Anda di halaman 1dari 18

“Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka”

Disusun Oleh:
Anggriani Wenur
Anggita Tielung
Aprilia Wonggo
Bernadetha Kubangenan
Desprilia Tukaedja
Fili Memah
Flora Loho
Gabriela Kandou
Jonli Tumboimbela
Juneidy Mampuk
Meify Mamuko
Meitha Ludong
Priscilla Kalele

Dosen:
Nikodemus Silibeda, Ners, M.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN
GUNUNG MARIA TOMOHON
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum
berarti sesuatu yang kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini
dapat disebabkan karena kondisi ini lebih baik banyak melibatkan emosi atau
ego dari yang bersangkutan atau disekitarnya. Pandangan-pandangan tersebut
dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang
demikian. Pemahaman dari persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komperhensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah,
sehingga intervensi perawat yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat bekerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk
memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga
kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur barat ketika klien tidak
berupaya melewati dukacita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar
artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental, dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan
klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi
perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan
keluarga, perawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-
keluarga–perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan
atau kematian. Perasaan pribadi nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian. (Potter & Perry, 2005)

2
B. RUMUSAN MASALAH

1. Definisi Kehilangan

2. Definisi Berduka

3. Tipe Kehilangan

4. Bentuk Kehilangan

5. Tahap Proses Kehilangan dan Berduka

6. Tahap Penyangkalan

7. Tahap Penawaran

8. Tahap Penerimaan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kehilangan dan Berduka


1. Deskripsi
a. Kehilangan
Kehilangan (loss) merupakan suatu keaadan individu yang mengalami
sesuatu yang sebelumnya dimilikinya. Stuart (2005), mengungkapkan
bahwa kehilangan merupakan sesuatu yang sulit dihindari, seperti
kehilangan harta, kesehatan, orang yang dicintai, dan kesempatan.
Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan, yaitu respons emosional
normal dan merupakan suatu proses untuk memecahkan masalah.
Dalam hal ini, individu perlu diberi kesempatan untuk menemukan
koping yang efektif dalam melalui proses berduka, sehingga mampu
menerima kenyataan kehilangan yang menyebabkan berduka dan
merupakan bagian dari proseskehidupan.
Kehilangan dapat terjadi terhadap objek yang bersifat aktual,
dipersepsikan, atau sesuatu yang diantisipasi. Objek yang hilang,
merupakan objek eksternal, orang yang berarti, lingkungan, aspek diri,
atau aspek kehidupan. Terdapat beberapa hal yang mungkin dirasakan
ketika seseorang mengalami sakit apalagi sakit kronis, antara lain :
 Kesehatan
 Kemandirian
 Rasa mengontrol kehidupannya sendiri
 Privasi
 Kesopanan
 Gambar diri
 Hubungan
 Peran di dalam dan luar rumah yang telah ada
 Status sosial
 Kepercayaan
 Kepemilikan

4
 Keamanan keuangan
 Makna produktivitas dan pemenuhan diri
 Gaya hidup
 Rencana atau impian di masa depan
 Impian untuk kekal
 Uang
 Rutinitas sehari-hari
 Tidur
 Fungsi seksual
 Aktivitas di waktu luang
b. Berduka
Berduka (grieving) merupakan kondisi dimana individu atau keluarga
mengalami proses alamiah yang melibatkan reaksi psikososial dan
psikolgis terhadap kehilangan aktual atau kehilangan yang dirasakan
(Carpenito-Moyet, 2009). NANDA membagi berduka kedalam dua
tipe, yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka
diantisipasi merupakan suatu status pengalaman individu merespons
kehilangan aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum
terjadinya kehilangan. Tipe berduka diantisipasi ini masih dalam batas
normal. Sementara itu, berduka disfungsional merupakan kondisi
individu dalam merespon suatu kehilangan dimana respons kehilangan
secara aktual maupun kehilangan secara potensial, hubungan, objek,
dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal abnormal atau kesalahan/kekacauan.
2. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi menjadi dua tipe, yaitu:
a. Kehilangan aktual atau nyata
Kehilangan ini sangat mudah dikenali atau diidentifikasi oleh
orang lain, seperti hilangnya sebagian anggota tubuh, amputasi,atau
kematian orang yang sangat berarti atau cintai.

5
b. Kehilangan persepsi
Kehilangan jenis ini hanya dialami oleh individu dan sulit untuk
dapat dibuktikan. Misalnya saja, seorang perempuan yang diceriakan
oleh suami yang dicintainya menyebabkan perasaan rendah diri hingga
mengasingkan diri.
3. Bentuk Kehilangan
Terdapat beberapa macam bentuk kehilangan, antara lain:
a. Kehilangan orang yang sangat berarti, misalnya orang sangat berarti
tersebut meninggal atau pergi ke suatu tempat dalam waktu yang
sangat lama.
b. Kehilangan kesehtan bio-psiko-sosial, misalnya menderita suatu
penyakit, amputasi bagian tubuh, kehilangan pendapat, kehilangan
perasaan tentang diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan kedudukan,
dan kehilangan kemampuan seksual.
c. Kehilangan milik pribadi, misalnya benda yang berharga, uang atau
perhiasan.
4. Tahapan proses kehilangan dan berduka
a. Tahap proses kehilangan
Adapun dalam prosesnya, kehilangan memiliki lima tahapan, yaitu
penyangkalan (denial), kemarahan (anger), penawaran (bargaining),
depresi (depression), dan penerimaan (acceptance) atau sering disebut
dengan DABDA. Individu yang mengalami gangguan kehilangan akan
melalui setiap tahap tersebut. Cepat atau lambat lamanya seseorang ,
tergantung pada koping individu dan sistem dukungan sosial yang
tersedia, bahkan ada stagnasi pada satu fase marah atau depresi.
1) Tahap penyangkalan (Denial)
Reaksi awal ketika individu mengalami kehidupan adalah tidak
percaya, syok, diam, terpukau, gelisah, bingung, mengingkari
kenyataan, mengisolasi diri terhadap kenyataan, serta berperilaku
seperti tidak terjadi apa-apa dan pura-pura senang. Manifestasi yang
mungkin muncul antara lain :
 “Tidak! Itu tidak mungkin terjadi padaku!”

6
 “Diagnosa dokter salah! Itu tidak mungkin, dok!”
 Secara fisik ditunjukkan dengan otot lemas, tremor, menarik napas
dalam, panas/dingin dan kulit lembab, berkeringat banyak,
anoreksia, serta merasa tak nyaman.
 Penyangkal menjadi pertahanan sementara atau mekanisme
pertahanan (defense mecanism) terhadap rasa cemas.
 Klien perlu waktu beradaptasi. Klien secara bertahap akan
meninggalkan penyangkalan dan menggunakan pertahanan yang
radikal.
 Secara intelektual, individu dapat menrima hal yang berkaitan
dengan kematian, namun tidak demikian dengan emosional.
Dalam suatu contoh kasus, saat seseorang mengalami kehilangan
akibat kematian orang yang sangat berarti baginya. Pada tahap ini,
individu akan menganggap bahwa orang yang meninggal tersebut
masih hidup, sehingga memunculkan halusinasi melihat atau
mendengar suara seperti biasanya. Secara fisik, klien akan tampak,
letih, pucat, lemah, mual, diare, sesak napas, detak jantung cepat, dan
gelisah. Tahap ini membutuhkan waktu yang panjang, beberapa menit
bahkan sampai hitungan tahun setelah kematian.
2) Tahap kemarahan (Anger)
Tahap kedua ini, seseorang akan mulai menyadari tentang
kenyataan kehilangan. Perasaan marah yang timbul terus meningkat,
yang ditunjukkan kepada orang lain atau benda di dekitarnya. Reaksi
fisik menunjukkan wajah memerah, nadi cepat, gelisah, susah tidur,
dan tangan mengepal, respons klien dapat mengalami hal berikut ini:
a) Emosi tak terkontrol
“mengapa aku?”
“Apa dosa saya hingga Tuhan memberiku hukuman seperti ini?”
b) Kemarahan terjadi pada Tuhan, yang diporoyeksikan terhadap
orang atau lingkungan.
c) Kadang klien menjadi sangat rewel dan mengkritik.
“Peraturan RS sangat kaku dan tidak menyenangkan!”

7
“Perawat tidak becus!”
d) Tahap marah sangat sulit dihadapi klien dan sangat sulit diatasi
dari sisi pandang keluarga dan staf rumah sakit.
e) Bila klien marah untuk mengutarakan perasaan yang akan
mengurangi tekanan emosi dan menurunkan stres, hal tersebut
merupakan sesuatu yang wajar.
3) Tahap penawaran (Bargaining)
Setelah persaan marah dapat tersalurkan individu akan memasuki tahap
tawar menawar. Biasanya individu tersebut mengucapkan “…
seandainya ia mengikuti kata-kata saya.. pasti semua itu tidak akan
terjadi…” atau “semua pasti akan baik-baik saja. Jika ia memilih di
rumah tadi malam. Respons klien dapat berupa hal sebagai berikut
a) Klien mencoba menawar, menunda realitas dengan merasa bersalah
selam hidup, sehingga kemarahan dapat mereda
b) Ada beberapa permintaan, seperti kesembuhan total, perpanjangan
waktu hidup, terhindar dari rasa sakit secara fisik, atau bertobat.
c) Klien berupaya membuat perjanjian pada Tuahan. Hampir semua
tawar menawar di buat untuk Tuhan dan biasnya di rahasikan atau
di ungkapkan secara tersirat atau di ungkapkan di ruang kerja
pribadi pendeta saat pengakuan dosa, misalnya
“Bila Tuhan memutuskan mengambil saya dari dunia ini dan tidak
menggapi permintaan yang di ajukan dengan marah, ia mungkin
akan lebih berkenan bila aku ajukan permintaan itu dengan cara
yang baik.’’
“ Bila saya sembuh, saya akan…’’
d) Klien mulai dapat memecahkan masalah dengan berdoa, menyesali
perbuatanya, dan menangis mencari pendapat orang lain.
4) Tahap Depresi
Tahap depresi termasuk dalam tahap diam pada fase kehilangan. Pada
tahap ini klien mulai sadar bahwa sesuatu yang di alaminya tidak akan
bisa di kembalikan lagi pada ke adaan semula. Individu mulai
menunjukan reaksi menarik diri, tidak mau berbicara dengan orang

8
lain, dan tampak putus asah. Secara fisik hal ini di tunjukan dengan
menolak makan, susah tidur, letih, dan penurunan libido. Individu
yang mengalami depresi hanya memfokuskan pikiran pada orang yang
dicintai, misalnya, “ Bagaimana mungkin aku tidak bisa hidup tampa
ayah? Aku dan adik-adik masih sangat membutuhkannya” atau “
Apakah ibu sanggup merawat kami tampa bantuan ayah?’’
Pertanyaan-pertanyaan seputar yang mengkawatirkan seputar orang
yang di cintai akan semakin sering berputar-putar di dalam otak. Hal
tersebut di karenakan bawah depresi adalah tahap menuju orientasi
realitas yang merupakan tahap penting dan bermanfaat agar klien dapt
meninggal dalam tahap penerimaan dan damai. Tahap penerimaan
terjadi hanya pada klien yang dapat mengatasi kesedihan dan
kegelisahannya.
5) Tahap penerimaan
Tahap akhir atau tahap penerimaan merupakan organisasi ulang
persaan kehilangan. Focus pemikiran terhadap sesuatu yang hilang
mulai berkurang. Individu mulai bisa menerima kenyataan kehilangan,
sehingga sesuatu yang hilang tersebut mulai di lepaskan secara
bertahap dan dialihkan kepada objek lain yang baru. Biasanya
individu yang mulai menerima akan mengungkapkan, “ Saya ikhlas
atas kepergiaan Ayah. Saya yakin, ayah akan mendapat tempat terbaik
di sisi Tuhan Ayah akan melihat kami tumbuh mandiri dari sana….”
Individu yang telah mencapai tahap penerimaan, dapat dipastikan
akan mengakhiri proses berdukanya dengan baik. Akan tetapi jika
individu berada di satu tahap dalam waktu yang sama lama dan tidak
mencapai tahap penerimaan, di situla awal terjadinya gangguan jiwa.
Jika suatu saat individu tersebut kembali mengalami kehilangan, maka
sulit baginya untuk mencapai tahap penerimaan dan kemungkinan
akan menjadi sebuah proses yang disfungsional.

9
b. Tahap proses berduka
Berduka meliputi fase akut dan jangka panjang.
1) Fase akut
Fase ini berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian,
yang terdiri atas tiga proses yaitu syok dan tidak percaya,
perkembangan kesadaran, serta restitusi
a) Syok dan tidak percaya
Respons awal yang di lakukan biasanya berupa penyangkalan,
secara emosional tidak dapat menerima pedihnya kehilangan.
Nasmun, secara sesunggunya proses ini memang di butuhkan
untuk menoleransi ketidak mampuan klien dalam menghadapi
kepedihan dan secara berlahan membantu klien untuk
menerima kenyataan kematian.
b) Perkembangan kesadaran
Gejala yang mencul adalah marak, menyalahkan orang lain,
perasaan bersalah dengan menyalakan diri sendiri melalui
berbagai cara, dan menangis untuk menurunkan tekanan dalam
persaan yang dalam.
c) Restitusi
Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan
keluarga, sehingga dapat membantu penurunan sisa perasaan
tidak menerima kenyataan kehilangan.
2) Fase jangka Panjang
a) Belangsung selama 1 sampai 2 tahun atau lebih
b) Reaksi berduka yang tidak terselesaikan dapat menjadi
penyakit tersembunyi dan termanifestasikan dalam berbagai
gejala fisik. Pada beberapa individu reaksi ini menjadi
keinginan bunuh diri, sedangkan yang lain mengabaikan diri
dengan menolak mekan dan menggunakan alkohol

10
5) Rentang Respons Emosional
Adaptif Maladaptif
Respons Reaksi Supresi Reaksi Depresi/mania
emosional berduka emosi berduka
rumit tertunda
(sumber: Stuart,2013)

11
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
1. Perasaan sedih, menangis
2. Perasaan putus asa, kesepian
3. Mengingkari kehilangan
4. Kesulitan mengekspresikan perasaan
5. Konsentrasi menurun
6. Kemarahan yang berlebihan
7. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
8. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
9. Reaksi emosional yang lambat
10. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pohon masalah berduka
Harga diri rendah

Berduka

Kehilangan
Pohon masalah kehilangan
Harga diri rendah

Kehilangan disfungsional

Kematian suami

12
C. PERENCANAAN
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik, yaitu:
a. Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
g. Beri perhatian pada pemenuhan keperawatan dasar pasien
Rasional:
Kepercayaan dari pasien merupakan hal yang akan memudahkan perawat
dalam melakukan pendekatan keperawatan atau intervensi selanjutnya
terhadap pasien.
Intervensi:
a. Berikan kesempatan pada pasien mengungkapkan perasaan
b. Diskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari
kehilangan
Rasional:
Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu pasien dan anggota keluarga
menerimam dan mengatasi situasi dan respons mereka terhadap situasi
tersebut.
Intervensi
a. Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi
defensive jika permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada
perawat atau terapis
b. Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan marah, sehingga pasien
dapat mengungkapkan secara langsung kepada objek/orang/pribadi yang
dimaksud
c. Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar

13
Rasional:
Pengungkapan secara verbal perasaan pasien dalam suatu lingkungan yang
tidak mengancam dapat membantu pasien untuk sampai kepada hubungan
dengan persoalan-persoalan yang belum terpecahkan.
Intervensi:
Berdisukusi dengan pasien tentang cara mengatasi berduka yang dialami,
yaitu:
a. Cara verbal dengan mengungkapkan perasaan
b. Cara fisik yang dilakukan dengan member kesempatan aktivitas fisik
c. Cara sosial dengan sharing melalui self help group
d. Cara spiritual, seperti berdoa, berserah diri.
Rasional:
Cara mengatasi kehilangan dan berduka dapat membantu pasien mengatasi
situasi dan respons mereka terhadap situasi tersebut
Intervensi:
a. Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk
menentukan metode-metode koping yang lebih adaptif terhadap
pengalaman kehilangan
Rasional:
Mekanisme koping terhadap pasien dengan kehilangan dan berduka dapat
meminimalisasi dampak
b. Berikan umpan balik positif untuk identifikasi strategi dan membuat
keputusan
Rasional:
Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan
perilaku yang diharapkan
Intervensi:
a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b. Diskusikan tentang kehilangan dan berduka dan dampaknya
c. Melatih keluarga untuk mempraktikkan cara merawat pasien dengan
kehilangan dan berduka

14
d. Diskusikan dengan keluarga tentang sumber-sumber bantuan yang dapat
dimanfaatkan pasien serta perilaku pasien yang perlu dirujuk dan
bagaimana cara merujuk pasien.
Rasional:
Keluarga sebagai support system akan sangat berpengaruh dalam
mempercepat proses penyembuhan pasien.

15
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kehilangan (loss) merupakan suatu keaadan individu yang mengalami
sesuatu yang sebelumnya dimilikinya. Stuart (2005), mengungkapkan bahwa
kehilangan merupakan sesuatu yang sulit dihindari, seperti kehilangan harta,
kesehatan, orang yang dicintai, dan kesempatan. Berduka (grieving)
merupakan kondisi dimana individu atau keluarga mengalami proses alamiah
yang melibatkan reaksi psikososial dan psikolgis terhadap kehilangan aktual
atau kehilangan yang dirasakan. Kehilangan dibagi menjadi dua tipe, yaitu:
(1) Kehilangan aktual atau nyata (2) Kehilangan persepsi. Bentuk
Kehilangan: (1) Kehilangan orang yang sangat berarti, misalnya orang sangat
berarti tersebut meninggal atau pergi ke suatu tempat dalam waktu yang
sangat lama. (2) Kehilangan kesehtan bio-psiko-sosial, misalnya menderita
suatu penyakit, amputasi bagian tubuh, kehilangan pendapat, kehilangan
perasaan tentang diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan kedudukan, dan
kehilangan kemampuan seksual. (3) Kehilangan milik pribadi, misalnya
benda yang berharga, uang atau perhiasan. Tahapan proses kehilangan: (1)
Tahap penyangkalan (2) Tahap kemarahan (3) Tahap penawaran (4) Tahap
depresi (5) Tahap penerimaan. Tahap proses berduka: (1) Fase akut (2) Fase
jangka panjang.
B. SARAN
1. Perawat
Diharapkan untuk perawat memahami kehilangan dan dukacita yang
dialami klien, sehingga dapat membantu klien dengan baik dalam
menghadapai proses kehilangan dan berduka. Perawat juga dapat
diharapkan dapat menerapkan asuhan keperawatan dengan baik.
2. Masyarakat
Dengan mengetahui setiap individu akan mengalami kehilangan dan
berduka seperti yang dipaparkan penulis diharapkan masyarakat dapat

16
mengetahui dampak berduka yang berkepanjangan sehingga masyarakat
dapat mengendalikan rasa kehilangan dan berduka dengan baik nantinya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Berduka dan Kehilangan


Sutejo. 2019. Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: PUSTAKA
BARU PRESS

18

Anda mungkin juga menyukai