Anda di halaman 1dari 40

MIND-SET (Mental-Based Integrated System of Nurse Database for

Selection, Emplacement, and Training) Sebagai Strategi Seleksi,


Penempatan, dan Pelatihan Perawat Indonesia Berbasis Kesehatan
Mental di Era Pandemi

Disusun oleh:
Made Prabhanika Rahayu Dharmeswari
(18120501041)

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Kesehatan, Sains, dan Teknologi
Universitas Dhyana Pura
2020
Daftar Isi

Lingkup Pembahasan.............................................................................................. 2

Identifikasi Potensi dan Kebutuhan Lingkungan ...................................................... 6

Target Pembangunan ............................................................................................ 14

Analisis Cara Mencapai Target Pembangunan ....................................................... 19

Penjabaran Rencana Kerja .................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 31

LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................. 34

1
Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup penerapan dari program ini adalah ditujukan kepada komunitas
perawat di Indonesia, terutama mereka yang sudah bertugas selama 1 -2 tahun dalam
masa pandemic Covid-19 dan tamatan pendidikan profesi keperawatan periode 2020-
2021 yang baru mendaftar keanggotaan di organisasi Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) Provinsi Bali. Dalam masa pandemi, pemerintah mengarahkan
rumah sakit untuk mengurang jumlah layanan kesehatan umum demi memaksimalkan
sumber daya untuk perawatan pasien Covid-19. Sumber daya ini berupa sarana dan
fasilitas rumah sakit serta jumlah tenaga kesehatan rumah sakit, dalam hal ini adalah
dokter dan perawat. Perawat menjadi tenaga kesehatan yang diperlukan paling banyak
oleh fasilitas pelayanan kesehatan—terutama rumah sakit—karena tugasnya yang
mencakup mendampingi, merawat, mengedukasi, dan memonitor pasien selama 24 jam
dengan sistem shift. Pandemi COVID-19 menempatkan para tenaga perawat dalam
situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, harus membuat keputusan yang sulit
dan bekerja di bawah tekanan ekstrim. Hal ini tentunya menimbulkan stress kerja dan
burnout syndrome yang dapat mempengaruhi kesehatan mental perawat, padahal
kesehatan mental menjadi salah satu modal utama yang diperlukan perawat untuk
bertahan dalam menjalan tugas di masa pandemi. Belajar dari pengalaman gelombang
pertama pandemic tahun 2020, diperlukan suatu sistem yang mampu menyeleksi dan
mempersiapkan mental perawat agar bisa bekerja baik di penempatan fasilitas
kesehatan masing-masing melalui sistem database profil status mental yang
diintegrasikan dengan sistem database organisasi profesi perawat (PPNI) atau disingkat
dengan MIND-SET. Sebelum mengimplementasikan program ini secara nasional, akan
lebih baik apabila dimulai dari simulasi-simulasi oleh organisasi profesi perawat di
daerah dan provinsi dan menyempurnakan aplikasi program ini dalam prosesnya.

Komunitas psikolog klinis, terutama lulusan sarjana psikologi dan magister


profesi psikologi akan menjadi tenaga yang melakukan asesmen kesehatan mental pada
perawat untuk dikumpulkan dalam database. Para lulusan psikolog dan pihak fakultas

2
atau prodi psikologi berhak diberikan kesempatan untuk berkontribusi kepada
komunitas dan masyarakat, terutama di masa pandemic yang sudah terbukti
menyebabkan banyak muncul gangguan kesehatan mental di seluruh lapisan
masyarakat khususnya tenaga kesehatan yang bertugas di garda depan. Sesuai dengan
ideologi Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu yakni Pendidikan dan Pengajaran,
Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Melalui penerapan
MIND-SET, penulis menargetkan pemberdayaan sumber daya tenaga psikolog secara
efektif sejak dini dan memusatkan mayoritasnya untuk memberikan pelayanan
kesehatan mental bagi perawat sebagai bentuk support system kepada tenaga kesehatan
di masa pandemi selain kepada masyarakat. Dengan cara ini, secara tidak langsung
civitas akademi dari fakultas dan program studi psikologi juga memberikan
kontribusinya kepada masyarakat dengan mempersiapkan mahasiswanya supaya
menjadi tenaga psikolog yang siap pakai di lapangan, baik untuk menyalurkan
keilmuannya melalui layanan ataupun untuk mengembangkan ilmunya melalui riset
yang dapat menjadi referensi di masa depan.

PERSI (Persatuan Rumah Sakit Indonesia) cabang Bali berperan dalam


menyiapkan fasilitas kesehatan rumah sakit untuk menggunakan MIND-SET sebagai
proses seleksi dan rekrutmen perawat. Rumah sakit diutamakan dalam implementasi
database dikarenakan risiko penularan Covid-19 paling tinggi di rumah sakit tempat
perawat menangani pasien terkonfirmasi. Pun tanpa pandemi rumah sakit sudah
memiliki risiko kerja yang tinggi bagi karyawannya dibandingkan fasilitas kesehatan
yang lain. Fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagian besar hanya menerima
outpatient atau pasien rawat jalan dan tidak ada kasus gawat darurat. Sedangkan di
rumah sakit menangani outpatient dan inpatient (pasien rawat inap) dalam situasi
gawat darurat maupun non gawat darurat. Yang diklasifikasikan ke dalam unit gawat
darurat ialah UGD, ICU, dan ruang isolasi dengan risiko bahaya tinggi. Sedangkan
poliklinik dan ruang rawat inap masuk ke kategori non gawat darurat. Di masa pandemi
yang menjadi unit rawan penularan dan faktor risiko stress yang tinggi adalah unit

3
gawat darurat, terutama UGD sebagai tempat penerimaan pasien emergency yang
belum diketahui statusnya dan ruang isolasi yakni tempat perawatan pasien
terkonfirmasi positif. Maka dari itu perawat yang akan ditugaskan di UGD dan ruang
isolasi harus memiliki kesiapan mental dan ketahanan yang memadai untuk
memungkinkan mereka menjalankan tugas dengan baik. Sedangkan bagi perawat yang
sudah bertugas di kedua unit tersebut perlu diperhatikan kondisi mentalnya dan
diberikan akses untuk mendapatkan layanan kesehatan mental untuk bantuan berupa
konseling oleh pihak rumah sakit. Bila manajemen rumah sakit dijalankan dengan baik,
maka rumah sakit akan memiliki tenaga medis yang tidak hanya kompeten dari segi
ilmu dan skill, tetapi juga memiliki performa kerja yang prima, mampu beradaptasi,
dan memiliki daya lenting yang lebih tinggi sehingga tidak mudah mengalami
gangguan psikologis.

Perubahan yang terjadi secara mendadak menyebabkan individu mau tidak mau
harus segera menyesuaikan diri. Kesulitan menyesuaikan diri terhadap perubahan,
terutama perubahan lingkungan yang tidak terduga dan situasi yang membahayakan,
dapat berujung pada stress. Stres stimulus adalah situasi lingkungan yang seseorang
rasakan begitu menekan (Bartlett, 1998). Tekanan yang berasal dari situasi-situasi
lingkungan dapat menjadi penyebab dan penentu gangguan -gangguan kesehatan
apabila terjadi dalam kurun waktu lama dan jumlah berbahaya. Bartlett menekankan
stress stimulus lebih berfokus pada sumber stress atau stressor. Menurut Thoits (1994)
stressor dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu (1) life events (peristiwa -
peristiwa kehidupan), (2) chronic strain (ketegangan kronis), dan (3) daily hassles
(permasalahan-permasalahan sehari-hari). Suatu peristiwa kehidupan bisa menjadi
sumber stress terhadap seseorang apabila kejadian tersebut membutuhkan penyesuaian
perilaku dalam waktu yang sangat singkat (Thoits, 1994). Ketika seseorang gagal
menyesuaikan dengan situasi atau perubahan-perubahan yang secara ekstrem tesebut,
maka timbulah dampak buruk, misalnya perasaan cemas. Berdasarkan teori tersebut,
tenaga kesehatan perawat yang bertugas di garis depan rentan mengalami stres akibat

4
perubahan ekstrim dan waktu penyesuaian diri yang singkat. Bertindak sebagai stressor
dalam kasus ini adalah pandemic Covid-19.

5
Identifikasi Potensi dan Kebutuhan Lingkungan

A. Potensi SDM
1. Perawat
Komunitas perawat memiliki potensi yang tinggi dalam perannya
menangani pasien Covid-19 di masa pandemi. Jumlah perawat yang sudah
terdaftar (sebagai anggota) pada PPNI, per 2 September 2019 sebanyak
532.040, dan masih bisa bertambah karena belum semua perawat terdaftar di
organisasi profesi (https://indonesia.go.id/ , diakses 12 Mei 2021).
Tugas dan tanggung jawab perawat diatur Kode Etik Keperawatan
Indonesia Bab II Pasal 5 – Pasal 9 yang mengatur tanggung jawab perawat
terhadap tugas. Secara umum, tugas perawat yang utama adalah membuat
rencana perawatan untuk pasien dengan dokter, memantau tanda-tanda vital
seperti tekanan darah dan detak jantung secara berkala, memberikan masukan
dan dukungan emosional, membantu ahli bedah selama tindakan operasi,
matih perawat yang masih dalam pendidikan, dan melengkapi dokumen yang
berkaitan dengan perawatan dan kemajuan pasien.
Tugas-tugas ini menuntut perawat untuk berjaga 24 jam demi
mendampingi pasien, sehingga secara otomatis perawat yang berinteraksi
lebih banyak dengan pasien dan selalu berada di rumah sakit dalam sehari-
sehari, apalagi di masa pandemi. Alhasil, dalam masa ini perawat memiliki
potensi untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik untuk pasien, baik
secara medis maupun secara dukungan psikis dan moral.
Tidak hanya kepada pasien, pasien juga berpotensi mengembangkan
kemampuan manajemen, seperti problem solving dan decision-making, serta
kemampuan memimpin dalam kerja sama tim antar sejawat. Sedangkan bagi
dirinya sendiri, perawat berkesempatan untuk belajar banyak hal terkait
pengaturan diri, meningkatkan resiliensi diri, melatih self-awareness terkait

6
kondisi, kemampuan, dan kapasitas diri, serta meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dan berempati ke pasien atau ke kolega sejawat.
Dengan potensi-potensi tersebut, sayangnya di masa pandemi ini
muncul kesenjangan antara situasi ideal dan realita komunitas perawat. Dalam
masa pandemic yang sebelumnya belum pernah terjadi menyebabkan perawat
merasa kewalahan dalam merawat pasien dan menjalankan protocol pandemic
selama bertugas (pemakaian APD, perubahan jadwal shift, mensterilkan
ruangan dan konter secara rutin, tidak bisa berinteraksi leluasa dengan perawat
lain,dll).
Walaupun dibekali ilmu dan ketrampilan, sayangnya mayoritas
perawat belum memiliki kesiapan mental untuk bertugas di pandemi. Karena
peningkatan kasus ekstrim dalam waktu singkat, perawat mau tidak mau harus
bertugas dalam kondisi tidak siap dan tidak familiar di situasi penuh tekanan
dan berisiko tinggi. Akibatnya, perawat secara konstan merasa takut, cemas,
dan khawatir jika tertular, ditambah beban takut menularkan kepada keluarga
di rumah setelah pulang bertugas.
Pemerintah dan rumah sakit menjalankan strategi di awal pandemic
untuk menerjunkan seluruh sumber daya profesi perawat, terutama yang baru
saja lulus pendidikan, untuk bertugas di fasilitas kesehatan, terutama rumah
sakit umum yang berkapasitas besar, akibat kewalahan dalam menangani
peningkatan kasus pasien positif yang ekstrim. Penugasan mendadak disertai
dengan situasi gawat darurat yang belum pernah dijumpai sebelumnya
menyebabkan ketidaksesuaian antara tuntutan pekerjaan dan kesiapan mental
perawat.
Tidak jarang kondisi ini berujung pada peningkatan kasus gangguan
kecemasan, depresi, dan burnout syndrome pada perawat yang mempengaruhi
kinerja dan kualitas hidupnya. Sehingga diperlukan adanya fasilitas pelayanan
untuk menjaga kesehatan mental dan mengatasi gangguan psikologi yang
muncul pada perawat yang bertugas maupun yang sudah selesai. Untuk

7
mencegah kondisi ini terjadi lagi di masa depan, fasilitas pelayanan yang
bersifat preventif juga diperlukan untuk menyiapkan mental dan psikis calon-
calon perawat yang akan bertugas sehingga meminimalisir kemungkinan
munculnya gangguan psikologi.

2. Psikolog
Dalam rancangan program ini, komunitas psikolog berpotensi besar
dalam berperan sebagai support system tenaga kesehatan perawat yang
merawat pasien Covid-19 dengan cara memfasilitasi kesehatan mental mereka
melalui observasi, asesmen berkala, serta pemberian pelatihan tentang
menjaga kesehatan mental dan bimbingan konsultasi bagi perawat yang
mengalami gangguan dan kesulitan secara psikis dalam bertugas. Dengan
menyediakan jalur kerja yang spesifik bagi para psikolog muda, mereka akan
mudah berkontribusi kepada komunitas dan masyarakat dengan tujuan dan
manfaat yang nyata. Sebagai agen-agen kesehatan mental, mereka memiliki
potensi sebagai promotor pentingnya kesehatan mental juga sebagai
penggerak untuk mendorong komunitas yang mengalami gangguan mental
untuk tidak segan meminta bantuan dan mendapatkan pelayanan kesehatan
mental yang memadai, sebagaimana tujuan yang ditetapkan oleh SDGs dan
WHO terkait kesehatan dan well-being. Dengan pemberdayaan tenaga
psikolog yang memadai, potensi bertambahnya jumlah psikolog klinis juga
akan naik seiring dengan bertambahnya demand psikolog klinis untuk layanan
kesehatan mental yang komprehensif.
Sejauh ini jumlah mahasiswa psikologi berdasarkan data PPDIKTI
pada tahun ajaran 2018/2019 ada sekitar 83.230 mahasiswa psikologi yang
terdaftar aktif di 240 perguruan tinggi di Indonesia
(https://today.line.me/id/v2/article/9lgq5g , diakses 12 Mei 2021). Namun
hingga Mei 2020, data statistic keanggotan Ikatan Psikologi Klinis Indonesia
mencatat hanya 3131 psikolog klinis, hanya 81 di Bali dan sebagian besar

8
bekerja di bidang pendidikan dan biro psikologi
(https://data.ipkindonesia.or.id/statistik/keanggotaan-ikatan-psikolog-klinis-
indonesia/ , diakses 12 Mei 2021). Kesenjangan pada angka-angka tersebut
menunjukkan pemberdayaan profesi psikologi belum maksimal, sehingga
banyak lulusan psikologi yang belum mendapatkan peluang dan tempat untuk
menyalurkan keilmuannya. WHO menetapkan standar perbandingan jumlah
tenaga psikolog dan psikiater dengan jumlah penduduk adalah 1:30 ribu orang
(https://www.ugm.ac.id/id/berita/9715 , diakses 12 Mei 2021). Untuk
mewujuadkan goal nomor 3 dari agenda Sustainable Developmental Goals
(SDGs) yaitu ensure healthy lives and promoting well-being for all at all ages.
Terkait masa pandemic yang membawa banyak perubahan di kehidupan
penduduk dunia, sejak awal 2020, WHO berupaya meningkatkan investasi di
kesehatan mental dalam rangka memperingati World Mental Health Day, 10
Oktober 2020 kemarin. Berdasarkan analisis potensi dan status quo tersebut,
singkatnya masyarakat membutuhkan tenaga psikolog sebagai agen-agen
kesehatan mental yang mempromosikan dan memberikan edukasi tentang
kesehatan mental. Bila ditilik lebih spesifik, komunitas yang paling
membutuhkan bantuan bagi kesehatan mentalnya adalah komunitas tenaga
kesehatan khususnya perawat. Dan di sisi lain, sumber daya psikolog, baik
yang sudah lulus maupun masih mahasiswa memerlukan platformyang bisa
membantu mereka menentukan target dalam menyalurkan keilmuannya untuk
membantu masyarakat dengan spesifik, efisien, dan membuahkan hasil nyata.

3. Data dan Fakta Pendukung


Tidak jarang sebagian besar dari kita terlalu fokus menjaga kesehatan
fisik sehingga melupakan pentingnya untuk juga menjaga kesehatan mental.
Secara umum, banyak kasus gangguan psikologi di masyarakat yang tidak
disorot sehingga sulit mendapatkan bantuan yang memadai. Jika

9
diumpamakan, permasalahan psikologis serupa dengan fenomena gunung es
(iceberg phenomenon). Namun dengan pandemi, lebih banyak gangguan
psikologi yang muncul akibat perubahan mendadak, kesulitan beradaptasi,
dan lingkungan yang menjadi penuh tekanan dan risiko.
Banyak penelitian yang dihasilkan selama setahun terakhir untuk
menganalisa dampak secara luas dan menyeluruh dalam berbagai aspek
kehidupan. Pastinya sebagai individu yang secara langsung turun tangan
merawat pasien Covid-19, tenaga kesehatan menjadi subjek yang paling
sering diteliti sebagai bahan evaluasi dampak dan kualitas performa kerja di
era pandemi. Penelitian yang dilakukan tim peneliti dari Program Studi
Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (MKK
FKUI) menunjukkan fakta bahwa sebanyak 83% tenaga kesehatan di
Indonesia telah mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat yang
secara psikologis sudah berisiko mengganggu kualitas hidup dan
produktivitas kerja dalam pelayanan kesehatan (https://fk.ui.ac.id/berita/ ,
diakses pada 12 Mei 2021). Penelitian serupa juga dilakukan di Pontianak,
Kalimantan Barat. Hasil penelitian dari Hanggoro dkk. (2020) menunjukkan
bahwa sebagain besar tenaga kesehatan di Pontianak mengalami gangguan
psikologis, seperti kecemasan, depresi, dan insomnia selama pandemic
berlangsung. Gangguan-gangguan tersebut dialami mayoritas oleh tenaga
kesehatan yang secara langsung menangani pasien Covid. Hal itu disebabkan
oleh persepsi tenaga kesehatan yang merasa berisiko terpapar Covid -19.
Penelitian serupa menggunakan metode literature review dengan
mengidentifikasi, evaluasi, dan interpretasi hasil penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan dampak psikologis tenaga kesehatan di masa pandemic.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas kesehatan menunjukkan
prevalensi kecemasan, depresi, insomnia, dan masalah psikologis yang
berbeda secara keseluruhan (Pinggian, Opod, dan David, 2021). Kecemasan
lebih umum terjadi pada petugas layanan kesehatan yang tidak terlatih secara

10
medis. Pekerja tenaga kesehatan non medis memiliki prevalen kecemasan
yang lebih tinggi, dan baru-baru ini muncul penelitian yang menunjukkan
bahwa skor trauma tenaga kesehatan garda depan lebih rendah daripada
perawat non garis depan dan masyarakat umum. Peneliti lebih lanjut
menjabarkan bahwa dukungan untuk petugas kesehatan, terutama mereka
yang menunjukkan tanda-tanda masalah psikologis, sangat penting di masa
pandemic global ini. Masalah psikologis tersebut dapat menyebabkan perilaku
koping maldaptif, termasuk penyalahgunaan zat dan bunuh diri. Tidak hanya
di Indonesia, penelitian-penelitian yang dilakukan oleh luar negeri juga
menunjukkan hasil yang relative sama. Penelitian yang dilakukan oleh
American Psychological Association (2020) dalam bentuk narasi dari seorang
perawat yang secara langsung bertugas di masa pandemi dan menangani
pasien Covid-19. Mengutip penelitian tersebut,”…We nurses are working
hard right now. Currently, our minds and bodies are in survival mode,
constantly fighting to keep ourselves and our patients alive. We are numb to
what we mentally need…” menunjukkan bahwa para perawat yang bertugas
di masa pandemic menanggung beban mental yang berat (kecemasan, depresi,
PTSD). Secara eksplisit, narasi tersebut menyarankan beberapa cara rumah
sakit dapat membantu perawat dalam memikul beban mentalnya, yang mana
saran tersebut secara umum adalah meminta rumah sakit meny ediakan
fasilitas layanan kesehatan mental untuk tenaga kesehatan yang bertugas.

11
Beberapa studi dalam negeri maupun di luar negeri menunjukkan
angka statistic yang signifikan dalam merepresentasikan fenomena burnout
syndrome dalam profesi keperawatan. Burnout syndrome pada tenaga
kesehatan atau healthcare worker’s burnout merupakan sindrom reversibel
terkait pekerjaan yang terutama terdiri dari kelelahan emosional, penurunan
pencapaian pribadi, dan/atau depersonalisasi, yang berbanding terbalik

dengan kesejahteraan dan budaya keselamatan pasien (Haidari et al, 2021).


Penelitian Woo et al (2020) tentang prevalensi global burnout syndrome di
antara perawat menunjukkan tingkat burnout yang dialami oleh perawat
berdasarkan wilayahnya. Hasil penelitian dapat dicermati dalam diagram
berikut.
Sumber: Tina Woo, Roger Ho, Arthur Tang, dan Wilson Tam (2020)

Dapat dilihat pada diagram tersebut bahwa wilayah Asia


Tenggara dan Pasifik memiliki tingkat burnout yang tertinggi di antara
wilayah-wilayah lainnya, bahkan melebihi wilayah Amerika. Artinya adalah
Indonesia sebagai salah satu negara di Asia Tenggara memiliki tingkat

12
burnout pada profesi keperawatan sejak dimulainya masa pandemic hingga
saat ini.

Menurut penelitian Haidari et al (2021), burnout memiliki efek yang


detrimental terhadap tenaga kesehatan, organisasi, dan pasien. Burnout
syndrome secara berkelanjutan yang dialami oleh perawat dan tidak mendapat
penanganan akan sangat mempengaruhi performa dan kinerja perawat yang
tidak hanya membahayakan diri mereka sendiri, tetapi juga membahayakan
keselamatan pasien dan kualitas pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit.
Hasil penelitian Haidari et al (2021) menunjukkan perbandingan performa
antara tenaga kesehatan yang mengalami burnout dan yang tidak di California,
Amerika Serikat. Sebagian besar keluhan (yang terdiri dari meningkatnya
medical errors, strategi efektif untuk meningkatkan well-being, bertambahnya
perilaku tidak professional, rasa penuh harap untuk masa depan, kesulitan
berkonsentrasi saat bekerja, dan kesulitan di rumah serta dalam menjalankan
tanggung jawab pekerjaan) muncul dari tenaga kesehatan yang mengalami
burnout (66% dari 673 partisipan).

Berdasarkan data-data tersebut, penulis menyimpulkan bahwa


kebutuhan fasilitas layanan kesehatan mental bagi perawat harus menjadi
prioritas pemerintah dan pihak rumah sakit karena tingkat urgency-nya yang
sudah terbukti secara ilmiah dan di lapangan dalam skala besar.

13
Target Pembangunan

Target pembangunan adalah hasil yang ingin dicapai sehubungan dengan


potensi dan kebutuhan lingkungan. Dalam hal ini, penulis memberikan gagasan
inovatif berupa strategi penyeleksian dan penempatan perawat di masa pandemi
berbasis kesehatan mental dalam bentuk MIND-SET.

Hasil yang ingin dicapai melalui gagasan ini adalah untuk mempersiapkan
tenaga perawat dalam bertugas di masa pandemic dan mendapatkan penempatan tugas
yang sesuai dengan kesiapan mentalnya dan kebutuhan fasilitas kesehatan,
memberikan tenaga perawat sebuah fasilitas pelayanan kesehatan mental yang
berperan sebagai support system untuk membantu mereka menangani dan memelihara
kesehatan mentalnya selama bertugas di masa pandemi.

Tidak hanya perawat, beberapa pihak seperti yang disebutkan sebelumnya,


yaitu psikolog, universitas, organisasi profesi, fasilitas kesehatan, dan pemerintah juga
dapat berperan dan memberikan kontribusinya untuk pengabdian masyarakat dan
komunitasnya.

Rumusan target pembangunan gagasan inovatif ini dapat dijab arkan sesuai
dengan rumusan SMART objectives, yakni:

a. Specific (gagasan spesifik)


Untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang muncul di antara
komunitas perawat yang bertugas di masa pandemic akibat bekerja di
lingkungan penuh tekanan dan berisiko penularan tinggi, penulis
mengajukan gagasan program fasilitas berbasis kesehatan mental yaitu
MIND-SET sebagai strategi seleksi dan penempatan perawat di era
pandemic. Database ini akan dibentuk dari kumpulan hasil asesmen klinis
yang dilakukan kepada perawat dan disimpan dalam basis data milik
organisasi profesi yang menaungi perawat, dalam hal ini adalah PPNI
Provinsi Bali. Maka dari itu target audiens dari penggunaan database ini

14
adalah perawat yang baru saja lulus pendidikan (fresh graduate) dan
perawat yang memiliki pengalaman kerja < 2 tahun. Hasil asesmen ini
memuat informasi-informasi terkait status kesehatan mental, karakter, dan
saran tentang perawat, yang mana bisa digunakan sebagai bahan
pertimbangan penyeleksian perawat yang cocok untuk ditugaskan di
lapangan. Informasi ini juga akan digunakan oleh fasilitas kesehatan untuk
memilih dan mempekerjakan perawat dengan status mental dan karakter
sesuai dengan kebutuhan faskes. Asesmen klinis akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan mental psikolog klinis dari universitas-universitas di Bali,
dan Himpunan Psikologi (HIMPSI) Bali sebagai tenaga tambahan dan
pengawas (supervisor) pelaksanaan hingga pencatatan hasil asesmen ke
dalam database. Fasilitas kesehatan, terutama rumah sakit, juga berperan
dalam memperhatikan dan memantau kondisi kesehatan mental perawat
selama bertugas. Hal ini dapat dilakukan dengan oversee oleh kepala unit
di masing-masing unit ruangan tempat perawat ditugaskan, atau melalui
asesmen tiap bulan oleh psikolog klinis dengan metode random sampling
untuk mendapatkan gambaran kondisi mental perawat selama bertugas.
Berdasarkan cara implementasi tersebut, rumah sakit secara otomatis wajib
memiliki 1-2 psikolog klinis yang bertugas memberikan layanan kesehatan
mental (konseling, terapi, asesmen, dll) untuk karyawan dan pekerja medis.
b. Measurable (dapat diukur secara objektif)
Hasil evaluasi dari penerapan program ini dapat diukur secara objektif
melalui asesmen klinis yang dilakukan oleh psikolog. Asesmen akan
dilakukan sebelum perawat bertugas untuk informasi database profil status
mental, asesmen berkala (bulanan) akan dilakukan selama perawat
bertugas untuk mengawasi apabila muncul gejala-gejala gangguan
psikologis sehingga bisa cepat ditangani atau ditindaklanjuti. Seluruh hasil
asesmen dari awal akan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam database
sebagai riwayat kesehatan mental perawat. Setelah program berjalan

15
selama satu periode (misalnya setahun), evaluasi dapat dilakukan melalui
analisa riwayat kesehatan mental perawat di database sehingga didapatkan
suatu gambaran tentang luaran (output) dan dampak (outcome) dari
program ini. Luaran (output) yang ingin dicapai dari implementasi program
ini adalah tenaga perawat yang siap secara mental untuk dituga skan
dimanapun, terutama dalam situasi pandemic dan lebih jauh lagi ke
depannya sebagai bentuk antisipasi apabila situasi serupa pandemi
sekarang terjadi lagi. Sedangkan dampak (outcome) yang dapat dianalisis
dan dievaluasi dari hasil implementasi program ini adalah tingkat turnover
perawat yang menurun apabila dibandingkan dengan yang sebelumnya,
tingkat burnout syndrome yang berkurang pada perawat yang bertugas,
terutama di rumah sakit, dan adanya perombakan dan perbaikan kurikulum
pendidikan keperawatan yang mampu menghasilkan tenaga-tenaga
perawat professional yang siap mental untuk bertugas dalam situasi
emergency maupun non-emergency. Semakin sedikit suatu institusi
pendidikan perawat mendaftarkan lulusannya ke dalam database ini maka
kredibilitas institusi dan kualitas lulusannya akan semakin tidak mumpuni
untuk dipekerjakan.
c. Acceptable (disepakati dan diapat diterima sebagai sesuatu yang tidak
bertentangan dengan hukum, norma, dan moral)
Sebagaimana tujuan utama dari implementasi program ini yaitu untuk
memastikan dan menjamin kesejahteraan tenaga kesehatan perawat yang
bertugas di masa pandemi, dengan cara memberikan layanan kesehatan
mental yang terintegrasi dengan seluruh pihak yang berkaitan, dalam hal
ini adalah perawat, organisasi profesi keperawatan (PPNI) Bali, psikolog
klinis, HIMPSI Bali, fasilitas kesehatan, dan pemerintah. Sehingga
kesehatan mental perawat dapat dijaga demi kualitas hidup yang lebih baik
serta peningkatan kualitas kinerja dan performa di tempat kerja. Merujuk
pada Pasal 57 Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang menyatakan bahwa

16
salah satu hak Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik adalah hak
untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
kesusilaan, serta nilai-nilai agama. Apabila tenaga kesehatan dituntut untuk
menjalankan tugasnya saja tanpa dipenuhi haknya berarti terdapat
ketidaksesuaiaan antara hukum yang berlaku dan kenyataan di lapangan.
Situasi para perawat di masa pandemi ini bisa diumpamakan dengan situasi
di pesawat. Sebelum lepas landas biasanya akan ada awak kabin yang
mendemonstrasikan cara pemakaian masker oksigen dan pesan yang sama
selalu disampaikan, yaitu pakaikan masker pada diri sendiri sebelum
membantu orang lain. Fasilitas kesehatan, khususnya rumah sakit, juga
memiliki kewajiban untuk memaparkan seluruh hak dan kewajiban kepada
setiap tenaga medis dan tenaga kesehatan dengan sejelas-jelasnya, serta
kewajiban untuk memenuhi hak-hak tersebut dan memastikan
kewajibannya berjalalan. Hak tenaga medis dan tenaga kesehatan yang
dimaksud salah satunya adalah menyediakan akses ke kesehatan mental
dan sumber daya konseling (https://manajemenrumahsakit.net/2020/04/ ,
diakses 13 Mei 2021). Prinsip the only way to save others is by saving
yourself first juga seharusnya diterapkan untuk perawat-perawat yang
bertugas. Demi bisa menjalan kewajiban dan tugasnya untuk memberikan
layanan kesehatan kepada masyarakat, pertama-tama mereka harus
memastikan keselamatan dan kesiapan diri mereka sendiri.
d. Realistic (mungkin untuk dicapai)
Program ini bisa dicapai dan diterapkan di lapangan apabila seluruh pihak
yang terlibat bersedia saling berkoordinasi dan menggunakan sumber daya
yang ada dengan maksimal. Dalam hal ini, unsur 6M harus digunakan
seefisien mungkin, yakni ; Man, orang-orang dan komunitas yang berperan
dalam perencanaan program ini harus saling bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama ; Method, strategi dan taktik untuk mengimplementasikan

17
program ini harus terencana dengan baik dan dilaksanakan sesuai dengan
tugas masing-masing penanggung jawab ; Materials, penggunaan seluruh
sumber daya yang dimiliki seefisien mungkin demi hasil yang maksimal ;
Measurements, tolak ukur yang jelas dan spesifik sehingga bisa
mengevaluasi proses hingga output untuk mengetahui kelebihan yang bisa
dikembangkan dan kelemahan yang dapat diperbaiki ; Machines,
penggunakan ilmu teknologi yang sudah canggih untuk membuat program
dengan sistem terintegrasi yang mudah untuk diakses ; Mother of Nature,
dari awal sampai akhir proses tidak ada yang membahayakan keadaan
lingkungan atau alam di sekitar (ramah lingkungan).
e. Time-bound (tenggat waktu untuk mencapai)
Penulis mengajukan waktu untuk tahap persiapan selama 3 minggu setelah
proposal program disetujui oleh pihak universitas, PPNI Bali, HIMPSI
Bali, dan Dinas Keesehatan. Dilanjutkan dengan tahapan simulasi program
selama sebulan untuk uji coba dan di akhir simulasi akan dilakukan
evaluasi diikuti dengan perbaikan selama 2 minggu. Penulis menargetkan
pelaksanaan program secara resmi paling lambat di bulan ke-4 untuk
program database wilayah Bali. Time-table akan disajikan dalam lampiran.

18
Analisis Cara Mencapai Target Pembangunan

A. Konsep

Program MIND-SET memiliki konsep pelayanan kesehatan mental terintegrasi


untuk tenaga medis dan tenaga kesehatan terutama di era pandemic. Tujuan utama dari
pelaksanaan program ini adalah untuk menyediakan dan menghubungkan perawat
dengan fasilitas layanan kesehatan mental yang mudah diakses sebagai tahap seleksi
dan persiapan sebelum bertugas. Untuk pelaksanaan program yang efektif dan lancar
diperlukan kerjasama antara pemangku kepentingan (stakeholder), yaitu perawat,
psikolog klinis, universitas, PPNI Bali, HIMPSI Bali, PERSI Bali, dan pemerintah
demi mencapai tujuan bersama, serta diperlukan perluasan sumber dana tidak hanya
dari pemerintah, tetapi juga dari swasta. Program database ini memilki sifat integrative,
interventive, dan preventif demi menghasilkan sumber daya perawat yang siap pakai.
Dalam program juga ditekankan unsur hak asasi manusia dan hak tenaga kerja sebagai
pertimbangan utama tata cara pelaksanaan dan proses implementasinya.

Prinsip-prinsip Pelaksanaan Program yakni sebagai berikut :

a. Universal, yaitu dapat diterapkan di tingkat wilayah regional maupun


nasional, oleh negara maju maupun negara berkembang
b. Terintegrasi, yaitu menyatukan seluruh aspek seperti aspek kesehatan,
psikologis, etis, moral, dan filosofis
c. Interventif, yaitu memiliki fungsi yang mendorong solusi terhadap
permasalahan dan diharapkan terjadi perubahan yang cepat
d. Preventif, yaitu memiliki fungsi mencegah terjadinya tau juga mengurangi
kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan.

19
B. Kebijakan yang Berlaku sebagai Dasar Pelaksanaan Program
1) UU Nomor 13 Tahun 20013 tentang Ketenagakerjaan, di dalamya mengatur
hak-hak tenaga kerja dan tata pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3);
2) Pasal 86 UU Nomor 13 Tahun 20013 tentang Ketenagakerjaan yang
menyatakan bahwa setiap pekerja/ buruh mempunyai hak memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja;
3) Pasal 87 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 20013 tentang Ketenagakerjaan yang
mengatur tentang setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan; dan
4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit, yakni Pasal 11 yang mengatur tentang standar
dan manajemen risiko K3RS; Pasal 14 yang mengatur tentang pelayanan
kesehatan kerja komprehensif melalui kegiatan promotive, preventif, kuratif,
dan rehabilitative; dan Pasal 19 yang mengatur tentang kesiapsiagaan
menghadapi kondisi darurat atau bencana untuk meminimalkan dampak
terjadinya kejadian yang menimbulkan kerugian fisik, material, dan jiwa,
mengganggu operasional, serta menyebabkan kerusakan lingkungan, atau
mengancam finansial dan citra Rumah Sakit.

C. Analisis Hambatan Internal dan Eksternal Cara Pencapaian Target

Target pembangunan yang digagaskan oleh penulis adalah penyediaan fasilitas


pelayanan Kesehatan mental bagi perawat yang terintegrasi berupa program MIND-
SET sebagai dasar utama dalam mempertimbangkan tindakan inteventif dan preventif
demi menjaga kesehatan mental perawat yang berdampak pada kualitas hidup dan
kinerjanya di masa pandemi. Secara umum terdapat 4 tahapan dalam proses
pelaksanaan program, yakni tahap persiapan, simulasi, revisi, dan aplikasi program.

20
Penulis menganalisa hambatan yang mungkin muncul selama prosesnya, sebagai
berikut ;

1. Hambatan Internal
a. Jalur birokrasi dan administrasi terkait persetujuan dan izin untuk
menerapkan program seleksi-penempatan perawat memakan waktu
yang relative lama
b. Hambatan sumber daya; jumlah lulusan perawat yang sudah terdaftar
keanggotaan PPNI, jumlah tenaga psikolog, jumlah orang yang bisa
diasesmen oleh satu psikolog dalam sehari, lama waktu yang
dibutuhkan untuk input hasil asesmen ke database profil anggota PPNI
c. Penentuan metode pelaksanaan asesmen dan input data profil hasil
asesmen yang mampu dilakukan dengan jumlah sumber daya yang ada
d. Masing-masing stakeholder membutuhkan waktu untuk memahami dan
menerapkan sistem yang berbeda dari sebelum-sebelumnya
e. Faskes, terutama rumah sakit, memerlukan waktu untuk menyesuaikan
sistem manajemen rumah sakit dengan sistem seleksi dan penempatan
perawat yang baru
2. Hambatan Eksternal
a. Biaya; memerlukan biaya untuk sumber daya yang memadai, perlu dana
cadangan apabila perlu menambah jumlah sumber daya, mencari
sumber dana pihak ketiga selain pemerintah dan stakeholder (swasta)
b. Aksesibilitas; harus terlebih dahulu memastikan seluruh wilayah di Bali
bisa mengakses database untuk menerapkan sistem seleksi dan
penempatan perawat
c. Operasional; sasaran pengguna database profil status mental harus
terlebih dahulu memahami fungsi dan pentingnya penerapan program
untuk memastikan keberlangsungan dan keefektifan pelaksanaan
program

21
Penjabaran Rencana Kerja

A. Tahap Persiapan
1) Proses brainstorming dengan seluruh stakeholder untuk memberikan
gambaran tentang konsep, tujuan, hasil yang ingin dicapai, dan dampak yang
diinginkan dari implementasi program. Proses brainstorming melibatkan
pihak universitas selaku penggagas, sekolah keperawatan, HIMPSI cabang
Bali, PPNI cabang Bali, PERSI Cabang Bali, dan Dinas Kesehatan Provinsi
Bali
2) Brainstorming dilanjutkan dengan tahap menghitung sumber daya dan
kapasitasnya; jumlah rata-rata lulusan perawat setiap tahun, jumlah lulusan
perawat yang sudah terdaftar sebagai anggota PPNI, berapa jumlah tenaga
psikolog klinis dari Universitas Dhyana Pura (alumni dan dosen), berapa
jumlah tenaga psikolog klinis dari HIMPSI Bali, bagaimana kemampuan
asesmen masing-masing psikolog (berapa klien yang diasesmen per hari,
durasi waktu asesmen per klien, jumlah sesi asesmen yang dilakukan sehari,
instrument asesmen yang digunakan, metode asesmen yang digunakan, berapa
biaya dari tiap sesi asesmen per hari), dan mendiskusikan kebijakan
manajemen rumah sakit yang baru untuk mendukung jalannya program
3) Setelah mencapai kesepakatan, universitas akan menyusun proposal
rancangan program, rencana kerja, sumber daya yang dibutuhkan, struktur
pelaksana program, dan anggaran dana
4) Proposal akan dikirim ke Kementrian Kesehatan yang ditembuskan ke Dinas
Kesehatan untuk mendapatkan dukungan kebijakan dan dana dari pihak
pemerintah
5) Proposal untuk mengukuhkan Kerjasama akan dikirim ke pemangku
kepentingan yang lain, yaitu sekolah keperawatan, HIMPSI cabang Bali,
PPNI cabang Bali, dan PERSI Cabang Bali

22
6) Stakeholder mempersiapkan sumber daya masing-masing sebagaimana yang
sudah disepakati dalam brainstorming dan konten proposal

B. Tahap Simulasi
1) Tahap simulasi dilakukan sebagai ajang uji coba rancangan implementasi
program di lapangan
2) Tahap simulasi akan dilakukan dalam kurun waktu 1 bulan (4 minggu) di
wilayah Kota Madya Denpasar
3) Tahap simulasi akan dimonitor secara langsung oleh perwakilan dari masing-
masing stakeholder
4) Pada tahap simulasi akan dipilih 3 sekolah keperawatan secara acak yang
lulusannya akan dilaksanakan asesmen
5) Adapun persyaratan peserta uji coba asesmen adalah mahasiswa/i
keperawatan yang baru lulus dan sudah terdaftar sebagai anggota PPNI Kota
Denpasar.
6) Metode asesmen yang akan dilakukan adalah secara offline untuk menjaga
validitas dan reliabilitas hasil asesmen menggunakan instrument alat ukur,
observasi, dan wawancara
7) Masing-masing lulusan sekolah keperawatan akan mengikuti uji coba secara
bergiliran, yang mana satu sekolah akan mengikuti uji coba asesmen selama
seminggu
8) Hasil asesmen dan kesimpulan harus langsung dirampungkan oleh asesor
(psikolog) begitu sesi asesmen dalam satu hari berakhir
9) Hasil asesmen dan kesimpulan diberikan ke pihak PPNI Kota Denpasar agar
datanya dimasukkan ke dalam profil masing-masing perawat yang sudah
terdaftar sebagai anggota

23
10) Hasil asesmen akan berupa status kesiapan bekerja yang meliputi informasi;
a) Gambaran kepribadian individu
b) Tingkat ketahanan stress
c) Tingkat adaptasi individu
d) Kekuatan dan kelemahan individu
e) Kecenderungan psikopatologi
f) Saran dan rekomendasi penempatan individu

C. Tahap Evaluasi
1) Proses evaluasi akan dilakukan secara langsung setelah simulasi berakhir
2) Aspek yang dievaluasi meliputi namun tidak terbatas pada ;
a) Durasi asesmen yang efektif
b) Validitas-reliabilitas instrumen asesmen
c) Paham atau tidaknya testee (lulusan perawat) dengan isi butir
instrument asesmen dan pertanyaan wawancara
d) Efektivitas metode asesmen
e) Aksesibilitas MIND-SET oleh rumah sakit, PERSI cabang Bali,
HIMPSI cabang Bali, dan Dinas Kesehatan Provinsi Bali
3) Apabila seluruh aspek sudah sesuai dengan rancangan awal program maka
program dianggap IMPLEMENTATIF
4) Apabila ada aspek yang belum/ tidak sesuai maka akan segera dilakukan revisi
selama 2 minggu oleh penanggung jawab implementasi program

24
D. Tahap Implementasi Program
1) Implementasi program akan dilakukan di tingkat Provinsi Bali
2) Implementasi program akan dimulai untuk perawat yang baru lulus
pendidikan keperawatan
3) Tenaga psikolog dari universitas dan HIMPSI cabang Bali akan dibagi ke
dalam kelompok yang bertugas sebagai asesor di masing-masing kabupaten
4) Asesmen dan pendataan perawat di masing-masing kabupaten akan dilakukan
secara bergiliran dalam waktu 6 minggu
5) Asesor (psikolog) harus langsung menganalisa dan menyimpulkan hasil
asesmen setelah sesi asesmen dalam satu hari berakhir
6) Seluruh PPNI di tingkat kabupaten memasukkan hasil asesmen dan
kesimpulan ke data profil anggotanya secara serempak
7) Perawat hanya bisa mengakses profil status mental milik dirinya sendiri.
Akses penuh akan diberikan kepada perawat hanya sebagai viewer untuk
menghindari kemungkinan keterangan pada profil dimanipulasi
8) PPNI selaku organisasi profesi memiliki akses penuh terhadap profil status
mental perawat sebagai viewer dan hanya bisa mengubah keterangan pada
profil (editor) dengan koordinasi dan konsultasi psikolog klinis selaku asesor.
9) Psikolog klinis sebagai asesor hanya bisa mengakses profil milik perawat
yang menjadi klien asesmennya saja, maka tiap psikolog klinis harus membuat
kata sandi milik pribadi untuk membuka profil perawat yang menjadi
kliennya. Asesor memiliki akses penuh sebagai viewer dan editor terhadap
profil kliennya.
10) Pihak rumah sakit memiliki akses pada profil status mental perawat sebatas
pada status kesiapan mental, saran, dan rekomendasi untuk penempatan
perawat. Untuk informasi detil, rumah sakit harus berkoordinasi dan
berkonsultasi dengan asesor yang bertanggung jawab atas profil tersebut.

25
11) Dinas Kesehatan bekerja sama dengan PERSI cabang Bali untuk memberikan
himbauan kepada faskes, terutama rumah sakit, mengenai penggunaan MIND-
SET sebagai metode rekrutmen dan seleksi perawat
12) PERSI cabang Bali bekerja sama dengan HIMPSI dan PPNI dalam membuat
kebijakan manajemen rumah sakit yang baru untuk mendukung program
database dengan menerapkan kebijakan yang bersifat interventive dan
preventif demi memantau kondisi kesehatan mental perawat selama bertugas,
serta sebagai strategi untuk segera memberikan akses layanan kesehatan
kepada perawat yang menunjukkan gejala-gejala psikologis selama bertugas
(sesuai dengan anjuran jurnal APA). Adapun kebijakan tersebut berupa;
a) Nurse assistance program atau program pendampingan bagi perawat
oleh psikolog atau konselor yang memberikan layanan kesehatan
mental by appointment (dengan janji pertemuan) baik secara
langsung atau daring (telemedicine)
b) Melakukan follow-up dan pemantauan melalui kepala unit masing-
masing ruangan tempat perawat bertugas, terutama unit-unit dengan
risiko penularan tinggi (UGD, ICU, dan isolasi). Kepala unit akan
dihimbau oleh pihak manajemen dan psikolog yang bertugas
mengenai apa yang perlu dipantau dari kinerja dan perilaku perawat
serta yang harus segera dilaporkan untuk diberikan tindak lanjut
c) Pemantauan juga bisa dilakukan secara berkala (1 bulan sekali)
melalui teknik sampling acak (randomize sampling), yaitu memilih
sejumlah perawat dari berbagai unit secara acak untuk diberikan sesi
asesmen dan konseling singkat. Tujuannya adalah memberikan
gambaran kondisi kesehatan mental perawat selama menjalankan
tugasnya
d) Penerapan Psychological First Aid atau Psikologi Pertolongan
Pertama kepada perawat yang menunjukkan gejala-gejala psikologis
ketika bertugas; tujuannya untuk meringankan dan mengurangi

26
gejala-gejala yang muncul sebelum menjadi derajat berat dan
diberikan tindakan lanjutan di luar jam bertugas (sesi konseling
khusus)
e) Memberikan waktu dan kesempatan untuk sesi diskusi dan
debriefing di masing-masing stasiun perawat sebelum mereka mulai
giliran jaga (shift); tujuannya untuk memberikan mereka kesempatan
saling bertukar kabar dan berbagi cerita mengenai kondisi masing-
masing untuk membentuk support system antara rekan sejawat. Di
sesi ini bisa juga diterapkan latihan pernafasan dan latihan
mindfulness untuk menyiapkan mental sebelum bertugas sebagai
bentuk psikologi pertolongan pertama yang bisa dilakukan secara
mandiri

27
E. Informasi tambahan
1. Struktur Koordinasi Implementasi Program

Kemenkes

Dinkes Bali

Universitas PERSI Bali


HIMPSI Bali PPNI Bali
Dhyana Pura

Sekolah
IPKI
Keperawatan

KETERANGAN
a) Kementerian Kesehatan RI: sebagai pemberi kebijakan dan pengawas regulasi
implementasi program
b) Dinas Kesehatan Provinsi Bali: sebagai pelindung dan pengawas stakeholder
dalam implementasi program
c) Universitas Dhyana Pura dan Sekolah Keperawatan: saling berkoordinasi
untuk menyiapkan lulusannya sebagai peserta implementasi program
d) HIMPSI Bali: sebagai pelindung, pengawas, dan penyedia tenaga asesor yang
akan mengimplementasikan program
e) Persatuan Perawat Nasional Indonesia Bali: menyiapkan data profil
keanggotaan dan memberikan akses kepada stakeholder membuka data
f) PERSI Bali: menyiapkan data rumah sakit di Bali agar bisa menggunakan
sistem seleksi dan penempatan perawat sesuai database yang sudah dibuat,
serta membentuk kebijakan manajemen rumah sakit baru sesuai dengan
implementasi program

28
2. Struktur Panitia Pelaksana
1) Ketua Umum : Dinas Kesehatan Provinsi Bali
: Universitas Dhyana Pura (Rektor)
2) Penasihat : Ketua Prodi Psikologi Undhira
: Ketua HIMPSI Bali
3) Ketua Proyek : sebagai penggagas dan penanggung jawab
proyek
4) Sekretaris : membantu ketua dalam hal administrasi dan
operasional
5) Bendahara : mencatat, menyimpan, dan mengoordinasikan
anggaran dana
6) Koordinator Tim
• Tim Asesor : bertanggung jawab dalam menyampaikan dan
membagikan tugas para psikolog klinis sebagai asesor
• Tim IT : bertanggung jawab dalam membuat database
dengan koordinasi PPNI dan memasukkan data hasil
asesmen ke database
• Tim Administrasi : bertanggung jawab dalam memastikan
bahwa administrasi memadai dan mencukupi kebutuhan
proyek

3. Rancangan Anggaran Dana dan Jumlah Sumber Daya

Rancangan Anggaran Dana


Sumber daya Jumlah Ket.
Jumlah sekolah keperawatan di Bali 8
Jumlah rata-rata total lulusan perawat per
tahun 200
Jumlah psikolog klinis
Undhira 100
HIMPSI 80

29
Total tenaga psikolog klinis 180

Kapasitas asesmen
Durasi rata-rata asesmen 30-45 menit
Jumlah klien per hari 6

Biaya asesmen
IDR
Biaya psikolog 150.00000 60%
IDR
Biaya administrasi 100.00000 40%
IDR
Total biaya asesmen 250.00000

Total dana
IDR
Biaya asesmen sehari 1,500.00000
IDR
Biaya seluruh asesmen 270,000.00000
Total gaji psikolog 60% dari Biaya seluruh asesmen
IDR
162,000.00000
Total dana administrasi 40% dari Biaya seluruh asesmen
IDR
108,000.00000

30
DAFTAR PUSTAKA

Bartlett, D. (1998). Stress: Perspectives and processes. Philadelphia, USA: Open

University Press.

Fk.ui.ac.id. (2020). 83% Tenaga Kesehatan Indonesia Mengalami Burnout Syndrome

Derajat Sedang dan Berat Selama Masa Pandemi COVID-19. Diakses pada: 12

Mei 2021 dari: https://fk.ui.ac.id/berita/83-tenaga-kesehatan-indonesia-

mengalami-burnout-syndrome-derajat-sedang-dan-berat-selama-masa-

pandemi-covid-19.html

Haidari, E., Main, E.K., Cui, X. et al. Maternal and neonatal health care worker well-

being and patient safety climate amid the COVID-19 pandemic. J Perinatol 41,

961–969 (2021). https://doi.org/10.1038/s41372-021-01014-9

Hanggoro, A. Y., Suwarni, L., Selviana, dan Mawardi. (2020). Dampak Psikologis

pandemic Covid-19 pada Tenaga Kesehatan: Studi Cross-Sectional di Kota

Pontianak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. 15(2)

Indonesia.go.id. (2020). Momentum Perbaiki Layanan Kesehatan Nasion al. Diakses

pada : 12 Mei 2021 dari :

https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awr9Ima4uaBgM5AA8odXNyoA;_ylu=Y29

sbwNncTEEcG9zAzQEdnRpZANDMTYxMl8xBHNlYwNzcg--

/RV=2/RE=1621174841/RO=10/RU=https%3a%2f%2findonesia.go.id%2fnar

31
asi%2findonesia-dalam-angka%2fekonomi%2fmomentum-perbaiki-layanan-

kesehatan-nasional/RK=2/RS=qDEZZ5NyS7Qn3JKh8esVuo0zGeA-

Ipkindonesia.or.id. (2021). Statistik Keanggotaan Ikatan Psikolog Klinis Indonesia.

Diakses pada 12 Mei 2021 dari:

https://data.ipkindonesia.or.id/statistik/keanggotaan-ikatan-psikolog-klinis-

indonesia/

Manajemenrumahsakit.net. (2020). Kesejahteraan, Hak, Dan Kewajiban Tenaga

Medis Di Tengah Pandemi. Diakses pada 13 Mei 2021 dari:

http://manajemenrumahsakit.net/2020/04/kesejahteraan-hak-dan-kewajiban-

tenaga-medis-di-tengah-pandemi/

Nelson, S. M. dan Lee-Winn, A. E. (2020). The Mental Turmoil of Hospital Nurses

in the COVID-19 Pandemic. American Psychological Association. 12(1): 126-

127

Pinggian, B., Opod, H., dan David, L. (2021). Dampak Psikologis tenaga Kesehatan

Selama Pandemi Covid-19. Universitas Sam Ratulangi. 13(2): 144-151

Thoits, P. A. (1994). Stress, coping, and social support processes: where are we? What

next? Journal of Health And Social Behavior, 35, 53-79.

http://www.jstor.org/stable/2626957 , diakses 16 Mei 2021

32
Today.line.me. (2020). S.Psi Jadi Trending Topic, Bukti Banyaknya Mahasiswa &

Sarjana Psikologi di Indonesia? Diakses pada 12 Mei 2020 dari :

https://today.line.me/id/v2/article/9lgq5g

Ugm.ac.id. (2020). Minim Psikolog, Ribuan Penderita Gangguan Jiwa Belum

Tertangani. Diakses pada 12 Mei 2021 dari :

https://www.ugm.ac.id/id/berita/9715-minim-psikolog-ribuan-penderita-

gangguan-jiwa-belum-tertangani

Woo, T., Ho, R., Tang, A., dan Tam, W. (2020) Global prevalence of burnout

symptoms among nurses: a systematic review and meta-analysis. Journal of

Psychiatric Research. 123(1): 9-20. ISSN 0022-3956.

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0022395619309057,

diakses 6 Juni 2021

33
LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Grafik Konsep Program

Untuk
menyediakan
fasilitas
layanan
kesehatan
mental bagi
perawat
Memperluas
Diperlukan
sumber
kerjasama
pendanaan
stakeholder
tidak hanya dari
yang berbagi
pemerintah
tapi juga swasta MIND- tujuan sama

SET
Menekankan
Bersifat
unsur hak
integratif,
asasi manusia
interventif,
dan hak
dan preventif
tenaga kerja

34
2. Jadwal Rencana Kerja

JADWAL RENCANA KERJA

KEGIAT
AN JUNI JULI AGT SEP OKT NOV DES
Tahap
Persiapan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Brainstor
ming
dengan
stakeholde
r
Menyusun
proposal
rancangan
program
Mengirim
proposal
Menghimb
au sekolah
keperawat
an dan
rumah
sakit

Tahap
Simulasi
Memilih
acak 3
sekolah
keperawat
an
Mempersi
apkan
peserta
simulasi
Mempersi
apkan
sumber
daya

35
asesor dan
PPNI
Simulasi A
Simulasi B
Simulasi C
Input hasil
asesmen
ke
database

Tahap
Evaluasi
Evaluasi
Revisi

Tahap
Implemen
tasi
Program
Menyiapk
an sekolah
perawat di
Bali
Membagi
tenaga
asesor
menjadi
kelompok
Asesmen
di seluruh
kabupaten
Input hasil
asesmen
ke PPNI
Bali
Implement
asi
kebijakan
manajeme
n rumah
sakit baru

36
Evaluasi
dan Revisi

37
3. Desain Program MIND-SET

MIND-SET Proses

DINAS KESEHATAN
PROV. BALI
(Supervisi dan Perawat fresh gradute
Regulasi) mendaftar ke database
PPI Bali sebagai
SELEKSI TENAGA PERAWAT anggota
Universitas SIAP PAKAI SECARA MENTAL
Dhyana Pura DAN KOMPETENSI
(Penggagas)
Asesmen perawat
fresh graduate oleh
PPI Bali psikolog klinis

PENEMPATAN PERAWAT
SESUAI KESIAPAN MENTAL Input hasil asesmen ke
HIMPSI Bali DAN KOMPETENSI DI FASKES database anggota PPI
Fungsi hasil asesmen

PERSI Bali
PROGRAM PELATIHAN
(KONSELING DAN TRAINING)
BERBASIS KESIAPAN
MENTAL SESUAI DENGAN
KEBUTUHAN FASKES

Keterangan:

: Stakeholder (pemangku kepentingan)

: Aktor yang terlibat dalam proses

: Berhubungan langsung (tindakan lanjutan)

38
39

Anda mungkin juga menyukai