Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

PERILAKU KEKERASA (PK)

Disusun oleh:
Selamet agung permadi
202201003

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAPTA BAKTI


BENGKULU
TAHUN AJARAN 2023/2024
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons terhadap stresor yang dihadapi
oleh seseorang. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik kepada diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan. Melihat dampak dari kerugian yang ditimbulkan,
maka penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan
tepat oleh tenaga-lenaga yang profesional (Keliat dan Akemat, 2009). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara fisik
dapat membahayakan baik bagi diri sendiri dan orang lain (Videbeck, 2008).
Perilaku kekerasan di anggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah atau
katakutan/panik. Panilaku agresif dan perilaku kekerasan sering dipandang sebagai
rentang dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi
yang lain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau
marah. Hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi
secara mendalam tersebut terkadang perilaku menjadi agresif atau melukai karena
penggunaan koping yang kurang bagus. Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh
gelisah tak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2011).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan merupakan suatu akibatdari
respons marah dan dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri,orang lain,
danlingkungan.
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Riyadi dan Purwanto (2009) faktor-faktor yang mendukung terjadinya
perilaku kekerasan adalah
1) Faktor biologis
a) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri) Teori ini menyatakan
bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan
dasar yang kuat.
b) Psycomatic theory (teori psikomatik) Pengalaman marah adalah akibat
dari respon psikologis terhadap stimulus ekstemal, internal maupun
lingkungan. Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk
mengekspresikan maupun menghambat rasa mara
2) Faktor psikologis
a) Frustasion aggresion theory (teori argesif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu
berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
b) Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang 8 diterima
pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di
rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulai individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
c) Existential theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar
manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui
perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya
melalui perilaku destruktif.
3) Faktor sosio cultural
a) Social enviroment theory (tean lingkungan )
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam
(pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
b) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi.
b. Faktor Presipitasi Stressor
Yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat buruk.
Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh stressor yang
berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan, kematian, krisis dan lain-
lain. Sedangkan dari dalam adalah 9 putus hubungan dengan seseorang yang
berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang kontrol,
menurunnya percaya diri dan lain-lain. Selain itu lingkungan yang terlalu ribut,
padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat
memicu perilaku kekerasan.

3. Tanda dan Gejala


a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Mengepalkan tangan
d. Mengatupkan rahang dengan kuat
e. Bicara kasar
f. Suara tinggi
g. Menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal dan fisik
i. Melempar atau memukul benda/orang lain
j. Merusak barang atau beda
k. Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan
4. Rentang Respon
Menurut Stuart & Sundenen (1998) rentang respon perilaku kekerasan dapat
digambarkan sebagai berikut :

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Keterangan :
a. Asertif : Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan orang lain
b. Frustasi : Respon yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,
kepuasan, atau rasa aman
c. Pasif : Keadaan dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang di alaminya.
d. Agresif : Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
menuntut sesuatu tapi masih terkontrol.
e. Kekerasan dan amuk : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
hilangnya contol.

5. Patofisiologi
Stres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi
oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan
perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara, yaitu:
mengungkapkan secara verbal, menekan dan Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani,
Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013 14 menantang. Kemarahan diawali oleh adanya
stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit,
hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor ekternal bisa berasal dari ledekan,
cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan
sebagainya, hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem
individu (disruption and loss). Videbeck (2008) mengatakan pemaknaan dari individu
pada setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan menjadi hal terpenting

6. Jenis jenis perilaku kekerasan


Bentuk kekerasan ini dibagi menjadi tiga, yaitu kekerasan fisik, kekerasan struktural,
dan kekerasan psikologis.
a. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu kekerasan yang terjadi secara nyata atau
dapat dilihat dan dirasakan oleh tubuh langsung. Kekerasan fisik ini seringkali
meninggalkan bekas luka bagi penerima kekerasan atau korban tindak kekerasan,
sehingga ketika ingin melaporkan tindak kekerasan ini akan divisum terlebih
dahulu. Adapun wujud dari kekerasan fisik, seperti pemukulan, pembacokan,
bahkan hingga menghilangkan nyawa seseorang.
b. Kekerasan Struktural
Kekerasan struktural ini bisa dibilang sebagai kekerasan yang sangat
kompleks karena bukan hanya berkaitan dengan individu saja, tetapi juga sering
terjadi dengan suatu kelompok. Kekerasan struktural adalah jenis kekerasan yang
dapat terjadi dan pelakunya bisa kelompok atau seseorang dengan cara memakai
sistem hukum, sistem ekonomi, atau norma-norma yang terjadi pada lingkungan
masyarakat
c. Kekerasan Psikologis
Kekerasan psikologis adalah kekerasan yang di mana dilakukan untuk
melukai mental atau jiwa seseorang, sehingga bisa menyebabkan seseorang
menderita gangguan jiwa. Kekerasan psikologis ini lebih dikenal oleh masyarakat
banyak dengan nama kekerasan psikis. Bentuk dari kekerasan psikologis
biasanya, seperti ucapan yang menyakitkan hati, melakukan penghinaan terhadap
seseorang atau kelompok, melakukan ancaman, dan sebagainya.
Kekerasan bukan hanya dapat dilihat dari bentuk kekerasan saja, tetapi dapat dilihat
juga berdasarkan pelakunya. Adapun kekerasan berdasarkan pelakunya dibagi
menjadi dua, yaitu kekerasan individual dan kekerasan kolektif.

a. Kekerasan Individual
Kekerasan individual adalah jenis kekerasan yang di mana kekerasannya
dilakukan oleh seseorang kepada seseorang lainnya atau bisa juga lebih dari
seseorang. Biasanya kekerasan individual ini terjadi dalam bentuk kekerasan,
seperti pemukulan, pencurian, penganiayaan, dan lain-lain. Kekerasan individual
ini bisa saja terjadi di lingkungan terdekat kita, sehingga kita perlu selalu
waspada agar tidak menjadi korban kekerasan.
b. Kekerasan Kolektif
Kekerasan kolektif adalah kekerasan yang di mana dilakukan oleh sebuah
kelompok atau massa. Biasanya kekerasan ini terjadi karena adanya perselisihan
antar kelompok, sehingga memicu terjadinya tawuran, bentrokan, dan lain-lain.
Kekerasan kolektif ini bisa merugikan infrastruktur yang ada disekitarnya. Lebih
parahnya, kekerasan ini bisa menimbulkan korban jiwa.

7. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri
antara lain :
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiasakan kemarahanya kepada objek lain
seperti meremas remas adonan kue ,meninju tembok dan sebagainya, tujuanya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kedalam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuannya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa benci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekankan dan akhirnya ia dapat melupakanya
d. Reaksi
Formasi Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebihi lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan mengunakanya
sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tetarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orng tersebut dengan kuat.
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada objek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya, Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan 14
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai
bermain pedang-pedangan dengan temannya (Prabowo,2014).

8. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan
medis dan penatalaksanaan keperawatan ( Yosep, 2007 ). Penatalaksanaan medis
dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode psikofarmakologi dan metode
psikososial. Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis klien dengan
perilaku kekerasan yaitu:
1) Psikofarmakologi
a) Anti Cemas dan Sedatif Hipnotik
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepin
seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan didalam kedaruratan
psikiatri untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini
direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena dapat menyebabkan
kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk gejala depresi.
Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami effect dari Benzodiazepin
dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif. Buspirone obat anti
cemas, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan
dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya
perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala, demensia dan
’developmental disability’.
b) Anti depresi
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien
yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone,
efektif untuk menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera
kepala dan gangguan mental organik.( Keliat, Dkk. 2005).

9. Pohon masalah
Effek: Resiko menciderai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan

Core problem: Resiko perilaku kekerasan

Cause: Halusinasi

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
I. IDENTITAS KLIEN.
a) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang nama perawat dan panggilannya, nama pasien dan panggilan yang
disukainya tujuan dan tempat pertemuan serta topik yang akan dibicarakan.
b) Umur , informan dan no RM
c) Kaji identitas penanggung jawab
II. ALASAN MASUK / KELUHAN UTAMA.
Tanyakan pada klien dan keluarga :
a. Apa yang menyebabkan klien / keluarga datang ke RS saat ini (observasi juga
tanda dan gejala yang ada).
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini dan
bagaimana hasilnya.
III. FAKTOR PREDISPOSISI.
a. Tanyakan pada klien / keluarga apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa di masa lalu
b. Tanyakan hasil pengobatan sebelumnya
c. Tanyakan pada klien apakah ia pernah melakukan dan atau mengalami dan
atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal

IV. PSIKOSOSIAL.
1. Genogram.
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dengan keluarga.
2. Konsep Diri.
a. Citra tubuh.
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai
dan tidak disukai.

b. Identitas diri.
Tanyakan tentang status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat kerja, kelompok, kepuasan
klien sebagai laki-laki atau perempuan).
c. Peran.
Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam keluarga / kelompok /
masyarakat. Kemampuan klien dalam melaksanakan tugas / peran.
d. Ideal diri.
Tanyakan tentang harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas / peran, dan
harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekoah, tampat kerja,
masyarakat).
e. Harga diri.
Tanyakan hubungan klien dengan orang lain dan penilaian / penghargaan
orang lain terhadap diri dan kehidupannya.
3. Hubungan sosial
a. Tanyakan pada klien siapa orang yang berarti dalam kehidupannya, tempat
mengadu, tempat bicara, minta bantuan, sokongan.
b. Tanyakan pada klien kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat.
c. Tanyakan pada klien sejauh mana dia terlibat dalam kelompok di
masyarakat.
d. Tanyakan apa hambatan dalam berhubungan.
4. Spiritual.
a. Nilai dan keyakinan
Tanyakan tentang pandangan dan keyakinan tentang gangguan jiwa sesuai
dengan norma budaya dan agama yang dianut dan pandangan masyarakat
setempat tentang ganguan jiwa.
b. Kegiatan ibadah.
Tanyakan kegiatan ibadah di rumah secara individu, kelompok dan
pendapat klien / keluarga tentang ibadah.

V. PEMERIKSAAN FISIK
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ.
1. Ukur dan observasi TTV klien,
2. Ukur TB dan BB.
3. Tanyakan pada klien dan keluarga adakah keluhan fisik yang dirasakan oleh
klien
VI. STATUS MENTAL.
1. Penampilan
a. Penampilan tidak rapi jika dari ujung rambut sampai ujung kaki ada yang
tidak rapi. Misalnya rambut acak-acakan, kancing baju tidak tepat,
restleting tidak dikunci, baju terbalik, baju tidak diganti-ganti.
b. Penggunaan pakaian tidak sesuai , misalnya pakaian dalam dipakai di luar.
c. Cara berpakaian tidak seperti biasanya, jika penggunaan pakaian tidak
tepat (waktu, tempat, identitas, situasi, kondisi).
d. Jelaskan hal-hal yang ditampilkan klien dan kondisi lain yang tidak
tercantum, seperti penampilan, usia, sikap tubuh, cara jalan yang janggal.
2. Pembicaraan.
a. Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat, keras, gagap
membisu, apatis atau lambat.
b. Bila pembicaraan berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lain yang
tak ada kaitannya
3. Aktivitas motorik.
a. Lesu, tegang, gelisah, sudah jelas.
b. Agitasi : gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan.
c. Tik : gerakan – gerakan kecil pada otot yang tak terkontrol.
d. Grimasen : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang involunter.
e. Tremor : jari-jari tangan dan lidah tampak gemetar ketika klien
merentangkan jari-jari dan lidah.
f. Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang- ulang, seperti berulang
kali mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan dan
sebagainya.
4. Alam perasaan.
a. Sedih, putus asa, gembira berlebihan sudah jelas.
b. Ketakutan, objek yang ditakuti sudah jelas.
c. Khawatir, objek yang ditakuti belum jelas.
5. Afek.
a. Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan.
b. Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.
c. Labil : emosi yang cepat berubah-ubah.
d. Tidak sesuai : emosi yang tidak sesuai atau bertentangan dengan stimulus
yang ada.
6. Interaksi selama wawancara.
a. Bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersingung, sudah jelas.
b. Kontak mata kurang : tidak mau menatap lawan bicara.
c. Defensif : selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran
dirinya.
d. Curiga : menunjukkan sikap / perasaan tidak percaya pada orang lain.
7. Persepsi.
a. Jenis-jenis halusinasi sudah jelas.
b. Jelaskan isi halusinasi, frekwensi, gejala yang tampak pada saat klien
berhalusinasi.
8. Isi pikir.
a. Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya.
b. Phobia : ketakutan yang patologis/tidak logis terhadap objek/situasi
tertentu.
c. Hipokondria : keyakinan terhadap adanya ganguan organ dalam tubuh
yang sebenarnya tidak ada.
d. Ide yang terkait : keyakinan klien terhadap kejadian yang banyak di
lingkungan yang bermakna dan terkait pada dirinya.
e. Pikiran magis : keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-
hal yang mustahil / diluar kemampuannya.
9. Proses pikir (data diperoleh dari observasi saat wawancara)
a. Sirkumstansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan
pembicaraan.
b. Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit dan tidak sampai pada
tujuan pembicaraan.
c. Kehilangan asosiasi : pembicaraan yang tidak ada hubungan antara satu
kalimat dengan kalimat yang lainnya dan klien tidak menyadarinya.
d. Fligt of ideas : pembicaraan yang meloncat-loncat dari satu topik ke topik
lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada
tujuan.
e. Blocking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa ganguan eksternal
kemudian dilanjutkan kembali.
f. Perseverasi : pembicaraan yang diulang-ulang berkali-kali.

10. Tingkat kesadaran.


b. Bingung : tampak bingung dan kacau.
c. Sedasi : mengatakan melayang-layang antara sadar / tidak sadar.
d. Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan-gerakan yang
diulang-ulang, anggota tubuh klien dapat diletakkan dalam sikap yang
canggung dan dipertahankan klien, tapi klien mengerti semua yang
terjadi di lingkungannya.
10. Memori.
a. Gangguan daya ingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian yang
terjadi lebih dari 1 bulan.
b. Gangguan daya ingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi
dalam minggu terakhir.
c. Gangguan daya ingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja
terjadi.
d. Konfabulasi : pembicaraan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan
memasukkan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya
ingatnya.
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung..
a. Mudah dialihkan : perhatian mudah berganti dari satu objek ke objek lain.
b. Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar pertanyaan
diulang/ tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan.
c. Tidak mampu berhitung : tidak mampu melakukan penambahan /
pengurangan pada benda-benda nyata.
12. Kemampuan penilaian.
a. Gangguan kemampuan penilaian ringan : dapat mengambil keputusan yang
sederhana dengan bantuan orang lain.
b. Gangguan kemampuan penilaian bermakna : tidak mampu mengambil
keputusan walaupun telah dibantu orang lain
13. Daya tilik diri.
a. Mengingkari penyakit yang diderita : tidak menyadari gejala penyakit
(perubahan fisik, emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu pertolongan.
b. Menyalahkan hal-hal di luar dirinya : menyalahkan orang lain / lingkungan
yang menyebabkan kondisi yang dialami klien saat ini.

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG.


1. Makan.
a. Observasi dan tanyakan frekwensi, jumlah, variasi, macam (suka / tidak
suka / pantang) dan cara makan.
b. Observasi kemampuan klien dalam menyiapkan dan membersihkan alat
makan.
2. BAB / BAK.
Observasi kemampuan klien untuk :
a. Pergi, menggunakan dan membersihkan WC.
b. Membersihakn diri dan merapikan pakaian.

3. Mandi.
a. Frekwensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci rambut, gunting kuku, cukur
(kumis, jenggot dan rambut).
b. Observasi kebersihan tubuh dan bau badan.
4. Berpakaian.
a. Kemampuan klien dalam mengambil, memilih dan mengenakan pakaian
dan alas kaki.
b. Penampilan dandanan klien.
c. Frekwensi ganti baju klien.
d. Nilai kemampuan yang harus dimiliki klien : mengambil, memilih dan
mengenakan pakaian.
5. Istirahat dan tidur.
a. Lama dan waktu tidur siang/ tidur malam.
b. Persiapan sebelum tidur seperti menyikat gigi, cuci kaki, berdoa.
c. Kegiatan sesudah tidur seperti merapikan tempat tidur, mandi / cuci muka
dan menyikat gigi.
6. Penggunaan obat.
a. Penggunaan obat : frekwensi, jenis, dosis, waktu dan cara.
b. Reaksi obat.
7. Pemeliharaan kesehatan.
a. Apa, bagaimana, kapan dan kemana perawatan dan pengobatan lanjut.
b. Siapa saja sistem pendukung yang dimiliki (keluarga, teman, institusi
dan lembaga pelayanan kesehatan) dan cara penggunaannya.
8. Kegiatan di dalam rumah.
a. Merencanakan, mengolah, dan menyajikan makanan.
b. Merapikan rumah (kamar tidur, dapur, menyapu, mengepel).
c. Mencuci pakaian sendiri.
d. Mengatur kebutuhan biaya sehari-hari.
9. Kegiatan di luar rumah.
a. Belanja untuk kemampuan sehari-hari.
b. Dalam melakukan perjalanan mandiri dengan jalan kaki, menggunakan
kendaraan pribadi, kendaraan umum.
c. Kegiatan lain yang dilakukan klien di luar rumah (bayar listrik / telepon/
air, ke kantor pos dan bank)
2. Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
Ds: Resiko menciderai diri sendiri, Resiko perilaku
- Mengumpat orang lain dan lingkungan kekerasan
dengan kata kata
kasar
- Suara keras Resiko perilaku kekerasan
- Berbicara ketus
- Mata melotot
- Tangan mengepal Halusinasi
- Muka kemerahan
Do:
- Prilaku agresif
- Kemungkinan
menyerang orang
lain, diri sendiri
dan lingkungan
- Biasanya tekanan
darah pasien di
atas normal
- Biasanya suhu
tubuh meningkat
- Biasanya nadi
pasien teraba
cepat
- Biasanya afek
pasien tajam
- Biasanya pasien
tampak tidak
nyaman saat
berbicara
- Biasanya pasien
mengalami emosi
yang labil

3. Diagnosa keperawatan
a. Akibat : Resiko menciderai diri sendiri
b. Masalah utama : Resiko perilaku kekerasan

4. Intervensi keperawatan
No Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
.
1 Resiko perilaku Luaran Utama: Intervensi utama:
kekerasan (D. 0146) Kontrol diri (L.09076) Pencegahan perilaku
Setelah dilakukan tindakan kekerasan (I. 14544)
keperawatan selama 3x24 jam Tindakan
diharapkan kontrol diri Observasi
meningkat dengan kriteria hasil: 1. Monitor adanya
1. Verbalisasi ancaman kepada benda yang
seseorang menurun (5) berpotensi
2. Verbalisasi umpatan membahayakan
menurun (5) (mis. Benda tajam,
3. Perilaku menyerang tali)
menurun (5) 2. Monitor keamanan
4. Perilaku melukai diri barang yang
sendiri/orang lain menurun dibawa oleh
(5) pengunjung
5. Perilaku merusak 3. Monitor selama
lingkungan sekitar menurun penggunaan
(5) barang yang dapat
6. Suara keras menurun (5) membahayakan
7. Bicara ketus menurun (5) Terapeutik
8. Verbalisasi keinginan bunuh 1. Petahankan
diri menurun (5) lingkungan bebas
9. Verbalisasi isyarat bunuh dari bahaya
diri menurun (5) secara rutin
10. Verbalisasi 2. Libatkan keluarga
ancaman bunuh diri dalam perawatan
menurun (5) Edukasi
11. Verbalisasi 1. Anjurkan
kehilangan hubungan yang pengunjung dan
penting menurun (5) keluarga untuk
12. Perilaku mendukung
merencanakan bunuh diri keselamatan
menurun (5) pasien
13. Euforia 2. Latih cara
menurun (5) mengungkapkan
14. Alamperasan perasaan secara
depresi menurun (5) asertif
3. Latih mengurangi
kemarahan secara
verbal dan
nonverbal

Anda mungkin juga menyukai