalian penyakit berbasis wilayah (MPBW) mencakup upaya pengendalian kasus penyakit disuatu wilayah tertentu bersama pengendalian berbagai faktor risiko yang dilakukan secara terintegrasi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara prospektif dan secara retrospektif, jelaskan langkah langkah dimaksud dengan upaya prospektif dan retrospektif dalam kejadian TBC di suaru wilayah kabupaten dengan Case Detection Rate (CDR) yang masih dibawah target nasional mimimal 70%? Jawab : Dengan pertimbangan efisiensi maka kebijakan penanggulangan TB di Indonesia mengacu pada strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS). Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi uji coba klinik, pengalaman-pengalaman terbaik dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan utama DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya Multiple Drug Resistance Tuberculosis (MDRTB). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunnya insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. CDR adalah presentase jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan pada suatu wilayah. CDR menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut. Perkiraan jumlah pasien TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target CDR Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minila 70%. Jika target CDR tidak terpenuhi maka dapat dianggap kinerja Puskesmas kurang baik dalam menjaring kasus TB. Dua faktor utama CDR adalah adalah Angka Penjaringan Suspek dan Angka Kesalahan Laboratorium (saat ini menggunakan Error Rate, sedangkan metode Lot Sampling Quality Assessment (LSQA) masih diuji cobakan di beberapa provinsi. Angka Penjaringan Suspek berperan dalam menentukan besarnya peluang untuk ditemukannya penderita TB, artinya semakin besar suspek yang didapat dan diperiksa maka peluang untuk ditemukannya penderita TB juga semakin besar sehingga angka CDR dapat naik. Sedangkan Error Rate berguna dalam menjamin kualitas angka CDR, artinya jika Error Rate tinggi maka kualitas angka CDR menjadi rendah dan tidak dapat dipertanggung jawabkan keakuratannya begitu juga sebaliknya jika Error Rate rendah maka angka CDR semakin dapat dipertanggung jawabkan keakuratannya. Jika digunakan model alur di dalam suatu sistem untuk menyimpulkan keterkaitan keempat indikator tersebut di atas maka Error Rate dan Suspect Rate merupakan indikator proses untuk mendapatkan CDR yang baik dan berkualitas.