Disusun Oleh :
P17210204186
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
Effect
Perilaku Kekerasan
Core
Causa
Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif, asertif, dan
agresif/ perilaku kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Dermawan dan Rusdi
2013).
1) Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan pada
individu.
2) Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapakn perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan dengan
tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
3) Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang sangat
tinggi atau ketakutan (panik)
Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan
kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan. Respon rasa marah bisa
diekspresikan secara eksternal (perilaku kekerasan) maupun internal (depresi dan
penyakit fisik)
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif, menggunakan kata-kata
yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan
memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan sehingga perasan marah
dapat teratasi. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan
biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tidak
menyelesaikan masalah, bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang
berkepanjangan dan perilaku destruktif.
Perilaku yang tidak asertif seperti menekan rasa marah dilakukan individu
seperti pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan marahnya
sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulakn
rasa bermusuhan yang lama dan suatu saat akan menimbulkan perasaaan
destruktif yang ditunjukan kepada diri sendiri. (Dermawan dan Rusdi 2013).
5. Tanda dan Gejala
Perilaku Kekerasan Menurut (Damaiyanti 2014) tanda dan gejala yang ditemui
pada klien melalui observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Jalan mondar-mandir
6) Bicara kasar
7) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8) Mengancam secara verbal atau fisik
9) Melempar atau memukul benda/orang lain
10) Merusak benda atau barang
11) Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasan. 13
B. Konsep Dasar Keluarga
1. Definisi
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga
(Fredman 2010., Duval & Logan., 1986 dalam Gusti 2013.)
Perawatan terintegrasi keluarga adalah perawatan yang melibatkan keluarga
dalam merawat anggota yang sakit. Keperawatan kesehatan keluarga merupakan
perawatan kesehatan yang ditunjukan kepada keluarga sebagai unit pelayanan
untuk mewujudkan keluarga yang sehat pada perawatan tingkat individu, focus
pelayanan adalah dengan melibatkan individu san keluarga (Ballon & Magiaya
dalam Rasmun 2009.)
Asuhan keperawatan jiwa pada klien risiko perilaku kekerasan terintegrasi
dengan keluarga adalah seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan
kepada klien dan keluarga secara bersama-sama yang dengan proses keperawatan
yang dimulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki
ataupun meningkatkan, mencegah, mempertahankan, dan memulihkan masalah
kesehatan jiwa pada klien risiko perilaku kekerasan.
2. Tipe-tipe Keluarga
Menurut Gusti (2013) tipe keluarga dibagi menjadi 2 tipe yaitu tradisional dan
non tradisional dimana tipe tradisional ialah :
1) Keluarga inti, keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang
diproleh dari keturunannya atau adposi atau keduanya.
2) Keluarga besar (Extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman,
bibi, saudara sepupu, dll).
3) keluarga bentukan kembali (Dyadic family) adalah keluarga baru yang
terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
4) Orang tua tunggal (Singgle parent family) adalah keluarga yang terdiri dari
salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal
pasangannya.
5) the single adult living alone adalah orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa
pernah menikah.
6) The unmarried teenage mother, adalah ibu dengan anak tanpa perkawinan.
7) Keluarga usila (Niddle age/Aging Couple), adalah suami sebagai pencari uang,
istri dirumah atau kedua-duanya bekerja atau tinggal di rumah, anakanaknya
sudah meninggalkan rumah karena sekolah / perkawinan / meniti karir.
Sedangkan tipe non tradisonal adalah
1) Commune family, adalah lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup
serumah.
2) Orang tua (ayah dan ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah tangga.
3) Homoseksual adalah dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu
rumah tangga.
3. Ciri-ciri Keluarga
Menurut Robert Iver dan Charles Horton yang dikutip dari (Setiadi, 2008)
ciriciri keluarga adalah sebagai berikut : keluarga merupakan hubungan
perkawinan, keluarga bentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan
perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara, keluarga mempunyai suatu
sistem tata nama (Nomen Clatur) termasuk perhitungan garis keturunan, keluarga
mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya berkaitan
dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak, dan
keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.
4. Tugas Keluarga
Menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga dapat melaksanakan perawatan atau
pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga, yaitu sebagai
berikut :
1) Mengenal masalah kesehatan
Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan
yang dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan sekecil apa pun yang
dialami anggota keluarga, secara tidak langsung akan menjadi perhatian
keluarga atau perlu mencatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi,
dan seberapa besar perubahannya. Keluaraga diharapkan mampu mengenal
perubahan-peeubahan yang dialami oleh anggota keluarga, karena keluarga
merupakan lini utama untuk menemukan tanda dan gejala klien gangguan jiwa
risiko perilaku kekerasan, sehingga klien pada gangguan jiwa cepat
mendapatkan tindakan dan tidak memperburuk keadaanya.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan diantara
anggota keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan sebuat tindakan.
Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar
masalah kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika
keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan, maka
keluarga dapat meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tempat
tinggalnya.
Setelah keluarga mampu mengenal masalah maka diharapkan keluarga
mampu mengambil keputusan yang tepat untuk klien, dengan memeriksakan
klien gangguan jiwa risiko perilaku kekerasan ke pelayanan kesehatan seperti
Puskesmas dan Rumah Sakit Jiwa terdekat, agar klien cepat mendaptakan
penanganan.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika
keluarga masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau
perawatan agar masalah yang lebih baik parah tidak terjadi. Perawatan dapat
dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau dirumah apabila keluarga telah
memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
Setelah klien menjalani pengobatan dan melakukan perawatan di
pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa risiko perilaku kekerasan
dapat bisa kembali pulih dan kembali berfungsi di masyarakat, namun upaya-
upaya tersebut tidak akan bertahan lama tanpa adanya dukungan keluarga,
sehingga keluarga diharapkan mampu memberikan perawatan pada anggota
keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan.
4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat
Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi
bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu yang
lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu,
kondisi rumah harus dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota
keluarga. Keluarga diharapkan mampu menciptakan suasana sehat seperti
suasana yang tenang dan menyenangkan serta menghindarkan klien dengan
barang-barang yang dapat membahayakan pada saat klien kambuh seperti tali-
temali, benda tajam dan benda pecah belah yang dapat melukai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan sekitar.
5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan
kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang ada disekitarnya. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta
bantuan tenaga keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami
anggota keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam
penyakit.
Saat mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan
kejiwaan anggota keluarga diharapkan keluarga mampu memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang ada disekitar, sehingga klien segera mendapatkan
penanganan agar tidak memperburuk kondisi dari klien gangguan jiwa risiko
perilaku kekerasan.
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Keluarga Dalam Merawat
Klien Gangguan Jiwa Risiko Perilaku Kekerasan
Menurut (Yundari. 2018) faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga merawat
klien gangguan jiwa :
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang teradap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian
dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (Notoatmodjo,
2014 dalam Yundari 2018).
Pengetahuan menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kejiwaan risiko
perilaku kekerasan dimana semakin tinggi pengetahuan seseorang, maka
semakin tinggi kemampuan menerima dan memahami tentang informasi
perawatan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa risiko perilaku
kekerasan, sebaliknya jika pengetahuan keluarga rendah maka dapat
mengalami kesulitan untuk menerima dan memahami tentang informasi
perawatan anggota keluarga yang sakit. Berdasarkan hal ini pengetahuan
merupakan hal yang penting agar keluarga dapat mempraktekan cara
perawatan anggota keluarga dengan gangguan jiwa, untuk mencegah
kekambuhan.
2) Pekerjaan/Ekonomi
Pekerja di sector informal(swasta) juga mempengaruhi pengetahuan
seseorang karena bekerja di sector informal tidak harus memiliki pendidikan
yang tinggi sehingga mereka hanya mendapatkan pengetahuan dari lingkungan
hidup sehari-hari.
Jika keluarga memiliki pekerjaan yang dapat menghasilkan pendapatan
yang tinggi maka keluarga dapat memberikan perawatan yang baik kepada
anggota keluarga nya yang sakit dengan support ekonomi yang memadai,
contohnya dapat membawa klien ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti
Puskesmas yang memiliki pelayanan kesehatan jiwa atau rumah sakit jiwa,
sedangkan jika pendapatan nya rendah keluarga bisa saja tidak membawa
klien ke fasilitas pelayanan kesehatan karena support ekonomi yang tidak
memadai, tetapi pendapatan tinggi ataupun rendah tidak sepenuhnya
mempengaruhi klien dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan, tergantung pada
pengetahuan dan stigma yang dimiliki oleh keluarga.
3) Sikap/budaya
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap ini merupakan kesiapan
atau kesedian untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. (Notoatmodjo, 2014)
Salah satu sikap dan budaya yang mempengaruhi kemampuan keluarga
merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa ialah stigma masyarakat
dimana orang dengan gangguan jiwa dianggap berbeda dan dikucilkan,
diasingkan dengan cara dipasung dan dikurung akibat dari stigma tersebut
orang dengan gangguan jiwa menanggung konsekuensi kesehatan dan sosio-
kultural, seperti pemasungan dan penanganan yang tidak maksimal sehingga
memperberat dan memperparah kondisi.
Jadi berdasarkan uraian di atas keluarga menjadi suatu pijakan dalam
upaya merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Pengetahuan sangat mempengaruhi peran keluarga dalam bertindak,
pengetahuan yang baik tentang cara perawatan angota keluarga dengan
gangguan jiwa akan menimbulkan peran yang baik seperti memberikan
dukungan emosional keluarga dalam hal memotivasi pasien untuk sembuh
ataupun menumbuhkan harapan dan optimisme, pengawasan minum obat serta
upaya pencegahan kekambuhan anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa.(Yundari, 2018)
Faktor-faktor menyebabkan seseorang berperan ada enam alasan, yaitu
pengetahuan, kepercayaan, sikap, orang penting sebagai refensi, sumber daya
dan kebudayaan. Peran keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa ini
diwujudkan dengan cara meningkatkan fungsi afektif yang dilakukan dengan
memotivasi, menjadi pendengar yang baik, membuat senang, memberi
tanggung jawab dan kewajiban peran dari keluarga sebagai pemberi asuhan
(Stuart, 2016 dalam Yundari 2018).
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
- Genogram yang menggambarkan tiga generasi
- Konsep diri
- Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
- Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
- Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
- Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
- Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
- Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
- Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
- Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
i. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
j. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
2. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Prilaku kekerasan
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Penaktalaksanaan regimen terapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
3. Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu di kaji
Perilaku Kekersan Subjektif
Klien mengancam
Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
Klien mengaatkan dendam dan jengkel
Klien mengatakan ingin berkelahi
Klien mengatakan menyalahkan dan menuntut
Klien meremehkan
Objektif
Mata melotot/pandangan tajam
Tangan mengepal
Rahang mengatup
Wajah memerah dan tegang
Postur tubuh kaku
Suara keras
Disusun Oleh :
Disusun Oleh :
P17210204186
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan
merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan
kegiatan sehari-hari terabaikan. (Farida, 2010).
Patofisiologi
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan
kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangakan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku primitif antara lain pembicaraan yang austik dan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi. (Dalami, 2009).
Rentang Respons
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik.
Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
Indikasi :
1) Depresi mayor
Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada perhatian
lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan yang berlebihan
dan adanya ide bunuh diri yang menetap.
Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau memberikan respon
membaik pada ECT.
Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan
atau klien tidak dapat menerima antidepresan.
2) Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi
lain berbahaya bagi klien.
3) Skizofrenia
Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada
skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima klien apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.
Pengkajian
a. Data yang dikaji
1. Wawancara :
Merasa sepi
Merasa tidak aman
Hubungan tidak berarti
Bosan dan waktu terasa lambat
Tidak mampu konsentrasi
Merasa tidak berguna
Tidak yakin hidup
Merasa ditolak.
2. Observasi
Banyak diam
Tidak mau bicara
Menyendiri
Tidak mau berinteraksi
Tampak sedih
Ekspresi datar dan dangkal
Kontak mata kurang.
Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial : Menarik Diri
Intervensi Keperawatan
Intervensi Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Pasien
SP 1 :
Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain
Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP 2 :
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang
Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang
lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP 3 :
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau
lebih
Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
b. Keluarga
SP 1 :
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
Menjelaskan cara - cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2 :
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi
sosial
SP 3 :
Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat
(Discharge planning)
Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
LAPORAN PENDAHULUANKEPERAWATANJIWA DENGAN
DEFISIT PERAWATAN DIRIDI RSJ Dr.RADJIMAN WEDIODININGRAT
Disusun Oleh :
Disusun Oleh :
P17210204186
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2022
A. PENGERTIAN
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2017).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2016).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan
untuk dirinya
Tanda dan gejala :
1) Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
2) Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien
laki-laki bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
3) Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makana tidak pada tempatnya
4) Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air
besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak
membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK.
A. Penyebab
Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut : kelelahan fisik dan
penurunan kesadaran. Tanda dan Gejala Klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a) Fisik
Badan bau, pakaian kotor
Rambut dan kulit kotor.
Kuku panjang dan kotor
Gigi kotor disertai mulut bau
Penampilan tidak rapi
b) Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif
Menarik diri, isolasi diri.
Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
Cara makan tidak teratur
BAK dan BAB di sembarang tempat
B. Pohon Masalah
Isolasi sosial
Data objektif
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawa
Intervensi
Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
Intervensi
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
Intervensi
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
A. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang
lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
B. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Intervensi
Tujuan Umum :
Intervensi
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri.
Edisi 7. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima
Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri.
Edisi 3. Jakarta. EGC
LAPORAN PENDAHULUANDAN ASUHANKEPERAWATANJIWA DENGAN
GANGGUANPERSEPSISENSORIHALUSINASI DI RSJ Dr.RADJIMAN
WEDIODININGRAT
Disusun Oleh :
Disusun Oleh :
P17210204186
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2022
I. KonsepDasarTeori
A. Pengertian
Direja (2011)berpendapat bahwa gangguan persepsi sensori halusinasi adalah salahsatu
gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori,
sepertimerasakansensasipalsuberupasuara,penglihatan,pengecapan,perabaan,ataupenghiduan.
Gangguanpersepsisensorihalusinasiadalahsuatukeadaandimanaseseorangmengalami
perubahan pada pola stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internaldan eksternal)
disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan beresponsterhadap
stimulus(Fitria,2012).
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia
dalammembedakan rangsangan internal ( pikiran ) dan rangsangan eksternal ( dunia luar ).
Klienmemberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan
yangnyata (Kusumawati&Hartono, 2012).
B. RentangResponNeurobiologis
Trimelia(2011)menyatakanbahwaberbagairesponperilakuklienyangterkaitdenganfungsi
otakdisebutdenganresponneurobiologist.Gangguanresponsneurobiologist ditandai dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi. Gangguan
responsneurobiologistatauresponsneurobiologistyangmaladatifiniterjadikarenaadanya:
1. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbik sehingga mengakibatkan
terjadinyagangguan padaotakdalam memprosesinformasi.
2. Ketidakmampuanotakuntukmenyeleksi stimulus
3. Ketidakseimbanganantaradopaminedanneurotransmitterlainnya. Rentangresponneurobiologis
(Direja,2011)dapatdigambarkansebagaiberikut:
ResponAdaptif ResponMaladaptif
- Kadang- - Waham
- Pikiranlogis kadangproses - Halusinasi
- PersepsiAkurat pikerterganggu - Kerusakanproses
- EmosiKonsiste - Ilusi emosi
ndenganpengal - Emosiberlebihan - Perilakutidakt
aman - Perilaku erorganisasi
- Perilakucocok yangtidak - Isolasisosial
- Hubungan biasa
socialharmonis
Gambar1.RentangResponNeurobiologis
Rentangresponneurobiologistpadagambartersebutdapatdijelaskan sebagaiberikut:
1. ResponAdaptif
Respon Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social budayayang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapisuatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut , adapun bagian dari responadaptif
meliputi:
a. Pikiranlogisadalahpandanganyangmengarahpadakenyataan.
b. PersepsiAkuratadalahpandanganyangtepatpadakenyataan.
c. Emosikonsistendenganpengalamanyaituperasaanyangtimbuldaripengalamanahli.
d. Perilakusocial adalahsikapdantingkahlakuyangmasihdalam bataskewajaran.
e. Menarikdiriadalahpercobaanuntukmenghindariinteraksidenganoranglain.
2. ResponPsikososial
Responpsikososialmeliputi :
a. Prosespikirtergangguadalahprosespikiryangmenimbulkangangguan.
b. Emosiberlebihan atauberkurang..
c. Menarikdiriadalahpercobaanuntukmenghindariinteraksidenganoranglain.
3. ResponMaladatif
Responmaladatifadalahresponindividudalammenyelesaikanmasalahyangmenyimpangdarinor
ma-normasocialbudayadanlingkungan,adapunresponmaladatifmeliputi:
a. Kelainanpikiran.
b. Halusinasi
c. Kerusakanprosesemosi
d. Perilakutidakterorganisirmerupakansesuatuyangtidakteratur.
e. Isolasi social
Berdasarkangambardi atasdiketahuibahwa halusinasi
merupakanresponpersepsiyangmaladaptive.Jikakliensehat,persepsinyaakurat,mampumengidentifika
sidanmenginterpretasikanstimulusberdasarkaninformasiyangditerima melalui panca indera
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, danperabaan), sedangkan klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindera walaupun sebenarnyastimulustidakada.
C. Etiologi
1) FaktorPredisposisi(Fitria,2012)
Faktorpredisposisiadalahfaktorresikoyangmempengaruhijenisdanjumlahsumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperolehbaik dari klien maupun
keluarganya.Faktor predisposisi dapat meliputi : faktorperkembangan, sosiokultural,
biokimia,psikologisdangenetic.
a. FaktorPerkembangan
Jikatugasperkembanganmengalamihambatandanhubunganinterpersonalterganggu, maka
individu akanmengalamistressdankecemasan.
b. FaktorSosiokultural
Berbagaifaktordimasyarakatdapatmenyebabkanseseorangmerasadisingkirkan,sehinggaorangt
ersebutmerasakesepiandilingkunganyangmembesarkannya.
c. FaktorBiokimia
Mempunyaipengaruhterhadapterjadinyagangguanjiwa.Jikaseseorangmengalami stress yang
berlebihanmaka di dalam tubuhnya akan dihasilkansuatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dandimethytranferase(DMP).
d. FaktorPsikologis
Hubunganinterpersonalyangtidakharmonissertaadanyaperangandabertentanganyang sering
diterimaoleh seseorang akan mengakibatkanstressdankecemasan yangtinggi danberakhir pada
gangguanorientasi realitas.
e. FaktorSosiokultural
Berbagaifaktordimasyarakatdapatmenyebabkanseseorangmerasadisingkirkan,sehinggaorangt
ersebutmerasakesepiandilingkunganyangmembesarkannya.
f. FaktorBiokimia
Mempunyaipengaruhterhadapterjadinyagangguanjiwa.Jikaseseorangmengalami stress yang
berlebihanmaka di dalam tubuhnya akan dihasilkansuatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dandimethytranferase(DMP).
2) FaktorPresipitasi(Fitria,2012)
Faktorpresipitasiyaitustimulusyangdipersepsikanolehindividusebagaitantangan,ancaman,ataut
untutanyangmemerlukanenergyekstrauntukmenghadapinya. Adanya rangsangan dari
lingkungan, seperti partisipasi klien dalamkelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi,
objek yang ada di lingkungandan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus
terjadinya halusinasi.Hal
tersebutdapatmeningkatkanstressdankecemasanyangmerangsangtubuhmengeluarkan
zathalusinogenik.
D. TandadanGejala
Tandadangejalapadapasiendenganhalusinasisebagaiberikut:
1. BicarasendiriSenyumsendiri
2. Ketawasendiri.
3. Menggerakkanbibirtanpasuara.
4. Penggerakanmatayangcepat.
5. Responverbalyanglambat.
6. Menarikdiridarioranglain
7. Berusahauntukmenghindarioranglain.
8. Tidakdapatmembedakanyangnyatadantidaknyata\
9. Terjadi peningkatadenyutjantung,pernafasandantekanandarah.
10. Perhatiandenganlingkunganyangkurangatauhanyabeberapadetik.
11. Berkonsentrasidenganpengalamansensori.
12. Sulitberhubungandenganoranglain..
13. Perilakupanik.
14. Ketakutan.
15. Tidakdapatmengurusdiri.
16. Biasaterdapatdisorientasiwaktu,tempatdanorang(Damaiyanti,2012)
E. ProsesTerjadinyaHalusinasi
Halusinasi berkembangmelalui empat fasemenurut (Kusumawati,2012) yaitusebagai
berikut:
1. FasePertama
Disebut juga dengan fase Comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahapini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristiknya : Klien mengalami
stress,cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan
tidakdapatdiselesaikan.Klienmulaimelamundanmemikirkanhal-halyangmenyenangkan,
carainihanyamenolongsementara.Perilakuklien:respons verbal yang lambat jika sedang
asyikdenganhalusinasinyadansukamenyendiri.
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan , termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendirijadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin oranglain tahu,
daniatetapdapatmengontrolnya.Perilakuklien:meningkatnyatanda-
tandasystemsyarafotonomsepertipeningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien
asyik dengan halusinasinyadantidakbisamembedakanrealitas.
3. FaseKetiga
AdalahfaseControllingatauansietasberatyaitupengalamansensorimenjadiberkuasa.Termas
ukdalamgangguan psikotik.Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol,menguasai danmengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap
halusinasinya.PerilakuKlien:Kemauandikendalikanhalusinasi,rentangperhatianhanyabeber
apa menit atau detik.
4. FaseKeempat
AdalahfaseConqueringataupanikyaituklienleburdenganhalusinasinya.Termasuk
dalampsikotikberat.
Karakteristik:halusinasinyaberubahmenjadimengancam,memerintah,danmemarahi klien.
Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak
dapatberhubungansecaranyata dengan oranglaindilingkungan.
PerilakuKlien:perilakuterrorakibatpanik,potensibunuhdiri,perilakukekerasan,
agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadapperintah kompleks,
dantidak mampuberesponslebih dari satuorang.
F. JenisHalusinasisertaDataObjektifdanSubjektif
Berikutiniakandijelaskanmengenaiciri-ciriyangobjektifdansubjektifpadakliendengan
halusinasimenurut(Direja,2011).
CoreProblem
GangguanPersepsiSensori:Halusinasi
Causa
IsolasiSosial
HargaDiriRendahKronis
Gambar2.PohonMasalahGangguanPersepsiSensori:Halusin
asi
B. Diagnosakeperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari pengkajiansetelah
pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang responaktual atau
potensial individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah
kesehatanklien/proseskehidupan (Direja, 2011).
Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien denganGangguan
PersepsiSensori :Halusinasiadalah: (Fitria,2012).
1) RisikoMencederaidirisendiridanoranglain.
2) Gangguansensoripersepsi:halusinasi.
3) Kerusakaninteraksi sosial:menarikdiri.
4) Hargadiri rendah.
C. IntervensiKeperawatan
Dalammenyusunrencanakeperawatanterlebihdahuludirumuskanprioritasdiagnosa
keperawatan.
Adapunprioritasdiagnosakeperawatanadalah:
1) GangguanPersepsiSensori:Halusinasi.
Tujuan Umum : Klien tidak mengalami halusinasi.Tujuan Khusus :
TUK1:Kliendapatmembinahubungansalingpercaya.
Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang,
adakontakmata,mauberjabattangan,maumenyebutkannama, mau menjawab salam,
mau duduk berdampingandenganperawat,maumengutarakanmasalahyangdihadapi.
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsipkomunikasi
terapeutik :
Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
Perkenalkan diridengan sopan.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
Jelaskantujuanpertemuan.
Jujurdanmenepatijanji.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
Berikanperhatiankepadakliendanperhatikankebutuhandasar.
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
KriteriaHasil:
Kliendapatmenyebutkanwaktu,isi,frekuensitimbulnyahalusinasi.
Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi :
Adakankontakseringdansingkatsecarabertahap.
Observasi
1) bicara dan tertawatanpa stimulus , memandang ke kiri / kanan / depan seolah-olah ada
temanbicara.
2) Bantuklienmengenal halusinasinya:
- Tanyakanapakahadasuarayangdidengar.
- Jikaada,apayangdikatakan.
- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu , namunperawat,
sendiri tidak mendengarnya ( dengan nada bersahabat
tanpamenuduhataumenghakimi).
3) Diskusikandenganklien:
- Situasiyangmenimbulkan/tidakmenimbulkan halusinasi.
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi,siang,sore dan malamatau
jikasendiri,jengkel/ sedih).
- Diskusikandenganklienapayangdirasakanjikaterjadihalusinasi(marah/
takut,sedih,senang)berikesempatanmengungkapkanperasaan.
TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
KriteriaEvaluasi:
1) Kliendapatmenyebutkantindakanuntukmengendalikanhalusinasinya.
2) Kliendapatmenyebutkan carabaru.
3) Kliendapatmemilihcaramengatasihalusinasisepertiyangtelahdidiskusikan denganklien.
4) Kliendapatmelaksanakancarayangtelahdipilihuntukmengendalikanhalusinasinya.
5) Kliendapatmengikuti terapiaktivitaskelompok.
Intervensi:
Pasien Keluarga
SPI p SPI k
Mengidentifikasijenishalusinasipasien 1. Mendiskusikanmasalahyangdirasakankelu
Mengidentifikasiisihalusinasipasien argadalammerawatpasien
Mengidentifikasiwaktuhalusinasipasien 2. Menjelaskanpengertian,tandadangejala
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi, dan jenis
halusinasipasien halusinasiyangdialamipasienbesertaproses
Mengidentifikasi situasi terjadinya.
yangmenimbulkan halusinasi 3. Menjelaskancara – cara merawat
Mengidentifikasi respons pasienterhadap pasienhalusinasi
halusinasi
(2) StrategiPelaksanaanPadaPasienHalusinasi
Pasien Keluarga
SPI p SPI k
Mengidentifikasijenishalusinasipasien 4. Mendiskusikanmasalahyangdirasakankelu
Mengidentifikasiisihalusinasipasien argadalammerawatpasien
Mengidentifikasiwaktuhalusinasipasien 5. Menjelaskanpengertian,tandadangejala
10. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi, dan jenis
halusinasipasien halusinasiyangdialamipasienbesertaproses
11. Mengidentifikasi situasi terjadinya.
yangmenimbulkan halusinasi 6. Menjelaskancara – cara merawat
12. Mengidentifikasi respons pasienterhadap pasienhalusinasi
halusinasi
Mengajarkan pasien 1.
menghardikhalusinasi 2.
Menganjurkanpasienmemasukkancaramenghar
dikhalusinasikedalamjadwal
kegiatanharian
SPII p SPII k
Mengevaluasi Melatih
jadwalkegiatan harianpasien keluarga mempraktikkan
Melatih pasien caramerawat
mengendalikanhalusinasidengancarabercakap- pasienhalusinasi
cakap dengan oranglain Melatih
Menganjurkan keluarga melakukan cara
pasienmemasukkankegiatanbercakap-
cakapkedalamjadwal kegiatanharian merawatlangsungkepadapasien halusinasi
SPIIIp SPIIIk
Mengevaluasijadwalkegiatanharianpasien Membantu keluarga membuat
Melatih pasien mengendalikan jadwalaktivitastermasuk minum obat.
halusinasidenganmelakukankegiatan(kegiatan Menjelaskanfollowuppasien
yangbiasadilakukan pasien dirumah)
Menganjurkanpasienmemasukkankegiatanuntu
kmengendalikanhalusinasi
kedalamjadwalkegiatanharian
SPIV p
Mengevaluasi jadwal kegiatan
harianpasien
Memberikan pendidikan
kesehatantentangpenggunaanobatsecarateratur
Menganjurkan pasien
memasukkanaktivitasminumobatkedalamjadw
al
kegiatanharian
(Keliat,2014)
D. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatanpada klien. evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif yang
dilakukan
setiapselesaimelaksanakantindakan,evaluasihasilatausumatifyangdilakukandenganmembandi
ngkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan(Direja, 2011).
EvaluasidapatdilakukandenganmenggunakanpendekatanSOAPsebagaipolapikir:
S:Responsubyektifklienterhadaptindakankeperawatanyangtelahdilaksanakan. Dapat
dilakukan dengan menanyakan langsung kepadaklien tentangtindakan yang telah dilakukan.
O:Responobyektifklienterhadaptindakankeperawatanyangtelahdilakukan. Dapat diukur
dengan mengobservasi prilaku klien pada
saattindakandilakukan,ataumenanyakankembaliapayangtelah
dilaksanakanataumemberumpanbaliksesuaidenganhasilobservasi.
A:Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkanapakah masalah masih
tetap atau muncul masalah baru atau ada
datakontraindikasidenganmasalahyangada,dapatjugamembandingkan
hasildengantujuan.
P:Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada responklien yangterdiridari
tindaklanjut kliendanperawat
PadaKliendenganGangguanPersepsiSensori:Halusinasi,evaluasikeperawatanyangdiharapkan
sebagaiberikut:
1) Kliendapatmembinahubungansalingpercaya.
2) Kliendapatmengenalhalusinasi.
3) Kliendapatmengontrolhalusinasi.
4) Kliendapatdukungandarikeluargadalammengontrolhalusinasinya.
5) Kliendapatmemanfaatkan obatdenganbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah,L.M.2011.KeperawatanJiwaAplikasiPraktikKlinik.Edisi1.Yogyakarta:GrahaIlmu.
Damaiyanti,M.2012.AsuhanKeperawatanJiwa,Samarinda:RefikaAditama.
Direja,AdeHermanSurya.2011.BukuAjarAsuhanKeperawatanJiwa.Yogyakarta:NuhaMedika.
Fitria,Nita.2012.PrinsipDasardanAplikasiPenulisanLaporanPendahuluandanStrategiPelaksan
aan TindakanKeperawatan.Jakarta:SalembaMedika.
Keliat,BudiAnna.2014.KeperawatanKesehatanJiwaKomunitasCMHN(BasicCourse).Jakarta:EG
C
Kusumawati & Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.Maramis, W.F. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi 9). Surabaya: Airlangga University
Press.Trimelia.2011.AsuhanKeperawatan Klien Halusinasi.Jakarta: TransInfoMedia.
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH DI RSJ DR. RADJIMAN
WEDIODININGRAT
Disusun Oleh :
Disusun Oleh :
P17210204186
1. DEFINISI
Menurut Keliat, 1998, Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti
dan rendah hati dan rendah diri yang berkepanjngan akibat evaluasi yang negatif terhadap
diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal
karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. Harga diri seseorang diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan
kasih sayang, perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang
buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu
yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu
beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan
sesuai ideal diri. Ganguan harga diri yang disebut sebagain harga diri rendah dapat terjadi
secara:
Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai dengan ideal diri. Ganguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan
kasih sayang. perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang
buruk. Harga diri meningkat bila diperhatikan atau dicintai dan dihargai atau dibanggakan.
Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Harga diri tinggi
positif ditandai dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok, dan diterima oleh
orang lain. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif
dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman
sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara
negatif dan menganggap sebagai ancaman.
2. ETIOLOGI
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang dalam
tinjaun life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa
kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu
mencapain masa remaja keberadaanya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak
diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga
diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuanya. Menurut Stuart, 2006, faktor- faktor yang mengakibatkan harga diri rendah
kronik meliputi factor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berkut:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang
tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereo type peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakkepercayaan
orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
b. Faktor Presipitasi Menurut yosep, 2009. Faktor presipitasi terjadi haga diri rendah
biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,
kegagalan atau produktifitas yang menurun. Secara umum, ganguan konsep diri
harga diri rendah ini dapat terjadi secara stuasional atau kronik. Secara situasional
karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
perkosaan atau dipenjara. Termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan
harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu
yang membuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan
klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan
meningkat saat dirawat.
c. Perilaku Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang
objektif dan dapat diamati serta perasaan subjektif dan dunia dalam diri klien
sendiri. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah salah satunya
mengkritik diri sendiri, sedangkan keracuan identitasseperti sifat kepribadian yang
bertentangan serta depersonalisasi.
3. KLASIFIKASI
klasifikasi harga diri rendah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Harga Diri Rendah Situsional adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya
memilki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam
berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan)
2) Harga Diri Rendah Kronik adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi
diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama.
6. PENATALAKSANAAN
Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan sehingga
penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada
masa sebelumnya (Pardede, Keliat, & Yulia, 2015). Terapi yang dimaksud meliputi :
1. Psikofarmaka Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan
generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk
golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL (psikotropik untuk
menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol (mengobati kondisi gugup). Obat yang
termasuk generasi kedua misalnya, Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole (untuk
antipsikotik).
2. Psikoterapi Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama
7. POHON MASALAH
8. RENTANG RESPON
Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu
dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan
interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang
negatif dapat dilihat dari hubungan individu an sosial yang maladaptif.
Keterangan:
a. Respon adaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat
membangun (konstruksi) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri
b. Respon maladaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta bersifat
merusak (destruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri
c. Aktualisasi diri : Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat
mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya.
d. Konsep diri positif : Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya
secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu berpikir secara positif dan
realistis.
e. Kekacauan identitas : Suatu kegagalan individu untuk mengintegritasikan berbagai
identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang
harmonis.
f. Depersonalisasi : Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari
lingkungan. Hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan dalam
uji realitas. Individu mengalami kesulitan dalam membedakan diri sendiri dan orang
lain dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya.
9. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek atau jangka
panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk melindungi diri sendiri
dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan (Eko, 2014). Pertahanan tersebut
mencakup berikut ini : Jangka pendek :
a. Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas diri ( misalnya,
konser musik, bekerja keras, menonton tv secara obsesif)
b. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara (misalnya, ikut serta
dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan, atau geng)
c. Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang tidak
menentu (misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk
mendapatkan popularitas)
KONSEP ASKEP
Adapun konsep asuhan keperawatan harga diri rendah menurut (Keliat, 2015), adalah sebagai
berikut :
1. Pengkajian
a. Identifikasi klien
b. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan,
topik pembicaraan.
c. Keluhan utama / alasan masuk
1) Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
2) Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal.
d. Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien
e. Biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
f. Sosial Budaya Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
g. Aspek fisik / biologis Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi,
suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ
kalau ada keluhan.
h. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a. Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai.
b. Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki /
perempuan.
c. Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat
dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
d. Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan
penyakitnya.
e. Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri
rendah.
3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
i. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan berbeda dengan diagnosis psikiatri medis dimana diagnosis
keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respons manusia keadaan sehat atau
perubahan pola interaksi aktual atau potensial dari individu atau kelompok tempat perawat
secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah
perubahan. Masalah keperawatan yang dapat disimpulkan dari hasil pengkajian adalah:
1. Gangguan resiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Resiko tinggi prilaku kekerasan
3. Intervensi
Fokus perawat adalah untuk membantu klien memahami diri sendiri secara lengkap
dan akuratsehingga mereka dapat mengarahkan hidup mereka sendiri dengan cara yang
lebih memuaskan. Hal ini berarti membantu klien berusaha menuju masa depan yang lebih
jelas, pengalaman perasaan yang lebih dalam, keinginan, dan keyakinan, kemampuan yang
lebih besar untuk memanfaatkan sumber daya mereka dan menggunakannya untuk tujuan
yang konstruktif; serta persepsi yang lebih jelas tentang arah hidup mereka, dengan asumsi
tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, keputusan mereka, dan tindakan mereka.
Hal ini mungkin terjadi ketika rangsangan dari tubuh meningkat, seperti dikeadaan
nyeri, kelemahan, atau kemarahan, atau ketika rangsangan dari lingkungan yang menurun,
seperti di penurunan sensorik atau sosial. Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien.
1. Tujuan strategi pelaksanaan 1 (SP 1) menurut Fajariyah (2012:16) antara lain :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
c) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
d) Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan.
e) Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.
f) Klien dapat menyusun jadwal untuk melakukan yang sudah dilatih.
2. Kriteria Evaluasi menurut Wijayaningsih (2015:11)
a) Ekspresi wajah bersahabat menunjukan rasa senang, ada kontak mata, atau
berjabat tangan mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau
duduk bersampingan dengan perawat, mau mengeluarkan masalah yang
dihadapi.
b) Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki:
kemampuan yang dimiliki klien, aspek positif keluarga, aspek positif
lingkungan yang dimiliki klien.
c) Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
d) Klien membuat rencana kegiatan harian.
e) Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
f) Klien memanfaatkan sitem pendukung yang ada dikeluarga
3. Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya.
Rasional: Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi selanjutnya. Tindakan yang harus dilakukan dalam
membina hubungan saling percaya adalah :
1. Bina hubungan saling percaya seperti salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak
yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untu mendengarkan klien.
4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong firinya sendiri.
4. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional: Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas,
kontrol diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatan
nya.
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi
pujian yang realistis.
Rasional: Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri.
c) Utamakan memberikan pujian yang realistis.
Rasional: Pujian yang realistis tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan
karena hanya ingin mendapatkan pujian.
5. Menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan yang harus dilakukan adalah :
a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih bisa digunakan selama sakit.
Rasional: Keterbatasan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki
adalah prasarat untuk berubah.
b) Diskusikan pada kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
Rasional: Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk
tetap mempertahankan penggunaannya.
6. Memantu klien dapat memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien. Tindakan yang harus dilakukan adalah :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan. Rasional: Klien adalah individu yang bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri.
b) Tingkatan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien. Rasional: Klien
perlu bertindak secara realisis dalam kehidupannya.
c) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan. Rasional: Contoh
peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan.
d) Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih. Tindakan yang harus
dilakukan adalah :
Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional: Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dirumah.
7. Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional: Reinforcement positif akan menigkatkan harga diri.
8. Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih. Tindakan yang
harus dilakukan adalah :
a) Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatih.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa
dilakukan.
b) Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan klien setiap hari.
Rasional: Reinforcement positif akan menigkatkan harga diri terhadap klien.
c) Tingkatan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
kegiatan.
d) Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih.
Rasional: Meningkatkan kedisiplinan klien dalam menjalan kan kegiatan yang
telah direncakan oleh klien.
e) Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
Rasional: Menghargai pendapat orang lain, dan meningkatkan harga diri klien
supaya klien tidak menjadi orang yang tergantung pada orang lain.
a. Tujuan : Keluarga mampu merawat klien dengan Harga Diri Rendah dirumah dan
menjadi sistem pendukung yang efektif bagi klien.
b. Kriteria evaluasi :
1) Keluarga mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien.
2) Keluarga mampu menyediakan fasilitas untuk klien melakukan kegiatan.
3) Keluarga mampu mendorong klien melakukan kegiatan
4) Keluarga mampu memuji klien saat klien melakukan kegiatan.
5) Keluarga mampu membantu melatih klien.
6) Keluarga mampu membantu menyusun jadwal kegiatan klien.
7) Keluarga mampu membantu perkembangan pasien.
c. Intervensi : Strategi pelaksanaan SP 1 keluarga
1) Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat klien
Rasional: Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri
dirumah.
2) Jelaskan proses terjadinya harga diri rendah
3) Jelaskan tentang cara merawat klien harga diri rendah
Rasional: Meningkatkan peran keluarga dalam merawat klien dirumah.
4) Susun jadwal keluarga untuk merawat klien Rasional: Jadwal yang tepat
membantu keluarga untuk mensupport klien dalam mempercepat proses
penyembuhan.
1) Evaluasi kemampuan
A. Latih keluarga langsung ke klien
B. Menyusun jadwal keluarga untuk merawat klien
4. Implementasi
Yosep, Iyus dan Titin Sutini. 2014. Buku Ajar Kerawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama
Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika