Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIE DENGAN

DENGAN DIAGNOSA KEHILANGAN

OLEH

FITRIANI

STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR

PROGRAM STUDI AHLI JENJANG

TAHUN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengalaman kehilangan dan duka cita adalah hal yang esensial dan normal dalam
kehidupan manusia, membiarkan pergi melepaskan dan terus melangkah Ketika individu
menjalani tahap pertumbuhan dan perkembangan normal dengan mengucapkan selamat
tinggal kepada tempat, orang, impian dan benda benda yang di sayangi. Kehilangan
memungkinkan berupa dan terus berkembang serta memenuhi potensi diri. Kehilangan dapat di
rencanakn, di harapkan atau terjadi tibatiba dan proses berduka yang mengikutinya jarang
terjadi dengn nyaman atau menyenangkan. Wlaupun tidak nyaman kehilangan kadang kadang
bermanfaat dan namun kehilangan juga dapat menghancurkan individu.
Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan spritualindividu yang berdukamerupakan aspek
asuhan keperawatan yang sangat penting. Respon emosional dan spiritual klien saling terkait
Ketika klien menghadapi penderitaan dengan kesadaran akan kemampuan mengkaji
penderitaan klien, perawat dapat meningkatkan rasa sejahtera. Memberi klien kesempatan
untuk menceritakan penderitaanya.
Kesehatan jiwa, organisasi Kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan Kesehatan sebagai
“keadaan sehat fisik, mental dan social bukan semata mata keadaan tanpa penyakit. Orang
yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik dan social dapat memenuhi tanggung jawab
kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari hari, dan puas dengan hubungan
interpersonal dan diri mereka sendiri (Videbeck,2008)
B. Tujuan penulisan
Untuk memenuhi tugas mata kuluah keperawatan jiwa dan diharapkan bagi mahasiswa
gar mampu memahami tentang gangguan atas kehilangan dan duka cita dan dapat membuat
asuhan keperawatan pada pasien dengan kehilangan.
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar asuhan keperawatan
kehilangan dan berduka.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian, Analisa data, diagnose keperawatan,
intervensi dan evaluasi dari asuhan keperawatan kehilangan dan berduka.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan proses dari kehilangan dan berduka.
BAB II
A. Konsep Keperawatan
1. Pengertian
a. Kehilangan
Menurut Iyus Yosef dalam buku keperawatan jiwa 2007. Kehilangan adalah
sesuatu keadaan indivudu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi Sebagian atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalamn yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentan kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya Kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan
meruapakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang-orang
yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada).
b. Berduka
Griefing adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan dengan
kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian. Bereavement
adalah keadaan berduka yang ditunjukkan selama individu melewati rekasi. Berduka
adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan repon normal pada semua kejadian kehilangan. Dukacita
adalah proses komplek yang normal meliputi respon dan perilaku emosional, fisik,
spiritual, social, dan intelektual yakni individu, keluyarga, dan komunitas,
memasukkan kehilangan yang actual, adaftif ata dipersepsikan kedalam kehidupan
sehariu-hari mereka.
2. Proses kehilangan
a. Stres internal atau eksternal-gangguan dan kehilangan-individu memberi
makna positif-melakukan konvensasi dengan kegiatan positif-perbaikan
(beradaftasi dan merasa nyaman).
b. Stressor internal dan eksternal-gangguan dan kehilangan-individu memebri
makna-merasa tidak berdaya-marah dan berlaku agresif-diekspresikan
kedalam diri-muncul gejala sakit fisik
c. Stressor internal dan eksternal-gangguan dan kehilangan-individu memebri
makna-merasa tidak berdaya-marah dan berlaku agresif-diekspresikan keluar
diri-konvensasi dengan perilaku konstruktif- perbaikan (beradaftasi dan
merasa nyaman).
d. Stressor internal dan eksternal-gangguan dan kehilangan-individu memebri
makna-merasa tidak berdaya-marah dan berlaku agresif-diekspresikan keluar
diri-konvensasi dengan perilaku dektruktif-merasa bersalah-ketidakberdayaan
Inti dan kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah
pemberian makna(personal meaning) yang baik terhadap kehilanagn
(ghusnidzon)dan konvensasi yang positif (konstruktif)
3. Sifat-sifat kehilangan
a. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan dukacita yang lambat kemtian karena tindak kekerasan, bunuh diri,
pembunuhan atau pelalian diri akan sulit diterima
b. Berangsur-angsur (dapat diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan mnyebabkan yang
ditinggalkna mengalami keletiha n emosional (rando:1984)
4. Tipe kehilangan
a. Actual loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan
individu yang mengalami kehilangan. Contoh: kehilangan anggota badan, uang,
pekerjaan, anggota keluarga.
b. Pereceived loss (psikologis)
Kehilangan sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak dapat
diarasakan/dilihat oleh orang lain.contoh: kehilangan masa remaja, lingkungan yang
berharga.
c. Bantycipatory loss
Perasaan kehilanagan terjadi sebelum kehilanag terjadi. Individu memperlihatkan
perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilanagn yang akan berlangsung.
Sering terjadi pada keluarga denga klien menderita sakit terminal.
5. Lima kategori kelilangan
a. Kehilanagn objek eksternal.
Kehilanagan benda ekstrenal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi
using berpidah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalam berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang
dimiliki orang tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut.
b. Kehilangan lingkungan yang dukenal
Kehilangan ynag berkaitan denga perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal
mencaku lingkungan yang dikenal selama periode tertenu atau kepindahansecara
permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan di rumah sakit.
c. Kehilnagan orang terdekat
orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saduara sekandung,
guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Riset membuktikan bahwa banyak orang
menganggap, bahwa hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilanagn dapat
terjadi akibat perpisahan atau kematian.
d. Kehilanag aspek diri
Kehilanagan aspek dalam diri dapat emncakup bagian tubuh, fungsi fisiologis,
atau psiokolgis. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan
tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep
diri.
e. Kehilanag hidup
dirasakan oleh orang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan
meninggal
6. Fase-fase kehilangan dan berduka
Menurut Kubler Ross (1969) terdapat lima tahapan proses kehilanagan
1. Denilal (mengingkari)
a. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah shock, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilanag itunterjadi, dengan
mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”.
b. Bagi individua tau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus
menerus mencari informasi tambahan.
c. Reaksi fisim yang terjadi pada fase pengigkaran adalah letih, lemah, pucat,
mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah,
tidak tauhu harus berbuat apa.
2. Anger(marah)
a. Fase ini dimulai dengantimbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilanag.
b. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksiakn
kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan
kepada dirinya sendiri.
c. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak
pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.
d. Respon fisimyang sering terjadi pada fase ini antara lain muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Bergaining (tawar menawar)
a. Fase ini erupakan fase tawar menawar denga memohon kemurahan Tuhan
b. Respon ini sering dinyatakann dengan kata-kata “Kalau saja kejadian itu bisa
ditunda , maka saya akan sering berdoa”.
c. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya
sebagai berikut sering dijumpai “Kalau yangsakit bukan anak saya”.
d. Cenderung menyelesaikan urusan yang bersift pribadi, membuat surat
warisan, mengunjungi keluarga.
4. Depressioan (bersedih yang mendalam)
a. Klien di hadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bisa
di tolak.
b. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikapantara lain menarik diri, tidak
mudah bicara, kadang kadang bersikapa sebagai pasien yang sangat baik
dan penurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berhrgs.
c. Gejala fisik yang sering di perlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur,
dan letih
5. Acceptance ( menerima)
a. Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
b. Menerima kenyataan kehilangan,berpartisipasi, aktif, klien merasa damai,
tenang,menyiapkandirinya menerima kematian.
c. klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang
klien ingin di temani keluarga/ perawat.
d. Fase menrima ini biasanya d nyatakan dengan kata kata seperti “ saya betul
betul menyayangi baju saya yang hilang, tapi baju barusaya manis juga “ ata
“ sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang"
B. Asuhan Keperawatan dengan Kehilangan
1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien :
apa yang di pikirkan, di katakana, dan di rasakan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa
yang mereka piker dan rasakan adalah :
 Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
 Dukungan yang adekuat Ketika berduka akibat kehilangan
 Perilaku koping yang adekuat selama proses
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi tentang respon kehilangan adalah :
 Factor genetic : individu yang di lahirkan dan di besarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwaya depresi akan sulit mengembangkan
sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
proses kehilangan.
 Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup
yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang
lebih tinggi di bandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik.
 Kesehatan mental : individu yang mengalami gangguan jiwa terutama
yang mempunyai Riwayat depresi yang di tandai perasaan tidak berdaya,
pesimis, selalu d bayangi masa depan yang suram, biasanya sangat
peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
 Pengalama kehilangan di masa lalu : kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang berarti pada masa kanak kanak akan mempengaruhi individu
dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-
sundeen ,1991).
 Struktur kepribadian : individu dengan konsep yang negative, perasaan
rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak
objektif terhadap stress yang di hadapi.
b. Faktor Prepisipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih saying secara nyata ataupun imajinasi individu seperti :
Kehilangan sifat Bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
 Kehilangan Kesehatan
 Kehilangan fungsi seksualitas
 Kehilangan peran dalam keluarga
 Kehilangan posisi di masyarakat
 Kehilangan harta benda atau orang yang yang di cintai
 Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme koping
Koping yang sering di pakai individu dengan kehilangan respon antaralain
: Denial, depresi, intelektual, regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi yang
di gunakan untuk menghindari intensitas stress yang di rasakan sangat
menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering di temukan pada pasien
depresi yang dalam.
d. Respon spiritual
 Kecewa dan marah terhadap Tuhan
 Penderitaan karena di tinggalkan atau merasa di tinggalkan
 Tidak memiliki harapan, kehilangan makna
e. Respon Fisiologis
 Sakit kepala, imsomnia
 Gangguan nafsu makan
 Berat badan turun
 Tidak bertenaga
 Palpitasi, gangguan pencernaan
 Perubahan system immune dan endokrin
f. Respon emosional
 Merasa sedih, cemas
 Kebencian
 Merasa bersalah
 Perasaan mati rasa
 Emosi yang berubah ubah
 Penderitaan dan kesepiaan yang berat
 Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu yang
hilang
 Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi
 Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
g. Respon kognitif
 Gangguan asumsi dan keyakinan
 Mempertanyakan atau berupaya menemukan makna kehilangan
 Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
 Percaya pada kehidupan akhirat
h. Perilaki
 Menangis tidak terkontrol
 Sangat gelisah
 Sikap bermusuhan
 Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang di lakukan Bersama
orang yang telah meninggal
 Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal
 Kemungkinan menyalah gunakan obat/alcohol
 Kemungkinan melakukan upaya bunuh diri
2. Analisa data
a. Data subjektif
 Merasa putus asa dan kesepian
 Kesulitan mengekspresikan perasaan
 Konsentrasi menurun
b. Data Objektif
 Menangis
 Mengingkari kehilangan
 Tidak berniat berinteraksi dengan orang lain
 Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
 Adanya perubahan kebiasaan dalam makan
3. Diagnosa Keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam nursing diagnostic Aplication to clinical Pratice,
menjelaskan 3 diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang berdasarkan pada
tipe kehilangan nanda 2011 diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah :
 Duka cita
 Duka cita terganggu
 Resiko duka cita terganggu
4. Intervensi
Intervensi untuk klien yang berduka :
 Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya, izinkan penyangkalan yang
adaptif
 Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan
 Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa
lalu saat ini
 Dorong klien u tuk meninjau kekuatan dan kemam puan personal
 Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri
 Tawarkan makanan pada klientanpa memaksanya untuk makan.
 Gunakan komunikasi yang efektif
 Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :
kehadiran yang penuh perhatian , menghormati proses berduka klien,
menghormati keyakina personal klien.
 Prinsip intervensi keperawatan pada paasien dengan respon kehilangan
antara lain : bina dan jalin hubungan saling percaya, identifikasi
kemungkinan factor yang menghambat proses berduka, beri dukungan
terhadap respon kehilangan pasien , tingkatkan rasa kebersamaan antar
anggota keluarga
 Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase fase kehilangan antara lain :
fase pengingkaran, fase marah, fase tawar menawar, fase depresi, fase
penerimaan
5. Evaluasi
 Klien mampu mengungkapkanperasaanya secara spontan
 Klien menunjukkan tanda tanda penerimaan terhadap kehilangan
 Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
 Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat
kehilangan
 Klien mampu minum obat dengan cara yang benar.
BAB III
1. Asuhan Keperawatan dengan berduka

“Ibu M usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di suatu perusahaan

sebagai tulang punggung keluarga. Seminggu yang lalu, suami ibu M meninggal karena

kecelakaan. Sejak kejadian itu, Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan jika

suaminya belum meninggal. Selain itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi dengan orang

lain dn merasa gelisah sehingga susah tidur.

a. Pengkajian

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang

sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi Sebagian atau

keseluruhan.

Berduka adalah respon emosi yang di ekspresikan terhadap kehilangan yang di

manifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur dll.

Data yang di dapat

Data subjektif

 Merasa sedih

 Merasa putus asa dan kesepian

 Kesulitan mengekspresikan perasaan

 Konsentrasi menuru

Data Objektif

 Menangis

 Mengingkari kehilangan

 Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain

 Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan


 Adanya perunahan dalam kebiasaan makan,pola tidur dan aktivitas

b. Diagnosa

Diagnosa yang bisa di tegakkan dalam kasus ini adalah :

 Isolasi social berhubungan dengan koping individu yang tidak efektif terhadap

respon kehilangan pasangan

 Ansietas berhubungan dengan keadaan di masa yang akan dating setelah

kehilangan pasangan

 Ketidakberdayaan dalam melakukan peran berhubungan dengan kehilangan

dan berduka

 Harga diri rendah berhubungan dengan kehilangan dan berduka

c. Intervensi

 Bina Hubungan saling percaya dengan klien. Perlihatkan sikap empati perhatian

kepada klien

Rasional : hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar

terbinanya hubungan teraupetik

 Berikan motivasi pada klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaanya

Rasional : motivasi akan membuat klien lebih terbuka mengenai pikiran dan

perasaanya

 Dengarkan klien dengan penuh empati. Berikan respon yang tidak menghakimi

Rasioanl : hal ini menunjukkan rasa peduli terhadp perawatan klien, tetapi tidak

terlibat secara emosi. Klien akan merasa nyaman saat bercerita kepada perawat

 Libatkan klien dalam aktivitas kelompok sesuai dengan aktivitas yang

disenanginya

Rasional : aktivitas fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk

mengeluarkan emosi dan kemarahan yang terpendam.


 Ajarkan klien mengenai cara meminum obat yang benar.

Rasional : dengan meminumobat sesuai anjuran, klien akan merasa lebih tenang

dan nyaman untuk tidur.

d. Implementasi

 Sapa klien dengan nama ynag di senanginya. Memberikan sentuhan akan

menunjukkan rasa empati klien dan pertahankan kontak mata.

 Dorong klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaanya

 Dengarkan segala keluhan klien, berikan respon dan jangan menghakimi

 Ajak klien jika ada kegiatan kelompok, terutama kegiatan yang di senanginya

 Bimbing klien untuk minum obat sesuai cara yang di anjurkan

e. Evaluasi

 Klien mampu mengungkapkan perasaanya secara spontan

 Klien menunjukkan tanda tanda penerimaan terhadap kehilangan

 Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain

 Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat

kehilangan

 Klien mampu minum obat dengan cara yang benar.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada

orang orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan yang

sebelumnya ada menjadi tidak ada. Kehilangan bisa meliputi objek eksternal, lingkungan

yang di kenal, orang terdekat, aspek diri dan kehilangan hidup.

Di dalam menangani pasiendengan respon kehilangan, di perlukan prinsip

prinsip keperawatan yang sesuai, misalnya pada anak atau pada orang tua dengan

respon kehilangan

Pengkajian yang dapat di lakukan yaitu dengan menidentifikasi factor

predisposisi dan factor presipitasi

B. Saran

Dalam perencanaan Tindakan, harus di sesuaikan dengan kebutuhan klien saat

itu. Dalam perumusan diagnose keperawatan, harus di prioritaskan sesuai dengan

kebutuhan Maslow ataupun kegawatan dari masalah, selalu mendokumentasikan

semua Tindakan keperawatan baik yang kritis maupun tidak.


BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Defenisi
Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati, dkk (2010) adalah suatu keadaan
kesepian yang dirasakan seseorang karena orang lain menyatakan negatif dan mengancam.
Sedangkan Menarik diri adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa
kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran,
prestasi atau kegagalanya (Depkes, 2006 dalam Dermawan, dkk 2013).
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
disekitarnya (Keliat, 2011).
Menurut Depkes RI penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan
melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara
langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap. Menurut Carpenito (2007), isolasi
sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak
mampu untuk membuat kontak. Menurut Rawlins & Heacock, isolasi sosial atau menarik
diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain,
individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir,
berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Menurut Dalami, dkk. (2009), isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan
yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan
cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan
Jadi isolasi sosial Menarik diri adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang
karena merasa ditolak, tidak diterima, dan bahkan pasien tidak mampu berinteraksi untuk
membina hubungan yang berarti dengan orang lain disekitarnya.

2.1.2 Rentang Respon


Menurut Stuart (2007). Gangguan kepribadian biasanya dapat dikenali pada masa
remaja atau lebih awal dan berlanjut sepanjang masa dewasa. Gangguan tersebut merupakan
pola respon maladaptive, tidak fleksibel, dan menetap yang cukup berat menyababkan
disfungsi prilaku atau distress yang nyata.

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat
diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Riyardi, dkk (2013) respon ini meliputi:
a. Menyendiri
Menyendiri merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang
telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-
rencana.
b. Otonomi
Otonomi merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu mampu menetapkan untuk interdependen
dan pengaturan diri.
c. Kebersamaan
Kebersamaan merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling member,
dan menerima dalam hubungan interpersonal.
d. Saling ketergantungan
Saling Ketergantungan merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling
tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-
cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat. Menurut Riyardi, dkk
(2013) respon maladaptif tersebut adalah :
a. Manipulasi
Manipulasi merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai
pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada
orang lain.
b. Impulsif
Impulsif merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang
tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan tidak mampu untuk
belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c. Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku ogosentris, harga diri yang
rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak
mendapat dukungan dari orang lain.
d. Isolasi sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain.

2.1.3 Etiologi
Isolasi sosial : menarik diri dapat terjadi dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor
presipitasi.
a. Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah isolasi sosial
yaitu:
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus
terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas tersebut tidak
terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya dapat
menimbulkan suatu masalah.

Tabel 1. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal (Stuart, et al


dalam Fitria, 2009).
Tahap perkembangan Tugas
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa prasekolah Melajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab,
dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan
berkompromi
Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama
jenis kelamin
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dan
teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai
anak
Masa tenga baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
perasaan ketertarikan dengan budaya

2) Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana
seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan
atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk hubungan dengan
lingkungan diluar keluarga.
3) Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan
hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia,
berpenyakit kronis dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi gangguan hubungan sosial adalah
otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan memiliki
struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-
sel dalam limbic dan daerah kortikal.
b. Faktor presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor
sosial budaya seperti keluarga.
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat kecemasan atau
ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan
orang terdekat atau tidak terpenuhi kebutuhan individu.

2.1.4 Manifestasi Klinik


Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial : menarik diri menurut
Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
a. Gejala Subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang atau singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak

b. Gejala Objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri di kamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9) Ekpresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Memasukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urine dan feses
15) Aktifitas menurun
16) Kurang enenrgi (tenaga)
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada posisi tidur)

2.1.5 Psikopatologi
Individu yang mengalami Isolasi Sosial sering kali beranggapan bahwa
sumber/penyebab Isolasi sosial itu berasal dari lingkunganya. Padahalnya rangsangan primer
adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan
rasa bersalah, marah, sepi dan takut dengan orang yang dicintai, tidak dapat dikatakan segala
sesuatu yang dapat mengancam harga diri (self estreem) dan kebutuhan keluarga dapat
meningkatkan kecemasan. Untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan
ansietas diperlukan suatu mekanisme koping yang adekuat.
Sumber-sumber koping meliputi ekonomi, kemampuan menyelesaikan masalah, tekhnik
pertahanan, dukungan sosial dan motivasi. Sumber koping sebagai model ekonomi dapat
membantu seseorang mengintregrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil. Semua orang walaupun terganggu prilakunya tetap
mempunyai beberapa kelebihan personal yang mungkin meliputi: aktivitas keluarga, hobi, seni,
kesehatan dan perawatan diri, pekerjaan kecerdasan dan hubungan interpersonal. Dukungan
sosial dari peningkatan respon psikofisiologis yang adaptif, motifasi berasal dari dukungan
keluarga ataupun individu sendiri sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri pada
individu (Stuart, et al, 2008).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Menurut Keliat (2005), pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari
proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri dari atas pengumpulan data dan
perumusan masalah. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual.
Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi,
faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping
yang dimiliki klien (Stuart, 2005).

a. Pohon Masalah
Resiko Perubahan Sensori-persepsi :
Halusinasi ……..

Isolasi sosial : menarik diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


Resiko menciderai diri, Resiko Persepsi sensori orang lain,
lingkungan Halusinasi

Tidak efektifnya Defisit


Penatalaksanaan Isolasi sosial: Perawatan diri
Regiment terapeutik Menarik Diri

Tidak efektifnya Menurunnya


Koping keluarga: Gangguan Motivasi
Ketidakmampuan Harga Diri Rendah Perawatan
Keluarga merawat Diri
Anggota keluarga
Yang sakit
( Budi Anna Keliat, 2009)

2.1 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respons
klien baik aktual maupun potensial (Keliat, 2005).
1. Isolasi Sosial
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi

2.3 Perencanaan Keperawatan


a. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai
setiap tujuan khusus. Perawat dapat memberikan alasan ilmiah terbaru dari tindakan
yang diberikan. Alasan ilmiah merupakan pengetahuan yang berdasarkan pada literatur,
hasil penelitian atau pengalaman praktek.
Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan Khusus :
N TUK . Kriteria evaluasi Rencana tindakan keperawatan
O
1 Klien dapat Menunjukan tanda- bina hubungan saling percaya, beri
membina tanda percaya kepada salam setiap berinteraksi,
hubungan perawat : wajah perkenalkan nama, nama panggilan
saling cerah, tersenyum, perawat dan tujuan perawat
percaya mau berkenalan, ada berkenalan, tunjukan sikap jujur
kontak mata, bersedia dan menepati janji setiap
menceritakan berinteraksi, buat kontak interaksi
perasaannya, bersedia yang jelas, dengarkan dengan
mengungkapkan penuh perhatian ekspresi perasaan
masalahnya klien.
2 Klien mampu Klien dapat Tanyakan kepada klien
menyebutkan menyebutkan minimal tentang orang yang tinggal
penyebab satupenyebab menarik serumah atau teman sekamar
menarik diri diri dari orang lain klien, orang yang paling dekat
dengan lingkungan dengan klien di rumah atau
diruang keperawatan, apa yang
membuat klien dekat dengan orang
tersebut, orang yang tidak dekat
dengan klien di rumah atau di
ruang keperawatan, apa yang
membuat klien tidak dekat dengan
orang lain, upaya yang sudah
dilakukan agar dekat dengan orang
lain, diskusikan dengan klien
penyebab menarik diri atau tidak
mau bergaul dengan orang lain,
beri pujian terhadap klien
megungkapkan perasaannya.
3 Klien mampu Klien dapat tanyakan pada klien tentang
menyebutkan menyebutkan manfaat hubungan sosial dan
keuntungan keuntungan kerugian mernarik diri, diskusikan
berhubungan berhubungan sosial bersama klien tentang manfaat
sosial dan dan kerugian mnearik berhubungan sosial dan kerugian
kerugian diri menarik diri, beri pujian terhadap
menarik diri kemampuan klien mengungkapkan
perasaan.
4 Klien dapat Klien dapat Observasi prilaku klien saat
melaksanakan melaksanakan berhubungan sosial, beri motifasi
hubungan hubungan sosial dan Bantu klien untuk berkenalkan
sosial secara secara bertahap atau berkomunikasi dengan orang
bertahap dengan perawat, lain, libatkan kliendalam terapi
orang lain dan aktifitas kelompok sosialisasi,
kelompok diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan klien
untuk bersosialisasi, beri motifasi
klien untuk melakukan kegiatan
sesuai jadwal yang telah dibuat,
beri pujian terhadap kemampuan
klien memperluas pergaulannya
melalui aktivitas yang dilaksanakan.
5 Klien mampu Klien dapat Kriteria evaluasi: Rencana
menjelaskan menjelaskan tindakan keperawatan:diskusikan
perasaan perasaannya setelah dengan klien tentang perasaannya
setelah berhubungan sosial setelah berinteraksi dengan orang
berhubungan dengan orang lain. lain, beri pujian terhadap
sosial kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.
6 Klien Keluarga dapat diskusikan pentingnya peran serta
mendapat menjelaskan tentang keluarga sebagai pendukung untuk
dukungan pengertian menarik mengatasi prilaku menarik diri,
keluarga diri, tanda dan gejala diskusikan potensi keluarga untuk
dalam menarik diri, membantu klien mengatasi prilaku
memperluas penyebab dan akibat, enarik diri, latih keluarga dalam
hubungan cara merawat klien merawat klien menarik diri,
sosial. menarik diri. tanyakan perasaan keluarga agar
membantu klien untuk
bersosialisasi, beri pujian kepada
keluarga atas keterlibatan merawat
klien di rumah sakit.
7 klien dapat Klien menyebutkan diskusikan dengan klien
memanfaatkan manfaat minum obat, tentang manfaat dan kerugian tidak
obat dengan kerugian tidak minum minum obat, pantau klien saat
baik. obat, nama, warna, penggunaan obat, beri pujian jika
dosis, efek terapi dan klien menggunakan obat dengan
efek samping. Setelah benar, diskusikan akibat berhenti
tiga kali interaksi klien minum obat tanpa konsultasi
mendemonstrasikan dengan dokter, anjurkan klien
penggunaan obat untuk konsultasi kepada
dengan benar. dokter/perawat jika terjadi hal-hal
Setelah tiga kali yang tidak diinginkan.
interaksi klien
menyebutkan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi
dokter

b. Penatalaksanaan Medis
Jenis penatalaksanaan yang biasa dilakukan dalam kelompok penyakit skizofrenia
termasuk isolasi sosial adalah :
a) Psikofarmaka
Adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala – gejala gangguan jiwa. Yang tergolong dalam pengobatan
psikofarmaka antara lain :
1) Chlorpromazine (CPZ)
Atas indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat untuk menilai realistis,
waham halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku atau tidak terkendali tidak
mampu bekerja. Dengan efek samping hipotesis, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat.
2) Haloperidol (HLP)
Atas indikasi berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari – hari dengan efek samping yaitu :
penyakit hati, penyakit darah (anemia, leucopenia, agranulositosis), epilepsy,
kelainan jantung, febris, dan ketergantungan obat.
3) Tryhexipenidil (THP)
Atas indikasi segala jenis perkinson, termasuk pasca encephalitis dengan efek
samping yaitu mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,
agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urin. Kontra indikasinya yaitu
hipersensitif terhadap tryhexipenidil, glukosa sudut sempit, hipertropi prostate dan
obstruksi saluran cerna.
b) Pemeriksaan Penunjang (ECT / Psikotherapy)
Merupakan pengobatan untuk menurunkan kejang grandial yang menghasilkan
efek samping tetapi dengan menggunakan arus listrik. Tujuan untuk memperpendek
lamanya skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain. Dengan
kekuatan 75 – 100 volt, ECT diberikan pada klien dengan indikasi depresi berat dan
terapi obat sebelumnya tidak berhasil, klien akan beresiko bunuh diri dan skizofrenia
akut.
c) Prinsip Keperawatan
Menerapkan teknik therapeutik, melibatkan keluarga, kontak sering tetapi singkat,
peduli, empati, jujur, menepati janji, memenuhi kebutuhan sehari – hari, libatkan klien
TAK.
1) Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanana tindakan keperawatan merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan. Dan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan
oleh klien saat ini (here and now) (Keliat,2005, hal 17). Jenis Tindakannya seperti :
1. Secara mandiri (independent)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu klien
dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stressor
(penyakit). Misalnya ; membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari – hari,
memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar,
menciptakan lingkungan terapeutik.
2. Saling ketergantungan atau kolaborasi ( interdependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim perawatan atau
dengan tim kesehatan lainnya. Seperti dokter, fisioterapi, analis kesehatan, dan
sebagainya. Misalnya ; pemberian obat – obatan sesuai dengan intruksi dokter. Jenis
dosis dan efek samping menjadi tanggung jawab dokter tetapi pemberian obat sampai
atau tidak menjadi tanggung jawab.
3. Rujukan atau ketergantungan ( dependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, diantaranya :
dokter, psikologi, pskiater, ahli gizi, fisioterapi. Misalnya ; terapi aktivitas kelompok.
2) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus – menerus pada respons klien
terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan (Keliat, 2005: hal 17)Hasil yang
diharapkan pada klien, yaitu: klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
orang lain, klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri, klien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan sosial, klien dapat melaksanakan hubungan sosial, klien
mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial dengan orang lain,
kelompok. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial, klien
dapat memanfaatkan obat.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Anda mungkin juga menyukai