Anda di halaman 1dari 42

MANAJEMEN PENYAKIT

MENULAR BERBASIS
LINGKUNGAN
LISA HIDAYATI, SKM, M.SI
 Manajemen penyakit menular berbasis wilayah
mengintegrasikan upaya pencarian kasus secara
proaktif tata laksana penderita secara tuntas, yang
dilakukan secara bersama dengan pengendalian
berbagai faktor risiko penyakit tersebut serta
keduanya dilakukan secara simultan, paripurna,
terencana dan terintegrasi pada wilayah tertentu.
 Dilakukan terencana berdasar evidens (fakta
terpercaya), sistematik dalam pelaksanaannya serta
senantiasa diaudit secara periodik.
 Kunci keberhasilan penemuan kasus, pengobatan,
pengendalian faktor risiko yang berhubungan
dengan penyakit.

Berdasarkan proses kejadiannya maka penyakit menular
dapat dikategorikan sebagai berikut

 Penyakit menular endemik, untuk


menggambarkan penyakit atau faktor risiko
penyakit berkenaan, yang terdapat atau terjadi di
Indonesia selama kurun waktu yang panjang.
Penyakit ini mengganggu Indeks Pembangunan
Manusia Indonesia, seperti Diare, TBC, Malaria
dll
 Penyakit yang berpotensi menjadi KLB, baik
secara periodik yang dapat diprediksi dan
diantisipasi serta pencegahannya. Misalnya
demam berdarah dengue, kolera diare, serta
penyakit infeksi baru.
Departemen Kesehatan Kota Bukittinggi pada 2021
pernah menetapkan 10 upaya pemberantasan penyakit
menular sebagai prioritas perhatian, yakni :
Strategi Pengendalian Penyakit
 Intensifikasi pencarian dan pengobatan kasus.
Melakukan pencarian dan pengobatan secara
intensif terhadap penderita, selain mengobati dan
menyembuhkan penderita yang juga merupakan
upaya pokok untuk menghilangkan sumber
penularan dengan cara memutuskan mata rantai
penularan. Misalnya pemberdayaan tenaga semi
profesional, menciptakan tenaga lapangan
Strategi Pengendalian Penyakit
 memberikan perlindungan spesifik dan imunisasi.
Manajemen pengendalian penyakit menular dapat
dilakukan dengan memberikan kekebalan secara
artifisal yaitu imunisasi.
 Pemberantasan penyakit berbasis lingkungan. Upaya
pencegahan sekaligus pemberantasan penyakit
menular dapat dilakukan dengan menciptakan
lingkungan sehat dan perilaku hidup sehat.
 Penggalangan Upaya Kemitraan. Masalah kesehatan
khususnya faktor risiko penyakit menular dan
penyehatan lingkungan berkaitan erat dengan unit,
sektor, individu hal diluar kewenangan administratif
bidang kesehatan
Epidemiologi Penyakit Menular di Indonesia
 Secara singkat manajemen pemberantasan dan
pengendalian penyakit menular memiliki dua perspektif :
a. Epidemiologi global yakni perjalanan penyakit antar
benua
penyakit menular bersifat global. Informasi awal berupa
kejadian penyakit secara global, dapat memberikan
indikasi untuk membuat contingency plan. Misalnya
wilayah tropik secara umum memiliki karakteristik
ekosistem sama, maka memiliki masalah yang sama
seperti malaria
b. Epidemiologi lokal
Epidemiologi lokal berkaitan dengan dinamika transmisi
lokal, misalnya malaria, schistosomiasis, filariasis
 Penyakit menular banyak yang bersifat spesifik
lokal. Contohnya schitosomiasis menyerang pada
Sulawesi Tengah namun tidak masuk pada pulau
Jawa. Schitosomiasis merupakan penyakit khas
Sulawesi Tengah yang berkaitan dengan habitat
ekosistem binatang perantara
Permasalahan Spesifik lokal, pada
dasarnya ditentukan oleh
 Berbagai variabel seperti iklim , topografi, serta
kondisi lingkungan spesifik lain
 Variabel Sosial seperti budaya termasuk
perilaku didalamnya.
 Ekosistem dan habitat binatang penular
penyakit (yang biasa berhubungan dengan
variabel topografi, iklim dan kondisi
lingkungan setempat).
Lintas Batas
 penyakit menular bersifat lintas batas, terutama penyakit
menular melalui transmisi serangga atau binatang yang
memiliki reservoir
 Binatang pada umumnya memiliki habitat tertentu dan tekait
dengan batasan ekosistem. Kemudian penyakit menular juga
berpindah ke wilayah lain melalui mobilitas penduduk
sebagai sumber penularan maupun komoditas sebagai
wahana transmisi.
 Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah
administratif. Penyakit menular di wilayah ‘tertutup’ lebih
dipengaruhi dengan batasan ekosistem, ketimbang batasan
administratif sedangkan di wilayah ‘terbuka’ dengan
teknologi transportasi jarak jauh, penyakit menular di
pengaruhi mobilitas penduduk, komoditas, serangga, hewan,
udara dan air sebagai sumber penyakit.
Keterpaduan
 untuk memvisualisasikan proses tranmisi penyakit serta
simpul manajemen, membutuhkan model manajemen
penyakit menular berbasis wilayah kabupaten/kota.
 Didukung fakta hasil survaillance terpadu, untuk
kepentingan perencanaan dan kegiatan berdasar keperluan
(fakta).
 Analisis masing-masing faktor risiko dilakukan sekaligus
terpadu melalui perencanaan, kemudian dipadukan
dikaitkan dengan promosi kesehatan seperti penggunaan
alat pelindung ketika bekerja dan berbagai upaya lain
secara bersama dengan lintas sektor.
 Keterpaduan termasuk penggunaan sumber daya, jadwal
dll. Bahkan keterpaduan surveilans yakni surveilans kasus
sekaligus bersama-sama dengan faktor risiko terkait.
Langkah-langkah Manajemen Penyakit Menular Berbasis
Wilayah
 Tentukan wilayah administratif, apakah wilayah
Puskesmas atau wilayah Kabupaten/ Kota atau provinsi
 Tentukan setiap wilayah kabupaten/kota, tentukan
prioritas penyakit menular atau faktor risiko berkenaan
yang hendak dikendalikan .
 Modelling .
Baik faktor risiko maupun penyakit menular hendaknya
digambarkan dalam sebuah model kejadian penyakit atau
paradigma dengan mengacu kepada teori simpul dan dapat
dimodifikasi
Model gambaran kejadian (Patogenesis) penyakit menular
dideskripsikan ke dalam model manajemen untuk masing-
masing simpul dengan rangkaian kegiatan untuk masing-
masing simpul
Model teori simpul advance dapat pula
dikembangkan ke dalam model manajemen
malaria di wilayah pertambakan
Model gambaran kejadian penyakit menular
beserta prioritas penanggulangan pada tiap simpul
kemudian diterjemahkan ke dalam proses
perencanaan dan pembiayaan terpadu.
 Pelaksanaan dan monitoring pengendalian

penyakit menular.
 Audit manajemen penyakit menular berbasis

wilayah.
Penyakit infeksi endemik di Indonesia
 Indonesia sebagai wilayah tropik merupakan
kawasan yang berpotensi endemik bagi berbagai
penyakit menular.
 Sebagai wilayah yang amat dinamik secara sosial
ekonomi, merupakan kawasan yang berpotensi
tinggi untuk hadirnya penyakit baru.
 Masing masing penyakit memiliki peta endemisitas
tersendiri.
 Tiap tahun diselenggarakan pertemuan nasional
semacam konvensi melakukan monitoring kemajuan
program serta perkuatan dari networking yang
melibatkan semua (pemerintah, masyarakat,
pelayanan kesehatan, organisasi nonpemerintah)
Manajemen Kejadian Luar Biasa (KLB) Berbasis
Wilayah
KLB :Penanggung jawab operasional
pelaksanaan penanggulangan KLB adalah
Bupati/Walikota. Sedangkan penanggung
jawab teknis adalah Kepala Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten. Bila terjadi lebih dari satu
wilayah Kota/Kabupaten maka
penganggulannya dikoordinasikan oleh
Gubernur.
 Wabah penyakit menular ditetapkan dan mencabut
ketetapan wewenang Menteri Kesehatan. Penetapan
daerah wabah merupakan pertimbangan epidemiologi
dan keadaan masyarakat (mencakup keamanan, sosial
ekonomi dan budaya) yang disampaikan Kepala
Daerah.
 Apabila dicermati KLB merupakan kejadian yang
bermula dari sebuah proses yang dikenal sebagai
proses awal kejadian. Pencermatan ini dikenal sebagai
pencermatan pra-KLB . KLB bisa berupa KLB
lingkungan bisa juga KLB Penyakit.

 Manajemen pra KLB termasuk sistem
kewaspadaan dini amat penting.
 Tidak hanya mencegah terjadinya KLB,
penanganan saat kejadian KLB dan pasca-KLB
informasi pra-KLB menjadi penting.
 Selalu memiliki dua makna manajemen, yakni
manajemen pelayanan medik untuk menolong
korban, serta manajemen kesehatan masyarakat
untuk mengendalikan jatuhnya korban
berikutnya.
Manajemen KLB secara terintegrasi berbasis wilayah
adalah juga dua bagian penting yang tak terpisahkan
dan harus dilakukan secara simultan dalam waktu
relatif singkat:
a. Manajemen kasus.
b. Manajemen Faktor risiko
Manajemen public health atau manajemen kesehatan
masyarakat pada hakikatnya adalah faktor risiko
kejadian KLB. Manajemen kasus maupun faktor
risiko kejadian penyakit harus dilakukan secara
bersamaan, untuk mencegah timbulnya eskalasi
yang lebih luas. Manajemen kasus menjadi amat
penting khususnya saat penangganan KLB penyakit
menular, untuk mencegah jangan sampai terjadi
penularan penyakit lebih lanjut.
Manajemen Berita dalam KLB
khususnya manajemen KLB diperlukan kemampuan
manajemen komunikasi massa untuk menanggkal isu-isu
tersebut berdasarkan evidences serta transparan.

Karantina
Isolasi dan karantina semula pada tahun 90an dianggap tidak
diperlukan lagi zaman modern. Namun kdalam konteks
manajemen penyakit infeksi baru untuk mencegah meluasnya
wabah, maka karantina menjadi kata penting.
Peran Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).
 Peran Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) menjadi
semakin penting di Indonesia peran utama KKP yaitu
menangkal penyakit dan faktor risiko penyakit yang
datang dari luar atau antarpulau.
 Setiap KKP juga mengubah konsep kekarantinaan,
membangun ruang isolasi di sekitar bandara, serta
membangun jaringan antar pulau.
 Pendidikan kesehatan masyarakat yang memiliki
knowledge untuk melandasi keahlian petugas KKP di
setiap pendidikan kesehatan, perlu diselenggarakan di
Indonesia. Petugas harus memahami berbagai peraturan
kesehatan internasional, memahami kesehatan lingkungan
pelabuhan, global risk factors, memahami masalah teknis
medis, memahami travel health, serta visi global atau
Early Warning Outbreaks Recognition
System (EWORS)
 Sistem EWORS merupakan keharusan dalam
manajemen pra KLB. Fungsinya memantau kasus
yang datang di UGD rumah sakit berdasarkan
gejala (simptoms based).
 Kemudian Dinas Kesehatan melakukan respons
cepat. Seorang ahli atau petugas kesehatan
masyarakat khususnya epidemiologis, bukan
sekadar seorang yang memiliki keilmuan yang
bersifat teknis dan mekanistik saja, tetapi perlu
adanya sikap kegigihan dan naluri serta
sensitivity terhadap sebuah awal bencana
Dampak KLB Terhadap Masalah
Non Kesehatan.
Berdasar pengalaman Covid 19 menyebabkan
kerugian sosial ekonomi yang tak ternilai, travel
ban, ketegangan negara (Malaysia dan china)
penurunan ekspor dan industri pariwisata.
Epidemiologi Global Penyakit Infeksi Baru (Dinamika
Transmisi Makro)
 penyakit yang relatif baru adalah covid 19, west Nile Virus,
virus hantaan, virus ebola, virus Nipah, Avian Influenza dan
juga penyakit lama yang muncul kembali seperti chikungunya
dan leptospirosis.
 Manajamen KLB memiliki dua perspektif yakni
a. pemahaman terhadap patogenesis penyakit secara mikro yaitu
proses kejadian penyakit mulai dari sumber penyakit, wahana
penyakit atau pemindahan penyakit, bagaimana wahana atau
media penular penyakit tersebut berinteraksi dengan
penduduk atau orang per orang, serta gejala penyakit;
b. Pemahaman patogenesis secara makro, mempelajari
bagaimana sumber penyakit atau faktor risiko penyakit
bergerak dari satu wilayah ke wilayah lain.
 Proses penularan sebagai dasar manajemen
penyakit.
misalnya Covid 19 yakni penyebabnya adalah
virus Corona, yang dapat ditularkan melalui
inhalasi, kontak langsung dan udara bebas
yang terinfeksi.
Pelajaran yang diperoleh dan tindak lanjut.
 prinsip pengendalian KLB yaitu melakukan
manajemen penyakit berbasis wilayah dengan
mengendalikan faktor risiko penyakit melalui
partisipasi masyarakat, cara ini merupakan upaya
esensial, agar lebih terarah harus mengenal
dinamika penularan, dinamika penyebaran dan
penularan antar unggas liar.
 Perlunya pemahaman secara massives kepada
masyarakat agar secara bersama melakukan
pemutusan atau meminimalkan kontak dengan
faktor risiko.
MANAJEMEN PENYAKIT TIDAK
MENULAR BERBASIS WILAYAH
Strategi
 Meningkatkan advokasi kebijakan yang berpihak
terhadap program kesehatan dan sosialisasi
P2PTM
 Melaksanakan upaya promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif dan paliatif secara komprehensif
 Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
 Mengembangkan dan memperkuat sistem
surveilans
 Penguatan jejaring dan kemitraan melalui
pemberdayaan masyarakat
Departemen Kesehatan Kota Bukittinggi pada 2021 pernah menetapkan 10 upaya pemberantasan penyakit
menular sebagai prioritas perhatian, yakni :
Keterangan: Komponen A: Magnitude of Problem Komponen B: Seriousness of Problem Komponen C: Effectiveness of
Interventions Komponen E: Inequity Komponen F: Institutional Factor
A. PROGRAM DETEKSI DINI FAKTOR RISIKO
PTM DI POSBINDU

 a. Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu


adalah upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM) yang dilaksanakan di pos pembinaan
terpadu (Posbindu). b. Kegiatan meliputi : l
Pengukuran tekanan darah. l Pengukuran gula
darah. l Pengukuran indeks massa tubuh. l
Wawancara perilaku berisiko. l Edukasi
perilaku gaya hidup sehat
B. PROGRAM GERAKAN NUSANTARA
TEKAN ANGKA OBESITAS (GENTAS)
 Kegiatan GENTAS adalah suatu gerakan yang
melibatkan masyarakat dalam rangka
pencegahan obesitas sebagai faktor risiko PTM.
Kegiatan meliputi : l Pengukuran Indeks Massa
Tubuh (BB, Lingkar perut dan tinggi badan). l
Wawancara Perilaku berisiko. l Edukasi
perilaku gaya hidup sehat.
 Pengelola Program Kab/Kota melakukan
sosialisasi program GENTAS di masyarakat
dengan kriteria : l lingkar perut laki-laki < 90
cm l lingkar perut wanita < 80 cm l IMT ≥ 25
kg/m2
C. PROGRAM PELAYANAN TERPADU (PANDU)
PTM

 a. Kegiatan PANDU PTM adalah kegiatan


penemuan dan penanganan kasus PTM dan
manajemen faktor risiko PTM di FKTP secara
terpadu. b. Kegiatan manajemen faktor risiko
meliputi pemeriksaan : l perilaku merokok. l
obesitas. l TD > 120/80 mmHg. l gula darah
sewaktu > 200 mg/dL. l kolesterol atau
kolesterol rata-rata. l wanita usia 30-50 tahun
atau wanita yang pernah berhubungan seksual.
c. Penanganan penyandang PTM dan Program
Rujuk Balik (PRB)
D. PROGRAM PENERAPAN KAWASAN TANPA
ROKOK (KTR) DI SEKOLAH

 a. Kegiatan penerapan KTR di sekolah adalah


suatu kegiatan pencegahan perilaku merokok
pada warga sekolah. b. Kegiatan meliputi : l
Penetapan KTR. l pembentukan satgas. l
memenuhi 8 indikator penerapan KTR.
E. PROGRAM LAYANAN UPAYA
BERHENTI MEROKOK (UBM)
 a. Kegiatan Layanan UBM adalah pemberian
konseling kepada perokok untuk berhenti
merokok di FKTP dan di sekolah. b. Kegiatan
meliputi : - Identikasi klien. - Evaluasi dan
motivasi . - Penentuan pilihan terapi yang akan
diberikan. - Penyusunan rencana untuk
menindaklanjuti/follow up yang sudah
dilakukan.
F. PROGRAM DETEKSI DINI
KANKER
 a. Kegiatan Deteksi Dini Kanker adalah
kegiatan deteksi dini kanker payudara dan
kanker leher rahim pada wanita usia 30-50
tahun atau wanita yang pernah berhubungan
seksual, yang dilakukan di FKTP. b. Kegiatan
ini meliputi : - Pemeriksaan Payudara Klinis
(SADANIS). - Pemeriksaan Inspeksi Visual
Asam Asetat (IVA).
G. PROGRAM PENGENDALIAN
THALASEMIA
 a. Kegiatan Deteksi Dini Thalasemia adalah
suatu gerakan skrining pada kelompok risiko
Thalasemia. b. Kegiatan ini meliputi : -
identikasi populasi berisiko. - pemeriksaan
laboratorium (Hb, Ht. MCV dan hapus darah
tepi)
H. PROGRAM DETEKSI DINI DAN
RUJUKAN KASUS KATARAK
 a. Kegiatan Deteksi Dini dan Rujukan Kasus
Katarak adalah kegiatan pengukuran
gangguan tajam penglihatan di UKBM dan
FKTP b. Kegiatan ini meliputi : l metode hitung
jari. l Pemeriksaan Tumbling-E di UKBM. l
pemeriksaan gangguan tajam penglihatan di
FKTP.
I. PROGRAM LAYANAN
KESEHATAN INKLUSI DISABILITAS
a. Program Layanan Kesehatan Inklusi Disabilitas
merupakan Pelayanan kesehatan inklusif bagi penyandang
Disabilitas, hal ini terjadi jika seluruh lapisan masyarakat
termasuk penyandang Disabilitas mendapatkan pelayanan
kesehatan secara sama. Layanan kesehatan inklusif
Disabilitas dilakukan untuk mencapai kesetaraan hak-hak
asasi manusia bagi penyandang Disabilitas dan memastikan
partisipasi penuh, serta akses terhadap pelayanan kesehatan.
b. Kegiatan ini meliputi : - Advokasi dan sosialisasi kepada
pemangku kepentingan dan nakes. - Peningkatan kapasitas
petugas dan kader. - Pemberdayaan keluarga dan
penyandang disabilitas. - Pemenuhan standar layanan
kesehatan bagi Penyandang Disabilitas, seperti gedung,
sarpras dan petugas serta kader yang terlatih.
Indikator pencapaian program
pengendalian penyakit tidak menular
 Unit yang bertanggung jawab terhadap
surveilans Penyakit Tidak Menular di daerah
propinsi dan kabupaten/kota
 Tersedianya informasi faktor risiko, angka
kesakitan ,angka kecacatan dan angka
kematian akibat Penyakit Tidak Menular.
 Tersedianya data capaian indicator
 Tersedianya data jumlah tenaga dan tenaga
terlatih
 Tersedianya jumlah sarana dan prasarana
penunjang dalam pencegahan dan
pengendalian PTM (data RS, FKTP, data desa,
data sekolah, alat penunjang P2PTM, dll).
 Terbentuknya jejaring kerja program
pencegahan dan pengendalian PTM.
 Tersedianya data jumlah dan sumber dana
program termasuk capaian realisasi
penggunaannya bila bersumber APBN/APBD.
 Terlaksananya kegiatan pembinaan dan
pengawasan oleh Provinsi dan
Kabupaten/Kota
 Adanya kebijakan publik yang mendukung
kegiatan pencegahan Penyakit Tidak Menular
 Menurunnya faktor risiko penyebab kejadian
Penyakit Tidak Menular.
SEKIAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai