“Psikososial Kehilangan”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa I
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Kelas :3A
2020
KAJIAN TEORI KEHILANGAN DAN BERDUKA
A. PENGERTIAN
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan
suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu
keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak
ada).
Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan berespon
terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh
kehilangan sebelumnya.
GRIEVING ADALAH REAKSI EMOSIONAL DARI KEHILANGAN DAN
TERJADI BERSAMAAN DENGAN KEHILANGAN BAIK KARENA PERPISAHAN,
PERCERAIAN MAUPUN KEMATIAN.
BEREAVEMENT ADALAH KEADAAN BERDUKA YANG DITUNJUKAN
SELAMA INDIVIDU MELEWATI REKASI
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu
:pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
1. Rentang Respon Kehilangan
Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969).
a. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau
mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “
Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau
keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi
ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
b. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan
kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif,
berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon
fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.
c. Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan
maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering
dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering
berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “
kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
d. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien
sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada
keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah
tidur, letih, dorongan libido manurun.
e. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu
berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu
telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang
hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang
baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju
yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka
dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas.
Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
B. Bentuk-Bentuk Kehilangan
1. Kehilangan orang yang berarti.
2. Kehilangan kesejahteraan.
3. Kehilangan milik pribadi.
C. Sifat Kehilangan
1. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan
dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau
pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang
ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984).
D. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama
dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan,
uang, pekerjaan, anggota keluarga.
2. Perceived Loss ( Psikologis )
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun
tidak dapat dirasakan / dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilanga masa remaja,
lingkungan yang berharga.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang
akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita
sakit terminal.
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah kumpulan data yang berisikan status kesehatan klien,
kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan
hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
1. Identitas Klien, yang berisikan inisial, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, no. rekam
medik.
2. Alasan Masuk
3. Faktor Presdiposisi
4. Keadaan Fisik
5. Keadaan Psikososial
6. Status Mental
7. Kebutuhan Persiapan Pulang
8. Mekanisme Koping
9. Masalah Psikososial dan Lingkungan
10. Pengetahuan
11. Aspek Medik
Data subjektif:
- Merasa sedih
- Merasa putus asa dan kesepian
- Kesulitan mengekspresikan perasaan
- Konsentrasi menurun
Data objektif:
- Menangis
- Mengingkari kehilangan
- Tidak berminat dalam berinteraksi
dengan orang lain
- Merenungkan perasaan bersalah secara
berlebihan
- Adanya perubahan dalam kebiasaan
makan, pola tidur, tingkat aktivitas
B. Diagnosa
Setelah melakukan pengkajian diperoleh masalah keperawatan yang akan disusun menjadi
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual dan
potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat.
D. Implementasi
Setelah membuat rencana tindakan, maka dilakukan implementasi keperawatan.
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi keperawatan
dilaksanakan berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat.
E. Evaluasi
Setelah melakukan implementasi keperawatan kepada klien, dilakukan evaluasi pada pasien.
Evaluasi keperawatan adalah merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang
telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan. Evaluasi keperawatan ada dua jenis yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan setelah melakukan tindakan saat
itu juga, dan evaluasi sumatif dilakukan setelah semua tindakan dalam satu diagnosa
tersebut telah selesai dilakukan.
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan dan Berduka
(SP 1)
Pertemuan : 1/TUK 1
Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan jika suaminya belum meninggal. Selain itu,
Ibu M juga tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan merasa gelisah sehingga susah
tidur.
2. Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif terhadap respon kehilangan
pasangan
3. Tujuan Khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
4. Tindakan Keperawatan
a. BHSP: Salam terapiutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan, lingkungan yang terapiutik,
kontrak yang jelas
b. Dorong dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati
d. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaanya
A. Orientasi
1. Salam terapiutik
“Selamat pagi Ibu.”
“Perkenalkan saya perawat yang bertugas hari ini, nama saya Luhtu Eka, saya biasa di
panggil Eka, nama ibu siapa?”
“Ibu senang di panggil siapa?
2. Evaluasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini, apa yang Ibu rasakan saat ini?
3. Kontrak
“Ibu, saya bertugas di sini untuk merawat ibu dari hari Kamis sampai Minggu mulai dari
jam 07.00 sampai dengan 14.00 WITA saya harap selama saya merawat bapak saya dapat
memberikan pelayanan yang terbaik bagi bapak. Ibu sekarang saya ingin berbincang-
bincang dengan Ibu untuk mengetahui keadaan Ibu saat ini, apakah bapak bersedia?
Bapak ingin kita bicara di mana? Hmm,, bagaimana kalau di taman ? baiklah Buk.
Berapa lama ingin bincang-bincangnya Buk? Bagaimana kalau kita berbincang selama 15
menit?
B. Kerja
1. Ibu, tadi Ibu sudah menyebutkan nama Ibu, lalu boleh saya tahu berapa umur Ibu
sekarang?
2. Ibu sudah berapa lama di rawat di sini?
3. Boleh saya tahu Ibu berasal dari mana?
4. Bapak masih ingat, kapan Ibu di bawa kesini?
5. Siapa yang membawa Ibu kesini?
6. Bagaimana perasaan Ibu saat di bawa kesini?
7. Menurut Ibu, Ibu di bawa kesini karena apa?
8. Selama di rawat di sini hal apa saja yang sudah Ibu dapatkan?
9. Bagaimana perasaan Ibu saat melakukan kegiatan tersebut?
10. Boleh saya tahu apakah hobi Ibu? Bagaimana kalau sekarang Ibu bercerita tentang hobi
Ibu?
11. Wah….ternyata bagus sekali hobi Ibu. Boleh saya tahu apa pekerjaan Ibu sebelum disini?
Bisa Ibu ceritakan tentang pekerjaan Ibu?
12. Wah, ternyata pekerjaan Ibu bagus sekali.
C. Terminasi
1. Evaluasi
(Subyektif) : Setelah kita ngobrol tadi,bagaimana perasaan Ibu saat ini?
(obyektif) : Klien mau menjawab pertanyaan perawat dan sesekali melihat perawat.
2. Tindak lanjut
Nah pak, ini sudah 15 menit. Jadi kita cukupkan saja dulu perbincangan kita. Sekarang
Ibu istirahat dulu. Kalau nanti ada yang ingin Ibu ceritakan atau tanyakan kepada saya,
Ibu bisa sampaikan saat pertemuan kita berikutnya.
B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Selamat pagi Ibu M. Masih ingat dengan saya Bu? Ya, betul sekali.
Saya perawat Eka, Bu. Seperti kemarin, pagi ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 nanti
dan saya yang akan merawat Ibu.”
- Evaluasi validasi: “Bagaimana keadaan Ibu hari ini?
- Kontrak: “Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang sebentar? Saya rasa 30
menit cukup Bu. Ibu bersedia?”
“Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”
2. Tahap kerja
- “Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana perasaan Ibu M saat ini?”
- “Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi kondisi sebenarnya
memang kucing bapak sudah meninggal. Sabar ya, Bu ”
- “Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Bapak coba pikir, Itu sudah
menjadi kehendak Tuhan, Bu. Ibu harus berusaha menerima kenyataan ini.”
- “Ibu, hidup matinya seseorang atau hewan peliharaan semua sudah diatur oleh Tuhan.
Meninggalnya kucing bapak juga merupakan kehendak-Nya sebagai Maha Pemilik
Hidup. Tidak ada satu orang pun yang dapat mencegahnya, termasuk saya ataupun Ibu
sendiri.”
- “Ibu sudah bisa memahaminya?”
- “Ibu tidak perlu cemas. Bapak masib bisa mencoba mencari kucing yang sama dengan
kucing bapak sebelumnya.”
- “Untuk mengurangi rasa cemas Ibu, sekarang Ibu ikuti teknik relaksasi yang saya
lakukan. Coba sekarang Ibu tarik napas yang dalam, tahan sebentar, kemudian
hembuskan perlahan-lahan.”
- “Ya, bagus sekali Bu, seperti itu.”
3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu sudah mulai
memahami kondisi yang sebenarnya terjadi?”
(objektif): “Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu dapatkan dari
perbincangan kita tadi dan coba Ibu ulangi teknik relaksasi yang telah kita lakukan.”
- RTL: “Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu dapat melakukan
teknik tersebut. Dan setiap kali Ibu merasa Ibu tidak terima dengan kenyataan ini, Ibu
dapat mengingat kembali perbincangan kita hari ini.
- Kontrak yang akan datang: ”Sudah 30 menit ya, Bu. Saya rasa perbincangan kita kali ini
sudah cukup. Mungkin besok kita bisa berbincang-bincang di taman depan ya Bu.”
“Apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah, kalau tidak ada, saya permisi dulu ya Bu.”