Anda di halaman 1dari 22

“Asuhan Keperawatan Risiko Kekerasan”

Disusun Oleh:
Anggriani Wenur
Anggita Tielung
Aprilia Wonggo
Bernadetha Kubangenan
Desprilia Tukaedja
Fili Memah
Flora Loho
Gabriela Kandou
Jonli Tumboimbela
Juneidy Mampuk
Meify Mamuko
Meitha Ludong
Priscilla Kalele

Dosen:
Nikodemus Silibeda, Ners, M.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN
GUNUNG MARIA TOMOHON
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Klien dengan perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang
ditujukan untuk melukai diri sendiri dan individu lain yang tidak
menginginkan tingkah laku tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk
yang tidak dapat dibatasi. Klien dengan perilaku kekerasan adalah klien
dengan tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut (skizofrenia
paranoid). Yang tidak lebih dari 1% North America Nursing Diagnosis
Association (NANDA) mengatakan perilaku kekerasan adalah tingkah laku
dimana dia beresiko memperlihatkan secara psikologis, emosional, dan atau
seksual, yang melukai orang lain maupun diri sendiri.
Klien dan perilaku kekerasan akan memberikan dampak baik bagi dirinya
sendiri maupun bagi orang lain. Dampak perilaku kekerasan yang dilakukan
klien terhadap dirinya sendiri adalah dapat mencederai dirinya sendiri atau
merusak lingkungannya. Bahkan dampak yang lebih ekstrim yang dapat
ditimbulkan adalah kematian bagi klien sendiri.
Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6 persen.
Provinsi dengan prevalensi gangguan mental adalah Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur.
Sedangkan provinsi Sumatera Barat merupakan peringkat ke-9 mencapai
angka 1,9juta. Di Sumatera Barat gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan
juga mengalami peningkatan 2,8% meningkat menjadi 3,9%.
Data rekam medic rumah sakit jiwa pecan baru tahun 2010 mencatat
bahwa ada sebanyak 1.310 pasien dengan alas an dirawat dirumah sakit jiwa
adalah dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi sebesar
49,77%, gangguan proses pikir: waham sebesar 4,66%, perilaku kekerasan
sebesar 20,92%, isolasi social sebesar 8,70%, gangguan konsep diri: harga
diri rendah sebesar 7,02%, deficit perawatan diri sebesar 3,66%, dan resiko
bunuh diri sebesar 5,27% (RSJ Tampan, 2010 dikutip dari lisa dkk, 2013).
Berdasarkan hasil data rekam medik yang diperoleh maka dapat disimpulkan

2
bahwa presentasi gangguan jiwa khususnya perilaku kekerasan memiliki
presentase tertinggi kedua setelah halusinasi, yaitu sebesar 20,92%

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka kami merumuskan
masalah yaitu Bagaimana pengaruh strategi keperawatan dalam menghadapi
perilaku kekerasan pasien dirumah sakit.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain
atau lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal
(NANDA, 2016). Resiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu
reiko perilako kekerasan terhadap diri sendri (risk for self-directed
violence). NANDA (2016) menyatakan bawah resiko perilaku kekerasan
terhadap diri sendiri merupakan perilaku yang rentan di mana seorang
induvidu bisa menunjukan atau mendemontrasikan tindakan yang
membahayakan dirinya sediri, baik secara fisik, emosional, maupun
seksual. Hal ini yang sama juga berlaku untuk resiko perilaku kekerasan
terhadap orang lain, hanya saja di tujukan langsung kepada orang lain.
Berbeda dengan resiko perilaku kekerasan, perilaku kekerasan memiliki
definisi sendiri. Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai suatu keadaan
hilanya kendali perilaku seseorang yang di arahkan pada diri sendiri, orang
lain, atau linkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk
melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk
penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif
yang di tujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku
kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan,
melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. Klien yang
dibawah rumah sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan kekerasan di
rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian untuk menggali
penyebab perilaku kekerasan yang di lakukan selama di rumah.

B. RESPON PERILAKU
Perilaku kekerasan di definisikan sebagai bagian dari rentang respon
marah yang paling maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan
jengkel yang timbul sebagai respons terhadap ansietas (kebutuhan yang

4
tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman. (Struat & Laraia, 2005)
Amuk merupakan respon kemarahan yang paling meladaptif yang ditandai
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan merupakan bentuk
perilaku destruktif yang tidak dapat di control (Yosef, 2009). Hal ini di
sertai dengan hilangnya kontol di mana individu dapat merusak diri
sendiri, orang lain, atau linkungan. Berikut ini merupakan beberapa istilah
perilaku kekerasan :
Asertif : kemarahan yang di ungkapakan tampa menyakiti orang lain
Frustasi : kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau
terhambat.
Pasif : respons lanjut klien tidak mapu ungkapkan perasaan.
Agresif : perilaku dekstruksi masih terkontrol.
Amuk : perilaku dekstruktif dan tidak terkontrol.

KARAK- PASIF ASERTIF AGRESIF


TERISTIK
Isi bicara 1. Negative 1. Positif 1. Berlebihan
2. Menghina 2. Menghargai diri 2. Menghina
3. Dapat saya sendiri orang lain
lakukan 3. Saya dapat/akan 3. Anda
4. Dapatkah ia lakukan selalu/tidak
lakukan pernah
Nada suara 1. Diam 1. Diatur 1. Tinggi
2. Lemah 2. Menurun
3. Merengek

Posture/sikap 1. Meotot 1. Tegak 1. Tenang


tubuh 2. Menundukan 2. Rileks 2. Bersandar
kepala kedepan
Personal 1. Orang lain 1. Menjaga jarak 1. Memasuki
space dapat masuk yang territorial
pada menyenangkan orang lain
territorial hak

5
pribadinya tempat/territorial
Gerakan 1. Minimal 1. Memperlihatkan 1. Menganca
2. Lemah Gerakan yang m ekspansi
3. Resah sesuai Gerakan
Kontak mata 1. Sedikit atau 1. Sekali-sekali 1. Melotot
tidak (intermiten)
2. Sesuai dengan
kebutuhan
interaksi
Psikopatologi
Ancaman kebutuhan, marah, stress, cemas yang dapat menimbulkan
marah. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal
maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku
konstruktif aupun destruktif. Mengekpresikan rasa marah dengan perilaku
konstruktif dengan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti hati orang lain, sehingga rasa marah tersebut dapat dipahami
oleh orang lain. Selain akan memberikan rasa lega , ketegangan akan
menurun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi. Rasa marah yang
diekspresikan secara destruktif, misalnya dengan perilaku agresif dan
menantang biasanya cara ersebut justru menjadikan masalah
berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang diunjukan pada diri
sendiri orang lain dan lingkungan. Perilaku yang yangsubmatif seperti
menekan perasaan marah karena merasa tidak kuat, individu akan berpura-
pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya, sehingga rasa
marah tidak terungkap. Kemarahan yang demikian akan menimbulkan rasa
bermushuan yang lama dan suatu saat dapat menimbulkan kemarahan
yang destruktif yang diajukan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

C. PENGKAJIAN

6
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang, baik secara fisik maupun pasikologis. Perilaku
kekerasan dapat di lakukan secara verbal yang di arahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh
adanya faktor predisposisi (fakotr yang (melatarbelakangi) munculnya
masalah dengan faktor presipitasi faktor yang memicu adanya masalah).
Di dalam faktor predisposisi, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya masalah perilaku kekerasan, seperti faktor biologis, psikologis,
dan sosiokultural.
a. Faktor Biologis
1) Neurologic factor, beragama komponen dari sistem syaraf seperti
synap, neorotransmiterre, dendrite, axon terminalis mempunyai
peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dann pesan-
pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistemlimbik sangat
terlibat dalam menstimulus timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif.
2) Genetic factor, adanya factor gen yang diturunkan melalui orang
tua, emnjadi potensi perilaku agressif.
3) Cycardian rhytm, memegang peranan pada individu. Menurut
penelitian pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan
cortisiol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk
kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 09.00 dan
jam 13.00. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk
bersikap agresif.
4) Biochemistry factor (factor biokimia tubuh) seperti
neurotransmitter di otak (epinephrine, norephinephrine, asetikolin
dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi
melalui sistem persyarafan dalam tubuh.
5) Brain area disorder, gangguan pada sistem limbic dan lobus
temporal, sindrom otak organic, tumor otak, penyakit ensepalitis,

7
epilepsy di temukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif
dan tindakan kekerasan.
6) Teori Dorongan Naluri (Instinctual Drive Theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabakan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
7) Teori Psikomatik (Psycomatc Theory)
Pengalaman marah dapat dilibatkan oleh respons psikkologis
terhadap stimulus eksternal maupun internal. Sehinga, sistem
limbic memiliki peran sebagai pusat untuk mengekspresikan
maupun mengahambat rasa marah.
b. Faktor Psikologis
1) Teori Psikoanalisa.
Agresivitas kekerasan ddapat dipengaruhi oleh riwayat ttumbuuh
kembang seseorang. Teori ini menjelaksan bahwa adanya
ketidakpuasan fase oral antara 0-2 tahun dimana anak tidak
mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang
cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
setelah dewasa sebagai kompensasi ketidakpuasannya. Tidka
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Teori
ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu
mencapai sesuatu gagal atau tehambat. Keadaan frustasi dapat
mendorong individu untuk berperilaku agresif karena perasaan
frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
2) Imitation, modeling and information processing theory, menurtu
teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
yang menolerir kekerasan.
3) Learning theory, menurut teori ini perilaku kekerasan merupakan
hasil belajar dari individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia
emngamati bagaiman respon ibu saat marah.
4) Teori Perilaku (Behaviororal Theory)

8
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat
dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung.
Reinforcemen yang diterima saat melakukan kekerasan sering
menimbulkan kekerasan didalam maupun diluar rumah
5) Teori Eksistensi (Existencial Theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusiaadalah bertindak sesuai
perilaku. Apabibla kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui
perilaku konstruktif, maka individu akan memenuhi kebutuhannya
melalui perilaku dekstruktif.
c. Factor Sosial Budaya
1) Latar Belakang Budaya
a) Budaya permissive : control sosial yang tidak pasti terhadap
perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima.
2) Agama dan keyakinan
a) Keluarga yang tidak solid antara nilai keyakinan dan praktek,
serta tidak kuat terhadap nilai-nilai baru yang rusak.
b) Keyakinan yang salah terhadap nilai dan kepercayaan tentang
marah dalam hidup. Missal yakin bahwa penyakit merupakan
hukuman dari Tuahn.
3) Keikutsertaan dalam politik
a) Terlibat dalam politik yang tidak sehat
b) Tidak siap menerima kekalahan dalm pertarungan politik.
4) Pengalaman sosial
a) Sering mengalami kkritikan yang mengarah pada penghinaan.
b) Kehilangan sesuatu yang dicintai (orang atau pekerjaan).
c) Interaksi sosial yang provokatif dan konflik.
d) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
e) Sulit memperhatikan hubungan interpersonal.
5) Peran sosial
a) Jarang beradaptasi dan bersosialisasi
b) Perasaan tidak berarti di masyarakat.

9
c) Perubahan status dari mandiri ketergantungan (pada lansia)
d) Praduga negative.
6) Adanya budaya atau norma yang menerima suatu ekspresi marah.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stressor yang
mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap induvidu. Stressor dapat
disebabkan dari luar maupun dari dalam. Stressor berasal dari luar dapat
berupa serangan fisik, kehilngan, kematian, dll. Stressor yang berasal dari
dalam dapat berupa, kehilangan keluarga atau sahabat yang dicintai,
ketakutan tarhadap penyakit fisik, penyakit dalam, dll. Selain itu,
linkungan yang kurang kondusif, seperti penuh penghinaan, tindakan
kekerasan, dapat memicu.
Yosep & Sutini (2014) mengungkapkan bahwa factor-faktor yang dapat
mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan ekspresi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi diri tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik
d. Ketidak siapan seorang ibu dalam merawat anakanya dan ketidak
mampuan menetapkan dirinya sebagai seorang yang dewasa
e. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyelagunaan obat dan
alkoholisme dan mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa
frustasi
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga
3. Faktor Risiko

10
NANDA (2016) menyatakan faktor-faktor resiko dari perilaku kekerasan
terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence) dan resiko perilaku
kekersan terhadap orang lain (risk for self-directed violence).
a. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-
directed violence)
1. Usia ≥ 45 tahun
2. Usia 15-19 tahun
3. Isyarat tingka laku (mennulis catatan cinta yang sedih, menyatakan
pesan bernada, kemarahan kepada orang tertentu yang telah
menolak induvidu tersebut, dll)
4. Konflik mengenai orientasi seksual
5. Konflik dalam hubungan interpersonal
6. Pengangguran atau kehilangan pekerjaan (masalah pekerjaan)
7. Terlibat dalam tindakan seksual autoerotic
8. Sumber daya personal yang tidak memadai
9. Status perkawinan (sendiri,menjanda,bercerai)
10. Isu kesehatan mental (depresi, psikosis, gangguan kepribadian,
penyalagunaan zat)
11. Pekerjaan (professional ,eksekutif, administrator, atau pemilik
bisnis,dll)
12. Pola kesulitan dalam keluarga (riwayat,bunuh diri,sesuatu yang
bersifat kekerasan atau konfliktual)
13. Isu kesehatan fisik
14. Gangguan psikologis
15. Isolasi social
16. Ide bunuh diri
17. Rencana bunuh diri
18. Riwayat upacara bunuh diri berulang
19. Isyarat verbal (membicarakan kematian,menanya-nanyakan tentang
dosis mematikan suatu obat,dll.)

b. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-


directed violence )

11
1. Akses atau ketersediaan senjata
2. Alterasi (gangguan) fungsi kognitif
3. Perlakuan kejam terhadap binatang
4. Riwayat kekerasan masa kecil, baik secara fisik, psikologis,
maupun seksual
5. Riwayat penyalagunaan zat
6. Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
7. Impulsif
8. Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor (seperti,
pelanggaran lalu lintas, penggunaan kendaran bermotor
untukmelampiaskan amarah)
9. Bahasa tubuh negativ (seperti, kekauan, mengepalkan
tinju/pukulan, hiperaktivitas, dll)
10. Gangguan neurologis (trauma kepala, gangguan serangan,
kejang, dll)
11. Intoksikasi patologis
12. Riwayat melakukankekerasan tidak langsung (kencing di
lantai, menyobek objek di dinding, melempar barang, memecahkan
kaca, membanting pintu, dll)
13. Pola perilaku kekerasan terhadap orang lain (menendang,
memukul, menggigit, mencakar, upayah perkosaan, pelecehan
seksual, mengencingi orang, dll)
14. Pola ancaman kekerasan (ancaman secara verbal terhadap objek
atau oranglain, menyumpah serapa, gestur ataucatatan
mengancam, ancaman seksual, dll)
15. Pola perilaku kekerasan antisosial (mencuri, meminjam dengan
memaksa, penolakan terhadap medikasi, dll)
16. Komplikasi perinatal
17. Komplikasi prenatal
18. Menyalakan api
19. Gangguan psikosis
20. Perilaku bunuh diri

12
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dariungkapan pasien dan di
dukung dengan hasil observasi.
a. Data Subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul
b. Data Objektif
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahangdengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak.
5. Mekanisme Koping
Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membantu klien
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam
mengekspresikan marahnya. Secara umum, mekanisme koping yang sering di
gunakan, antara lain mekanisme pertahanan ego, seperti displacement,
sublimasi, proyeksi, depresi, denial dan reaksi formasi.
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping
klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme
perubahan ego menirut yosep (2013), seperti :
1. Displacement. Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek
yang begitu seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi

2. Proyeksi. Menyalakan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik

3. Depresi. Menekan perasaan orang lain yang menyekitkan atau konflik


ingatan dari kesadaran yang cenderung memperluas ego lainya

4. Reaksi formasi. Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang


berlawanan dengan apa yang benar-benar di lakukan orang lain.
Sumber koping

13
Menurut Yosep (2011) mengungkapkan bahwa sumber koping dibagi
menjadi 4, yaitu sebagai berikut :
1. Personal Ability
Meliputi : kemampuan untuk mencari informasi terkait masalah,
kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan alternatife,
kemampuan mengungkapkan / konfrontasi perasaan marah., tidak
semangat untuk menyelesaikan masalah, kemampuan mempertahankan
hubungan interpersonal, mempunyai pegetahuan dalam pemecahan
masalah secara asertif, intelegensi kurang dalam menghadapi stressor,
identitas ego tidak adekuat.
2. Sosial Support
Meliputi : dukungan dari keluarga dan masyarakat, keterlibatan atau
perkumpulan di masyarakat dan pertentangan nilai budaya.
3. Material Assets
Meliputi : penghasilan yang layak, tidak ada benda atau barang yang biasa
dijadikan asset, tidak mempunyai tabungan untuk mengantisipasi hidup,
tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan.
4. Positive Belief
Meliputi : distressspiritual , adanya motivasi, penilaian terhadap pelayanan
kesehatan.
6. Perilaku
Klien dengan gangguan perilaku kekerasan memiliki beberapa perilaku yang
perlu di perhatikan. Perilaku klien dengan gangguan perilaku kekerasan dapat
membahayakan bagi diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar.
Adapun perilaku yang harus di kenali dari klien dengan gangguan resiko
perilaku kekerasan, atara lain.
a. Menyerang atau menghindari.
Pada keadaan ini respons fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf
atonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan tekan
darah meningkat, takikardia, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi
HCL meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran urin meningkat,

14
disertai keteganggan otot seperti; rahang terkatup, tangan mengepal, tubuh
menjadi kaku dan di sertai reflex yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering di tampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya, yeitu perilaku pasif, agresif, dan asertif. Perilaku asertif
merupakan cara terbaik individu untuk mengekspresikan rasa marahnya
tampa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Dengan
perilaku tersebut, individu juga dapat mengembangkan diri.
c. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya di sertai kekerasan akibat konflik perilaku
untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang di tunjukan kepada diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan.

BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

15
A. PENGKAJIAN
Menurut Fitria (2009) data yang perlu dikaji pada pasien dengan perilaku
kekerasan yaitu pada data subjektif klien mengancam, mengumpat dengan
kata-kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan
dan menuntut. Sedangkan pada data objektif klien menunjukkan tanda-tanda
mata melotot dan pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, postur tubuh kaku dan suara keras.
B. DIAGNOSA KEPERAWAAN
Diagnosa keperawatan risiko perilaku kekerasan dirumuskan jika klien saat
ini tdak melakukan perilaku kekerasan tetapi pernah melakukan perilaku
kekerasan dan belum mampu mengendalikan perilaku kekerasan tersebut.

Risiko mencederai diri


sendiri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan persepsi
Perilaku kekerasan
sensori; Halusinasi

Inefekti
Gangguan konsep diri;
proses Isolasi sosial
Harga diri rendah
terapi

Koping
Berduka disfungsional
keluarga
tidak
efektif

C. INTERVENSI
Perilaku Kekerasan

16
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan mengemukakan prinsip komunikasi
terapeutik :
a) Mengucapkan salam terapeutik. Sapa klien dengan ramah, baik verbal
maupun non verbal.
b) Berjabat tangan dengan klien.
c) Perkenalkan diri dengan sopan.
d) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
e) Jelaskan tujuna pertemuan.
f) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien
g) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
h) Beri perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien.
Rasional:
Kepercayaan dari klien merupakan hal yang akan memudah perawat dalam
melakukan pendekatan atau intervensi selanjutnya terhadap klien.
Intervensi:
Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya :
a) Diskusikan bersama klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau
rasa jengkelnya.
b) Dengarkan penjelasan klien tanpa menyela atau memberi penilaian pada
setiap ungkapan perasaan klien
Rasional:
Menentukan mekanisme koping yang dimiliki oleh klien dalam menghadapi
masalah. Selain itu, juga sebagai langkah awal dalam menyusun strategi
berikutnya.
Intervensi:
a) Membantu klien mengngkapkan tanda-tnda perilaku kekerasan yang
dialaminya: diskusikan dan mtivasi klien untuk menceritakan kondisi fisik
saat perilaku kekerasan terjadi.
b) Diskusikan dan motivasi klien untuk menceitakan kondisi fisik saat prilaku
kekerasan terjadi

17
c) Diskusikan dan motivasi klien untuk menceritakan kondisi eosinya saat
terjdi erilaku kekerasan
d) Diskusikan dan motivasi klien untuk menceritakan kondisi psikologis saat
terjadi perilku kekerasan
e) Diskusikan dan motivasi klien untuk menceritakan kondisi hubungan
dengan orang lain saat terjadi perilaku kekerasan
Rasional:
Deteksi dini dapat mencegah tindakan yang bisa membahayakan klien dan
lingkungan sekitar
Intervensi:
a) Diskusikan dengan klien seputar perilaku kekerasan yang dilakukannya
selama ini
b) Diskusikan dengan klien seputar perilaku kekerasan yang dilakukannya
selama ini
c) Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini
pernah dilakukannya
d) Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekekrasan
tersebut terjadi.
e) Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya, masalah
yang dialami teratasi.
Rasional:
Melihat mekanisme koping klien dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien akibat negatif atau kerugian dari cara atau tindakan
kekerasan yang dilakukan pada:
a) Diri sendiri
b) Oranglain atau keluarga
c) Lingkungan
Rasional:
Membantu klien melihat dampak yang ditimbukan akibat perilaku kekerasan
yang dilakukan klien.

18
Intervensi:
Diskusikan dengan klien seputar:
a) Apakah klien mampu mempelajari cara baru mengungkapkan marah ang
sehat.
b) Jelaskan berbagai alternative pilihan untuk mengungkapkan kemarahan
selain perilaku kekerasan yang diketahui klien.
c) Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan sehat untuk
mengungkapkan kemarahan:
 Cara fisik; nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olahraga.
 Verbal; mngungkapkan bahwa dirinya sedang kesal pada orang lain.
 Social; latihan asertif dengan orang lain
Rasional:
Menurunkan perilaku yang destruktif yang berpotensi mencederai klien dan
lingkungan sekitar
Intervensi:
Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak
menggunakan obat.
Rasional:
Menyukseskan program pengobatan klien.
Jelaskan kepada klien :
a) Jenis obat (nama, warna, dan bentuk obat)
b) Dosis yang tepat untuk klien
c) Waktu pemakaian
d) Cara pemakaian
e) Efek yang akan dirasakan klien
Rasional:
Obat dapat mengontrol risiko perilaku kekerasan klien dan dapat membantu
penyembuhan klien
Anjurkan klien untuk :
a) Minta dan menggunakan obat tepat waktu
b) Lapor keperawat/dokter jika mengalami efek yang tidak biasa
Beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat

19
Rasional:
Mengontrol kegiatan klien minum obat dan mencegah klien putus asa.

BAB IV
PENUTUP

20
A. KESIMPULAN
Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau
lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal
Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai suatu keadaan hilanya kendali
perilaku seseorang yang di arahkan pada diri sendiri, orang lain, atau
linkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri
untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri.
Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang di tujukan untuk
melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan
dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan
semua yang ada di lingkungan. Klien yang dibawah rumah sakit jiwa
sebagian besar akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli
dalam melakukan pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan
yang di lakukan selama di rumah.
B. SARAN
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan sehingga bias membantu klien dan keluarga
dalam mengatasi masalahnya.
Perawat yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan tentang
kegawatdaruratan psikiatrik pada perilaku kekerasan, diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga kepuasan klien dan perawat
Bersama-sama dapat meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

21
Asuhan Keperawatan Risiko Kekerasan
Sutejo. 2019. Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: PUSTAKA BARU
PRESS

22

Anda mungkin juga menyukai