Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN PENDAHULUANKEPERAWATANJIWA DENGAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RSJ Dr.RADJIMAN WEDIODININGRAT

Disusun Oleh :

RIZA OFILIA PUANA ZELA

P17210204186

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Dasar Risiko Perilaku Kekerasan


1. Definisi
Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka
perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diiarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk
yaitu saat sedang berlangsung kekerasaan atau riwayat perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri
sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan. Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan
khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang
biasanya disebut dengan perasaan marah (Depkes RI, 2006, Berkowitz, 1993
dalam Dermawan dan Rusdi, 2013)
2. Etiologi
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi meliputi :
1) Psikologis menjadi salah satu faktor penyebab karena kegagalan yang
dialami dapat menimbulkan seseorang menjadi frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan.
2) Perilaku juga mempengaruhi salah satunya adalah perilaku kekerasan,
kekerasan yang didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
perilaku tersebut diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut
akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar.
3) Sosial budaya dapat mempengaruhi karena budaya yang pasif-agresif
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolaholah kekerasan adalah hal yang wajar.
4) Bioneurologis beberapa pendapat bahwa kerusakan pada sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter
ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan.
b. Selain faktor perdisposisi adapula faktor presipitasi yang meliputi :
1) Ekspresi diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social
ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkohlisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6) Kematiaan anggota keluaraga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
3. Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan (pada diri sendiri,


orang lain, lingkungan, dan verbal)

Effect

Perilaku Kekerasan

Core

Harga Diri Rendah Kronis

Causa

4. Rentang Respon Marah


Respon marah berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan maladaptive

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif pasif perilaku kekerasan

Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif, asertif, dan
agresif/ perilaku kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Dermawan dan Rusdi
2013).
1) Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan pada
individu.
2) Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapakn perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan dengan
tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
3) Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang sangat
tinggi atau ketakutan (panik)
Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan
kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan. Respon rasa marah bisa
diekspresikan secara eksternal (perilaku kekerasan) maupun internal (depresi dan
penyakit fisik)
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif, menggunakan kata-kata
yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan
memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan sehingga perasan marah
dapat teratasi. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan
biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tidak
menyelesaikan masalah, bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang
berkepanjangan dan perilaku destruktif.
Perilaku yang tidak asertif seperti menekan rasa marah dilakukan individu
seperti pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan marahnya
sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulakn
rasa bermusuhan yang lama dan suatu saat akan menimbulkan perasaaan
destruktif yang ditunjukan kepada diri sendiri. (Dermawan dan Rusdi 2013).
5. Tanda dan Gejala
Perilaku Kekerasan Menurut (Damaiyanti 2014) tanda dan gejala yang ditemui
pada klien melalui observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Jalan mondar-mandir
6) Bicara kasar
7) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8) Mengancam secara verbal atau fisik
9) Melempar atau memukul benda/orang lain
10) Merusak benda atau barang
11) Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasan. 13
B. Konsep Dasar Keluarga
1. Definisi
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga
(Fredman 2010., Duval & Logan., 1986 dalam Gusti 2013.)
Perawatan terintegrasi keluarga adalah perawatan yang melibatkan keluarga
dalam merawat anggota yang sakit. Keperawatan kesehatan keluarga merupakan
perawatan kesehatan yang ditunjukan kepada keluarga sebagai unit pelayanan
untuk mewujudkan keluarga yang sehat pada perawatan tingkat individu, focus
pelayanan adalah dengan melibatkan individu san keluarga (Ballon & Magiaya
dalam Rasmun 2009.)
Asuhan keperawatan jiwa pada klien risiko perilaku kekerasan terintegrasi
dengan keluarga adalah seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan
kepada klien dan keluarga secara bersama-sama yang dengan proses keperawatan
yang dimulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki
ataupun meningkatkan, mencegah, mempertahankan, dan memulihkan masalah
kesehatan jiwa pada klien risiko perilaku kekerasan.
2. Tipe-tipe Keluarga
Menurut Gusti (2013) tipe keluarga dibagi menjadi 2 tipe yaitu tradisional dan
non tradisional dimana tipe tradisional ialah :
1) Keluarga inti, keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang
diproleh dari keturunannya atau adposi atau keduanya.
2) Keluarga besar (Extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman,
bibi, saudara sepupu, dll).
3) keluarga bentukan kembali (Dyadic family) adalah keluarga baru yang
terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
4) Orang tua tunggal (Singgle parent family) adalah keluarga yang terdiri dari
salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal
pasangannya.
5) the single adult living alone adalah orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa
pernah menikah.
6) The unmarried teenage mother, adalah ibu dengan anak tanpa perkawinan.
7) Keluarga usila (Niddle age/Aging Couple), adalah suami sebagai pencari uang,
istri dirumah atau kedua-duanya bekerja atau tinggal di rumah, anakanaknya
sudah meninggalkan rumah karena sekolah / perkawinan / meniti karir.
Sedangkan tipe non tradisonal adalah
1) Commune family, adalah lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup
serumah.
2) Orang tua (ayah dan ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah tangga.
3) Homoseksual adalah dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu
rumah tangga.
3. Ciri-ciri Keluarga
Menurut Robert Iver dan Charles Horton yang dikutip dari (Setiadi, 2008)
ciriciri keluarga adalah sebagai berikut : keluarga merupakan hubungan
perkawinan, keluarga bentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan
perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara, keluarga mempunyai suatu
sistem tata nama (Nomen Clatur) termasuk perhitungan garis keturunan, keluarga
mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya berkaitan
dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak, dan
keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.
4. Tugas Keluarga
Menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga dapat melaksanakan perawatan atau
pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga, yaitu sebagai
berikut :
1) Mengenal masalah kesehatan
Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan
yang dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan sekecil apa pun yang
dialami anggota keluarga, secara tidak langsung akan menjadi perhatian
keluarga atau perlu mencatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi,
dan seberapa besar perubahannya. Keluaraga diharapkan mampu mengenal
perubahan-peeubahan yang dialami oleh anggota keluarga, karena keluarga
merupakan lini utama untuk menemukan tanda dan gejala klien gangguan jiwa
risiko perilaku kekerasan, sehingga klien pada gangguan jiwa cepat
mendapatkan tindakan dan tidak memperburuk keadaanya.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan diantara
anggota keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan sebuat tindakan.
Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar
masalah kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika
keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan, maka
keluarga dapat meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tempat
tinggalnya.
Setelah keluarga mampu mengenal masalah maka diharapkan keluarga
mampu mengambil keputusan yang tepat untuk klien, dengan memeriksakan
klien gangguan jiwa risiko perilaku kekerasan ke pelayanan kesehatan seperti
Puskesmas dan Rumah Sakit Jiwa terdekat, agar klien cepat mendaptakan
penanganan.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika
keluarga masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau
perawatan agar masalah yang lebih baik parah tidak terjadi. Perawatan dapat
dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau dirumah apabila keluarga telah
memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
Setelah klien menjalani pengobatan dan melakukan perawatan di
pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa risiko perilaku kekerasan
dapat bisa kembali pulih dan kembali berfungsi di masyarakat, namun upaya-
upaya tersebut tidak akan bertahan lama tanpa adanya dukungan keluarga,
sehingga keluarga diharapkan mampu memberikan perawatan pada anggota
keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan.
4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat
Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi
bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu yang
lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu,
kondisi rumah harus dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota
keluarga. Keluarga diharapkan mampu menciptakan suasana sehat seperti
suasana yang tenang dan menyenangkan serta menghindarkan klien dengan
barang-barang yang dapat membahayakan pada saat klien kambuh seperti tali-
temali, benda tajam dan benda pecah belah yang dapat melukai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan sekitar.
5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan
kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang ada disekitarnya. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta
bantuan tenaga keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami
anggota keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam
penyakit.
Saat mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan
kejiwaan anggota keluarga diharapkan keluarga mampu memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang ada disekitar, sehingga klien segera mendapatkan
penanganan agar tidak memperburuk kondisi dari klien gangguan jiwa risiko
perilaku kekerasan.
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Keluarga Dalam Merawat
Klien Gangguan Jiwa Risiko Perilaku Kekerasan
Menurut (Yundari. 2018) faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga merawat
klien gangguan jiwa :
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang teradap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian
dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (Notoatmodjo,
2014 dalam Yundari 2018).
Pengetahuan menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kejiwaan risiko
perilaku kekerasan dimana semakin tinggi pengetahuan seseorang, maka
semakin tinggi kemampuan menerima dan memahami tentang informasi
perawatan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa risiko perilaku
kekerasan, sebaliknya jika pengetahuan keluarga rendah maka dapat
mengalami kesulitan untuk menerima dan memahami tentang informasi
perawatan anggota keluarga yang sakit. Berdasarkan hal ini pengetahuan
merupakan hal yang penting agar keluarga dapat mempraktekan cara
perawatan anggota keluarga dengan gangguan jiwa, untuk mencegah
kekambuhan.
2) Pekerjaan/Ekonomi
Pekerja di sector informal(swasta) juga mempengaruhi pengetahuan
seseorang karena bekerja di sector informal tidak harus memiliki pendidikan
yang tinggi sehingga mereka hanya mendapatkan pengetahuan dari lingkungan
hidup sehari-hari.
Jika keluarga memiliki pekerjaan yang dapat menghasilkan pendapatan
yang tinggi maka keluarga dapat memberikan perawatan yang baik kepada
anggota keluarga nya yang sakit dengan support ekonomi yang memadai,
contohnya dapat membawa klien ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti
Puskesmas yang memiliki pelayanan kesehatan jiwa atau rumah sakit jiwa,
sedangkan jika pendapatan nya rendah keluarga bisa saja tidak membawa
klien ke fasilitas pelayanan kesehatan karena support ekonomi yang tidak
memadai, tetapi pendapatan tinggi ataupun rendah tidak sepenuhnya
mempengaruhi klien dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan, tergantung pada
pengetahuan dan stigma yang dimiliki oleh keluarga.
3) Sikap/budaya
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap ini merupakan kesiapan
atau kesedian untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. (Notoatmodjo, 2014)
Salah satu sikap dan budaya yang mempengaruhi kemampuan keluarga
merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa ialah stigma masyarakat
dimana orang dengan gangguan jiwa dianggap berbeda dan dikucilkan,
diasingkan dengan cara dipasung dan dikurung akibat dari stigma tersebut
orang dengan gangguan jiwa menanggung konsekuensi kesehatan dan sosio-
kultural, seperti pemasungan dan penanganan yang tidak maksimal sehingga
memperberat dan memperparah kondisi.
Jadi berdasarkan uraian di atas keluarga menjadi suatu pijakan dalam
upaya merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Pengetahuan sangat mempengaruhi peran keluarga dalam bertindak,
pengetahuan yang baik tentang cara perawatan angota keluarga dengan
gangguan jiwa akan menimbulkan peran yang baik seperti memberikan
dukungan emosional keluarga dalam hal memotivasi pasien untuk sembuh
ataupun menumbuhkan harapan dan optimisme, pengawasan minum obat serta
upaya pencegahan kekambuhan anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa.(Yundari, 2018)
Faktor-faktor menyebabkan seseorang berperan ada enam alasan, yaitu
pengetahuan, kepercayaan, sikap, orang penting sebagai refensi, sumber daya
dan kebudayaan. Peran keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa ini
diwujudkan dengan cara meningkatkan fungsi afektif yang dilakukan dengan
memotivasi, menjadi pendengar yang baik, membuat senang, memberi
tanggung jawab dan kewajiban peran dari keluarga sebagai pemberi asuhan
(Stuart, 2016 dalam Yundari 2018).
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
- Genogram yang menggambarkan tiga generasi
- Konsep diri
- Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
- Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
- Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
- Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
- Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
- Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
- Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
- Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
i. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
j. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
2. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Prilaku kekerasan
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Penaktalaksanaan regimen terapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
3. Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu di kaji
Perilaku Kekersan Subjektif
        Klien mengancam
        Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
        Klien mengaatkan dendam dan jengkel
        Klien mengatakan ingin berkelahi
        Klien mengatakan menyalahkan dan menuntut
        Klien meremehkan
Objektif
         Mata melotot/pandangan tajam
         Tangan mengepal
         Rahang mengatup
         Wajah memerah dan tegang
         Postur tubuh kaku
         Suara keras

Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara lain


sebagai berikut:
a. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
b. Stimulus lingkungan
c. Konflik interpersonal
d. Status mental
e. Putus obat
f. Penyalahgunaan narkoba
4. Diagnosa keperawatan.
Perilaku Kekerasan
5. Rencana Tindakan Keperawatan
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi tand gejala PK dirasaka keluarga dalam merawat
3. Mengidentifikasi PK yang dilkukan pasien
4. Menidentifikasi akibat PK 2. Menjelaskan pengertian PK, tanda
5. Menyebutkan cara mengontrol PK gejala serta proses tejadinya PK
6. Membantu pasien mempraktikkan 3. Menjelaskan cara merawat pasien
latihan cara mengontrol PK dengan PK
7. Mengnjurkan pasien memasukkan
dalam kegiatan harian
SP 2
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian SP 2
pesien 1. Melatih keluarga mempraktikkan
2. Melatih pasien mengontrol PK cara merawat pasien dengan PK
dengan cara fisik II 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Menganjurkan pasien memasukkan merawat langsung kepada pasien PK
dalam kegiatan harian
SP 3
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian SP 3
pasien 1. Membantu keluarga membuat
2. Melatih pasien mengontrol PK jadwal aktivitas di rumah termasuk
dengan cara verbal minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan 2. Menjelaskan follow up pasien
dalam jadwal kegiatan harian setelah pulang
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 5
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
LAPORAN PENDAHULUANKEPERAWATANJIWA DENGAN
ISOLASI SOSIAL DI RSJ Dr.RADJIMAN WEDIODININGRAT

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

RIZA OFILIA PUANA ZELA

P17210204186

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Pengertian Isolasi Sosial : Menarik Diri


Isolasi sosial adalah individu yang mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya secara wajar dalam
khalayaknya sendiri yang tidak realistis. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian
yang dialami oleh  seseorang karena orang lain mengatakan sikap negatif atau
mengancam. (Dalami dkk, 2009).
Gangguan hubungan sosial merupakan suatu ganggguan hubungan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan sosial. (Riyadi
Sujono, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Dr.Keliat,
2009).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkaan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. (Yosep,
2007).
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan sebelumnya, jadi dapat disimpulkan
bahwa isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal atau perasaan
kesepian yang dialami oleh seseorang karena akibat penolakan dan sikap negatif serta
kepribadian yang tidak fleksibel sehingga muncul perilaku maladaptif seperti
menghindari/kehilangan hubungan dengan orang, tidak mempunyai kesempatan untuk
membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan, yang dimanifestasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian sehingga fungsi hubungan sosial seseorang
terganggu.

Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan
merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan
kegiatan sehari-hari terabaikan. (Farida, 2010).

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial antara lain :
a. Menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
c. Sedih, afek datar
d. Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya
e. Berpikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak bermakna
f. Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain
g. Tidak ad asosiasi antara ide satu dengan yang lainnya
h. Menggunakan kata-kata simbolik (neologisme)
i. Menggunakan kata yang tak berarti
j. Kontak mata kurang/tidak mau menatap lawan bicara Klien cenderung menarik diri
dari lingkungan pergaulan, suka melamun, berdiam diri. (Farida, 2010).

Patofisiologi
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan
kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangakan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku primitif antara lain pembicaraan yang austik dan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi. (Dalami, 2009).
Rentang Respons 

Respon Adaptif :                     Respon Maladaptif :


      Solitude Kesepian
Autonom Menarik Diri
Kebersamaan Ketergantungan
Saling Ketergantungan Manipulasi
Implusif
Narkisisme
Keterangan rentang respon :
a. Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultural dimana
individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal. Adapun respon rentang
adaptif tersebut : 
 Solitude atau menyendiri
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan dilingkungan
sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan menentukan langkah
berikutnya.
 Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran
dan perasaan dalam hubungan sosia. Individu mampu menetapkan diri untuk
inetrdependen dan mengatur diri.
 Mutuality atau Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu
untuk memberi dan menerima.
 Interdependen atau Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam hubungan
interpersonal.
b. Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
Karakteristik diri perilaku maladaptif tersebut adalah :
 Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan
dengan orang lain untuk mencari ketengan sementara waktu.
 Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain
sebagai objek dan bberorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan
berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
 Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang dimiliki.
 Implusif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman,
tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan cenderung
memaksakan kehendak.
 Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain tidak
mendukung. (Dalami, 2009).

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik.
Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
Indikasi :
1) Depresi mayor
 Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada perhatian
lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan yang berlebihan
dan adanya ide bunuh diri yang menetap.
 Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau memberikan respon
membaik pada ECT.
 Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan
atau klien tidak dapat menerima antidepresan.
2) Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi
lain berbahaya bagi klien.
3) Skizofrenia
Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada
skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima klien apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

Pengkajian
a. Data yang dikaji
1. Wawancara :
 Merasa sepi
 Merasa tidak aman
 Hubungan tidak berarti
 Bosan dan waktu terasa lambat
 Tidak mampu konsentrasi
 Merasa tidak berguna
 Tidak yakin hidup
 Merasa ditolak.
2. Observasi
 Banyak diam
 Tidak mau bicara
 Menyendiri
 Tidak mau berinteraksi
 Tampak sedih
 Ekspresi datar dan dangkal
 Kontak mata kurang.

Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial : Menarik Diri

Intervensi Keperawatan
Intervensi Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Pasien
SP 1 :
 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
 Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
 Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain
 Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP 2 :
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang
 Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang
lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP 3 :
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau
lebih
 Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
b. Keluarga
SP 1 :
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
 Menjelaskan cara - cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2 :
 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi
sosial
SP 3 :
 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat
(Discharge planning)
 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
LAPORAN PENDAHULUANKEPERAWATANJIWA DENGAN
DEFISIT PERAWATAN DIRIDI RSJ Dr.RADJIMAN WEDIODININGRAT

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

RIZA OFILIA PUANA ZELA

P17210204186

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

2022
A. PENGERTIAN
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2017).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2016).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan
untuk dirinya
Tanda dan gejala :
1) Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
2) Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien
laki-laki bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
3) Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makana tidak pada tempatnya
4) Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air
besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak
membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK.
A. Penyebab
Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut : kelelahan fisik dan
penurunan kesadaran. Tanda dan Gejala Klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a) Fisik
 Badan bau, pakaian kotor
 Rambut dan kulit kotor.
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut bau
 Penampilan tidak rapi
b) Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif
 Menarik diri, isolasi diri.
 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
 Interaksi kurang
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
 Cara makan tidak teratur
 BAK dan BAB di sembarang tempat
B. Pohon Masalah

Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan


minum dan

Defisit perawatan dir

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat


diriminum dan

Isolasi sosial

C. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Data subjektif
a) Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan apa-apa
Data objektif
a) Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan bau, kulit
kotor.
b. Isolasi sosial
Data subjektif
a) Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data objektif
b) Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi
verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak
berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
c. Defisit perawatan diri
Data subjektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya

Data objektif

a. Rambut kotor, acak-acakan


b. Badan dan pakaia ktr da bau
c. Mulut da gigi bau
d. Kulit kusam da kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat
D. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b. Isolasi sosial
c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan , BAK/BAK
E. Rencana Tindakan keperawatan
Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri


Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap
hal yang berhubungan dengan kebersihan diri
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan
diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan
sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas
dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawa

Intervensi

a. Motivasi klien untuk mandi.


b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan
cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti
odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.

Intervensi

a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.

TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.

Intervensi

a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.


Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien
selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di
RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan
yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan
diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lainlain.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial

Tujuan Umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi

Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya

Intervensi

a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,


jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan
dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien

TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

Intervensi

a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya #


b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
A. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang
lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
B. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial

Intervensi

a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain


b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

TUK V : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain Intervensi

a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang


lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

Tujuan Umum :

 Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri


Tujuan Khusus :
 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
 Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
 Pasien mampu melakukan makan dengan baik
 Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri

Intervensi

1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri

a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.

b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri


c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri

d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

2) Melatih pasien berdandan/berhias


Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) ) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
STRATEGI PELAKSANAAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Kondisi Klien
B. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri
C. Tujuan
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
D. Tindakan
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
 Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
 Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
 Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
 Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2. Melatih pasien berdandan/berhias
 Berpakaian
 Menyisir rambut
 Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
 Berpakaian
 Menyisir rambut
 Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
 Menjelaskan cara mempersiapkan makan
 Menjelaskan cara makan yang tertib
 Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
 Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
 Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
 Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
 Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri.
Edisi 7. Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima
Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta

Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri.
Edisi 3. Jakarta. EGC
LAPORAN PENDAHULUANDAN ASUHANKEPERAWATANJIWA DENGAN
GANGGUANPERSEPSISENSORIHALUSINASI DI RSJ Dr.RADJIMAN
WEDIODININGRAT

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

RIZA OFILIA PUANA ZELA

P17210204186

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

2022
I. KonsepDasarTeori
A. Pengertian
Direja (2011)berpendapat bahwa gangguan persepsi sensori halusinasi adalah salahsatu
gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori,
sepertimerasakansensasipalsuberupasuara,penglihatan,pengecapan,perabaan,ataupenghiduan.
Gangguanpersepsisensorihalusinasiadalahsuatukeadaandimanaseseorangmengalami
perubahan pada pola stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internaldan eksternal)
disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan beresponsterhadap
stimulus(Fitria,2012).
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia
dalammembedakan rangsangan internal ( pikiran ) dan rangsangan eksternal ( dunia luar ).
Klienmemberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan
yangnyata (Kusumawati&Hartono, 2012).

B. RentangResponNeurobiologis
Trimelia(2011)menyatakanbahwaberbagairesponperilakuklienyangterkaitdenganfungsi
otakdisebutdenganresponneurobiologist.Gangguanresponsneurobiologist ditandai dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi. Gangguan
responsneurobiologistatauresponsneurobiologistyangmaladatifiniterjadikarenaadanya:
1. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbik sehingga mengakibatkan
terjadinyagangguan padaotakdalam memprosesinformasi.
2. Ketidakmampuanotakuntukmenyeleksi stimulus
3. Ketidakseimbanganantaradopaminedanneurotransmitterlainnya. Rentangresponneurobiologis
(Direja,2011)dapatdigambarkansebagaiberikut:

ResponAdaptif ResponMaladaptif

- Kadang- - Waham
- Pikiranlogis kadangproses - Halusinasi
- PersepsiAkurat pikerterganggu - Kerusakanproses
- EmosiKonsiste - Ilusi emosi
ndenganpengal - Emosiberlebihan - Perilakutidakt
aman - Perilaku erorganisasi
- Perilakucocok yangtidak - Isolasisosial
- Hubungan biasa
socialharmonis
Gambar1.RentangResponNeurobiologis

Rentangresponneurobiologistpadagambartersebutdapatdijelaskan sebagaiberikut:
1. ResponAdaptif
Respon Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social budayayang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapisuatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut , adapun bagian dari responadaptif
meliputi:
a. Pikiranlogisadalahpandanganyangmengarahpadakenyataan.
b. PersepsiAkuratadalahpandanganyangtepatpadakenyataan.
c. Emosikonsistendenganpengalamanyaituperasaanyangtimbuldaripengalamanahli.
d. Perilakusocial adalahsikapdantingkahlakuyangmasihdalam bataskewajaran.
e. Menarikdiriadalahpercobaanuntukmenghindariinteraksidenganoranglain.
2. ResponPsikososial
Responpsikososialmeliputi :
a. Prosespikirtergangguadalahprosespikiryangmenimbulkangangguan.
b. Emosiberlebihan atauberkurang..
c. Menarikdiriadalahpercobaanuntukmenghindariinteraksidenganoranglain.
3. ResponMaladatif
Responmaladatifadalahresponindividudalammenyelesaikanmasalahyangmenyimpangdarinor
ma-normasocialbudayadanlingkungan,adapunresponmaladatifmeliputi:
a. Kelainanpikiran.
b. Halusinasi
c. Kerusakanprosesemosi
d. Perilakutidakterorganisirmerupakansesuatuyangtidakteratur.
e. Isolasi social
Berdasarkangambardi atasdiketahuibahwa halusinasi
merupakanresponpersepsiyangmaladaptive.Jikakliensehat,persepsinyaakurat,mampumengidentifika
sidanmenginterpretasikanstimulusberdasarkaninformasiyangditerima melalui panca indera
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, danperabaan), sedangkan klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindera walaupun sebenarnyastimulustidakada.

C. Etiologi
1) FaktorPredisposisi(Fitria,2012)
Faktorpredisposisiadalahfaktorresikoyangmempengaruhijenisdanjumlahsumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperolehbaik dari klien maupun
keluarganya.Faktor predisposisi dapat meliputi : faktorperkembangan, sosiokultural,
biokimia,psikologisdangenetic.
a. FaktorPerkembangan
Jikatugasperkembanganmengalamihambatandanhubunganinterpersonalterganggu, maka
individu akanmengalamistressdankecemasan.
b. FaktorSosiokultural
Berbagaifaktordimasyarakatdapatmenyebabkanseseorangmerasadisingkirkan,sehinggaorangt
ersebutmerasakesepiandilingkunganyangmembesarkannya.
c. FaktorBiokimia
Mempunyaipengaruhterhadapterjadinyagangguanjiwa.Jikaseseorangmengalami stress yang
berlebihanmaka di dalam tubuhnya akan dihasilkansuatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dandimethytranferase(DMP).
d. FaktorPsikologis
Hubunganinterpersonalyangtidakharmonissertaadanyaperangandabertentanganyang sering
diterimaoleh seseorang akan mengakibatkanstressdankecemasan yangtinggi danberakhir pada
gangguanorientasi realitas.
e. FaktorSosiokultural
Berbagaifaktordimasyarakatdapatmenyebabkanseseorangmerasadisingkirkan,sehinggaorangt
ersebutmerasakesepiandilingkunganyangmembesarkannya.
f. FaktorBiokimia
Mempunyaipengaruhterhadapterjadinyagangguanjiwa.Jikaseseorangmengalami stress yang
berlebihanmaka di dalam tubuhnya akan dihasilkansuatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dandimethytranferase(DMP).
2) FaktorPresipitasi(Fitria,2012)
Faktorpresipitasiyaitustimulusyangdipersepsikanolehindividusebagaitantangan,ancaman,ataut
untutanyangmemerlukanenergyekstrauntukmenghadapinya. Adanya rangsangan dari
lingkungan, seperti partisipasi klien dalamkelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi,
objek yang ada di lingkungandan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus
terjadinya halusinasi.Hal
tersebutdapatmeningkatkanstressdankecemasanyangmerangsangtubuhmengeluarkan
zathalusinogenik.
D. TandadanGejala
Tandadangejalapadapasiendenganhalusinasisebagaiberikut:
1. BicarasendiriSenyumsendiri
2. Ketawasendiri.
3. Menggerakkanbibirtanpasuara.
4. Penggerakanmatayangcepat.
5. Responverbalyanglambat.
6. Menarikdiridarioranglain
7. Berusahauntukmenghindarioranglain.
8. Tidakdapatmembedakanyangnyatadantidaknyata\
9. Terjadi peningkatadenyutjantung,pernafasandantekanandarah.
10. Perhatiandenganlingkunganyangkurangatauhanyabeberapadetik.
11. Berkonsentrasidenganpengalamansensori.
12. Sulitberhubungandenganoranglain..
13. Perilakupanik.
14. Ketakutan.
15. Tidakdapatmengurusdiri.
16. Biasaterdapatdisorientasiwaktu,tempatdanorang(Damaiyanti,2012)
E. ProsesTerjadinyaHalusinasi
Halusinasi berkembangmelalui empat fasemenurut (Kusumawati,2012) yaitusebagai
berikut:
1. FasePertama
Disebut juga dengan fase Comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahapini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristiknya : Klien mengalami
stress,cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan
tidakdapatdiselesaikan.Klienmulaimelamundanmemikirkanhal-halyangmenyenangkan,
carainihanyamenolongsementara.Perilakuklien:respons verbal yang lambat jika sedang
asyikdenganhalusinasinyadansukamenyendiri.
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan , termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendirijadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin oranglain tahu,
daniatetapdapatmengontrolnya.Perilakuklien:meningkatnyatanda-
tandasystemsyarafotonomsepertipeningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien
asyik dengan halusinasinyadantidakbisamembedakanrealitas.
3. FaseKetiga

AdalahfaseControllingatauansietasberatyaitupengalamansensorimenjadiberkuasa.Termas
ukdalamgangguan psikotik.Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol,menguasai danmengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap
halusinasinya.PerilakuKlien:Kemauandikendalikanhalusinasi,rentangperhatianhanyabeber
apa menit atau detik.
4. FaseKeempat
AdalahfaseConqueringataupanikyaituklienleburdenganhalusinasinya.Termasuk
dalampsikotikberat.

Karakteristik:halusinasinyaberubahmenjadimengancam,memerintah,danmemarahi klien.
Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak
dapatberhubungansecaranyata dengan oranglaindilingkungan.
PerilakuKlien:perilakuterrorakibatpanik,potensibunuhdiri,perilakukekerasan,
agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadapperintah kompleks,
dantidak mampuberesponslebih dari satuorang.

F. JenisHalusinasisertaDataObjektifdanSubjektif
Berikutiniakandijelaskanmengenaiciri-ciriyangobjektifdansubjektifpadakliendengan
halusinasimenurut(Direja,2011).

JenisHalusinasi DataObjektif DataSubjektif


HalusinasiDengar - Bicaraatautertawasendiri. -Mendengarsuara-suaraatau
(Klienmendengarsuara/bunyiyang - Marah-marahtanpasebab. kegaduhan.
tidak ada hubungannyadengan- Mendekatkan telinga-Mendengarsuarayangmengajak
stimulus yangnyata/lingkungan). kearah tertentu. bercakap-cakap.
- Menutuptelinga. - Mendengar suaramenyuruh
melakukansesuatuyangberbah
aya.
HalusinasiPenglihatan - Menunjuk-nunjuk kearah Melihat bayangan,
(Klienmelihatgambaranyangjelas/ tertentu. sinar,bentuk geometris,
samarterhadapadanyastimulusyang- Ketakutanpadasesuatuyang kartun,melihat hantu,
nyatadarilingkungan dan orang lain tidakjelas. ataumonster.
tidakmelihatnya).
HalusinasiPenciuman - Mengendus- Membaui bau-bauanseperti
(Klien mencium suatubau endussepertisedangmembau bau darah, urine,feses, dan
yangmunculdarisumbertertentutanp ibau-bauantertentu. terkadang bau-bau
a stimulusyangnyata). - Menutuphidung. tersebutmenyenangkanbagikli
en.
HalusinasiPengecapan Seringmeludah. Merasakan rasa
(Klienmerasakansesuatuyangtidak Muntah. sepertidarah,urine,ataufeses.
nyata, biasanya
merasakanrasamakananyangtidak
enak).
HalusinasiPerabaan Menggaruk- - Mengatakan adaserangga di
(Klienmerasakansesuatupadakulitn garukpermukaankulit. permukaankulit.
ya tanpa ada stimulus yangnyata). -Merasasepertitersengatlistrik.

Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya yangMengatakan badannya


(Klien merasakan badannya dianggapnya bergerak melayang di udara.
bergerak dalam suatu ruangan sendiri.
atau anggota badannya
bergerak).
Halusinasi Viseral Memegang badannya yangMengatakan perutnya menjadi
(Perasaan tertentu timbul dalam dianggapnya berubah mengecil setelah minum soft
tubuhnya). bentuk dan tidak normal drink.
seperti biasanya.
G. PenatalaksanaanMedis
Menurut (Maramis, 2005) Pengobatan harus secepat mungkin, disini peran
keluargasangat penting karena setelah mendapat perawatan RSJ dan klien dinyatakan boleh
pulangsehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat
klien,menciptakanlingkungan keluargayang kondusif dansebagai pengawasminumobat.
a. Farmakoterapi
b. Neuroleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada penderita
Schizofreniayangmenahun, hasilnyalebih baikjika mulaidiberi dalamdua
tahunpenyakit.
Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi lebih bermanfaat pada penderita
denganpsikomotorikyang meningkat.
c. TerapiKejangListrik/ElectroConvulsionTherapy(ECT)
dapat dikatakan
bahwaterapikonvulsidapatmemperpendekseranganSchizofreniadanmempermudahkont
akdenganklien.
d. PenatalaksanaanKeperawatan
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungandengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu
terapi kerjasangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain,
perawat dandokter. dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama,seperti therapy modalitasyang terdiridari :
e. TerapiAktivitas
f. TerapiMusik
g. Fokuspada:mendengar,memainkanalatmusic,bernyanyiyaitumenikmatidengan
relaksasijenis music yang disukaiklien.
h. TerapiSeni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.Terapi
menari
i. Terapi Relaksasi
Fokus:belajardanpraktekrelaksasidalamkelompok
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
j. Terapi Sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain.
k. Terapi kelompok
l. GroupTherapy(Terapikelompok)
m. TerapeutikGroup(Terapiterapeutik)
n. Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas Kelompok)
o. Terapi Lingkungan
Suasanarumahsakitdibuatsepertisuasanadidalamkeluarga(homelikeatmosphere).
II. KonsepDasarAsuhanKeperawatanGangguanPersepsiSensoriHalusinasi
ProsesKeperawatanbertujuanuntukmemberikanasuhankeperawatansesuaidengankebut
uhandanmasalahkliensehinggamutupelayananoptimal.Denganmenggunakanproseskeperawata
ndapatterhindardaritindakankeperawatanyangbersifat rutin, intuisi tidak unik bagi individu
klien. Hubungan saling percaya antaraperawat dan klien merupakan dasar utama dalam
melakukan asuhan keperawatan
padakliendengangangguanjiwa.Halinipentingkarenaperanperawatdalamasuhankeperawatan
jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah dengankemampuan yang
dimiliki. Proses Keperawatan terdiri atas 5 langkah menurut
Direja(2011)yangsistematisyangdijabarkansebagai berikut:
A. Pengkajian
Proses keperawatan merupakan wahana/ sarana kerjasama dengan klien,
yangumumnya pada tahap awal peeran perawat lebih besar dari pada peran klien, namunpada
proses akhirnya diharapkan peran klien lebih besar dari peran perawat,
sehinggakemandirianklien dapatdicapai.
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuaidengan
kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan
menjadioptimal.Kebutuhandanmasalahkliendapatdiidentifikasi,diprioritaskanuntukdipenuhi,s
ertadiselesaikan.Denganmenggunakanproseskeperawatan,perawatdapat terhindar dari
tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, dan tidak
unikbagiindividuklien(Direja,2011) :
1. PengumpulanData
a) Identitaskliendanpenanggungjawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, statusperkawinan,
dan hubunganklien dengan penanggung.
b) Alasandirawat
Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit keluhan utama berisitentang
sebab klien atau keluarga datang kerumah sakit dan keluhan klien
saatpengkajian.PadariwayatpenyakitterdapatfaktorpredisposisidanfaktorpresipitasiFaktorpresi
pitasimencakupstimulusyangdipersepsikanolehindividusebagaitantangan,ancamanatautuntuta
n dan memerlukan energi ekstra untuk mengatasinya/faktor yang
memberat/meperparahterjadinyagangguan jiwa(Azizah,2011).
c) Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ tubuh /dengan
caraobservasi,auskultasi, palpasi, perkusi,dan hasilpengukuran (Azizah,2011).
d) Pengkajianpsikososial:
2. Genogram
Genogramdapatdikajimelalui3jeniskajian(Azizah,2011)yaitu:
a) KajianAdopsiyangmembandingkansifatantaraanggotakeluargabiologis/satuketurunan
dengan keluargaadopsi.
b) Kajian Kembar yang membandingkan sifat antara anggota keluarga
yangkembaridentiksecaragenetikdengansaudarakandungyangtidakkembar.
c) KajianKeluargayangmembandingkanapakahsuatusifatbanyakkesamaanantarakeluargat
ingkatpertama(sepertiorangtua,saudarakandung) dengan keluargayang jail.
3. Konsepdiri
a) CitraTubuh
b) Idealdiri
c) Hargadiri
d) Penampilanperan
e) Identitasdiri
4. Hubungansocial
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari luasnya
duniakehidupanklien,memahamipentingnyakekuatansosialdanbudayabagiklien, mengenal
keunikan aspek ini dan menghargai perbedaan klien. Berbagaifaktor sosial budaya klien
meliputi usia, suku bangsa, gender, pendidikan,penghasilan dan sistemkeyakinan.
5. Spritual
Keberadaan individu yang mengalami penguatan kehidupan dalam
hubungandengankekuasaanyanglebihtinggisesuainilaiindividu,komunitasdanlingkungan yang
terpelihara(Azizah,2011)
a) Statusmental
b) Penampilan
Area observasi dalam penampilam umum klien yang merupakan karakteristikfisik klien yaitu
penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan, sikap tubuh,cara berjalan, ekspresi wajah,
kontak mata, dilatasi/kontruksi pupil, status gizi/keshatan umum(Azizah,2011).
c) Pembicaraan
Caraberbicaradigambarkandalamfrekuensi(kecepatan,cepat/lambat),volume (keras/lembut),
jumlah (sedikit, membisu, ditekan) dan karakternyaseperti:gugup,kata-
katabersambungsertaaksentidakwajar(Azizah,2011).
d) Aktivitasmotorik
Aktivitasmotorikberkenandengangerakanfisikperludicatatdalamhaltingkat aktivitas (letargik,
tegang, gelisah, agitasi), jenis (tik, seringai, tremor)danisyarattubuhyang
tidakwajar(Azizah,2011).
6. AfekdanEmosi
Afek adalahnada perasaan yang menyenangkanatau tidak menyenangkanyang menyertai
suatu pikiran dan berlangsung relatif lama dan dengan sedikitkomponen fisiologis/fisik,
(Azizah,2011).
7. Interaksiselamawawancara
Jelaskan keadaan yang ditampilkan klien saat waawancara seperti bermusuhan,tidak
kooperatif, mudah tersinggung, kontak mata kurang (tidak mau
manataplawanbicara),defensif(selaluberusahamempertahankanpendapatdankebenaran
dirinya) atau curiga yang sering menunjukkan sikap/perasaan tidakpercaya
padaoranglain(Azizah,2011).
8. Persepsi-Sensorik
Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas, hubungan, perbedaan
sesuatu,haltersebutmelaluiprosesmengamati,mengetahuidanmengartikannyasetelah
pancaindramendapatkanrangsangan.
a) Isihalusinasiyangdialamiklien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar,
berkataapabilahalusinasiyangdialamiadalahhalusinasipendengaran,ataubentukbayanganya
ngdilihatolehklien.
b) WaktudanFrekuensiHalusinasi
inidapatdikajidenganmenanyakankepadaklienkapanpengalamanhalusinasi muncul, berapa
kali sehari, seminggu atau sebulan pengalamanhalusinasiitumuncul.Perawat
mengidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum mengalamihalusinasi.Ini dapat
dikajidengan menanyakankepada klien kejadianyang dialami sebelum halusinasi muncul.
c) Interaksiselamawawancara
Jelaskan keadaan yang ditampilkan klien saat waawancara seperti bermusuhan,tidak
kooperatif, mudah tersinggung, kontak mata kurang (tidak mau
manataplawanbicara),defensif(selaluberusahamempertahankanpendapatdankebenaran
dirinya) atau curiga yang sering menunjukkan sikap/perasaan tidakpercaya
padaoranglain(Azizah,2011).
9. Tingkatkesadaran
Kemampuan individu melakukan hubungan dengan lingkungan dan dirinya(melalui panca
indra), mengatakan pembatasan terhadap lingkungan/dirinya(melalui perhatian). Kesadaran
yang baik biasanya dimanifestasikan denganorientasi yang baik dalam hal waktu, tempat,
orang dan lingkungan sekitarnya(Azizah,2011).
10. Memori(DayaIngat)
Bagaimana daya ingat klien atau kemampuan meningkatkan hal-hal yang telahterjadi (jangka
panjang/pendek/sesaat) dan apakah ada gangguan pada dayaingat. Gangguan ini dapat terjadi
pada salah satu diantarakomponen
dayaingatyaitupencatatn/registrasi,penahanan/retensiataumemanggilkembali/recall
sesuatuyangterjadisebelumnya (Azizah, 2011).
11. Tingkat kosentrasidanberhitung
Konsentrasiadalahkemampuanklienuntukmemperhatikanselamawawancara/kontrak dan
kalkulasi. Kalkulasi adalah kemampuan klien untukmengerjakan hitungan baik sederhanan
maupun kompleks. Bagaimana klienberkonsentrasi dan kemampuannya dalam berhitung,
apakah normal atau adagangguan seperti mudah beralih, tidak mampu berkonsentrasi, tidak
mampuberhitung sederhanaataulainnya(Azizah, 2011).
12. Kemampuanpenilaian/Mengambilkeputusan
Penilaianmelibatkanpembuatankeputusanyangkonstruktifdanadaptif,kemampuan mengerti
fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan. (Azizah,2011).
13. Dayatilikdiri
Dayatilikdiri/penghayatan,merujukpadapemahamankliententangsifatsuatu
penyakit/gangguan. Penghayatan ini biasanya mengalami gangguan
padakelainanmentalorganik,prikosisdan retardasimental (Azizah, 2011).
14. Kebutuhanpersiapanpulang
Kebutuhan persiapan pulang data yang perlu dikaji antara lain: makan
danminum,BAB/BAK,mandi,berpakaian,istirahattidur,penggunaanobat,pemeliharaan
kesehatan, kegiatan di dalam rumah, kegiatan di luar rumah,mekanisme koping, masalah
psikososial dan lingkungan, pengetahuan, aspekmedik.
2. AnalisaData
Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data
untukmerumuskanmasalah-
masalahyangdihadapiklien.Datatersebutdiklasifikasikanmenjadidatasubyektifdan obyektif:
a. DataSubyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata,
tidakpercaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan perhatian
dankonsentrasi, rasa berdosa, menyesal dan bingung terhadap halusinasi,
perasaantidakaman, merasa cemas, takutdan kadang-kadang panikkebingungan.
b. DataObyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan
kacaukadangtidakmasuk
akal,sulitmembuatkeputusan,tidakperhatianterhadapperawatandirinya,seringmanyang
kaldirinyasakitataukurangmenyadariadanyamasalah, ekspresi wajah sedih, ketakutan
ataugembira, klientampakgelisah, insightkurang,tidakadaminatuntuk makan.
3. RumusanMasalah(Fitria,2012).
a) Resikomencederaidirisendiridanoranglain
b) Gangguansensoripersepsi:halusinasipenglihatan
c) Kerusakaninteraksi sosial:menarikdiri
d) Hargadiri rendah
4. Pohonmasalah
Pohonmasalahadalahkerangkaberpikirlogisyangberdasarkanprinsipsebabdanakibat
yangterdiri dari masalahutama, penyebab danakibat (Fitria,2012).
Effect RisikoTinggiPerilakuKekerasan

CoreProblem

GangguanPersepsiSensori:Halusinasi

Causa

IsolasiSosial

HargaDiriRendahKronis

Gambar2.PohonMasalahGangguanPersepsiSensori:Halusin
asi
B. Diagnosakeperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari pengkajiansetelah
pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang responaktual atau
potensial individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah
kesehatanklien/proseskehidupan (Direja, 2011).
Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien denganGangguan
PersepsiSensori :Halusinasiadalah: (Fitria,2012).
1) RisikoMencederaidirisendiridanoranglain.
2) Gangguansensoripersepsi:halusinasi.
3) Kerusakaninteraksi sosial:menarikdiri.
4) Hargadiri rendah.
C. IntervensiKeperawatan
Dalammenyusunrencanakeperawatanterlebihdahuludirumuskanprioritasdiagnosa
keperawatan.
Adapunprioritasdiagnosakeperawatanadalah:
1) GangguanPersepsiSensori:Halusinasi.
Tujuan Umum : Klien tidak mengalami halusinasi.Tujuan Khusus :
 TUK1:Kliendapatmembinahubungansalingpercaya.
Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang,
adakontakmata,mauberjabattangan,maumenyebutkannama, mau menjawab salam,
mau duduk berdampingandenganperawat,maumengutarakanmasalahyangdihadapi.
Intervensi:
 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsipkomunikasi
terapeutik :
 Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
 Perkenalkan diridengan sopan.
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
 Jelaskantujuanpertemuan.
 Jujurdanmenepatijanji.
 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
 Berikanperhatiankepadakliendanperhatikankebutuhandasar.
 TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
KriteriaHasil:
 Kliendapatmenyebutkanwaktu,isi,frekuensitimbulnyahalusinasi.
 Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi :

 Adakankontakseringdansingkatsecarabertahap.
Observasi

tingkah laku terkait dengan halusinasinya :

1) bicara dan tertawatanpa stimulus , memandang ke kiri / kanan / depan seolah-olah ada
temanbicara.
2) Bantuklienmengenal halusinasinya:
- Tanyakanapakahadasuarayangdidengar.
- Jikaada,apayangdikatakan.
- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu , namunperawat,
sendiri tidak mendengarnya ( dengan nada bersahabat
tanpamenuduhataumenghakimi).
3) Diskusikandenganklien:
- Situasiyangmenimbulkan/tidakmenimbulkan halusinasi.
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi,siang,sore dan malamatau
jikasendiri,jengkel/ sedih).
- Diskusikandenganklienapayangdirasakanjikaterjadihalusinasi(marah/
takut,sedih,senang)berikesempatanmengungkapkanperasaan.
 TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
KriteriaEvaluasi:
1) Kliendapatmenyebutkantindakanuntukmengendalikanhalusinasinya.
2) Kliendapatmenyebutkan carabaru.
3) Kliendapatmemilihcaramengatasihalusinasisepertiyangtelahdidiskusikan denganklien.
4) Kliendapatmelaksanakancarayangtelahdipilihuntukmengendalikanhalusinasinya.
5) Kliendapatmengikuti terapiaktivitaskelompok.
Intervensi:

1) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi(tidur,


marah, menyibukkandiri,dll)
2) Diskusikanmanfaat dancarayangdigunakanklien.
3) Diskusikan cara baru untuk memutuskan/mengontrol timbulnyahalusinasinya :
4) Katakan:“sayatidakmaudengarkamu”(padasaathalusinasinyaterjadi)
5) Menemuioranglain(perawat/teman/anggotakeluarga)untukbercakap-cakap
ataumengatakan halusinasi yangdidengar.
6) Membuatjadwalkegiatansehari-hariagarhalusinasitidaksempatmuncul..
 TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Kriteria Evaluasi:
1) Keluargadapatmembinahubungansalingpercayadenganperawat.
2) Keluargadapatmenyebutkanpengertian,tandadantindakanuntukmengendalikanhalusina
si.
Intervensi:
1) Anjurkanklienuntukmemberitahukeluargajikamengalamihalusinasi.
2) Diskusikandengankeluarga(padasaat keluargaberkunjung/ padasaatkunjunganrumah)
3) Gejalahalusinasiyangdialami klien.
4) Carayangdapatdilakukankliendankeluargauntukmemutushalusinasi.
5) Caramerawatanggotakeluargayanghalusinasidirumah:berikegiatan,janganbiarkansendi
ri,makanbersama,berpergianbersama.
6) Beriinformasiwaktufollowupataukapanperlumendapatbantuan:halusinasi tidak
terkontrol danresikomencederai orang lain.
 TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria Evaluasi:
1) Kliendankeluargadapatmenyebutkanmanfaat,dosis,danefeksampingobat.
2) Kliendapatmendemonstrasikan penggunaanobatdenganbenar.
3) Kliendapatinformasitentangpenggunaanobat.
Intervensi:
1) Diskusikandengankliendankeluargatentangdosis,frekuensidanmanfaat obat.
2) Anjurkanklienmintasendiriobatpadaperawatdanmerasakanmanfaatnya.
3) Jelaskan caramenggunakanobatdengan prinsip 5 benar(obat,pasien,cara,
waktupemberian,dan dosis).
C. Implementasi
Implementasitindakkeperawatandisesuaikandenganrencanatindakankeperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlumemvalidasi
dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan olehklien saat ini
(here and now) perawat juga menilai diri sendiri, apakah
mempunyaikemampuaninterpersonal,intelektual,danteknikalyangdiperlukanuntukmelaksanak
an tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien.Setelah tidak ada
hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saatakan melakukan
tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien yangisinya menjelaskan apa
yang akan dilakukan dan peran serta yang diharapkan klien.Dokumentasikan semua tindakan
yang telah dilaksanakan beserta respon klien. (Direja,2011).
(1) StrategiPelaksanaanPadaPasienHalusinasi

Pasien Keluarga
SPI p SPI k
Mengidentifikasijenishalusinasipasien 1. Mendiskusikanmasalahyangdirasakankelu
Mengidentifikasiisihalusinasipasien argadalammerawatpasien
Mengidentifikasiwaktuhalusinasipasien 2. Menjelaskanpengertian,tandadangejala
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi, dan jenis
halusinasipasien halusinasiyangdialamipasienbesertaproses
Mengidentifikasi situasi terjadinya.
yangmenimbulkan halusinasi 3. Menjelaskancara – cara merawat
Mengidentifikasi respons pasienterhadap pasienhalusinasi
halusinasi

(2) StrategiPelaksanaanPadaPasienHalusinasi
Pasien Keluarga
SPI p SPI k
Mengidentifikasijenishalusinasipasien 4. Mendiskusikanmasalahyangdirasakankelu
Mengidentifikasiisihalusinasipasien argadalammerawatpasien
Mengidentifikasiwaktuhalusinasipasien 5. Menjelaskanpengertian,tandadangejala
10. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi, dan jenis
halusinasipasien halusinasiyangdialamipasienbesertaproses
11. Mengidentifikasi situasi terjadinya.
yangmenimbulkan halusinasi 6. Menjelaskancara – cara merawat
12. Mengidentifikasi respons pasienterhadap pasienhalusinasi
halusinasi
Mengajarkan pasien 1.
menghardikhalusinasi 2.
Menganjurkanpasienmemasukkancaramenghar
dikhalusinasikedalamjadwal
kegiatanharian
SPII p SPII k
Mengevaluasi Melatih
jadwalkegiatan harianpasien keluarga mempraktikkan
Melatih pasien caramerawat
mengendalikanhalusinasidengancarabercakap- pasienhalusinasi
cakap dengan oranglain Melatih
Menganjurkan keluarga melakukan cara
pasienmemasukkankegiatanbercakap-
cakapkedalamjadwal kegiatanharian merawatlangsungkepadapasien halusinasi
SPIIIp SPIIIk
Mengevaluasijadwalkegiatanharianpasien Membantu keluarga membuat
Melatih pasien mengendalikan jadwalaktivitastermasuk minum obat.
halusinasidenganmelakukankegiatan(kegiatan Menjelaskanfollowuppasien
yangbiasadilakukan pasien dirumah)
Menganjurkanpasienmemasukkankegiatanuntu
kmengendalikanhalusinasi
kedalamjadwalkegiatanharian

SPIV p
Mengevaluasi jadwal kegiatan
harianpasien
Memberikan pendidikan

kesehatantentangpenggunaanobatsecarateratur
Menganjurkan pasien

memasukkanaktivitasminumobatkedalamjadw
al
kegiatanharian
(Keliat,2014)
D. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatanpada klien. evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif yang
dilakukan
setiapselesaimelaksanakantindakan,evaluasihasilatausumatifyangdilakukandenganmembandi
ngkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan(Direja, 2011).
EvaluasidapatdilakukandenganmenggunakanpendekatanSOAPsebagaipolapikir:
S:Responsubyektifklienterhadaptindakankeperawatanyangtelahdilaksanakan. Dapat
dilakukan dengan menanyakan langsung kepadaklien tentangtindakan yang telah dilakukan.
O:Responobyektifklienterhadaptindakankeperawatanyangtelahdilakukan. Dapat diukur
dengan mengobservasi prilaku klien pada
saattindakandilakukan,ataumenanyakankembaliapayangtelah
dilaksanakanataumemberumpanbaliksesuaidenganhasilobservasi.
A:Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkanapakah masalah masih
tetap atau muncul masalah baru atau ada
datakontraindikasidenganmasalahyangada,dapatjugamembandingkan
hasildengantujuan.
P:Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada responklien yangterdiridari
tindaklanjut kliendanperawat
PadaKliendenganGangguanPersepsiSensori:Halusinasi,evaluasikeperawatanyangdiharapkan
sebagaiberikut:
1) Kliendapatmembinahubungansalingpercaya.
2) Kliendapatmengenalhalusinasi.
3) Kliendapatmengontrolhalusinasi.
4) Kliendapatdukungandarikeluargadalammengontrolhalusinasinya.
5) Kliendapatmemanfaatkan obatdenganbaik.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah,L.M.2011.KeperawatanJiwaAplikasiPraktikKlinik.Edisi1.Yogyakarta:GrahaIlmu.

Damaiyanti,M.2012.AsuhanKeperawatanJiwa,Samarinda:RefikaAditama.

Direja,AdeHermanSurya.2011.BukuAjarAsuhanKeperawatanJiwa.Yogyakarta:NuhaMedika.

Fitria,Nita.2012.PrinsipDasardanAplikasiPenulisanLaporanPendahuluandanStrategiPelaksan
aan TindakanKeperawatan.Jakarta:SalembaMedika.

Keliat,BudiAnna.2014.KeperawatanKesehatanJiwaKomunitasCMHN(BasicCourse).Jakarta:EG
C

Kusumawati & Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.Maramis, W.F. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi 9). Surabaya: Airlangga University
Press.Trimelia.2011.AsuhanKeperawatan Klien Halusinasi.Jakarta: TransInfoMedia.
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH DI RSJ DR. RADJIMAN
WEDIODININGRAT

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

RIZA OFILIA PUANA ZELA

P17210204186

PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
KONSEP TEORI

1. DEFINISI

Menurut Keliat, 1998, Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti
dan rendah hati dan rendah diri yang berkepanjngan akibat evaluasi yang negatif terhadap
diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal
karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. Harga diri seseorang diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan
kasih sayang, perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang
buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu
yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu
beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman.

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan
sesuai ideal diri. Ganguan harga diri yang disebut sebagain harga diri rendah dapat terjadi
secara:

a) Situasional, yaitu terjadi terutama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,


kecelakaan, dicerai suami atau istri, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
b) Kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara yang berpikir yang negatif. Kejadian
sakit dan dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respon mal yang adaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa.

Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai dengan ideal diri. Ganguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan
kasih sayang. perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang
buruk. Harga diri meningkat bila diperhatikan atau dicintai dan dihargai atau dibanggakan.
Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Harga diri tinggi
positif ditandai dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok, dan diterima oleh
orang lain. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif
dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman
sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara
negatif dan menganggap sebagai ancaman.

2. ETIOLOGI
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang dalam
tinjaun life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa
kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu
mencapain masa remaja keberadaanya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak
diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga
diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuanya. Menurut Stuart, 2006, faktor- faktor yang mengakibatkan harga diri rendah
kronik meliputi factor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berkut:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang
tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereo type peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakkepercayaan
orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
b. Faktor Presipitasi Menurut yosep, 2009. Faktor presipitasi terjadi haga diri rendah
biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,
kegagalan atau produktifitas yang menurun. Secara umum, ganguan konsep diri
harga diri rendah ini dapat terjadi secara stuasional atau kronik. Secara situasional
karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
perkosaan atau dipenjara. Termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan
harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu
yang membuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan
klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan
meningkat saat dirawat.
c. Perilaku Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang
objektif dan dapat diamati serta perasaan subjektif dan dunia dalam diri klien
sendiri. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah salah satunya
mengkritik diri sendiri, sedangkan keracuan identitasseperti sifat kepribadian yang
bertentangan serta depersonalisasi.

3. KLASIFIKASI
klasifikasi harga diri rendah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Harga Diri Rendah Situsional adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya
memilki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam
berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan)
2) Harga Diri Rendah Kronik adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi
diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama.

4. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan Gejala Menurut Damaiyanti 2008, tanda dan gejala harga diri rendah kronik
adalah sebagai berikut:
a) Mengkritik diri sendiri.
b) Perasaan tidak mampu.
c) Pandangan hidup yang pesimis.
d) Penurunan produktifitas
e) Penolakan terhadap kemampuan diri
f) Rentang Respon Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku
individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif
yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan
penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan
individu an sosial yang maladaptif.

5. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah
situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak pernah
mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin
kecenderungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu
menjadi harga diri rendah. Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor.
Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu
berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak
mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri
sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah
situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan
individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga
diri rendah kronis

6. PENATALAKSANAAN
Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan sehingga
penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada
masa sebelumnya (Pardede, Keliat, & Yulia, 2015). Terapi yang dimaksud meliputi :
1. Psikofarmaka Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan
generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk
golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL (psikotropik untuk
menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol (mengobati kondisi gugup). Obat yang
termasuk generasi kedua misalnya, Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole (untuk
antipsikotik).
2. Psikoterapi Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama

7. POHON MASALAH
8. RENTANG RESPON
Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu
dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan
interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang
negatif dapat dilihat dari hubungan individu an sosial yang maladaptif.

Keterangan:
a. Respon adaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat
membangun (konstruksi) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri
b. Respon maladaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta bersifat
merusak (destruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri
c. Aktualisasi diri : Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat
mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya.
d. Konsep diri positif : Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya
secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu berpikir secara positif dan
realistis.
e. Kekacauan identitas : Suatu kegagalan individu untuk mengintegritasikan berbagai
identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang
harmonis.
f. Depersonalisasi : Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari
lingkungan. Hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan dalam
uji realitas. Individu mengalami kesulitan dalam membedakan diri sendiri dan orang
lain dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya.
9. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek atau jangka
panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk melindungi diri sendiri
dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan (Eko, 2014). Pertahanan tersebut
mencakup berikut ini : Jangka pendek :
a. Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas diri ( misalnya,
konser musik, bekerja keras, menonton tv secara obsesif)
b. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara (misalnya, ikut serta
dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan, atau geng)
c. Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang tidak
menentu (misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk
mendapatkan popularitas)

Menurut Pardede (2019), pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :

1) Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang


terdekat tanpa memerhatikan keinginan,aspirasi,atau potensi diri individu
2) Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan yang
diterima masyarakat.
3) Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi, isolasi,
proyeksi, pengalihan (displacement, berbalik marah terhadap diri sendiri, dan
amuk)

KONSEP ASKEP

Adapun konsep asuhan keperawatan harga diri rendah menurut (Keliat, 2015), adalah sebagai
berikut :

1. Pengkajian
a. Identifikasi klien
b. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan,
topik pembicaraan.
c. Keluhan utama / alasan masuk
1) Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
2) Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal.
d. Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien
e. Biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
f. Sosial Budaya Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
g. Aspek fisik / biologis Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi,
suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ
kalau ada keluhan.
h. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a. Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai.
b. Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki /
perempuan.
c. Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat
dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
d. Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan
penyakitnya.
e. Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri
rendah.
3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
i. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan berbeda dengan diagnosis psikiatri medis dimana diagnosis
keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respons manusia keadaan sehat atau
perubahan pola interaksi aktual atau potensial dari individu atau kelompok tempat perawat
secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah
perubahan. Masalah keperawatan yang dapat disimpulkan dari hasil pengkajian adalah:
1. Gangguan resiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Resiko tinggi prilaku kekerasan
3. Intervensi
Fokus perawat adalah untuk membantu klien memahami diri sendiri secara lengkap
dan akuratsehingga mereka dapat mengarahkan hidup mereka sendiri dengan cara yang
lebih memuaskan. Hal ini berarti membantu klien berusaha menuju masa depan yang lebih
jelas, pengalaman perasaan yang lebih dalam, keinginan, dan keyakinan, kemampuan yang
lebih besar untuk memanfaatkan sumber daya mereka dan menggunakannya untuk tujuan
yang konstruktif; serta persepsi yang lebih jelas tentang arah hidup mereka, dengan asumsi
tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, keputusan mereka, dan tindakan mereka.
Hal ini mungkin terjadi ketika rangsangan dari tubuh meningkat, seperti dikeadaan
nyeri, kelemahan, atau kemarahan, atau ketika rangsangan dari lingkungan yang menurun,
seperti di penurunan sensorik atau sosial. Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien.
1. Tujuan strategi pelaksanaan 1 (SP 1) menurut Fajariyah (2012:16) antara lain :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
c) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
d) Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan.
e) Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.
f) Klien dapat menyusun jadwal untuk melakukan yang sudah dilatih.
2. Kriteria Evaluasi menurut Wijayaningsih (2015:11)
a) Ekspresi wajah bersahabat menunjukan rasa senang, ada kontak mata, atau
berjabat tangan mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau
duduk bersampingan dengan perawat, mau mengeluarkan masalah yang
dihadapi.
b) Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki:
kemampuan yang dimiliki klien, aspek positif keluarga, aspek positif
lingkungan yang dimiliki klien.
c) Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
d) Klien membuat rencana kegiatan harian.
e) Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
f) Klien memanfaatkan sitem pendukung yang ada dikeluarga
3. Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya.
Rasional: Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi selanjutnya. Tindakan yang harus dilakukan dalam
membina hubungan saling percaya adalah :
1. Bina hubungan saling percaya seperti salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak
yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untu mendengarkan klien.
4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong firinya sendiri.
4. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional: Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas,
kontrol diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatan
nya.
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi
pujian yang realistis.
Rasional: Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri.
c) Utamakan memberikan pujian yang realistis.
Rasional: Pujian yang realistis tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan
karena hanya ingin mendapatkan pujian.
5. Menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan yang harus dilakukan adalah :
a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih bisa digunakan selama sakit.
Rasional: Keterbatasan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki
adalah prasarat untuk berubah.
b) Diskusikan pada kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
Rasional: Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk
tetap mempertahankan penggunaannya.
6. Memantu klien dapat memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien. Tindakan yang harus dilakukan adalah :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan. Rasional: Klien adalah individu yang bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri.
b) Tingkatan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien. Rasional: Klien
perlu bertindak secara realisis dalam kehidupannya.
c) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan. Rasional: Contoh
peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan.
d) Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih. Tindakan yang harus
dilakukan adalah :
Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional: Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dirumah.
7. Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional: Reinforcement positif akan menigkatkan harga diri.
8. Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih. Tindakan yang
harus dilakukan adalah :
a) Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatih.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa
dilakukan.
b) Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan klien setiap hari.
Rasional: Reinforcement positif akan menigkatkan harga diri terhadap klien.
c) Tingkatan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
kegiatan.
d) Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih.
Rasional: Meningkatkan kedisiplinan klien dalam menjalan kan kegiatan yang
telah direncakan oleh klien.
e) Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
Rasional: Menghargai pendapat orang lain, dan meningkatkan harga diri klien
supaya klien tidak menjadi orang yang tergantung pada orang lain.

Strategi Pelaksanaan SP Keluarga menurut Direja (2011)

a. Tujuan : Keluarga mampu merawat klien dengan Harga Diri Rendah dirumah dan
menjadi sistem pendukung yang efektif bagi klien.
b. Kriteria evaluasi :
1) Keluarga mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien.
2) Keluarga mampu menyediakan fasilitas untuk klien melakukan kegiatan.
3) Keluarga mampu mendorong klien melakukan kegiatan
4) Keluarga mampu memuji klien saat klien melakukan kegiatan.
5) Keluarga mampu membantu melatih klien.
6) Keluarga mampu membantu menyusun jadwal kegiatan klien.
7) Keluarga mampu membantu perkembangan pasien.
c. Intervensi : Strategi pelaksanaan SP 1 keluarga
1) Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat klien
Rasional: Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri
dirumah.
2) Jelaskan proses terjadinya harga diri rendah
3) Jelaskan tentang cara merawat klien harga diri rendah
Rasional: Meningkatkan peran keluarga dalam merawat klien dirumah.
4) Susun jadwal keluarga untuk merawat klien Rasional: Jadwal yang tepat
membantu keluarga untuk mensupport klien dalam mempercepat proses
penyembuhan.

Strategi pelaksanaan SP 2 keluarga

1) Evaluasi kemampuan
A. Latih keluarga langsung ke klien
B. Menyusun jadwal keluarga untuk merawat klien

Strategi pelaksanaan SP 3 keluarga

1) Evaluasi kemampuan keluarga


2) Evaluasi kemampuan klien
3) Susun jadwal keluarga untuk follow up dan rujukan

4. Implementasi

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan


keperawatan yang telah dibuat. Tindakan keperawatan dilakkan sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi pasien saai ini. Perawat bekerja sama dengan pasien, keluarga, dan tim
kesehatan lain dalam melakukan tindakan. Tujuannya adalah memberdayakan pasien dan
keluarga agar mampu mandiri memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan keterampilan
koping dalam menyesuaikan masalah. Perawat bekerja dengan pasien dan keluarga untuk
mengidentifikasi kebutuhan mereka dan memfasilitasi pengobatan malalui kolaborasi dan
rujukan (Keliat, 2011:10).

a) Strategi pelaksanaan SP 1 klien menurut Fajariyah (2012)


1. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2. Membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3. Membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih
kemampuan yang sudah dipilih d. Menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan
yang telah dilatih dalam rencana harian
b) Strategi pelaksanaan SP 2 klien
1. Melatih klien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan klien
c) Strategi pelaksanaan SP 1 keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien dirumah
2. Menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah
3. Menjelaskan cara merawat klien dengan harga diri rendah d.
Mendemonstrasikan cara merawat klien dengan harga diri rendah
4. Memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikan cara merawat
d) Strategi pelaksanaan SP 2 keluarga
1. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien dengan masalah harga diri
rendah langsung kepada klien
e) Strategi pelaksanaan SP 3 keluarga a. Membantu perencanaan pulang bersama
keluarga
1. Membantu perencanaan pulang bersama keluarga
5. Evaluasi Kemampuan yang diharapkan dari pasien menurut (Keliat, 2016), yaitu:
1. Pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimliki
2. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat dikerjakan
3. Pasien dapat melatih kemampuan yang dapat dikerjakan
4. Pasien dapat membuat jadwal kegiatan harian
5. Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai jadwal kegaiatan harian
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Gosyen Publishing

Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC

Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT. Refika Aditama

Yosep, Iyus dan Titin Sutini. 2014. Buku Ajar Kerawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai