A DENGAN DIAGNOSA
MEDIS TB PARU DENGAN PRIORITAS MASALAH
GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR AKTUALISASI DIRI DI
RUANG GARDENIA RSUD Dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
OLEH :
Nama : Sunardi
NIM : 2019.C.11a.1029
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini disusun oleh :
Nama : Sunardi
NIM : 2019.C.11a.1029
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Diagnosa Medis TB
Paru dengan Prioritas Masalah Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Aktualisasi Diri di Ruang Gardenia RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn. A Dengan Diagnosa
Medis TB Paru Dengan Prioritas masalah Gangguan Pemenuhan Kebutuhan dasar
Aktualisasi Diri di Ruang Gardenia Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan
pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan I
(PPK I).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta.A, S.Kep.,Ners, Selaku Koordinator PPK1 Semester IV
tahun 2021
4. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Penulis
DAFTAR ISI’
4.1 Kesimpulan……………………………………………………... 32
4.2 Saran…………………………………………………………….. 32
BAB I
PENDAHULUAN
2008). Himpitan hidup yang semakin berat di alami hampir oleh semua
(Intan, 2010).
jiwa. Penyakit mental ini menimbulkan stress bagi penderita dan keluarga nya.
proses pikir maupun ganguan sensori persepsi yang sering adalah harga diri
rendah.
menjadi masalah yang sangat serius. WHO menyatakan paling tidak ada 1
dari 4 orang di dunia mengalami masalah mental, diperkirakan ada sekitar
untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari
seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per
1.000 penduduk.
khusus pasien dengan HDR jika tidak segera ditangani akan memberikan
peran perawat yang optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan dan
rendah dimana klien merasa tidak percaya diri. Selain itu klien merasa gagal
dengan menganalisa seberapa baik perlaku seseorang sesuai dengan ideal diri.
Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri
seseorang yang penting dan berharga (Stuart & Sundeen 1998). Kebutuhan
Peran perawat dalam menangani pasien harga diri rendah di rumah sakit
keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi pelaksanaan pada pasien harga diri
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien harga diri rendah dengan
1.4 Manfaat
sehari-hari dengan bekerja sama dengan orang lain dan mampu memandang
TINJAUAN TEORI
kehidupannya.
yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa
mereka lakukan.
diri adalah proses menjadi diri sendiri dalam mengerjakan sesuatu yang
disukai. Pengerjaan itu dilakukan dengan gairah sesuai dengan potensi yang
manusia.
untuk menjadi apa saja yang dia dapat melakukannya, dan untuk menjadi
kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Manusia yang dapat
mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh
kemanusiaan secara alami, dan tidak mau ditekan oleh budaya (Alwisol,
2016).
tumbuh dari makhluk yang sederhana menjadi suatu yang kompleks, lalu
berubah dari ketergantungan menuju kemandirian dari sesuatu yang tetap dan
kecenderungan untuk berjuang menjadi apapun yang mampu kita raih, motif
tertinggi. Kebutuhan paling rendah dan paling kuat harus dipuaskan terlebih
aktualisasi diri. Aktualisasi diri sangat penting dan merupakan harga mati
atau tersembunyi yang mana suatu saat pasti terungkap dengan sendirinya
sebagai tanda atau ciri khas yang membedakan dirinya dengan orang lain.
menyakitkan.
di luar dari hidup yang tidak bermakna saat ini, misal: penyalahgunaan
obat.
individu.
1) Clorpromazine (CPZ)
Untuk sindrom psikosis yaitu berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, waham, halusinasi, gangguan
perasaan dan perilaku aneh, tidak bekerja, hubungan sosial dan
melakukan aktivitas rutin.Efek saamping : sedasi, gangguan otonomik
serta endokrin(Keliat, 2001).
2)Trihexyphenidyl ( THP )
Untuk segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pascaa
enchepalitis dan idiopatik.Efeksamping : hypersensitive terhadap
trihexyphenidyl, psikosis berat, psikoneurosis dan obstruksi saluran cerna
(Keliat, 2001)
7
3)Haloperidol ( HPL )
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realitaas dalaam
fungsi netral serta fungsi kehidupan sehari-hari.Efek samping :
sedasi, gangguan otonomik dan endokrin (Keliat, 2001).
2.2.1 Pengkajian
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d perubuhan frekuensi nafas berubah
(D.0001,Halaman 18)
b. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-ferfusi (D.003
Halaman 22)
c. Resiko intoleransi aktivitas b.d gangguan pernapasan (D.0060. Halaman
135)
d. Gangguan pola tidur b.d kurangnya control tidur (D.0055. Halaman 126 )
e. Nyeri akut b.d tekanan darah meningkat (D.0077.Halaman 172)
f. Harga diri rendah ( Menurut Fajariyah 2012)
2.2.3 Intervensi
Intervensi keperawatan/rencana keperawatan adalah preskripsi untuk
perilaku spesifik yang diharapkan dari klien dan/atau tindakan yang harus
dilakukan oleh perawat. Intervensi keperawatan harus spesifik, dinyatakan
dengan jelas dan dimulai dengan kata kerja aksi. Rencana/intervensi
keperawatan didasarkan pada pengkajian dan diagnosis dari status kesehatan
klien, kekuatan, dan masalah klien. Komponen perencanaan meliputi menilai
prioritas, menentapkan tujuan jangka panjang, menetapkan tujuan jangka
pendek, mengidentifikasi strategi dan mengurai intervensi keperawatan untuk
implementasi.
Konsep rencana keperawatan klien dengan Isolasi Sosial: Aktualisasi diri
menurut Budi Anna K adalah sebagai berikut :
a. Tindakan keperawatan pada klien
1) Tujuan keperawatan
a. Klien dapat meningkatkan gambaran dirinya dengan membina hubungan saling
percaya.
b. Klien dapat menyadari penyebab isolasi sosial.
c. Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
d. Klien dapat mengungkapkan perasaan tentang dirinya
Meningkatkan harga diri klien, dengan cara :
1. Membantu klien untuk mengurangi ketergantungan dengan bersikap
mendukung dan menerima.
2. Memberi kesadaran klien akan pentingnya keinginan atau semangat hidup yg
tinggi
3. Meningkatkan sensitifitas klien terhadap dirinya dengan memberi perhatian,
membangun harga diri dengan memberi umpan balik positif atas penyelesaian
yg dicapai, menghargai privacy dan 18 mendorong klien untuk melakukan
latihan yang membangkitkan harga dirinya.
4. Membantu klien mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan mendorong
untuk mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif.
5. Memberi kesempatan untuk melakukan aktifitas sosial yg positif.
6. Mendorong klien untuk berhubungan dengan teman, kerabat dekat dan terlibat
aktifitas sosial. Jangan biarkan klien mengisolasi diri.
7. Memberi kesempatan mengembangkan ketrampilan sosial & vokasional
dengan mendorong sikap optimis dan berpartisipasi dalam segala aktifitas.
2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan
klien, perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus
pada klien dan berorientasi pada hasil, sebagaimana digambarkan dalam rencana.
Tujuan dari pelaksanaan/implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Fokus utama dari
komponen implementasi adalah pemberian asuhan keperawatan yang aman dan
individual dengan pendekatan multifokal.
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak / Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Kabupaten Kapuas
Tgl MRS : 26 Febuari 2021
Diagnosa Medis : TB Paru
GENOGRAM KELUARGA :
Laki-laki
Perempuan
Pasien
C. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Pasien tampak sesak nafas dan lemah terpasang oksigen 2 Lpm,
terpasang infus Hydromal 15 TPM, pasien tampak meringis. Posisi
berbaring semi flower dan bernampilan kurang rapi.
2. Status Mental :
Tingkat Kesadaran Compas Mentis, Ekspresi wajah meringis, bentuk
badan membungkuk, cara berbaring bebas, berbicara baik, suasana
hati sedih, Penampilan kurang rapi, Fungsi Kognitif Orientasi waktu
pasien mengetahu tentang malam dan siang, Orientasi orang pasien
mengetahui petugas kesehatan dan keluarga, Orientasi Tempat pasien
mengetahui bahwa beliau berada di Rumah Sakit.
3. Tanda-tanda Vital :
Suhu/T 35,4 0C Axilla, Nadi/HR 87 x/mt , Pernapasan/RR 22 x/menit,
Tekanan Darah/TD 130/90 mmHg.
4. PERNAPASAN (BREATHING)
Bentuk Dada Simestris, kebiasaan merokok tidak ada, nyeri dada ada ,
batuk sejak 08 Febuari 2020 , terasa sesak saat istirahat, type
pernafasan dada dan perut, irama pernafasan tidak teratur, suara nafas
vesikuler, warna sputum kuning kehijauan, suara nafas tambahan
ronchi kering.
Keluhan lainnya :
Klien mengatakan dada nya terasa sesak saat malam hari
Masalah Keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
frekuensi nafas berubah dan Gangguan pertukaran gas b.d
ventilasi ferfusi
5. CARDIOVASCULER (BLEEDING)
Nyeri dada ada,pusing saat duduk, kram kaki di kanan dan kiri, pucat
Capillary refill > 2 detik, tidak ada oedema, Ictus Cordis tidak melihat,
vena judularis meningkat, suara jantung normal.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan lainnya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
6. PERSYARAFAN (BRAIN)
Nilai GCS 4 (spontan membuka mata) Verbal 5 (berbicara dengan
baik dan jelas) Motorik 6 (mengikuti perintah dengan baik) Total nilai
GCS 15 (Compas Mentis), Pupil isokor, reflex cahaya kanan psotifi
dan kiri positif. Uji Syaraf Kranial Nervus Kranial I (Olfaktorius)
pasien dapat mencium aroma minyak ayu putih, Nervus Kranial II
(Optikus) pasien dapat melihat dengan baik, Nervus Kranial III
(Okulomotorus) pasien dapat menggerakkan konjungtiva dan feklek
pupil, Nervus Kranial IV (Troklearis) pasien dapat menggerakkan bola
mata ke atas dan ke bawah, Nervus Kranial V (Trigeminus) pasien
dapat menggerakkan rahang ke semua arah, Nervus Kranial VI
(Abdosen) pasien dapat menggerkan mata ke semua sisi, Nervus
Kranial VII (Fasialis) pasien dapat menerima rangsangan wajahnya,
Nervus Kranial VIII (Vestibuloakustikus) pasien dapat mendegarkan
orang berbicara, Nervus Kranial IX (Glosafaringus) pasien dapat
menelan , nervus Kranial X (Vagus) tidak dilakukan , Nervus Kranial
XI (Aksesorius) pasien dapat menggerakkan kepalanya, Nervus
Kranial XII (Hipoglosus) pasien dapat menjulurkan lidahnya. Uji
koordinasi ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif ,
ekstrimitas bawah tumit ke jempol kaki positif. Uji kestabilan tubuh
positif. Bisep kanan dan kiri skala +2 Trisep, kanan dan kiri skala +2 .
Brakidioradialis kanan dan kri skala +2 refleks lainnya normal.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan lainnya.
2. Nutrisida Metabolisme
TB 155 cm, BB sekarang 46 Kg, BB sebelum sekitar 48 Kg, Diet
Lunak, Kesukuran menelan Tidak. Hasil Indeks Masa Tubuh (IMT) =
21,3
( normal).
3. Pola istirahat dan tidur Sebelum sakit tidur pasien kurang lebih 7-8
jam.Tidur dengan nyenyak dan tidak gelisah . Setelah sakit pasien
nampak susah tidur dengan jam tidur hanya 3-4 jam perhari.
Masalah keperawatan: Nyeri akut b.d tekanan darah
meningkat
B. SOSIAL - SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi Baik
2. Bahasa sehari-hari Indonesia dan Dayak.
3. Hubungan dengan Keluarga Harmonis baik-baik saja
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain baik-baik saja
5. Orang berarti/terdekat, Anak dan Keluarga
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang Membersihkan Rumah.
2. Hemoglobin 10,6 gr %
3. Loukosit 12.500 nm
D. PENATALAKSANAAN MEDIS
( Sunardi )
NIM : 2019.C.11a.1029
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS:
Pasien mengatakan sesak Bakteri masuk ke pernafasan Bersihan jalan nafas tidak
nafas ketika malam hari. atas dan mencapai alveolus efektif.
↓
DO: Muncul reaksi radang
- Terpasang cairan infus ↓
Hydromal 15 Tpm Terjadi pengeluaran secret
- Terpasang oksigen 2 Lpm ↓
TTV : Produksi secret meningkat
↓
TD : 130/70 mmHg
Bersihan jalan nafas tidak
N : 87 efektif
RR : 22 x/menit
S : 35,4 ℃
- Warna sputum : kuning
kehijauan
- Suara nafas vesikuler
- Nafas tambahan ronchi
kering
DS :
Pasien mengatakan nafas nya
terasa sempit. Gangguan pertukaran gas
Penyumbatan pembuluh
DO : darah
- Pasien Nampak gelisah ↓
- Pasien mengeluh susah Aliran darah tidak adekuat
tidur ↓
- Pasien mengatakan sering Iskemik paru
batuk kering ↓
Penurunan suplai O2 ke otak
TTV :
↓
TD : 130/80 mmHG Pergerakan otot menurun
N : 80 ↓
RR : 20 x/menit Gangguan pertukaran gas
S : 35,6 ℃
DS :
Klien mengatakan merasa
malu pada dirinya sendiri dan
orang lain karena
penyakitnya. Harga Diri Rendah Kronis
DO : Terkena Penyakit TB Paru
Ketika klien menceritakan ↓
masalah : Ketergantungan pada orang
lain
- klien tampak lesu ↓
- tidak bersemangat Sosial ekonomi rendah
- selalu menunduk ↓
- menghindari kontak mata Koping Individu tidak
dengan perawat. efektif
TTV : ↓
Harga diri rendah
TD : 130/90 mmHg
↓
N : 85 Isolasi social
RR : 21 x/menit ↓
S : 35,9 ℃ Harga diri rendah kronis
PRIORITAS MASALAH
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor fungsi 1. Mengetahui suara nafas
gas berhubungan keperawatan selama 1x7 jam pernapasan 2. Mempermudah klien
dengan ventilasi- didarapkan nyeri berkurang dengan 2. Monitor suara nafas untuk bernapas normal
ferfusi kriteria hasil: 3. Keluarkan secret dengan 3. Mempercepat pengeluara
- Suara nafas klien kembali batuk atau suction secret
normal 4. Auskultasi suara 4. Mengoptimalkan
- Suara nafas tambahan tidak nafas,catat bila ada suara pernafasan dan bunyi
ada tambahan nafas
- Mampu bernafas dengan 5. Monitor pergerakkan 5. Mengetahui bila ada
mudah dada, amati keabnormalan
- Tidak ada secret lagi kesimetrisan,penggunaan pernapasan
otot tambahan dan
- Ajarkan pasien batuk efektif retraksi otot 6. Mengoptimalkan
6. Kolaborasi pemberian pengobatan yang
obat sesuai advis Dokter diberikan
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Observas skala nyeri pasien 1. Skala nyeri yang di rasakan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam 2. Identifikasi respon nyeri non pasien dapat diketahui
tekanan darah diharapkan nyeri berkurang dengan verbal 2. Respon nyeri non verbal dari
meningkat kriteria hasil: 3. Identifikasi faktor yang dalam tubuh pasien dapat di
TTV Normal 110 / 20 mmHg, N: memperberat dan ketahui
60-100 kali permenit, S: 36,5-37,2 memperingan nyeri 3. Faktor yang memperberat
4. Fasilitasi istirahat dan tidur dan memperingan nyeri
RR: 18-24 x/menit
selama perawatan skala beraktivitas
- Nyeri hilang dan tidak
5. Kolaborasi pemberian obat 4. Pasien dapat rileks, nyaman
muncul lagi
sesuai advis Dokter yaitu dan tenang
Sukralfat 5. Membantu proses
penyembuhan dengan
membuat rileks, nyaman dan
tenang
4. Harga diri rendah Setelah melakukan Strategi 1. Membantu klien memilih 1. Klien dapat melakukan
kronis berhubungan
pertemuan dengan asuhan kegiatan yang akan dilatih pekerjaan positifnya dengan
dengan kondisi emosional
keperawatan kepada pasien sesuai dengan kemampuan baik.
selama 1x30 menit diharapkan klien 2. Klien Mampu merapikan
kondisi rendah diri pasien 2. Melatih klien sesuai tempat tidurnya
berkurang dengan kriteria hasil : dengan kemampuan yang 3. Klien menunjukkan
- Klien dapat dipilih. ekspresi senang
mengidentifikasi 3. Memberi pujian yang ketika diberi pujian.
kemampuan dan aspek
wajar terhadap keberhasilan 4. Melatih perilaku
positif yang dimiliki.
- Klien dapat menilai klien yang dapat meningkatkan
kemampuan yang dapat 4. Menganjurkan klien harga diri.
digunakan.
memasukkan kedalam
- Klien mengikuti program
pengobatan secara optimal jadwal kegiatan harian
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. A
Ruang Rawat : Gardenia
Senin,02 Maret 2020 Diagnosa 3: S: pasien mengatakan suara nafas kembali normal
1. Monitor suara nafas pasien O:
2. Monitor tanda suara nafas tambahan - Suara nafas pasien normal
3. Mengobservasi adanya secret - Tidak ada suara nafas tambahan
4. Mengajarkan pasien batuk efektif - Secret berkurang
5. Monitor pola nafas pasien A: Masalah teratasi sebagain
P: Lanjutkan intervensi
- Mengobservasi irama nafas
- Beri teknik napas dalam
- Ajarkan batuk efektif
- Kolaborasi pemberian obat
Senin,02 Maret 2020 Diagnosa 4 S: Klien mengatakan ingin segera sembuh dan kembali
1. Membantu klien memilih kegiatan yang berkumpul dengan keluarga.
akan dilatih sesuai dengan kemampuan
klien
O : Klien terlihat baik melakukan pekerjaanya.
2. Melatih klien sesuai dengan
kemampuan yang dipilih. A : Ekspresi senang ketika diberi pujian.
3. Memberi pujian yang wajar terhadap P : - Melatih perilaku yang dapat meningkatkan harga
keberhasilan klien diri.
4. Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian - Pantau Aktivitas
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik
dari yang dia bisa. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization), meliputi kebutuhan akan
memenuhi keberadaan diri (self fulfillment) melalui memaksimumkan penggunaaan
kemampuan dan potensi diri. Kebutuhan aktualisasi diri adalah tingkatan kebutuhan yang
paling tinggi menurut Maslow dan Kalish. Pribadi yang ter-aktualisasi oleh Maslow
dilukiskan yaitu: “Pribadi yang teraktualisasi seseorang yang menggunakan dan
memanfaatkan secara penuh bakat, kapasitas, dan potensi diri.
Orang-orang yang dapat mengaktualisasikan dirinya itu merasa sukses dan mencapai
kepuasaan. Mereka dapat meraih kebahagiaan yang hakiki dibandingkan orang yang tidak
mengalami aktualisasi diri. Pada umumnya orangorang yang dapat mengaktualisasikan
dirinya bercirikan jujur, menjadi dirinya sendiri, tepat dalam mengekspresikan pikiran dan
emosi-emosinya, melihat dengan jernih, berusaha mencari dan menghadapi emosi dari pada
menghindari, dan memiliki kemampuan jauh diatas rata-rata Orang yang mampu
mengaktualisasikan dirinya sangat memahami bahwa ada eksistensi atau hambatan lain
tinggal (indwelling) didalam (internal) atau di luar (eksternal) keberadaannya sendiri yang
mengendalikan perilaku dan tindakannya untuk melakukan sesuatu. Menurut Maslow (1970),
ada beberapa 11 karakteristik yang menunjukkan seseorang mencapai aktualisasi diri antara
lain : mampu melihat realitas secara lebih efisisen, penerimaan terhadap diri sendiri dan
orang lain apa adanya, spontanitas, kesederhanaan dan kewajaran, terpusat pada persoalan,
membutuhkan kesendirian, otonomi (kemandiriaan terhadap kebudayaan dan lingkungan),
kesegaran dan apresiasi yang berkelanjutan, kesadaran sosial, hubungan interpersonal,
demokratis, rasa humor yang bermakna dan etis, kreativitas, independensi, dan pengalaman
puncak (peak experiance).
4.2 Saran
Saya berharap kita sebagai manusia dapat mengaktualisasikan diri kita dengan baik dan
benar. Kita juga dapat mengembangkan bakat, kapasitas, dan potensi diri yang kita miliki di
dalam diri kita masing-masing. Dan dengan mengembangkan setiap bakat yang unik di dalam
diri kita maka kita pun dapat melakukan hal-hal yang positif di dalam kehidupan sehari-hari.
Dan selalu mempunyai kreativitas dalam setiap bakat yang dimiliki sehingga dapat berguna
bagi orang lain dan juga lingkungan sekitar yang sangat membutuhkan kita.
DAFTAR PUSTAKA
3. WHO. (2016). Buku Ajar : Proses Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC
6. Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam
09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/
7. Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru.
Diakses tanggal30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.scribd.com
/doc/52033675/
JURNAL PENELITIAN
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 3 No 1, Hal 53 – 58, Februari 2020 e-ISSN 2621-2978
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2685-9394
ABSTRAK
Tuberkulosis Paru menyebabkan dampak fisik dan psikologis, apabila tidak memiliki
mekanisme koping dandukungan keluarga yang baik dapat menyebabkan gangguan pada
harga dirinya.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga
dengan harga diri pada penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas Padang. Desain
Penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan secara cross
sectional. Sampel penelitian diambil sebanyak 42 orang dengan cara total sampling.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pada penelitian ini analisis data dilakukan secara
univariat dan bivariate menggunakan uji Chi Square dengan p value = 0,05. Hasil penelitian
diketahui bahwa lebih dari separoh penderita Tuberkulosis Paru mengalami harga diri rendah
(61,9%) dengan dukungan keluarga yang kurang (54,8%). Dengan menggunakan uji korelasi,
terdapat ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan harga diri penderita
Tuberkulosis Paru (p value = 0,037) memilliki nilai hubungan positif dengan interpretasi
cukup.
ABSTRACT
Pulmonary Tuberculosis causes physical impact and psychological sufferers, if it does not
have a coping mechanism and good family supporting so it can cause the disturbance in their
pride. The purpose of this research is to know about family supporting relationships with self-
esteem in patients of Pulmonary Tuberculosis in PuskesmasAndalas Padang. The design of
research that used is the descriptive correlations with approaching in cross sectional. The
sample of research is taken as many as 42 people with using total sampling. The collecting of
data uses questionnaire. In this research the analyzing of data is done by Univariat and
Bivariat that uses Chi Square test with p value = 0,05. The result of research is known that
more than half of patients Pulmonary Tuberculosis experience low self-esteem (61,9%) with
lack of family supporting (54,8%). In using correlation test there is the relationship which is
significant between family supporting with self-esteem of Pulmonary Tuberculosis patients (p
value = 0,037) that have a positive relationship value with enough interpretation
Keywords: pulmonary tuberculosis, self-esteem, family
supportingPENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi menular kronik yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis
(Jumaelah, 2011). Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan global menduduki urutan
kedua setelah Human Imunodeficiency Virus (HIV) sebagai penyakit infeksi yang
menyebabkan kematian terbanyak pada penduduk dunia (WHO, 2015). Penyakit ini dapat
diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif
yaitu 15-50 tahun. Penyakit ini sering ditemukan pada yang bertubuh lemah, kurang gizi, atau
yang tinggal satu rumah dan berdesak - desakkan bersama penderita TB Paru (Naga, 2012).
Penderita TB paru dengan pengobatan lama akan mengalami perubahan fisik dan psikologis.
Perubahan dalam bentuk fisik seperti menjadi lebih kurus dan sering batuk batuk, dan pada
psikologis akan menunjukkan keraguan untuk memberikan pendapat, bersikap pasif, merasa
rendah diri, menarik diri dari orang lainkarena khawatir penyakitnya mudah ditularkan
kepada orang lain
(Sulistiyawati, 2012). Selain itu penderita Tuberkulosis paru akan merasa tidak berguna bagi
keluarga dan masyarakat karena dapat menambah beban pikiran dalam menghadapi
perubahan fisik dan psikologisnya, sehingga penderita mengalami masalah pada harga diri
nya (Direja, 2011).
Harga diri adalah penilaian individu terhadap nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri (Stuart, 2013). Pada penderita
TB paru mengalami perubahan harga diri salah satunya karena saat penderita batuk dan
sedang berkomunikasi dengan orang lain, penderita dapat mengalami penolakan dari lawan
bicaranya, sehingga lawan bicaranya menjaga jarak saat berkomunikasi dan menimbulkan
perubahan perilaku pada penderita TB paru tersebut. Perilaku pada penderita TB paru
seperti : menghindari kontak mata, perawakan yang sangat kurus, penampilan tidak rapi,
permintaan maaf yang berlebihan, berbicara yang ragu-ragu, terlalu kritis atau marah
berlebihan, sering menangis, menilai diri negatif, ketergantungan yang berlebihan, raguragu
untuk menunjukkan pandangan atau pendapat, kurang berrminat pada apa yang terjadi,
bersikap pasif dan kesulitan dalam membuat keputusan (Potter&Perry, 2010).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Dedeh (2016) tentang gambaran harga diri
penderita Tuberkulosis paru di Wilayah Eks Kawedanan Indramayu didapatkan bahwa
responden yang memiliki harga diri tinggi sebanyak 51,1% dan responden yang memiliki
harga diri rendah sebanyak 48,9%.Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yastriana (2013) tentang gambaran harga diri pada pasienTuberkulosis di Poliklinik Paru RS
Persahabatan didapatkan bahwa responden yang memiliki harga diri tinggi sebanyak 89,9%
dan responden yang memiliki harga diri rendah sebanyak 10,1%.
Penderita Tuberkulosis paru dapat mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh dan
kelemahan fisik, sehingga mengakibatkan keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas harian
yang akan berdampak pada pendapatan nya dalam segi ekonomi. Selain itu juga memberikan
dampak dalam kehidupan sosial, memunculkan stigma bahkan dapat mengakibatkan isolasi
sosial. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi harga diri penderita TB paru (Depkes, 2009).
Menurut Sulistiyawati (2012), mengatakan bahwa responden dengan harga diri tinggi
(normal) disebabkan karena adanya mekanisme koping yang baik. Untuk meningkatkan harga
diri penderita TB paru, keluarga dapat memberikan motivasi kepada penderita TB paru agar
harga diri nya dapat meningkat (Nuha, 2013).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan harga diri antara lain meliputi : penolakan orang tua,
kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis (Dariuszky, 2009). Dalam mengahadapi hal
tersebut penderita tuberkulosis sangatlah membutuhkan dukungan keluarga dalam
kesembuhan yang berupa memberikan sarana prasarana, menyediakan dana pengobatan,
meluangkan waktu untuk mendampingi berobat dan saat dirumah maupun bergaul
dilingkungan sekitarnya (Nuha, 2013). Dukungan sosial yang memberikan dampak terbesar
adalah dukungan yang diberikan oleh keluarga (Makhfudli, 2009).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2015) tentang hubungan dukungan
keluarga pasien rawat inap Tuberkulosis paru di RS Paru Jember yaitu, responden yang
mendapatkan dukungan keluarga baik sebanyak 56,8%, dukungan keluarga cukup sebanyak
34,1%, dan dukungan keluarga kurang sebanyak 9,1%. Sedangkan menurut penelitian Ulfah
(2013) juga menunjukan hubungan dukungan keluarga dengan pasien TB paru yaitu, pada
dukungan keluarga kurang sebanyak 47,1% responden dan dukungan keluarga baik sebanyak
52,9%. Dari penelitian tersebut didapatkan hubungan yang signifikan antara dukungan
keluarga dengan harga diri pasien TB paru yang mempunyai hubungan yang positif, yang
artinya semakin baik dukungan keluarga semakin tinggi pula harga diri pada pasien
Tuberkulosis paru tersebut.
3 No Februari 2020
Hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada penderita TB Paru (n=42)
Dukungan Harga Diri Total %
Keluarga Tinggi Rendah P
f % f % value
Kurang 5 11,9 18 42,9 23 54,8
0,037
Baik 11 26,2 8 19,0 19 45,2
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 Oktober 2019 di Puskesmas
Andalas Padang terhadap 10 orang responden, ditemukan 6 orang responden mengungkapkan
minder, tidak nyaman ditanya tentang penyakitnya, dan jaga jarak karena Berdasarkan tabel
3terlihat bahwa dari proporsi harga diri rendah lebih banyak ditemukan pada dukungan
keluarga kurang (42,9%) dari pada dukungan keluarga baik (19,0%), begitu sebaliknya
responden dengan harga diri tinggi lebih banyak ditemukan pada dukungan keluarga baik
(26,2%) dibandingkan dukungan keluarga kurang (11,9%). Berdasarkan uji statistik
menggunakan uji chi Square terlihat nilaip= 0,037 (p<0,05).
PEMBAHASAN
DukunganKeluarga
Berdasarkan analisa hasil penelitian tentang dukungan keluarga terhadap 42 reponden
penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Andalas Padang, didapatkan bahwa lebih dari
separoh (54,8 %) responden mendapatkan dukungan keluarga yang kurang.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Safrida (2011) tentang dukungan keluarga
terhadap penderita TB Paru di RSUD Sidikalang, ditemukan bahwa 36 orang (40,7%)
responden mempunyai dukungan keluarga yang kurang. Hasil penelitian tersebut juga sesuai
dengan penelitian Muhardiani (2015) di Wilayah kerja Puskesmas Gang Sehat yang
mengalami dukungan keluarga kurang sebanyak 41 orang (52,6%). Sedangkan hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lilis (2008), dimana hasil
penelitiannya menunjukan bahwa sebagian besar responden 47 orang (87%) mendapat
dukungan keluarga yang baik.
Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap,
tindakan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang
memperhatikan. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap
anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental dan dukungan emosional (Friedman, 2010).
Dukungan keluarga kurang disebabkan karena keluarga sering acuh tak acuh terhadap
penderita TB Paru, keluarga tidak pernah memberikan nasehat dan motivasi untuk berusaha
melawan penyakit TB paru, keluarga selalu memberikan respon yang negatif terhadap
keluhan penyakit tersebut, keluarga tidak pernah menyediakan waktu serta fasilitas yang
dibutuhkan penderita tuberkulosis paru, keluarga tidak pernah menyediakan makanan bergizi
seperti sayur, daging, dan telur untuk membantu penyembuhan penderita TB paru dan
keluarga tidak pernah mengingatkan informasi tentang pentingnya minum obat dengan
teratur.
Penderita tuberkulosis paru perlu mendapatkan dukungan keluarga baik, karena dukungan
dari orang-orang secara langsung dapat menurunkan beban psikologis sehubungan dengan
penyakit yang dideritanya. Disamping itu keluarga sebagai tempat yang aman dan damai
untuk menenangkan pikiran, dan setiap orang pasti membutuhkan bantuan dari keluarga.
Dukungan dan perhatian dari keluarga merupakan bentuk penghargaan positif yang diberikan
kepada individu. Disamping itu, dukungan keluarga juga memegang peran penting dalam
kehidupan penderita tuberkulosis paru berjuang untuk mencapai kesembuhan, berfikir
kedepan dan menjadikan hidupnya lebih berkualitas.
Harga Diri Penderita TB Paru
Berdasarkan hasil analisa penelitian tentang harga diri terhadap 42 responden penderita
tuberkulosis paru di Puskesmas Andalas Padang, didapatkan bahwa lebih dari separoh
(61,9%) responden mengalami harga diri yang rendah. Hasil penelitian di atas sesuai dengan
penelitian Ayu (2014) terhadap harga diri penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas
bendosari harga diri rendah sebanyak 18 orang (52,9%), dan dengan penelitian Yuliana
(2014) pada penderita TB paru di RSUD Arifin Achmad pekanbaru bahwa rata-rata
responden memiliki harga diri rendah sebanyak 26 orang (63,7%), dan sesuai dengan
penelitian Safrida (2011) tentang harga diri pasien TB Paru yang dirawat di RSUD Sidikalang
sebanyak 54 orang (61,4%) yang mengalami harga diri rendah.
Menurut Dalami (2009), harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.Harga diri rendah yaitu perasaan
yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, perasaan tidak
mampu, dan menarik diri secara sosial (Stuart, 2009). Beberapa pandangan ahli menjelaskan
bahwa keberhasilan dalam penyembuhan dari pasien sangat tergantung dari harga diri yang
tidak terganggu. Seseorang yang menderita penyakit kronis seperti TB paru akan
mempengaruhi harga diri penderita baik secara langsung maupun tidak langsung. Semakin
banyak penyakit kronis yang mengganggu kemampuan beraktivitas dan mempengaruhi
keberhasilan seseorang, maka akan semakin mempengaruhi harga diri rendah (Potter&Perry.
2010).
3 No Februari 2020
Neill (2011) menambahkan haga diri rendah merupakan gejala awal yang mendahului
penyakit, reaksi ansietas, ketidaknyamanan dan banyak keadaan lainnya. Pendapat tersebut
sesuai dengan laporan hasil penelitian ini. Hal ini ditunjukkan dari kondisi pasien dengan
penyakit kronis yakni TB paru yang sudah mengetahui tentang penyakitnya. Harga diri
rendah penderita tuberkulosis paru disebabkan oleh penolakan dari lingkungannya, dimana
penderita tuberkulosis batuk terus menerus mengakibatkan penderita sulit bergaul di
lingkungan masyarakat, merasa minder karena kurang percaya diri dengan penyakit
tuberkulosis serta merasa tidak dihargai dan disisihkan oleh orang lain.
Selain itu penderita TB paru mengalami harga diri rendah disebabkan karena pasrah dalam
segala hal yang menyatakan bahwa penyakit yang dideritanya tersebut adalah cobaan yang
diberikan Tuhan, dan penderita TB Paru tersebut mengekpresikan rasa malu terhadap
penyakit yang dideritanya serta menimbulkan rasa tidak yakin bisa sembuh. Disamping itu
penderita TB Paru dengan harga diri rendah sering merasa tidak berdaya, menolak, merasa
bersalah, merasa rendah diri, dan menarik diri dari orang lain karena khawatir penyakit yang
diderita menular kepada orang lain.
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita TB Paru Hasil
Penelitian dapat dilihat bahwa proporsi harga diri rendah lebih banyak ditemukan pada
dukungan keluarga kurang (42,9%) dari pada dukungan keluarga baik (19,0%), begitu
sebaliknya responden dengan harga diri tinggi lebih banyak ditemukan pada dukungan
keluarga baik (26,2%) dibandingkan dukungan keluarga kurang (11,9%). Berdasarkan uji
statistik menggunakan uji chi Square terlihat nilaip= 0,037 ( p < 0,05 ).
Kuntjoro (2011) mengatakan bahwa dukungan keluarga sebagai suatu komponen penting
yang diberikan ketika penderita menghadapi masalah kesehatan yang membutuhkan suatu
penanganan yang serius. Melalui dukungan keluarga tersebut penderita merasa diperhatikan
dan dihargai sehingga dapat memotivasi penderita untuk mengikuti pengobatannya. Beberapa
kajian ilmiah lain menjelaskan bahwa keluarga memainkan suatu peran yang bersifat
mendukung selama dalam proses peningkatan harga diri pada penderita sehingga dapat
tercapai tingkat kesehatan yang optimal. dukungan keluarga yang natural dan alami diterima
oleh seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-
orang terdekat yang ada disekitarnya. Hal ini terkait dengan hubungan interpersonal yang
buruk, dan gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri termasuk hilangnya percaya diri (Christeen, 2009).
Coleman dalam Djiwatampu (2009), yang menjelaskan bahwa harga diri rendah adalah sebab
dari dasar dari beberapa penyakit, tetapi sebenarnya bukan harga diri rendah yang membunuh
atau melukai orang tetapi cara seseorang menghadapi harga dirinya tersebut. Penderita
tuberkulosis paru yang mengalami harga diri rendah disebabkan karena harga diri rendah
dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis terhadap dirinya sendiri meskipun
dukungan keluarga baik telah diberikan. Sebagian besar harga diri rendah disebabkan karena
penderita TB Paru merasa tidak bisa memiliki kesempatan lagi untuk bergabung ataupun
berinteraksi dengan orang lain lagi dan selalu merasa disisihkan dari orang lain. Sehingga
pencapaian kesembuhan dari penyakit yang dideritanya selalu gagal dan berulang-ulang
kembali untuk berobat tetapi tidak mencapai hasil yang maksimal sehingga cenderung harga
diri penderita TB Paru tersebut rendah.
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan dukungan keluarga dengan harga diri
pada penderita TB paru di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2019. penelitian ini sebagai
masukkan untuk memperhatikan jika dukungan dan motivasi keluarga adalah hal yang
penting untuk menunjang agar harga diri penderita TB Paru dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. 2009. Pengantar Keperawatan
Keluarga. Jakarta : EGC
Keliat, B. A., & Akemat. 2009. Model praktik keperawatan profesional jiwa. Jakarta: EGC.
Manurung, Santa, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta : Trans Info Media
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, CV. Bandung :
Alfabeta.
Sulistiyawati, & Kurniawati. 2012. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Stressor
Pada Pasien Tuberculosis Usia Produktip di RSU Muhammadiyah Yogyakarta. Diambil
dari : http://jurnal.dikti.go.id/. Diakses tanggal 10 Deesember 2019
LEMBAR KONSULTASI
LEMBAR KONSULTASI