Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

(SURVEILENCE BENCANA)

OLEH :
KELOMPOK 2

1. I Gede Putra Sainan Jaya 193223116


2. I Gusti Ayu Trisnadewi 193223117
3. I komang prayoga 193223118
4. I Komang Suastika 193223119
5. I Made Dirga Wahyudi 193223120
6. I Putu Arik Wisnawan 193223121
7. I Wayan Budianto 193223122
8. Ida ayu mirah 193223123
9. Ike Sri Wulandari 193223124

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah Surveillance sudah dikenal oleh banyak orang, namun dalam
aplikasinya banyak orang menganggap bahwa surveilans identik dengan
pengumpulan data dan penyelidikan KLB, hal inilah yang menyebabkan
aplikasi system surveilans di Indonesia belum berjalan optimal, padahal system
ini dibuat cukup baik untuk mengatasi masalah kesehatan. Istilah Surveillance
sebenarnya berasal dari bahasa perancis yang berarti mengamati tentang
sesuatu, Istilah ini awalnya dipakai dalam bidang penyelidikan/intelligent
untuk mematamatai orang yang dicurugai, yang dapat membahayakan.
Kejadian luar biasa (KLB) masih sering terjadi di Indonesia. KLB
inimempunyai makna sosial dan politik tersendiri oleh karena peristiwa yang
demikian mendadak, melibatkan banyak orang dan dapat menimbulkan banyak
kematian. Batasan KLB meliputi arti yang luas, yang dapat diuraikan meliputi
semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun
penyakit non infeksi. Penyakit menular pada manusia merupakan masalah
penting yang dapat terjadisetiap saat, terutama di negara berkembang
khususnya Indonesia.
Penyakit menular seperti demam berdarah dengue sudah merebak hampir
di setiap daerah. Penyakit poliomielitis dan flu burung yang ditularkan melalui
unggas dan dinyatakan sebagaikejadian luar biasa juga sempat merenggut jiwa.
Tidak ada batasan mengenai penentuan jumlah penderita yang dapat dikatakan
sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus sangat tergantung dari jenis
dan agen penyebabnya, juga karenakeadaan penyakit akan bervariasi menurut
tempat (tempat tinggal, pekerjaan) danwaktu (yang berhubungan dengan
keadaan iklim) dan pengalaman keadaan penyakittersebut sebelumnya dan
tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yangdapat dipakai untuk
menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan, kabupatenatau meluas satu
propinsi dan Negara. Luasnya daerah sangat tergantung dari cara penularan
penyakit tersebut.
1
Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB
dapat terjadi dalam beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau beberapa
bulan maupun tahun.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa Pengertian Surveilans ?
2. Apa Pengertian Kejadian Luar Biasa (KLB)dan Surveilans Bencana ?
3. Apa pengertian Bencana ?
4. Bagaimana Surveilans Bencana dan Surveilans Kejadian Luar Biasa
(KLB)?
C. Tujuan
Adapun Tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Surveilans
2. Untuk mengetahui pengertian kejadian Luar biasa dans Surveilans Bencana
3. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Bencana
4. Untuk memahami Bagaimana Surveilans bencana dan Surveilans Kejadian
luar biasa (KLB)

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Surveilans
Surveilans adalah proses pengamatan secara teratur dan terus menerus
terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya
dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
penanggulangan.
Definisi lain secara lengkap menjelaskan bahwa Surveilans adalah
suatu rangkaian proses yang sistematis dan berkesinambungan dalam
pengumpulan, analisa dan interpretasi data kesehatan dalam upaya untuk
menguraikan dan memantau suatu peristiwa kesehatan.
Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan
penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-
perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir.Selanjutnya surveilans
menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat
dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last,
2001).Kadang digunakan istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans
kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja,
sebab menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah
untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi
dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public
health).
Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk memimpin dan
mengelola dengan efektif.Surveilans kesehatan masyarakat memberikan
informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang
masalah-masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu
populasi.Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrumen penting
untuk mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera
ketika penyakit mulai menyebar.Informasi dari surveilans juga penting bagi

3
kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor
sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik.
Tujuan surveilans (WHO, 2002)
1. Memprediksi dan mendeteksi dini epidemi
2. (outbreak/wabah)
3. Memonitor, mengevaluasi dan memperbaiki program pencegahan dan
pengendalian penyakit.
4. Memasok informasi untuk penentuan prioritas, pengambilan kebijakan,
perencanaan, implementasi dan alokasi sumber daya kesehatan.
5. Monitoring kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasi dampak
penyakit di masa mendatang.
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut.
Dikenal ada beberapa jenis surveilans: (1) Surveilans individu; (2)
Surveilans penyakit; (3) Surveilans sindromik; (4) Surveilans Berbasis
Laboratorium; (5) Surveilans terpadu; (6) Surveilans kesehatan masyarakat
global.
1. Surveilans Individu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor
individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius,
misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis.Surveilans
individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap
kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan.Sebagai
contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak
dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar
oleh suatu kasus penyakit menular selama periode menular. Tujuan
karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama masa inkubasi
seandainya terjadi infeksi (Last, 2001).Isolasi institusional pernah
digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan SARS. Dikenal dua
jenis karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina parsial. Karantina total
membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular
selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak
4
terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara
selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya
transmisi penyakit.Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah
penularan penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus
bekerja.Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang
di pospos lainnya tetap bekerja.Dewasa ini karantina diterapkan secara
terbatas, sehubungan dengan masalah legal, politis, etika, moral, dan
filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah
pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat.
2. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-
menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui
pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan
penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya.Jadi fokus perhatian
surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu.Di banyak negara,
pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung melalui program
vertikal (pusat-daerah).Contoh, program surveilans tuberkulosis, program
surveilans malaria.
Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi
tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps,
karena pemerintah kekurangan biaya.Banyak program surveilans penyakit
vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit
lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkan
biaya untuk sumberdaya masingmasing, dan memberikan informasi
duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
3. Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit,
bukan masing-masing penyakit.Surveilans sindromik mengandalkan
deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang
bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis.Surveilans sindromik
5
mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-
gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka
sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu
penyakit.Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal,
regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control
and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala
nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like
illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS.
Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan
skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk
atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah
kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan
jumlah total kasus yang teramati.
Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang
menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat
memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk
memonitor krisis yang tengah berlangsung.Suatu sistem yang
mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas
kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu,
disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans
sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan
dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.
4. Surveilans Berbasis Laboratorium
Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan
menonitor penyakit infeksi.Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan
melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium
sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi
outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang
mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik.

6
5. Surveilans Terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan
semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/
kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans
terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama,
melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan
pengendalian penyakit.
Pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan
data khusus penyakitpenyakit tertentu. Karakteristik pendekatan surveilans
terpadu: (1) Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common
services); (2) Menggunakan pendekatan solusi majemuk; (3)
Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural; (4) Melakukan
sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan, pelaporan,
analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni,
pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen
sumber daya); (5) Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian
penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu
tetap memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans
yang berbeda.
6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi
manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit
infeksi lintas negara.Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi
negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan
bergayut.Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut
dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang
manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi
internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang
melintasi batas-batas negara.Ancaman aneka penyakit menular merebak
pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-
emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul
7
(newemerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan
SARS.Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-
aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan
ekonomi.
B. Pengertian Kejadian Luar biasa (KLB)
Kejadian Luar Biasa (KLB) mempunyai banyak kesamaan kata,
diantaranya outbreak dan epidemic (Wabah). Ketiganya mempunyai pengartian
yang hampir sama. Disini dijelaskan mengenai pengertian Kejadian Luar biasa
(KLB), Outbreak, dan Epidemic (wabah) dari berbagai sumber yang saya
peroleh.
• Dalam PP No 41 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular, Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang
dapat menjurus pada terjadinya wabah.
• Dalam UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Wabah
penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
• Menurut Last (1988),Epidemi adalah kejadian dalam sebuah komunitas atau
wilayah kasus penyakit, kesehatan spesifik yang berhubungan dengan
perilaku, atau kesehatan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan yang
jelas melebihi harapan normal. Masyarakat atau wilayah dan periode dalam
kasus yang terjadi, telah ditentukan dengan tepat. Jumlah kasus yang
menunjukkan adanya epidemi bervariasi sesuai dengan ukuran, agen dan
jenis populasi terpapar, pengalaman sebelumnya atau kurangnya paparan
penyakit, dan waktu dan tempat kejadian; epidemi yang demikian relatif
terhadap frekuensi yang biasa dari penyakit di daerah yang sama, di antara
populasi tertentu, pada musim yang sama pada tahun tertentu. Dua kasus

8
seperti penyakit yang berhubungan dalam waktu dan tempat mungkin
menjadi bukti yang cukup untuk dipertimbangkan epidemi.

 Menurut Last (2001), Outbreak adalah peningkatan insidensi kasus yang


melebihi ekspektasi normal secara mendadak pada suatu komunitas, di
suatu tempat terbatas, misalnya desa, kecamatan, kota, atau institusi yang
tertutup (misalnya sekolah, tempat kerja, atau pesantren) pada suatu
periode waktu tertentu. Hakikatnya outbreak sama dengan epidemi
(wabah). Hanya saja terma kata outbreak biasanya digunakan untuk suatu
keadaan epidemik yang terjadi pada populasi dan area geografis yang
relatif terbatas.
 Menurut Eko, dkk (2002), Epidemi merupakan kejadian luar biasa yaitu
timbulnya suatu penyakit yang menimpa masyarakat pada suatu daerah
yang melebihi perkiraan kejadian yang normal dalam periode yang
singkat. Mula-mula epidemi hanya ditujukan pada penyakit menular
kemudian berkembang menjadi epidemi penyakit infeksi yang tidak
menular, bahkan berlaku juga untuk fenomena-fenomena penyakit non
infeksi dan nonpenyakit yang berkaitan dengan masalah sosial seperti
kenakalan remaja dan penyalahgunaan obat.
Dari beberapa pengertian dari KLB, Outbreak, dan Epidemi (wabah)
dapat disimpulkan bahwa KLB (outbreal/wabah) adalah terjadinya
peningkatan jumlah kasus penyakit yang menimpa pada kelompok
masyarakat tertentu, di daerah tertentu, dan selama periode waktu tertentu.
Kriteria tentang KLB mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/9. Suatu
kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun
waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)

9
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan,
tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.
5. Penanggulangan KLB yaitu menangani penderita, mencegah perluasan
KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu KLB
yang sedang terjadi.
6. Berdasarkan hasil investigasi/penyelidikan epidemiologi tersebut maka
segera dilakukan tindakan penanggulangan dalam bentuk yaitu: (1)
Pengobatan segera pada penderita yang sakit, (2) Melakukan rujukan
penderita yang tergolong berat, (3) Melakukan penyuluhan mengenai
penyakit kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran agar tidak
tertular penyakit atau menghindari penyakit tersebut, (4) Melakukan
gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan rantai penularan
7. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah
adalah Herd Immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd
immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk yang
dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat
kekebalan individu yaitu makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin
sulit terkena penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity,
makin banyak proporsi penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat
herd immunity-nya hingga penyebaran penyakit menjadi semakin sulit.
8. Kemampuan mengadakan penanggulangan atau tingginya herd immunity
untuk menghindari terjadi epidemi bervariasi untuk tiap penyakit
tergantung pada:
1. Proporsi penduduk yang kebal,
2. Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier, dan
3. Kebiasaan hidup penduduk.

10
Pengetahuan tentang penanggulangan KLB herd immunity bermanfaat
untuk mengetahui bahwa menghindarkan terjadniya epidemi tidak perlu
semua penduduk yang rentan tidak dapat dipastikan, tetapi tergantung dari
jenis penyakitnya, misalnya variola dibutuhkan 90%-95% penduduk kebal.
Setelah terjadi wabah, jumlah penduduk yang kebal bertambah hingga
herd immunity meningkat hingga penyebaran penyakit berhenti. Setelah
beberapa waktu jumlah penduduk yang kebal menurun demikian pula
dengan herd immunity-nya dan wabah penyakit tersebut datang kembali,
demikianlah seterusnya.
C. Pengertian Bencana
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Sedangkan,
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat
berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun
kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari
satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.
Bencana terbagi dalam:
1. Natural Disaster: Misalnya gempa bumi, Gempa Vulkanik, Gelombang
Tsunami, Gunung Meletus.
2. Man Made Disaster: Misalnya Banjir,Kebakaran Hutan,Kerusuhan Sosial
dan Pencemaran Lingkungan.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:

11
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor
alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana
nonalam, dan bencana sosial.
Managemen Penanggulangan bencana meliputi Fase I untuk tanggap
darurat,Fase II untuk fase akut,Fase III untuk recovery(rehabilitasi dan
rekonstruksi).Prinsip dasar penaggunglangan bencana adalah pada tahap
Preparedness atau kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana.
Upaya Penaggunglangan Bencana meliputi;
1. Pra Bencana:Kelembagaan/koordinasi yang solid.SDM atau petugas
kesehatan yang terampil secara medik dan sosial dapat bekerjasama
dengan siapapun,Ketersediaan logistik seperti bahan,alatan dan obat.
Ketersediaan informasi tentang bencana seperti daerah rawan dan beresiko
terkena dampak,serta adanya ketersediaan jaringan kerja lintas program
dan sektor.
2. Ketika Bencana: Rapid Health assesment dilakukan dari hari terjadi
bencana sehingga 3 hari setelah bencana.
3. Pascabencana, berdasarkan dari rapid health assesment untuk menentukan
langkah seterusnya sepeTifoid),Pelayanan kesehatan dasar,Surveilans
Masyarakat dan memperbaiki kesehatan lingkungan seperti air
bersih,sanitasi makanan dan pengelolaan sampah.
D. Surveilans bencana dan Kejadian luar biasa (KLB)
1. Surveilans Bencana
Surveilans bencana ialah kegiatan surveilans atau pengumpulan
data yang terkait dengan kejadian bencana. Tujuan dibangunnya
surveilans pada situasi bencana yaitu mendukung fungsi pelayanan bagi

12
korban bencana secara keseluruhan untuk menekan dampak negatif yang
lebih besar. Karakteristik sistem surveilans yang dibangun pada situasi
bencana ialah sistem harus sederhana, mencakup yang sangat prioritas,
dilakukan secara aktif dan intensif, melibatkan semua pihak,
mengutamakan unsur kecepatan, dan didukung juga adanya respon yang
cepat.
Surveilans Bencana adalah upaya untuk mengumpulkan data pada
situasi bencana, data yang dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal,
luka sakit, jenis luka, pengobatan yang dilakukan, kebutuhan yang belum
dipenuhi, jumlah korban anak-anak, dewasa, lansia. Surveilans sangat
penting untuk monitoring dan evaluasi dari sebuah proses, sehingga dapat
digunakan untuk menyusun kebijakan dan rencana program.
Surveilans berperan dalam:
1. Saat Bencana : Rapid Health Assesment(RHA),melihat dampak-
dampak apa saja yang ditimbulkan oleh bencana,seperti berapa jumlah
korban,barang-barang apa saja yang dibutuhkan, peralatan apa yang
harus disediakan, berapa banyak pengungsi lansia, anak-anak, seberapa
parah tingkat kerusakan dan kondisi sanitasi lingkungan.
2. Setelah Bencana: Data-data yang akan diperoleh dari kejadian bencana
harus dapat dianalisis, dan dibuat kesimpulan berupa bencana kerja atau
kebijakan, misalnya apa saja yang harus dilakukan masyarakat untuk
kembali dari pengungsian, rekonstruksi dan rehabilitasi seperti apa yang
harus diberikan.
3. Menentukan arah respon/penanggunglangan dan menilai keberhasilan
respon/evaluasi.
Surveilans bencana meliputi :
1. Surveilans penyakit-penyakit terkait bencana, terutama penyakit
menular. Di lokasi pengungsian korban bencana, sangat perlu dilakukan
survey penyakit-penyakit yang ada, terutama penyakit menular. Dengan
ini diharapkan nantinya ada tindakan penanganan yang cepat agar tidak
terjadi transmisi penyakit tersebut. Ada 13 besar penyakit menular dan
13
penyakit terkait bencana : Campak, DBD, diare berdarah, diare biasa,
hepatitis, ISPA, keracunan makanan, malaria, penyakit kulit,
pneumonia, tetanus, trauma (fisik), dan thypoid.
2. Surveilans data pengungsi.
Data pengungsi meliputi data jumlah total pengungsi dan kepadatan di
tempat pengungsian, data pengungsi menurut lokasi, golongan umur,
dan jenis kelamin. Data dikumpulkan setiap minggu atau bulanan.
3. Surveilans kematian.
Yang tercantum dalam data kematian meliputi nama, tempat atau barak,
umur, jenis kelamin, tanggal meninggal, diagnosis, gejala, identitas
pelapor.
4. Surveilans rawat jalan.
5. Surveilans air dan sanitasi
6. Surveilans gizi dan pangan.
7. Surveilans epidemiologi pengungsi.
Surveilas epidemiologi yang dikembangkan pada pengungsi pada
periode emergensi merupakan Sistem Kewaspadaan Dini KLB penyakit
dan keracunan. Sistem yang akan dikembangkan harus selalu didahului
dengan kajian awal. Kajian awal harus dapat mengidentifikasi
prioritas-prioritas penyakit penyebab kesakitan dan kematian, faktor-
faktor yang berpengaruh, serta program intervensi yang mungkin
dapat dilakukan, terutama penyakit potensial KLB. Prioritas-prioritas
penyakit tersebut nantinya menjadi prioritas upaya perbaikan-perbaikan
kondisi rentan pada kelompok pengungsi, agar kejadian luar biasa
penyakit dan keracunan dapat ditekan frekuensi atau beratnya
kejadian, atau bahkan dapat dihindari sama sekali. Prioritas-priotas
penyakit penyebab kesakitan kematian pada pengungsi tersebut juga
menjadi dasar perumusan terhadap kemungkinan penyelenggaraan
surveilans kesehatan masyarakat dalam bentuk sistem kewaspdaan
dini KLB dan keracunan. Model surveilans yang akan
dikembangkan juga perlu menjadi salah satu sasaran kajian awal.
14
Prioritas-prioritas penyakit penyebab kesakitan dan kematian pada
pengungsi tersebut, juga menjadi dasar dari prioritas kesiapsiagaan
menghadapi kemungkinan terjadinya kejadian rawan atau KLB
penyakit menular dan keracunan. Kesiapsiagaan diarahkan pada
kesiapsiagaan tenaga dan tim penanggulangan gerak cepat, sistem
konsultasi ahli, komunikasi, informasi dan transportasi, serta
kesiapsiagaan penanggulangan KLB, baik dalam teknisk
penanggulangan, tim maupun logistic.
Jadi Surveilans bencana sangat penting karena secara garis besar dapat
disimpulkan manfaatnya adalah:
1. Mencari faktor resiko ditempat pengungsian seperti air, sanitasi,
kepadatan, kualitas tempat penampungan.
2. Mengidentifikasi Penyebab utama kesakitan dan kematian sehingga dapat
diupayakan pencegahan.
3. Mengidentifikasi pengungsi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia,
wanita hamil, sehingga lebih memperhatikan kesehatannya.
4. Pendataan pengungsi diwilayah, jumlah, kepadatan, golongan, umur,
menurut jenis kelamin.
5. Mengidentifikasi kebutuhan seperti gizi
6. survei Epidemiologi.
Surveilans Kejadian Luar Biasa (KLB)
Kegunaan surveilans kejadian luar biasa yaitu identifikasi, investigasi,
serta penanggulangan KLB atau wabah sekaligus mencegah terulang lagi,
Identifikasi kelompok risiko tinggi, Menetapkan prioritas penanggulangan
penyakit, Evaluasi keberhasilan program dan Memonitor kecenderungan
(trends) penyakit, kematian, atau peristiwa kesehatan lain.
Tujuan surveilans KLB
1. Teridentifikasi adanya ancaman KLB
2. Terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB
3. Terselenggaranya kesiap-siagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB
4. Terdeteksi secara dini adanya kondisi rentan KLB
15
5. Terdeteksi secara dini adanya KLB
Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, dilakukan kajian secara terus
menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi KLB.
Berdasarkan kajian epidemiologi dirumuskan suatu peringatan kewaspadaan
dini KLB pada daerah dan periode waktu tertentu.
1. Bahan kajian :
• Data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB.
• Kerentananan masyarakat, al : status gizi dan imunisasi.
• Kerentanan lingkungan.
• Kerentanan pelayanan kesehatan.
• Ancaman penyebaran penyakit berpotensi KLB dari daerah atau negara
lain.
• Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidmeiologi.
2. Sumber data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB :
• Sumber utama.
• Sumber data lain.
Deteksi dini kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan terhadap
timbulnya kerentanan masyarakat, kerentanan lingkungan-perilaku, dan
kerentanan pelayanan kesehatan terhadap KLB dengan menerapkan cara-cara
surveilans epidemiologi atau Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)-kondisi
rentan KLB.
Identifikasi timbulnya kondisi rentan KLB dapat mendorong upaya-
upaya pencegahan terjadinya KLB dan meningkatkan kewaspadaan berbagai
pihak terhadap KLB.Kegiatannya meliputi :
a. Identifikasi kondisi rentan KLB
Mengidentifikasi secara terus menerus perubahan kondisi lingkungan,
kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan, kondisi status kesehatan
masyarakat yang berpotensi menimbulkan KLB di daerah.

16
b. PWS kondisi rentan KLB
Setiap sarana pelayanan kesehatan merekam data perubahan kondisi rentan
KLB menurut desa/kelurahan atau lokasi tertentu, menyusun tabel dan
grafik PWS kondisi rentan KLB.
c. Penyelidikan dugaan kondisi rentan KLB
Tahapan kegiatan :
• Sarana Yankes secara aktif mengumpulkan informasi kondisi rentan KLB
dari berbagai sumber termasuk laporan perubahan kondisi rentan, oleh
perorangan, kelompok, maupun masyarakat,
• Di sarana Yankes, petugas kesehatan meneliti serta mengkaji kondisi
rentan KLB.
• Petugas kesehatan mewawancarai pihak-pihak terkait yang patut diduga
mengetahui adanya perubahan kondisi rentan KLB
• Mengunjungi daerah yang dicu.rigai terhadap perubahan kondisi rentan
KLB.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1. Surveilans adalah proses pengamatan secara teratur dan terus
menerusterhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan
pencegahan dan penanggulangan.
2. KLB adalah meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna
sec epidemiologis pada suatu waktu pada kurun waktu tertentu dan
merupakan keadaan yang menjurus pada terjadinya wabah.
3. Definisi Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
4. Surveilans bencana ialah kegiatan surveilans atau pengumpulan data yang
terkait dengan kejadian bencana. Sedangkan Surveilans KLB yaitu
identifikasi, investigasi, serta penanggulangan KLB atau wabah sekaligus
mencegah terulang lagi
B. Saran
Adapun saran dari kami yaitu, Surveilans bencana seharusnya dilakukan
secara berkesinambungan mulai dari pra bencana, saat bencana dan pasca
bencana. Jadi perlu koordinasi dan kerjasama yang baik antara pihak-pihak
terkait agar persiapan mengahadapi bencana dan intervensi setelah bencana
dapat terlaksana dengan baik. Sedangkan KLB dilakukan untuk menurunkan
kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu, agar penyebarannya tidak meluas.

18
DAFTAR PUSTAKA
DCP2 (2008).Public health surveillance.The best weapon to avert
epidemics.Disease ControlPriority Project. www.dcp2.org/file/153/dcpp-
surveillance.pdf
Eko, Budiarti & Dwi, Anggraeni. 2002. Pengantar Epidemiologi edisi 2. Jakarta :
EGC
http://fatinmaziahreguler2007.wordpress.com/2011/02/19/surveilans-bencana/
16:12
http://www.bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana . 15:37
http://arimasriadi.blogspot.com/Surveilans Epidemiologi Setelah Terjadinya
Bencana. Diakses tanggal 9-2-2013, jam 22:47 WIB.
Priambodo, S.A. 2009, Panduan Praktis Menghadapi bencana. Yogyakarta :
Kanisius
Preparedness,Response and Recovery,Dr belladona MKes,Faculty of
Medicine,UGM.
Widyastuti, P (Ed.). 2006. Bencana Alam. Jakarta : EGC
WHO (2001).An integrated approach to communicable disease surveillance.
Weekly epidemiologicalrecord, 75: 1-8. http://www.who.int/wer

19

Anda mungkin juga menyukai