Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PERILAKU KEKERASAN

Kelompok : 3

Disusun Oleh:
Muhammad Faris (1440122034)

Rahma Adira Assari (1440122045)

Raudatul Jannah (1440122047)

Vionica Dwi Oktavia (1440122063)

PROGRAM STUDI DII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

A. MASALAH UTAMA
Perilaku kekerasan

B. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Definisi
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan pada orang lain adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk
melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat
berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting dan semua yang ada
di lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam 2 bentuk yaitu sedang
berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Untari 2021).
Perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau
ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa
ancaman serangan fisik atau konsep diri (pardede, 2020).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk tindakan yang bertujuan untuk melukai
dirinya dan seseorang secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan ini
dapat dilakukan secara verbal.untuk mencederai diri sendin, orang lain, dan
lingkungannya, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol
(wulansari & sholihah 2021). Resiko perilaku kekerasan merupakan salah satu
respon marah diekspresikan dengan melakukan ancaman, menciderai diri sendiri
maupun orang lain dan dapat merusak lingkungan sekitar (pardede 2020)
2. Penyebab
Menurut Afnuhazi (2015), menyebabkan perilaku kekerasan antara lain

a. Faktor presdisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi. yang artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jka faktor berikut dialami oleh individu:
a) Psikologis kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditilak, dihina, dianiaya.
b) Perilaku reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek
ini. menstimulus individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive)
d) Bioneurologis, kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter turut berpengaruh dalam terjadinya
perilaku kekerasan

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi


dengan orang lain. Kondisi pasien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percauya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintainya atau pekerjaan. dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang
lain interaksi yang profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku
kekerasan.
3. Jenis

a) Irritable aggression
Merupakan tindak kekerasan akibat ekspresi perasaan marah. Agresi ini
dipicu oleh oleh frustasi dan terjadi karena sirkuit pendek pada proses
penerimaan dan memahami informasi dengan intensitas emosional yang
tinggi (directed against un available target)

b) Instrumental aggression.
Suatu tindak kekerasan yang dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan
tertentu. Misalnya untuk mencapai tujuan politik tertentu dilakukan tindak
kekerasan secara sengaja dan terencana

c) Mass aggression
Suatu tindak agresi yang dilakukan oleh massa sebagai akibat kehilangan.
individualitas dari masing-masing individu. Pada saat orang berkumpul
terdapat kecenderungan berkurangnya individualitas, bila ada ada
seseorang yang mempelopori tindak kekerasan maka secara otomatis
semua akan ikut melakukan kekerasan yang dapat semakin meninggi
karena saling membangkitkan. Pihak yang menginisiasi tindak kekerasan
tersebut bisa saja melakukan agresi instrumental (sebagai provokator)
maupun agresi permusuhan karena kemarahan tidak terkendali (Muhith,
2015)
4. Rentang respon

1. Respon Adaptif
a. Asertif individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang
lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternative

2. Respon Maladaptif
a. Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
b. Agresif perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol
c. Kekerasan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol (Mulia, 2020)

5. Proses terjadinya masalah


a. Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu :
1) Psikologis : kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak,dihina,dianiaya, dan sangsi
penganiayaan.
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permisssive)
4) Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan
5) Faktor sosial budaya , Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima
(Prabowo,2014:142).
6) Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori
menurut Bandura bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang
lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin
sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi.
Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu memdefinisikan espresi marah yang dapat diterima dan
yang tidak dapat diterima.
b. Faktor presiptasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa
terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lungkungan.
3) Lingkungan: panas, padat dan bising

6. Tanda dan gejala


Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017) Terdapat 2
tanda dan gejala yaitu mayor dan minor pada pasien perilaku kekerasan.

1. Mayor subjektif
 Mengancam
 Mengumpat dengan kata-kata kasar
 Suara keras
 Bicara ketus

2. Objektif
 Menyerang orang lain.
 Melukai diri sendirvorang lain
 Merusak lingkungan
 Perilaku agresif amuk

3. Minor objektif
 Mata melotot atau pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup, wajah memerah
 Postur tubuh kaku
7. Akibat
Pasien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan – tindakan berbahaya
bagi dirinya, orang lain, maupun lingkungan, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah (Nadek, 2019).
8. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan. mekanisme koping yang konstruktif
dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan
adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi,
represi, dan resaksi formasi.

9. Penatalaksaan

Menurut (Prabowo, 2014) penatalaksanaan pada klien dengan


perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Terapi Farmakologi

Pasien dengan perilaku kekerasan perlu perawatan dan


pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika
yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: Clorpromazine
HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila
tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya
Trifluoperazine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakan Transquilizer bukan obat antipsikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai
efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi (Prayeka, 2017).
Ada juga menurut (Sentosa, 2020) dengan menggunakan obat
obatan diantaranya anti psikotik, anti depresan, anti ansietas, anti
manik, dan anti parkinson.
b. Terapi Okupasi

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja.


Terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan seperti itu,
ini sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan
kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak
harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti
membaca koran, bemain catur. Terapi ini merupakan langkah
awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi
setelah dilakukannya seleksi dan ditentukannya program
kegiatannya (Prayeka, 2017).

c. Peran serta keluarga

Keluarga merupakan system pendukung utama yang


memberikan perawatan lansung pada setiap keadaan pasien.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladatif, menanggulangi perilaku
maladaptive, dan memulihkan perilaku maladaptif ke perilaku
adaptif sehingga derajat kesehatan pasien dapat ditingkatkan
secara optimal (Prayeka, 2017).
d. Terapi somatic

Menurut Depkes RI (2000) menerangkan bahwa terapi


somatik terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan
pada kondisi fisik pasien, tetapi target terapi adalah perilaku
pasien (Nadek, 2019).
10. Pohon masalah

Effect Resiko mencederai diri sendiri,


orang lain, dan lingkungan

Core problem Perilaku kekerasan

Causa Gangguan harga diri : harga diri rendah

11. Diagnosa Keperawatan


a. Risiko mencederai diri sedniri,orang lain,dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan
b. Peerilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
12. Rencana Asuhan Keperawatan
Tindakan.

1) Bina hubungan saling percaya


Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar. pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang
harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2) Diskusikan bersam pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara social
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku pasien yang biasa dilakukan saat marah
secara
a) Verbal
b) Terhadap orang lain.
c) Terhadap diri sendiri
d) Terhadap lingkungan.
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.

6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara

a) Fisik: Pukul bantal, tarik nafas dalam


b) Obat
c) Spiritual: Shalat, berdoa sesuai kenyakinan pasien
7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
a) Latihan nafas dalam dan pukul bantal-kasur
b) Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul bantal-kasur
8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secam sosial atau verbal
a) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
9) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a) Latih mengontrol marah secara spiritual: shalat, berdoa.
b) Buat jadwal latihan shalat dan berdoa.
10) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
a) Latih pasien minum obat secara teratur dengan dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai dengan penjelasan guna obat dan
akibat berhenti minum obat
b) Susun jadwal minum obat secara teratur
11) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
mengontrol Perilaku Kekerasan.
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan
mempunyai dosis. efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang
berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya trifluopemsineestelasine atau
transquilizer keduanya mempunyai efek anti tegang.anti cemas,dan anti
agitasi (Prabowo, 2014).
b. Terapi okupasi
Terapi ini dengan terapi kerja, namun bukan pemberian pekerjaan atau
kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalan terapi ini
tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti
membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting
setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi.
Terapi ni merupakan langkah awal yang dilakukan oleh petugas terhadap
rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program
kegiatannya (Prabowo, 2014).
c. Peran serta keluarga.
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan pasien. Perawat membantu
keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal
masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi
perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang
sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga
yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah
perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptif (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif ke
perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien
dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (Prabowo, 2014).
d. Terapi somatic
Terapi somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku maladaftif menjadi perilaku
adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik
pasien,terapi adalah perilaku pasien (Prabowo, 2014)
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall
dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang menangani
skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah
setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Prabowo,2014).
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
PADA PASIEN PERILAKU KEKERASAN (PK)

1. Proses keperawatan
a. Kondisi pasien
Pasien mengatakan memukul istrinya dengan sapu, menendang pintu,
memecahkan piring, berbicara dengan nada tinggi dan suara keras dan
mengeluarkan kata-kata kotor. Tangan mengepal, mata melotot., mata merah,
wajah tegang dan memerah, rahang terkatup kuat. Pasien mengatakan marah
karena istrinya tidak memberikan uang.
b. Diagnosa keperawatan
 Perilaku kekerasan
c. Tujuan khusus
a. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.
d. Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yangdilakukannya.
e. Klien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya.

d. Tindakan keperawatan
1. Membina hubungan saling percaya
a. Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b. Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang Perawat sukai, serta tanyakan
nama dan nama panggilan pasien yang disukai
c. Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d. Buat kontrak asuhan : apa yang Perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya dimana
e. Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
f. Tunjukkan sikap empati.
2. Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah/perilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu.
3. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah secara Verbal :
a. Terhadap orang lain
b. Terhadap diri sendiri
c. Terhadap lingkungan
4. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
5. Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara
a. Patuh minum obat
b. Fisik:tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
c. Sosial/verbal: bicara yang baik: mengungkapkan, menolak dan meminta
rasa marahnya
d. Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

2. Strategi komunikasi pelaksanaan tindakan keperawatan

SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab


perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I (nafas dalam dan
pukul bantal)
a. Orientasi
1. Salam terapiutik
“Assalamualaikum pak, perkenalkan nama saya A, biasa panggil saya A, saya
perawat yang dinas diruangan ini. Hari ini saya dinas pagi dari pukul 07.00-
14.00 wib. Saya yang akan merawat bapak selama bapak di rumah sakit ini.
Nama bapak siapa?, senangnya dipanggil siapa?”
2. Evaluasi
a. “Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
b.“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah
bapak”
3. Kontrak
a. “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10
menit?
b. “Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana
kalau di ruang tamu?”

b. Kerja
a. “Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah
marah? Terus, apa yang menyebabkan bapak marah ? Samakah dengan yang
sekarang?. O..iya, jadi ada 2 penyebab marah bapak”. “Pada saat penyebab
marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum menyediakan
Makanan (misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?”
(tunggu respons pasien)
b. “Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”. “Setelah itu apa yang
bapak lakukan? jadi bapak memukul istri bapak dan memecahkan piring,
apakah dengan cara ini makanan terhidang? Apa kerugian cara yang bapak
lakukan? Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik?
c. Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”. ”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan,
pak. Salah satunya adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik
disalurkan rasa marah. Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu
cara dulu?”. Begini pak, kalau tanda-tanda marahtadi sudah bapak rasakan
maka bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, Tarik dari hidung, bagus, tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya.
Bagaimana perasaannya?”. Cara kedua adalah memukul bantal. Kalau ada
yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar,
mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan
bantal”. “Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar
bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba
bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak
melakukannya”.“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
d. “Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

c. Terminasi
1. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol rasa marah dengan cara latihan nafas dalam dan pukul bantal
kasur?
2. Evaluasi obyektif
a. Coba bapak sebutkan kembali penyebab bapak sering marah-marah?
bagaimana tanda-tanda jika bapak mulai ada rasa marah? Dan apa
kerugian jika bapak mengamuk?.
b. Coba bapak sebutkan cara mengontrol marah bapak dengan cara apa …..
ya bagus pak
c. Nah sekarang coba bapak praktikkan lagi cara mengntrol marah

3. Kontrak
1. Topik
Baik pak saya akan kembali lagi menemui bapak besok untuk melihat
sejauh mana bapak dapat melakukan nafas dalam dan pukul bantal kasur
untuk mengontrol marah dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah dengan minum obat.
2. Tempat
Tempatnya dimana pak ? bagaimana kalau tetap di tempat ini saja nanti ?
jadi besok kita bertemu lagi di sini ya pak?
3. Waktu
Berapa lama pak? 15 menit? Baiklah pak kita besok bertemu lagi disini ya
pak. Saya permisi dulu ya pak. Wasalamualaikum
4. Tindak lanjut
Selanjutnya bapak dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi
selama saya tidak ada. Sehingga Ibu lebih siap untuk melakukan latihan
fisik bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul.
SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Orientasi
1. Salam terapeutik
“Assalamualaikum pak, apakan bapak masih ingat dengan saya? sesuai dengan
janji saya kemarin, hari ini kita bertemu lagi”
2. Evaluasi
“Bagaimana perasaan bapak pagi ini? Apakah bapak sudah melakukan latihan
tarik napas dalam, pukul kasur bantal ?, apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur?
3. Kontrak
“Sesuai dengan janji kita kemarin sekarang kita bicara dan latihan tentang cara
minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit”

b. Kerja
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”Berapa macam obat yang Bapak minum?
Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak minum? Bagus! “Obatnya ada tiga
macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang,
yang putih ini namanya THP agar rileks dan tegang, dan yang merah jambu ini
namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus
bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”. “Bila nanti
setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya
bapak bisa mengisap-isap es batu”.“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak
sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu”“Nanti di rumah sebelum minum
obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah benar nama bapak tertulis
disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca
juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster
kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”“Jangan pernah menghentikan minum
obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena dapat terjadi
kekambuhan.”
c. Terminasi
1. Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum
obat yang benar?”
“Coba bapak sebutkan lagi jenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar?”
2. Evaluasi obyektif
Coba bapak sebutkan lagi cara minum obat yang benar? Iya bagus bapak
3. Kontrak
1. Topik
baik, besok saya akan kembali lagi untuk melihat sejauh mana bapak
melaksanakan minum obat dengan teratur, serta apakah hal tersebut dapat
mencegah rasa marah. Besok saya akan kemari lagi dan melatih bapak
mengontrol marah dengan sosial atau verbal.
2. Tempat
Tempatnya dimana pak ? bagaimana kalau tetap di tempat ini saja nanti ?
jadi besok kita bertemu lagi di sini ya pak?
3. Waktu
Berapa lama pak? 15 menit? Baiklah pak kita besok bertemu lagi disini ya
pak. Bapak ingin bertemu jam berapa? Baik jam 10 pagi ya. Saya permisi
dulu ya pak. Assalamualaikum
4. Rencana tindak lanjut
Sekarang mari kita masukan minum obat dalam jadwal.
SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
a. Orientasi
1. Salam terapeutik
“Assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita
ketemu lagi untuk menambah cara meredakan marah”
2. Evaluasi
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal?, dan apakah bapak sudah minum obat secara teratur? apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”. “Coba saya lihat jadwal
kegiatan hariannya.”“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri
tulis M, artinya mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya
dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa
melakukan
3. Kontrak
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang
sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?”

b. Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah
sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah
lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga
caranya pak:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya
karena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan
baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini
untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus
pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu
itu’. Coba praktekkan. Bagus” nanti jika marah timbul maka bapak harus
menerapkan yang saya ajari kemarin seperti nafas dalam dan pukul Kasur
bantal.
c. Terminasi
1. Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
2. Evaluasi obyektif
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
3. Kontrak
1. Topik
Besok kita akan membicarakan cara mengtasi rasa marah bapak dengan
cara ibadah/spiritual
2. Tempat
Tempatnya dimana pak ? bagaimana kalau tetap di tempat ini saja nanti ?
jadi besok kita bertemu lagi di sini ya pak?

3. Waktu
Berapa lama pak? 20 menit? Baiklah pak kita besok bertemu lagi disini ya
pak. Bapak ingin bertemu jam berapa? Baik jam 08 pagi ya pak. Saya
permisi dulu pak. Assalamualaikum
4. Rencana tindak lanjut
“Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari
bapak ingin latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat,
uang, dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a. Orientasi
1. Salam terapeutik
“Assalamualaikum pak, apakan bapak masih ingat dengan saya? sesuai dengan
janji saya kemarin, hari ini kita bertemu lagi”
2. Evaluasi
baimana perasaan bapak pagi hari ini?. apakah bapak sudah melakukan latihan
tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal? Bagaimana dengan minum
obatnya? Dan bagaimana dengan cara berbicara yang baik, apakah bapak
sudah melakukannya?.
3. Kontrak
Sekarang kita melanjutkan berbicang-bincang tentang cara mengontrol rasa
marah dengan cara ibadah. seusai kontrak kemarin, kita akan bicara selama 20
menit ya pak.
b. Kerja
Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan sebelumnya di rumah?
Baik pak, ada banyak kegiatan ibadah ya. Nah, dari berbagai kegiatan ini menurut
bapak mana yang kira-kira efektif yang bisa dilakukan di rumah sakit? Baik,
bapak memilih dengan Istighfar ya? Nah kalau sedang marah coba bapak
langsung duduk dan tarik nafas dalam, jika tidak reda juga marahnya rebahkan
badan agar rileks. Setelah nafas dalam bapak bisa merasa rileks, kemudian bapak
ucapkan Astaghfirullahaladzim. Mari kita cobakan pak? bagus sekali. bapak bisa
lakukan kegiatan ini secara teratur untuk meredakan kemarahan ya pak.

c. Terminasi
1. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengendalikan marah dengan cara melakukan kegiatan spiritual?
2. Evaluasi obyektif
Coba bapak sebutkan lagi ada berapa cara mengendalikan marah yang sudah
kita pelajari? Bagus sekali bapak.
3. Kontrak
1. Topik
Besok saya akan datang lagi, nanti kita akan bicarakan kemampuan bapak
yang telah kita latih selama ini dan apakah bapak sudah bisa mengontrol
rasa marahnya?
2. Tempat
Bapak mau dimana? Bagaimana jika disini lagi? Baik jadi besok kita
bertemu lagi disini jam 10 ya pak. Assalamualaikum
3. Waktu Bapak mau jam berapa ? baik jam 10 pagi ya.
4. Rencana tindak lanjut
Melakuan evaluasi cara yang sudah di ajarkan untuk meredakan marah
DAFTAR PUSTAKA
Prabowo,Eko.2014.konsep dan aplikasi:Asuhan keperawatan jiwa.Nuha
Medika.Yogyakarta.
Muhith, Abdul 2015, Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi, edisi 1, CV
Andi Offset, Yogyakarta.
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa.Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Sutejo. 2017. Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa: Ganguan
Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.
Yusuf dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Nadek, V. F. 2019. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Tn M.B Dengan
Perilaku Kekerasan Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Naimata
Kupang. POLTEKES KEMENKES KUPANG.

Anda mungkin juga menyukai