Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN GANGGUAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Dalam Mengikuti Mata Kuliah Keperawatan Dasar Profesi

Nama : Izma Nur Sholehatun Daf’ah

NIM : C.0105.18.097

Kelompok : 2 (dua)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDILUHUR
KOTA CIMAHI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

1.1 Konsep Dasar Kehilangan dan Berduka


A. Kehilangan
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda
(Yosep, 2011: 173). Menurut Dalami, et all. (2009), kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti
sejak kejadian tersebut dan terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisipasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau
total, dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi
perasaan kehilangan (Hidayat, 2012). Kehilangan merupakan pengalaman yang
pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir,
individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi
terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi
oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya.
Seseorang dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera,
pekerjaan, barang milik pribadi, keyakinan, atau sense of self, baik sebagian atau
pun keseluruhan. Peristiwa kehilangan dapat terjadi secara tiba-tiba atau bertahap
sebagai sebuah pengalaman traumatik. Kehilangan sendiri dianggap sebagai
kondisi krisis, baik krisis situasional ataupun krisis perkembangan. Dalam hal ini
persepsi individu, tahap perkembangan, mekanisme koping, dan sistem
pendukungnya sangat berpengaruh terhadap respons individu dalam menghadapi
proses kehilangan tersebut. Apabila proses kehilangan tidak dibarengi dengan
koping yang positif atau penanganan yang baik, pada akhirnya akan berpengaruh
pada perkembangan individu atau port of being matur-nya (Mubarak dan
Chayatin, 2007).
Menurut Hidayat (2012) terdapat beberapa jenis kehilangan yakni sebagai
berikut.
a. Kehilangan objek eksternal, misalnya kecurian atau kehancuran akibat
bencana alam.
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal misalnya berpindah rumah, dirawat di
rumah sakit, atau berpindah pekerjaan.
c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti misalnya pekerjaan, anggota
keluarga, dan teman dekat.
d. Kehilangan suatu aspek diri misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis atau
fisik.
e. Kehilangan hidup misalnya kematian anggota keluarga di rumah dan diri
sendiri.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan
merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang-orang
yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang
sebelumya ada menjadi tidak ada). Terlepas dari penyebab kehilangan yang
dialami setiap individu akan berespons terhadap situasi kehilangan, respons
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya.

B. Berduka
Dalam Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari
kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan,
perceraian maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan
berduka yang ditunjukan selama individu melewati reaksi atau masa berkabung
(mourning). Berikut ini beberapa jenis berduka menurut Hidayat (2012):
a. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal
terhadap kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,
dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
b. Berduka antisipatif, yaitu proses “melepaskan diri” yang muncul sebelum
kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika
menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan
menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak
kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan
dengan orang lain.
d. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui
secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak yang
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di
kandungan atau ketika bersalin.

C. Respons Berduka
Menurut Kubler-Ross dalam Hidayat (2012), respons berduka seseorang
terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap seperti pengingkaran, marah,
tawar-menawar, depresi, dan penerimaan.

Rentang Respons Kehilangan (Hidayat, 2012)


(Gambar rentang respons individu terhadap kehilangan menurut Kubler-Ross)

Fase Marah Fase Depresi

Fase Pengingkaran Fase Tawar-menawar Fase Menerima

a. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar
terjadi dengan mengatakan “tidak, saya tidak percaya itu terjadi” atau “itu tidak
mungkin terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit
terminal akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah letih, lemah, pucat, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu
harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau
beberapa tahun.
b. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang
sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang
ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan,
menuduh dokter-perawat yang tidak becus. Respons fisik yang sering terjadi
antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, dan tangan mengepal.
c. Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,
maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada
Tuhan. Respons ini sering dinyatakan dengan kata-kata “kalau saja kejadian ini
bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses ini dialami oleh
keluarga, maka pernyataan yang sering keluar adalah “kalau saja yang sakit,
bukan anak saya”.
d. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang
sebagai klien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dan sebagainya. Gejala fisik
yang ditunjukkan antara lain: menolak makan, susah tidur, letih, dan dorongan
libido menurun.
e. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran
yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang
atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran
tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya
dinyatakan dengan “saya betul-betul kehilangan baju saya, tapi baju yang ini
tampak manis” atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan
damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan
kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini, maka
ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.
D. Sifat Kehilangan
1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan duka cita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh
diri, pembunuhan atau kelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur-angsur (dapat diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang
ditinggalkan mengalami keletihan emosional.

E. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama
dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh: kehilangan anggota
badan, uang, pekerjaan, atau anggota keluarga.
2. Perceived Loss (Psikologis)
Kehilangan sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan, namun
tidak dapat dirasakan/dilihat oleh orang lain. Contoh: kehilangan masa remaja
atau lingkungan yang berharga.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang
akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota)
menderita sakit terminal.

F. Kategori Kehilangan
1. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah
menjadi usang berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang
bergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap nilai yang
dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang
telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu
atau perpindahan secara permanen. Contohnya: pindah ke kota baru atau
perawatan dirumah sakit.
3. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara
sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Riset membuktikan bahwa
banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat.
Kehilangan orang terdekat dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.
4. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi
fisiologis, atau psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan
akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam
citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana
orang tersebut akan meninggal.

G. Tahapan Proses Kehilangan dan Berduka


Menurut Kubler Ross dalam Hidayat (2012), terdapat 5 tahapan proses
kehilangan:
1. Denial (mengingkari)
a. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan “tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “itu tidak
mungkin”.
b. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal akan terus
menerus mencari informasi tambahan.
c. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah,
pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis
gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa.
2. Anger (marah)
a. Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan.
b. Individu menunjukkan perasaan meningkat yang sering diproyeksikan
kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan
kepada dirinya sendiri.
c. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak
pengobatan, dan menuduh dokter atau perawat yang tidak becus.
d. Respons fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah,
nadi cepat, gelisah, susah tidur, dan tangan mengepal.
3. Bergaining (tawar-menawar)
a. Fase ini merupakan fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan.
b. Respons ini sering dinyatakan dengan kata-kata “kalau saja kejadian itu
bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”.
c. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya
sebagai berikut sering dijumpai “kalau yang sakit bukan anak saya”.
d. Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat surat
warisan, mengunjungi keluarga, dan sebagainya.
4. Depression (bersedih yang mendalam)
a. Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bisa
ditolak.
b. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri,
tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai klien yang sangat
baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga.
c. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, susah
tidur, letih, dan dorongan libido menurun.
5. Acceptance (menerima)
a. Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
b. Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai
dan tenang, serta menyiapkan dirinya menerima kematian.
c. Klien tampak sering berdoa, duduk dan diam dengan satu fokus pandang,
kadang klien ingin ditemani keluarga/perawat.
d. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti “saya
betul-betul menyayangi baju saya yang hilang, tapi baju baru saya manis
juga” atau “Sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang setelah
saya tahu semuanya baik”.

H. Tanda dan Gejala


a. Ungkapan kehilangan
b. Menangis
c. Gangguan tidur
d. Kehilangan nafsu makan
e. Sulit berkonsentrasi
f. Karakteristik berduka yang berkepanjangan:
1. Mengingkari kenyataan kehilangan dalam waktu yang lama
2. Sedih berkepanjangan
3. Adanya gejala fisik yang berat
4. Keinginan untuk bunuh diri

I. Faktor Predisposisi
Dalam Hidayat (2012), faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang
respons kehilangan adalah sebagai berikut.
a. Faktor genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga dengan riwayat
depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan, termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
b. Faktor fisik
Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur cenderung
mempunyai kemampuan dalam mengatasi stres yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani.
c. Faktor mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan pesimis, selalu
dibayangi masa depan akan peka dalam mengahadapi situasi kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada masa kanak-
kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan
kehilangan pada masa dewasa.
e. Struktur kepribadian
Individu dengan konsep diri negatif dan perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri rendah dan tidak objektif terhadap stres yang
dihadapi.

J. Faktor Presipitasi
Ada beberapa stresor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Stresor ini dapat berupa stresor yang nyata ataupun imajinasi individu itu sendiri,
seperti kehilangan biopsikososial yang meliputi kehilangan harga diri, pekerjaan,
seksualitas, posisi dalam masyarakat, milik pribadi (harta benda, dan lain-lain).
Berikut beberapa stresor kehilangan tersebut.
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. Kehilangan peran dalam keluarga
d. Kehilangan posisi dalam masyarakat
e. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
f. Kehilangan kewarganegaraan

K. Sumber Koping
Cara individu mengatasi proses kehilangan amat bergantung pada sumber
yang tersedia. Sumber koping tersebut dapat berupa kemampuan dan bakat
mengatasi kedukaan, teknik pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi. Sumber
koping lainnya adalah dukungan spiritual, keyakinan positif, pemecahan masalah,
kemampuan sosial, kesehatan fisik, sumber materi dan sosial, keluarga, kerabat
dekat, dan perawat.

L. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering dipakai individu dengan respons
kehilangan antara lain: pengingkaran, regresi, intelektualisasi, disosiasi, supresi,
dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari intesitas stres yang dirasakan
sangat menyakitkan. Dalam keadaan patologi, mekanisme koping sering dipakai
secara berlebihan atau tidak memadai.
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah kumpulan data yang berisikan status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan
keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau
profesi kesehatan lainnya. Hal-hal yang perlu dikaji adalah:
a. Pengkajian tanda klinis berupa adanya distres somatis seperti gangguan
lambung, rasa sesak, sering mengeluh.
b. Faktor Predisposisi
c. Respons klien terhadap kehilangan, diantaranya :
a) Respons spiritual
1. Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2. Penderitaan karena ditinggalkan
3. Tidak memiliki harapan, kehilangan makna
b) Respons fisiologis
1. Sakit kepala, insomnia
2. Gangguan nafsu makan
3. Berat badan turun
4. Tidak bertenaga
5. Gangguan pencernaan
6. Perubahan sistem imun dan endokrin
c) Respons emosional
1. Merasa sedih dan cemas
2. Kebencian
3. Merasa bersalah
4. Perasaan mati rasa
5. Emosi yang berubah
6. Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu
atau benda yang hilang
7. Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi
8. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
d) Respons kognitif
1. Gangguan asumsi dan keyakinan
2. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4. Percaya pada kehidupan dan seolah-olah orang yang meninggal
menjadi pembimbing
d. Keadaan Fisik
e. Keadaan Psikososial
f. Status Mental
g. Kebutuhan Persiapan Pulang
h. Mekanisme Koping
i. Masalah Psikososial dan Lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek Medik
l. Data fokus yang perlu dikaji:
Data subjektif: Data objektif:
 Merasa sedih  Menangis
 Merasa putus asa dan kesepian  Mengingkari kehilangan
 Kesulitan mengekspresikan  Tidak berminat dalam
perasaan berinteraksi dengan orang lain
 Konsentrasi menurun  Merenungkan perasaan
bersalah secara berlebihan
 Adanya perubahan dalam
kebiasaan makan, pola tidur,
 tingkat aktivitas

B. Pohon Masalah

Berduka (yang Depresi (pola


berhubungan Berduka koping individu
dengan kehilangan Disfungsional tidak efektif)
aktual)

Duka Cita
Maladaptif

Duka Cita

Kehilangan

Sumber: Videberk (2008), Uliyah dan Hidayat (2012),


Yosep (2011), Nanda (2015)
C. Masalah Keperawatan yang Muncul
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan kehilangan
dan berduka antara lain:
a. Berduka (disfungsional, antisipatif)
b. Kehilangan
c. Gangguan konsep diri

D. Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian diperoleh masalah keperawatan yang akan
disusun menjadi diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah penilaian
klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan
memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang
menjadi tanggung gugat perawat. Berikut ini disebutkan beberapa diagnosa
keperawatan berkaitan dengan kehilangan dan berduka dalam Nanda (2015):
1. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual atau kehilangan yang
dirasakan
2. Berduka antisipatif berhubungan dengan perpisahan atau kehilangan
3. Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang/benda yang
dicintai atau memiliki arti besar
Dalam buku SDKI (2016):
1. Berduka berhubungan dengan kematian keluarga atau orang yang berarti
2. Berduka berhubungan dengan antisipasi kematian keluarga atau orang yang
berarti
3. Berduka berhubungan dengan kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status,
bagian tubuh atau hubungan sosial)
4. Berduka berhubungan dengan antisipasi kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi,
status, bagian tubuh atau hubungan sosial)
Tanda mayor dan tanda minor dalam SDKI (2016):
1. Tanda Mayor:
a. Merasa sedih
b. Merasa bersalah atau menyalahkan orang lain
c. Tidak menerima kehilangan
d. Merasa tidak ada harapan
e. Menangis
f. Pola tidur berubah
g. Tidak mampu berkonsentrasi
2. Tanda Minor:
a. Mimpi buruk atau pola mimpi berubah
b. Merasa tidak berguna
c. Fobia
d. Marah
e. Tampak panik
f. Fungsi imunitas terganggu

E. Rencana Tindakan Keperawatan


Setelah dirumuskan diagnosa keperawatan maka disusun rencana tindakan
keperawatan. Rencana tindakan keperawatan adalah preskripsi untuk prilaku
spesifik yang diharapkan dari klien dan tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat. Tindakan atau intervensi keperawatan dipilih untuk membantu klien
dalam mencapai hasil klien yang diharapkan dan tujuan pemulangan.
a. Tujuan
TUM: Klien berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas
TUK:
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Mampu mengungkapkan perasaan berduka
3. Menjelaskan makna kehilangan
4. Klien dapat mengungkapkan kemarahannya secara verbal
5. Klien dapat mengatasi kemarahannya dengan koping yang adaptif
6. Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
7. Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi
8. Klien dapat menghindari tindakan yang dapat merusak diri
9. Klien dapat menerima kehilangan
10. Klien dapat bersosialisasi kembali dengan keluarga atau orang lain
Secara umum, perencanaan dan intervensi keperawatan yang
dilakukan untuk menghadapi kedukaan adalah:
1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara:
a. Mendengarkan klien berbicara
b. Memberi dorongan agar klien mau mengungkapkan perasaannya
c. Menjawab pertanyaan klien secara langsung, menunjukkan sikap
menerima dan empati
2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat dengan cara:
a. Bersama klien mendiskusikan hubungan klien dengan orang atau
objek yang hilang
b. Menggali pola hubungan klien dengan orang yang berarti
3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat dengan cara:
a. Bersama klien mngingat kembali cara mengatasi perasaan berduka di
masa lalu
b. Memperkuat dukungan serta kekuatan yang dimiliki klien dan
keluarga
c. Mengenali dan menghargai sosial budaya, agama, serta kepercayaan
yang dianut klien dan keluarga dalam mengatasi proses kehilangan
4. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan klien dengan cara:
a. Menjelaskan kepada klien atau keluarga bahwa sikap mengingkari,
marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima adalah wajar dalam
keadaan kehilangan
b. Memberi gambaran tentang cara mengungkapkan perasaan yang bisa
diterima
c. Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti
5. Meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga dengan cara:
a. Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti
b. Mendorong klien untuk menggali perasaanya bersama anggota
keluarga lainnya, mengenali masing-masing anggota keluarga
c. Menjelaskan manfaat hubungan dengan orang lain
d. Mendorong keluarga untuk mengevaluasi perasaan dan saling
mendukung satu sama lain
6. Menentukan tahap keberadaan klien dengan cara:
a. Mengamati perilaku klien
b. Menggali pikiran perasaan klien yang selalu timbul dalam dirinya
Selain itu, secara khusus bentuk intervensi tahap/rentang respons
individual terhadap kedukaan adalah sebagai berikut.
a. Tahap Pengingkaran
1. Memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
dengan cara:
a. Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan berdukanya
b. Meningkatkan kesabaran klien secara bertahap tentang kenyataan
dan kehilangan, apabila sudah siap secara emosional
2. Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong klien
untuk berbagi rasa dengan cara:
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai hal
yang dikatakan oleh klien tanpa menghukum atau menghakimi
b. Menjelaskan kepada klien bahwa sikap tersebut biasa terjadi pada
orang yang mengalami kehilangan
3. Memberikan jawaban jujur terhadap pertanyaan klien tentang sakit,
pengobatan, dan kematian dengan cara:
a. Menjawab pertanyaan klien dengan bahasa yang mudah dimengerti,
jelas, dan tidak berbeli-belit
b. Mengamati dengan cermat respons klien selama berbicara
c. Meningkatkan kesadaran secara bertahap
b. Tahap Marah
Mengizinkan dan mendorong klien mengungkapkan rasa marah secara
verbal tanpa melawan kemarahan tersebut dengan cara:
1. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan klien sebenarnya tidak
ditujukan kepada mereka
2. Membiarkan klien menangis
3. Mendorong klien untuk membicarakan kemarahannya
c. Tahap Tawar-Menawar
Membantu klien mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara:
1. Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian
2. Mendorong klien untuk membicarakan rasa takut atau rasa bersalahnya
3. Bila klien selalu mengungkapkan kata “kalau” atau “seandainya,”
beritahu klien bahwa perawat hanya dapat melakukan sesuatu yang nyata
4. Membahas bersama klien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa
takutnya
d. Tahap Depresi
1 Membantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut dengan cara:
a. Mengamati perilaku klien dan bersama dengannya membahas
perasaannya
b. Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat
risikonya
2. Membantu klien mengurangi rasa bersalah dengan cara:
a. Menghargai perasaan klien
b. Membantu klien menemukan dukungan yang positif dengan
mengaitkan terhadap kenyataan
c. Memberi kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya
d. Bersama klien membahas pikiran negatif yang selalu timbul
e. Tahap Penerimaan
Membantu klien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan dengan
cara:
1. Membantu keluarga mengunjungi klien secara teratur
2. Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota keluarga tidak
berada pada tahap yang sama pada saat bersamaan
3. Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati
4. Memberi informasi akurat tentang kebutuhan klien dan keluarga

Intervensi keperawatan menurut SIKI (2016):


1. Intervensi utama:
a. Dukungan proses berduka
Tindakan:
1) Identifikasi kehilangan yang dihadapi
2) Identifikasi proses berduka yang dialami
3) Identifikasi reaksi awal terhadap kehilangan
4) Tunjukkan sikap menerima dan empati
5) Motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan
6) Fasilitasi mengekspresikan perasaan dengan cara yang nyaman
(misalnya: membaca buku, menulis, menggambar atau bermain).
7) Diskusikan strategi koping yang dapat digunakan
8) Anjurkan mengidentifikasi ketakutan terbesar pada kehilangan
9) Anjurkan melewati proses berduka secara bertahap
b. Dukungan emosional
Tindakan:
1) Identifikasi fungsi marah, frustasi, dan amuk bagi pasien
2) Identifikasi hal yang memicu emosi
3) Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas, marah, dan sedih
4) Buat pelayanan suportif atau empati saat berduka
5) Kurangi tuntutan berfikir saat sakit atau lelah
6) Jelaskan konsekuensi tidak menghadapi rasa bersalah dan malu
7) Anjurkan mengungkapkan pengalaman emosional sebelumnya
dan pola respons yang biasa digunakan
8) Rujuk untuk konseling, bila perlu
2. Intervensi tambahan:
a. Dukungan kelompok
b. Dukungan keluarga
c. Konseling
d. Dukungan keyakinan
e. Dukungan memaafkan
f. Dukungan pelaksanaan ibadah
g. Dukungan spiritual
h. Manajemen mood
i. Manajemen pengendalian marah
j. Promosi koping
k. Terapi sentuhan

Kriteria hasi dalam SLKI (2016):


1. Luaran utama:
a. Tingkat berduka
1) Verbalisasi menerima kehilangan meningkat
2) Verbalisasi harapan meningkat
3) Verbalisasi perasaan berguna meningkat
4) Verbalisasi perasaan sedih menurun
5) Verbalisasi perasaan bersalah menurun
6) Verbalisasi perasaan menyalahkan orang lain menurun
7) Menangis menurun
8) Pola tidur membaik
9) Konsentrasi membaik
2. Luaran tambahan:
a. Dukungan sosial
b. Harapan
c. Ketahanan personal
d. Resolusi berduka
e. Status koping
f. Status spiritual
g. Tingkat depresi

F. Implementasi Keperawatan
Setelah membuat rencana tindakan, maka dilakukan implementasi
keperawatan. Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Implementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan rencana
tindakan yang telah dibuat.

G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kehilangan dan berduka secara umum dapat
dinilai dari kemampuan untuk menghadapi atau memaknai arti kehilangan, reaksi
terhadap kehilangan, dan perubahan perilaku yang menerima arti kehilangan.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E., Suliswati, Farida P. Rochman, Banon E. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Masalah Psikososial. Jakarta: CV. Trans Info Medika.
Dermawan, Deden. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Gosyen
Direja, Ade H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Hidayat, A, Aziz Alimul. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, B.A., Helena, N. Farida, P. 2011. Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader
Kesehatan Jiwa CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC.
Mubarak dan Chayatin. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi dalam
Praktik. Jakarta: EGC
NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan dan Klasifikasi. 2015-2017 Edisi
10. Jakarta: EGC
DPP PPNI. 2016. SDKI, SLKI, SIKI. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Videbeck, SL. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika

Anda mungkin juga menyukai