Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DISUSUN OLEH :
NISA AZZAHARA
221000414901024

CI AKADEMIK :

Ns. Nike Puspita Alwi, M. Kep

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESMAS


UNIVERSITAS PRIMA NUSANTARA BUKIT TINGGI
2022/2023
A. Konsep Dasar Risiko Perilaku Kekerasan
1. Definisi
Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka
perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diiarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk
yaitu saat sedang berlangsung kekerasaan atau riwayat perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri
sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan. Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan
khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang
biasanya disebut dengan perasaan marah (Depkes RI, 2006, Berkowitz, 1993
dalam Dermawan dan Rusdi, 2013).

2. Etiologi
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis menjadi salah satu faktor penyebab karena kegagalan yang
dialami dapat menimbulkan seseorang menjadi frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan.
2) Perilaku juga mempengaruhi salah satunya adalah perilaku kekerasan,
kekerasan yang didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka perilaku
tersebut diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi
dan dijadikan perilaku yang wajar.
3) Sosial budaya dapat mempengaruhi karena budaya yang pasif-agresif dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolaholah kekerasan adalah hal yang wajar.
4) Bioneurologis beberapa pendapat bahwa kerusakan pada sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter
ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
1) Ekspresi diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social
ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkohlisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
6) Kematiaan anggota keluaraga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

3. Pohon Masalah
Risiko Perilaku Kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)
(Effect)

Perilaku Kekerasan (Core)

Harga Diri Rendah Kronis (Causa)

4. Rentang Respon
Respon marah berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan maladaptive
Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Pasif Perilaku kekerasan


Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif, asertif, dan
agresif/ perilaku kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Dermawan dan Rusdi
2013).
a. Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan pada
individu.
b. Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapakn perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan dengan
tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
c. Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang sangat
tinggi atau ketakutan (panik) Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa
bersalah dapat menimbulkan kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku
kekerasan. Respon rasa marah bisa diekspresikan secara eksternal (perilaku
kekerasan) maupun internal (depresi dan penyakit fisik).

Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif, menggunakan kata-


kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan
memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan sehingga perasan marah
dapat teratasi. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan
biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat.

Cara demikian tidak menyelesaikan masalah, bahkan dapat menimbulkan


kemarahan yang berkepanjangan dan perilaku destruktif. Perilaku yang tidak
asertif seperti menekan rasa marah dilakukan individu seperti pura-pura tidak
marah atau melarikan diri dari perasaan marahnya sehingga rasa marah tidak
terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulakn rasa bermusuhan yang lama
dan suatu saat akan menimbulkan perasaaan destruktif yang ditunjukan kepada
diri sendiri. (Dermawan dan Rusdi 2013).

5. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Menurut (Damaiyanti 2014) tanda dan gejala yang ditemui pada klien melalui
observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Muka merah dan tegang.
b. Pandangan tajam.
c. Mengatupkan rahang dengan kuat.
d. Mengepalkan tangan.
e. Jalan mondar-mandir.
f. Bicara kasar.
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak.
h. Mengancam secara verbal atau fisik.
i. Melempar atau memukul benda/orang lain.
j. Merusak benda atau barang.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut Roman dan Walid (2012) pengkajian adalah tahap awal dan dasar
dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan
bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data.
Samber data terbagi menjadi dua yaitu sumber data primer yang berasal dari klien
dan sumber data sekunder yang diperoleh selain klien seperti keluarga, orang
terdekat, teman, orang lain yang tahu tentang status kesehatan klien dan tenaga
kesehatan. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi factor
predisposisi, factor presipitas, penilaian terhadap stressor, sumber kopin, dan
kemampuan koping yang dimiliki klien.
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Datadata tersebut dikelompokkan menjadi factor predisposisi, presipitasi,
penilaian terhadap stressor sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki
klien. Datadata yang diperoleh selama pengkajian juga dapat dikelompokkan
menjadi data subjektif dan data objektif (Deden dan Rusdi, 2013).
Menurut Keliat (2010), data yang perlu dikaji pada pasien dengan prilaku
kekerasan yaitu pada data subyektif klien mengancam, mengumpat dengan kata-
kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan
menuntut. Pada data objektif klien menunjukkan tanda-tanda mata melotot dan
pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan
tegang, postur tubuh kaku dan suara keras. (Handayani et al., 2017).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan ialah identifikasi atau penilaian terhadap pola respons
klien baik actual maupun potensial dan merupakan dasar pemilihan intervensi
dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan oleh perawat yang bertanggung
jawab. (Muhith, 2015., Stuart 2016. )
Data-data yang mendukung analisa data menurut (Keliat, 2010) :
a. Data subjektif : klien mengatakan jengkel dengan orang lain, mengupkankan
rasa permusuhan yang mengancam, klien meras tidak nyaman, klien merasa
tidak berdaya, ingin berkelahi, dendam.
b. Data objektif : tangan dikepal, tubuh kaku, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, nada suara tinggi, waspada, pandangan tajam, reflek cepat, aktivitas
motor meningkat, mondar-mandir, merusak secara langsung benda-benda
yang berada dalam lingkungan, menolak, muka merah, nafas pendek.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa SLKI SIKI


Resiko Perilaku Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Perilaku Kekerasan
Kekerasan keperawatan selama 3x24 jam, (l.14544)
maka control diri meningkat. 1. Monitor adanya benda yang berpotensi
membahayakan.
Kriteria Hasil : 2. Perhatikan lingkungan bebas dari
1. Verbalisasi ancaman kepada bahaya secara rutin.
orang lain menurun. 3. Libatkan keluarga dalam perawatan.
2. Verbalisasi ancaman 4. Latih cara mengungkapkan perasaan
menurun. secara asertif.
3. Suara Keras Menurun. 5. Latih mengurangi kemarahan secara
4. Bicara ketus menurun. verbal dan non verbal.
Promosi Koping (L.09312)
1. Identifikasi kegiatan jangka panjang
dan pendek sedui tujuan.
2. Identifikasi Kemempuan yang dimiliki.
3. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan.
4. Diskusi untuk mengklarifikasi
kesalahpahaman dan mengevaluasi
perilaku sendiri.
5. Anjurkan menungkapkan perasaan dan
persepsi.
6. Ajarkan cara memecahkan masalah.
7. Latih penggunaan teknik relaksasi.

4. Implementasi keperawatan
Dalam mengimplementasikan rencana asuhan, perawat kesehatan jiwa
menggunakan kisaran tindakan yang dirancang untuk mencegah penyakit fisik dan
jiwa dan meningkatkan, mempertahankan, serta mengembalikan kesehatan jiwa
dan fisik. Tindakan harus berfokus pada berbagai tritmen psikososial dan biologis
serta melibatkan klien, keluarga, dam pelaku rawat jika memungkinkan (Stuart,
2016).

5. Evaluasi keperawatan
Asuhan keperawatan adalah proses dinamis yang melibatkan perubahan pada
status kesehatan klien sepanjang waktu, meningkatnya kebutuhan data, berbagai
diagnosis, dan modifikasi rencana asuhan keperawatan (Stuart, 2016).

Anda mungkin juga menyukai