OLEH
FITRIANI
TAHUN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengalaman kehilangan dan duka cita adalah hal yang esensial dan normal dalam
kehidupan manusia, membiarkan pergi melepaskan dan terus melangkah Ketika individu
menjalani tahap pertumbuhan dan perkembangan normal dengan mengucapkan selamat
tinggal kepada tempat, orang, impian dan benda benda yang di sayangi. Kehilangan
memungkinkan berupa dan terus berkembang serta memenuhi potensi diri. Kehilangan dapat di
rencanakn, di harapkan atau terjadi tibatiba dan proses berduka yang mengikutinya jarang
terjadi dengn nyaman atau menyenangkan. Wlaupun tidak nyaman kehilangan kadang kadang
bermanfaat dan namun kehilangan juga dapat menghancurkan individu.
Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan spritualindividu yang berdukamerupakan aspek
asuhan keperawatan yang sangat penting. Respon emosional dan spiritual klien saling terkait
Ketika klien menghadapi penderitaan dengan kesadaran akan kemampuan mengkaji
penderitaan klien, perawat dapat meningkatkan rasa sejahtera. Memberi klien kesempatan
untuk menceritakan penderitaanya.
Kesehatan jiwa, organisasi Kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan Kesehatan sebagai
“keadaan sehat fisik, mental dan social bukan semata mata keadaan tanpa penyakit. Orang
yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik dan social dapat memenuhi tanggung jawab
kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari hari, dan puas dengan hubungan
interpersonal dan diri mereka sendiri (Videbeck,2008)
B. Tujuan penulisan
Untuk memenuhi tugas mata kuluah keperawatan jiwa dan diharapkan bagi mahasiswa
gar mampu memahami tentang gangguan atas kehilangan dan duka cita dan dapat membuat
asuhan keperawatan pada pasien dengan kehilangan.
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar asuhan keperawatan
kehilangan dan berduka.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian, Analisa data, diagnose keperawatan,
intervensi dan evaluasi dari asuhan keperawatan kehilangan dan berduka.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan proses dari kehilangan dan berduka.
BAB II
A. Konsep Keperawatan
1. Pengertian
a. Kehilangan
Menurut Iyus Yosef dalam buku keperawatan jiwa 2007. Kehilangan adalah
sesuatu keadaan indivudu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi Sebagian atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalamn yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentan kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya Kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan
meruapakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang-orang
yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada).
b. Berduka
Griefing adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan dengan
kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian. Bereavement
adalah keadaan berduka yang ditunjukkan selama individu melewati rekasi. Berduka
adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan repon normal pada semua kejadian kehilangan. Dukacita
adalah proses komplek yang normal meliputi respon dan perilaku emosional, fisik,
spiritual, social, dan intelektual yakni individu, keluyarga, dan komunitas,
memasukkan kehilangan yang actual, adaftif ata dipersepsikan kedalam kehidupan
sehariu-hari mereka.
2. Proses kehilangan
a. Stres internal atau eksternal-gangguan dan kehilangan-individu memberi
makna positif-melakukan konvensasi dengan kegiatan positif-perbaikan
(beradaftasi dan merasa nyaman).
b. Stressor internal dan eksternal-gangguan dan kehilangan-individu memebri
makna-merasa tidak berdaya-marah dan berlaku agresif-diekspresikan
kedalam diri-muncul gejala sakit fisik
c. Stressor internal dan eksternal-gangguan dan kehilangan-individu memebri
makna-merasa tidak berdaya-marah dan berlaku agresif-diekspresikan keluar
diri-konvensasi dengan perilaku konstruktif- perbaikan (beradaftasi dan
merasa nyaman).
d. Stressor internal dan eksternal-gangguan dan kehilangan-individu memebri
makna-merasa tidak berdaya-marah dan berlaku agresif-diekspresikan keluar
diri-konvensasi dengan perilaku dektruktif-merasa bersalah-ketidakberdayaan
Inti dan kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah
pemberian makna(personal meaning) yang baik terhadap kehilanagn
(ghusnidzon)dan konvensasi yang positif (konstruktif)
3. Sifat-sifat kehilangan
a. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan dukacita yang lambat kemtian karena tindak kekerasan, bunuh diri,
pembunuhan atau pelalian diri akan sulit diterima
b. Berangsur-angsur (dapat diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan mnyebabkan yang
ditinggalkna mengalami keletiha n emosional (rando:1984)
4. Tipe kehilangan
a. Actual loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan
individu yang mengalami kehilangan. Contoh: kehilangan anggota badan, uang,
pekerjaan, anggota keluarga.
b. Pereceived loss (psikologis)
Kehilangan sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak dapat
diarasakan/dilihat oleh orang lain.contoh: kehilangan masa remaja, lingkungan yang
berharga.
c. Bantycipatory loss
Perasaan kehilanagan terjadi sebelum kehilanag terjadi. Individu memperlihatkan
perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilanagn yang akan berlangsung.
Sering terjadi pada keluarga denga klien menderita sakit terminal.
5. Lima kategori kelilangan
a. Kehilanagn objek eksternal.
Kehilanagan benda ekstrenal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi
using berpidah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalam berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang
dimiliki orang tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut.
b. Kehilangan lingkungan yang dukenal
Kehilangan ynag berkaitan denga perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal
mencaku lingkungan yang dikenal selama periode tertenu atau kepindahansecara
permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan di rumah sakit.
c. Kehilnagan orang terdekat
orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saduara sekandung,
guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Riset membuktikan bahwa banyak orang
menganggap, bahwa hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilanagn dapat
terjadi akibat perpisahan atau kematian.
d. Kehilanag aspek diri
Kehilanagan aspek dalam diri dapat emncakup bagian tubuh, fungsi fisiologis,
atau psiokolgis. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan
tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep
diri.
e. Kehilanag hidup
dirasakan oleh orang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan
meninggal
6. Fase-fase kehilangan dan berduka
Menurut Kubler Ross (1969) terdapat lima tahapan proses kehilanagan
1. Denilal (mengingkari)
a. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah shock, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilanag itunterjadi, dengan
mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”.
b. Bagi individua tau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus
menerus mencari informasi tambahan.
c. Reaksi fisim yang terjadi pada fase pengigkaran adalah letih, lemah, pucat,
mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah,
tidak tauhu harus berbuat apa.
2. Anger(marah)
a. Fase ini dimulai dengantimbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilanag.
b. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksiakn
kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan
kepada dirinya sendiri.
c. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak
pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.
d. Respon fisimyang sering terjadi pada fase ini antara lain muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Bergaining (tawar menawar)
a. Fase ini erupakan fase tawar menawar denga memohon kemurahan Tuhan
b. Respon ini sering dinyatakann dengan kata-kata “Kalau saja kejadian itu bisa
ditunda , maka saya akan sering berdoa”.
c. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya
sebagai berikut sering dijumpai “Kalau yangsakit bukan anak saya”.
d. Cenderung menyelesaikan urusan yang bersift pribadi, membuat surat
warisan, mengunjungi keluarga.
4. Depressioan (bersedih yang mendalam)
a. Klien di hadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bisa
di tolak.
b. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikapantara lain menarik diri, tidak
mudah bicara, kadang kadang bersikapa sebagai pasien yang sangat baik
dan penurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berhrgs.
c. Gejala fisik yang sering di perlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur,
dan letih
5. Acceptance ( menerima)
a. Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
b. Menerima kenyataan kehilangan,berpartisipasi, aktif, klien merasa damai,
tenang,menyiapkandirinya menerima kematian.
c. klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang
klien ingin di temani keluarga/ perawat.
d. Fase menrima ini biasanya d nyatakan dengan kata kata seperti “ saya betul
betul menyayangi baju saya yang hilang, tapi baju barusaya manis juga “ ata
“ sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang"
B. Asuhan Keperawatan dengan Kehilangan
1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien :
apa yang di pikirkan, di katakana, dan di rasakan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa
yang mereka piker dan rasakan adalah :
Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
Dukungan yang adekuat Ketika berduka akibat kehilangan
Perilaku koping yang adekuat selama proses
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi tentang respon kehilangan adalah :
Factor genetic : individu yang di lahirkan dan di besarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwaya depresi akan sulit mengembangkan
sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
proses kehilangan.
Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup
yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang
lebih tinggi di bandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik.
Kesehatan mental : individu yang mengalami gangguan jiwa terutama
yang mempunyai Riwayat depresi yang di tandai perasaan tidak berdaya,
pesimis, selalu d bayangi masa depan yang suram, biasanya sangat
peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
Pengalama kehilangan di masa lalu : kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang berarti pada masa kanak kanak akan mempengaruhi individu
dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-
sundeen ,1991).
Struktur kepribadian : individu dengan konsep yang negative, perasaan
rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak
objektif terhadap stress yang di hadapi.
b. Faktor Prepisipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih saying secara nyata ataupun imajinasi individu seperti :
Kehilangan sifat Bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
Kehilangan Kesehatan
Kehilangan fungsi seksualitas
Kehilangan peran dalam keluarga
Kehilangan posisi di masyarakat
Kehilangan harta benda atau orang yang yang di cintai
Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme koping
Koping yang sering di pakai individu dengan kehilangan respon antaralain
: Denial, depresi, intelektual, regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi yang
di gunakan untuk menghindari intensitas stress yang di rasakan sangat
menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering di temukan pada pasien
depresi yang dalam.
d. Respon spiritual
Kecewa dan marah terhadap Tuhan
Penderitaan karena di tinggalkan atau merasa di tinggalkan
Tidak memiliki harapan, kehilangan makna
e. Respon Fisiologis
Sakit kepala, imsomnia
Gangguan nafsu makan
Berat badan turun
Tidak bertenaga
Palpitasi, gangguan pencernaan
Perubahan system immune dan endokrin
f. Respon emosional
Merasa sedih, cemas
Kebencian
Merasa bersalah
Perasaan mati rasa
Emosi yang berubah ubah
Penderitaan dan kesepiaan yang berat
Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu yang
hilang
Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi
Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
g. Respon kognitif
Gangguan asumsi dan keyakinan
Mempertanyakan atau berupaya menemukan makna kehilangan
Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
Percaya pada kehidupan akhirat
h. Perilaki
Menangis tidak terkontrol
Sangat gelisah
Sikap bermusuhan
Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang di lakukan Bersama
orang yang telah meninggal
Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal
Kemungkinan menyalah gunakan obat/alcohol
Kemungkinan melakukan upaya bunuh diri
2. Analisa data
a. Data subjektif
Merasa putus asa dan kesepian
Kesulitan mengekspresikan perasaan
Konsentrasi menurun
b. Data Objektif
Menangis
Mengingkari kehilangan
Tidak berniat berinteraksi dengan orang lain
Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
Adanya perubahan kebiasaan dalam makan
3. Diagnosa Keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam nursing diagnostic Aplication to clinical Pratice,
menjelaskan 3 diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang berdasarkan pada
tipe kehilangan nanda 2011 diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah :
Duka cita
Duka cita terganggu
Resiko duka cita terganggu
4. Intervensi
Intervensi untuk klien yang berduka :
Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya, izinkan penyangkalan yang
adaptif
Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan
Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa
lalu saat ini
Dorong klien u tuk meninjau kekuatan dan kemam puan personal
Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri
Tawarkan makanan pada klientanpa memaksanya untuk makan.
Gunakan komunikasi yang efektif
Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :
kehadiran yang penuh perhatian , menghormati proses berduka klien,
menghormati keyakina personal klien.
Prinsip intervensi keperawatan pada paasien dengan respon kehilangan
antara lain : bina dan jalin hubungan saling percaya, identifikasi
kemungkinan factor yang menghambat proses berduka, beri dukungan
terhadap respon kehilangan pasien , tingkatkan rasa kebersamaan antar
anggota keluarga
Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase fase kehilangan antara lain :
fase pengingkaran, fase marah, fase tawar menawar, fase depresi, fase
penerimaan
5. Evaluasi
Klien mampu mengungkapkanperasaanya secara spontan
Klien menunjukkan tanda tanda penerimaan terhadap kehilangan
Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat
kehilangan
Klien mampu minum obat dengan cara yang benar.
BAB III
1. Asuhan Keperawatan dengan berduka
“Ibu M usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di suatu perusahaan
sebagai tulang punggung keluarga. Seminggu yang lalu, suami ibu M meninggal karena
kecelakaan. Sejak kejadian itu, Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan jika
suaminya belum meninggal. Selain itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi dengan orang
a. Pengkajian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi Sebagian atau
keseluruhan.
manifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur dll.
Data subjektif
Merasa sedih
Konsentrasi menuru
Data Objektif
Menangis
Mengingkari kehilangan
b. Diagnosa
Isolasi social berhubungan dengan koping individu yang tidak efektif terhadap
kehilangan pasangan
dan berduka
c. Intervensi
Bina Hubungan saling percaya dengan klien. Perlihatkan sikap empati perhatian
kepada klien
Rasional : hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar
Rasional : motivasi akan membuat klien lebih terbuka mengenai pikiran dan
perasaanya
Dengarkan klien dengan penuh empati. Berikan respon yang tidak menghakimi
Rasioanl : hal ini menunjukkan rasa peduli terhadp perawatan klien, tetapi tidak
terlibat secara emosi. Klien akan merasa nyaman saat bercerita kepada perawat
disenanginya
Rasional : aktivitas fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk
Rasional : dengan meminumobat sesuai anjuran, klien akan merasa lebih tenang
d. Implementasi
Ajak klien jika ada kegiatan kelompok, terutama kegiatan yang di senanginya
e. Evaluasi
kehilangan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada
orang orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada. Kehilangan bisa meliputi objek eksternal, lingkungan
prinsip keperawatan yang sesuai, misalnya pada anak atau pada orang tua dengan
respon kehilangan
B. Saran
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat
diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Riyardi, dkk (2013) respon ini meliputi:
a. Menyendiri
Menyendiri merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang
telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-
rencana.
b. Otonomi
Otonomi merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu mampu menetapkan untuk interdependen
dan pengaturan diri.
c. Kebersamaan
Kebersamaan merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling member,
dan menerima dalam hubungan interpersonal.
d. Saling ketergantungan
Saling Ketergantungan merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling
tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-
cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat. Menurut Riyardi, dkk
(2013) respon maladaptif tersebut adalah :
a. Manipulasi
Manipulasi merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai
pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada
orang lain.
b. Impulsif
Impulsif merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang
tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan tidak mampu untuk
belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c. Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku ogosentris, harga diri yang
rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak
mendapat dukungan dari orang lain.
d. Isolasi sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain.
2.1.3 Etiologi
Isolasi sosial : menarik diri dapat terjadi dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor
presipitasi.
a. Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah isolasi sosial
yaitu:
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus
terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas tersebut tidak
terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya dapat
menimbulkan suatu masalah.
b. Gejala Objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri di kamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9) Ekpresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Memasukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urine dan feses
15) Aktifitas menurun
16) Kurang enenrgi (tenaga)
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada posisi tidur)
2.1.5 Psikopatologi
Individu yang mengalami Isolasi Sosial sering kali beranggapan bahwa
sumber/penyebab Isolasi sosial itu berasal dari lingkunganya. Padahalnya rangsangan primer
adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan
rasa bersalah, marah, sepi dan takut dengan orang yang dicintai, tidak dapat dikatakan segala
sesuatu yang dapat mengancam harga diri (self estreem) dan kebutuhan keluarga dapat
meningkatkan kecemasan. Untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan
ansietas diperlukan suatu mekanisme koping yang adekuat.
Sumber-sumber koping meliputi ekonomi, kemampuan menyelesaikan masalah, tekhnik
pertahanan, dukungan sosial dan motivasi. Sumber koping sebagai model ekonomi dapat
membantu seseorang mengintregrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil. Semua orang walaupun terganggu prilakunya tetap
mempunyai beberapa kelebihan personal yang mungkin meliputi: aktivitas keluarga, hobi, seni,
kesehatan dan perawatan diri, pekerjaan kecerdasan dan hubungan interpersonal. Dukungan
sosial dari peningkatan respon psikofisiologis yang adaptif, motifasi berasal dari dukungan
keluarga ataupun individu sendiri sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri pada
individu (Stuart, et al, 2008).
a. Pohon Masalah
Resiko Perubahan Sensori-persepsi :
Halusinasi ……..
b. Penatalaksanaan Medis
Jenis penatalaksanaan yang biasa dilakukan dalam kelompok penyakit skizofrenia
termasuk isolasi sosial adalah :
a) Psikofarmaka
Adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala – gejala gangguan jiwa. Yang tergolong dalam pengobatan
psikofarmaka antara lain :
1) Chlorpromazine (CPZ)
Atas indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat untuk menilai realistis,
waham halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku atau tidak terkendali tidak
mampu bekerja. Dengan efek samping hipotesis, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat.
2) Haloperidol (HLP)
Atas indikasi berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari – hari dengan efek samping yaitu :
penyakit hati, penyakit darah (anemia, leucopenia, agranulositosis), epilepsy,
kelainan jantung, febris, dan ketergantungan obat.
3) Tryhexipenidil (THP)
Atas indikasi segala jenis perkinson, termasuk pasca encephalitis dengan efek
samping yaitu mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,
agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urin. Kontra indikasinya yaitu
hipersensitif terhadap tryhexipenidil, glukosa sudut sempit, hipertropi prostate dan
obstruksi saluran cerna.
b) Pemeriksaan Penunjang (ECT / Psikotherapy)
Merupakan pengobatan untuk menurunkan kejang grandial yang menghasilkan
efek samping tetapi dengan menggunakan arus listrik. Tujuan untuk memperpendek
lamanya skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain. Dengan
kekuatan 75 – 100 volt, ECT diberikan pada klien dengan indikasi depresi berat dan
terapi obat sebelumnya tidak berhasil, klien akan beresiko bunuh diri dan skizofrenia
akut.
c) Prinsip Keperawatan
Menerapkan teknik therapeutik, melibatkan keluarga, kontak sering tetapi singkat,
peduli, empati, jujur, menepati janji, memenuhi kebutuhan sehari – hari, libatkan klien
TAK.
1) Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanana tindakan keperawatan merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan. Dan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan
oleh klien saat ini (here and now) (Keliat,2005, hal 17). Jenis Tindakannya seperti :
1. Secara mandiri (independent)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu klien
dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stressor
(penyakit). Misalnya ; membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari – hari,
memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar,
menciptakan lingkungan terapeutik.
2. Saling ketergantungan atau kolaborasi ( interdependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim perawatan atau
dengan tim kesehatan lainnya. Seperti dokter, fisioterapi, analis kesehatan, dan
sebagainya. Misalnya ; pemberian obat – obatan sesuai dengan intruksi dokter. Jenis
dosis dan efek samping menjadi tanggung jawab dokter tetapi pemberian obat sampai
atau tidak menjadi tanggung jawab.
3. Rujukan atau ketergantungan ( dependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, diantaranya :
dokter, psikologi, pskiater, ahli gizi, fisioterapi. Misalnya ; terapi aktivitas kelompok.
2) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus – menerus pada respons klien
terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan (Keliat, 2005: hal 17)Hasil yang
diharapkan pada klien, yaitu: klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
orang lain, klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri, klien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan sosial, klien dapat melaksanakan hubungan sosial, klien
mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial dengan orang lain,
kelompok. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial, klien
dapat memanfaatkan obat.
BAB III
TINJAUAN KASUS