PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-maki
orang di sekitarnya, membanting–banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain,
bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa.
Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh
sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba
dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan
secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional,
marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak
bermoral). Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia
akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka kami tertarik untuk menyusun
makalah mengenai perilaku kekerasan.
B.Tujuan
1.Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
2.Tujuan Khusus
TINJAUAN PUSTAKA
A.PENGERTIAN
Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil dari
marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan
terancam baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut yg
merupakan Respon melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif yaitu agresi-
kekerasan dimana merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakanyang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan
(misalkan: memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri
dan orang lain, bahkan membakar rumah (Purba dkk, 2008).
B.ETIOLOGI
a. Faktor predisposisi
1) Faktor biologis ( herediter, gangguan jiwa ,riwayat penyakit atau trauma kepala ,dan
riwayat pengunaan napza )
a) Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
b) Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maaupun lingkungan. Dalaam hal ini sistem limbik
berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah.
2) Faktor psikologis ( frustasi,pengalaman masa lalu,kegagalan dalam pola asuh )
a) Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau
terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif
karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
b) Behaviororal theory (teori perilaku).
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang diterima pada saat
melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau luar
rumah. Semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c) Existentinal theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka
individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
3) Faktor social kultural ( korban kekerasan ,control social yang kurang )
1) Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
menekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptaakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
2) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi.
b. Faktor prespitasi
Mencakup dalam internal dan eksternal :factor internal ( merasa gagal dan
kehilangan ) sedangkan factor eksternal ( korban kekerasan dan adanya lingkungan yg
terdapat stressor )
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
seringkali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan
sebagainya.
2) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4) Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan alcoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
C.TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung
dengan hasil observasi.
1. Data Subjektif :
a. Ungkapan berupa ancaman
b. Ungkapan kata-kata kasar
c. Ungkapan ingin memukul / melukai
2. Data Objektif :
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Mengatup rahang dengan kuat
e. Mengepalkan tangan
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Berdebat
i. Mondar-mandir
j. Memaksakan kehendak
k. Memukul jika tidak senang
l. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
m. Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua pasien berada pada
risiko tinggi
n. Memperlihatkan permusuhan
o. Melempar atau memukul benda atau orang lain.
Keterangan:
1. Asertif
Individu marah tanpa menyalahkan orang lain
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternative
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut, dan masih
terkontrol
5. Kekerasan
Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang control.
Banyak hal yang dapat menimbulkan stress, marah, cemas, dan HDR pada ndividu.
Agresif dapat menimbulkan kecemasan sehingga dapat menimbulkan perasaan yang tidak
menyenangkan. Kecemasan dapat diungkapkan melalui 3 cara:
Dengan cara tersebut akan menimbulkan perasaan perasaan bermusuhan. Bila cara ini
berlangsung terus menerus maka dapat terjadi penyerangan dengan kekerasan disertai
tindakan melempar yang menimbulkan persaan marah tersebut.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal berupa
perilaku deskruktif maupun agresif. Sedangkan seaca internal daoat berupa perilaku yang
merusak diri. Mengekspresikan marah dapat dengan perilaku destruktif dengan menggunakan
kata-kata yang dapat dimengerti dan direspon tanpa menyakiti orang lain, serta memberikan
perasaan lega.
F. POHON MASALAH
G.PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan Medis
1.Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes RI (2000), jenis obat psikofarmaka
adalah :
2.Tindakan keperawatan
Keliat (2002) mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan keluarga dalam mengatasi
marah klien, yaitu :
Arahkan klien untuk memukul barang yang tidak mudah rusak dan tidak
menyebabkan cedera pada klien itu sendiri seperti bantal, kasur, dst.
Bantu klien relaksasi misalnya latihan fisik maupun olahraga. Latihan pernapasan 2
x / hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan napas. Kemudian berteriak, menjerit untuk
melepaskan perasaan marah. Bisa juga mengatasi marah dengn dilakukan tiga cara, yaitu :
mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar. Bantu melalui humor. Jaga humor tidak
menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang menjadi sasaran dan diskusi cara
umum yang sesuai.
Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan. Wilson dan Kneisl
menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok adalah manual, rekreasi, dan teknik kreatif
untuk memfasilitasi pengalaman seseorang serta meningkatkan repon social dan harga diri
(Keliat, 2009).
Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk melakukan kerusakan
atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan tidak jauh dari
kemarahan. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Ekspresi marah yang segera karena suatu sebab
adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah yang
tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, marah sering diekspresikan secara tidak langsung
(Sumirta, 2013).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri
dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan
tidak konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui
tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah (Yosep, 2010).
Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok (TAK) pasien dengan
perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Tentu
saja pasien yang mengikuti terapi ini adalah pasien yang mampu mengontrol dirinya dari
perilaku kekerasan sehingga saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu
anggota kelompok lain.
BAB III
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C.Intervensi Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk mengatasi resiko perilaku kekerasan dilakukan terhadap pasien
dan keluarga atau pelaku rawat.saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan
rumah, perawat menemui keluarga atau pelaku rawat terlebih dahulu sebelum menemui
pasien.bersama keluarga perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga
atau pelaku rawat setelah itu perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan
melatih satu cara untuk mengatasi masalah yang dialami pasien.
Jika pasien telah mendapatkan terapi psikofarmaka maka hal pertama yang dilatih perawat
adalah tentang pentingnya kepatuhan minum obat.setelah selesai memilih pasien melatih
pasien maka perawat kembali menemui keluarga atau pelaku rawat dan melatih keluarga
untuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap
pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu mengingatkan pasien melatih kemampuan
dengan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat.
Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan minimal 4
kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga mampu mengatasi resiko perilaku
kekerasan.
D.Strategi Pelaksanaan
1.SP Pasien
2.SP Keluarga
F.Evaluasi
Stuart & Sudart. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa.(Edisi 5). Alih Bahasa: Ramona P,
Kapoh. Jakarta: EGC.
Yoseph, Iyus. 2010. Kepeerawatan Jiwa. (Edisi Revisi). Bandung: Revika Aditama.
Yoseph, Iyus. 2009. Kepeerawatan Jiwa. (Edisi Revisi). Bandung: Revika Aditama.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia