Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-maki
orang di sekitarnya, membanting–banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain,
bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor.

Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa.
Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh
sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba
dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan
secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional,
marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak
bermoral). Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia
akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka kami tertarik untuk menyusun
makalah mengenai perilaku kekerasan.

B.Tujuan

1.Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan

2.Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan


b. Mampu melakukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
c. Mampu melakukan perencanaan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
d. Mampu melakukan implemestasi keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.PENGERTIAN

Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil dari
marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan
terancam baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri.

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut yg
merupakan Respon melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif yaitu agresi-
kekerasan dimana merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakanyang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan
(misalkan: memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri
dan orang lain, bahkan membakar rumah (Purba dkk, 2008).

B.ETIOLOGI

a. Faktor predisposisi
1) Faktor biologis ( herediter, gangguan jiwa ,riwayat penyakit atau trauma kepala ,dan
riwayat pengunaan napza )
a) Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
b) Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maaupun lingkungan. Dalaam hal ini sistem limbik
berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah.
2) Faktor psikologis ( frustasi,pengalaman masa lalu,kegagalan dalam pola asuh )
a) Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau
terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif
karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
b) Behaviororal theory (teori perilaku).
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang diterima pada saat
melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau luar
rumah. Semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c) Existentinal theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka
individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
3) Faktor social kultural ( korban kekerasan ,control social yang kurang )
1) Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
menekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptaakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
2) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi.

b. Faktor prespitasi
Mencakup dalam internal dan eksternal :factor internal ( merasa gagal dan
kehilangan ) sedangkan factor eksternal ( korban kekerasan dan adanya lingkungan yg
terdapat stressor )
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
seringkali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan
sebagainya.
2) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4) Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan alcoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
C.TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung
dengan hasil observasi.
1. Data Subjektif :
a. Ungkapan berupa ancaman
b. Ungkapan kata-kata kasar
c. Ungkapan ingin memukul / melukai
2. Data Objektif :
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Mengatup rahang dengan kuat
e. Mengepalkan tangan
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Berdebat
i. Mondar-mandir
j. Memaksakan kehendak
k. Memukul jika tidak senang
l. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
m. Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua pasien berada pada
risiko tinggi
n. Memperlihatkan permusuhan
o. Melempar atau memukul benda atau orang lain.

Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda-tanda marah adalah sebagai berikut :


a) Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
b) Fisik : muka merah, pandangan tajam, napas pendek, keringat, sakit fisik,
penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
c) Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
d) Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan / kebenaran diri, keraguan, tidak bermoral,
kebejatan, kreativitas terhambat
e) Social : menarik diri, pengasingan , penolakan, kekerasan, ejekan, dan humor.
Sedangakan Yosep (2010) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1.Fisik
a) Muka merah dan tegang
b) Mata melotot/ pandangan tajam
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
e) Postur tubuh kaku
f) Jalan mondar-mandir\
2.Verbal
a) Bicara kasar
b) Suara tinggi, membentak atau berteriak
c) Mengancam secara verbal atau fisik
d) Mengumpat dengan kata-kata kotor
e) Suara keras
f) Ketus
3.Perilaku
a) Melempar atau memukul benda/orang lain
b) Menyerang orang lain
c) Melukai diri sendiri/orang lain
d) Merusak lingkungan
e) Amuk/agresif
4.Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5.Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6.Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7.Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8.Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D. RENTANG RESPON

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Keterangan:
1. Asertif
Individu marah tanpa menyalahkan orang lain
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternative
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut, dan masih
terkontrol
5. Kekerasan
Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang control.

E. PROSES TERJADINYA PERILAKU KEKERASAN

Banyak hal yang dapat menimbulkan stress, marah, cemas, dan HDR pada ndividu.
Agresif dapat menimbulkan kecemasan sehingga dapat menimbulkan perasaan yang tidak
menyenangkan. Kecemasan dapat diungkapkan melalui 3 cara:

1. Mengungkapkan marah secara verbal


2. Menekan/mengingkari rasa marah
3. Menentang perasaan marah

Dengan cara tersebut akan menimbulkan perasaan perasaan bermusuhan. Bila cara ini
berlangsung terus menerus maka dapat terjadi penyerangan dengan kekerasan disertai
tindakan melempar yang menimbulkan persaan marah tersebut.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal berupa
perilaku deskruktif maupun agresif. Sedangkan seaca internal daoat berupa perilaku yang
merusak diri. Mengekspresikan marah dapat dengan perilaku destruktif dengan menggunakan
kata-kata yang dapat dimengerti dan direspon tanpa menyakiti orang lain, serta memberikan
perasaan lega.

F. POHON MASALAH

Risiko mencederai diri,orang lain dan lingkungan ( RBD ) (akibat)

Perilaku Kekerasan( PK ) (masalah utama)

Harga Diri Rendah ( HDR )/ HALUSINASI (penyebab)

Sumber : Keliat, B.A., 2009)

G.PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan Medis

1.Terapi Medis

Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes RI (2000), jenis obat psikofarmaka
adalah :

a. Clormromazine (CPZ, Largactile)


Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham dan gejala-gejala lain yang biasanya
terdapat pada penderita skizoprenia, mania depresif, gangguan personalitas, psikosa
involution, psikosa masa kecil.
b. Haloperidol (Haldol, Serenace
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles de la
Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku berat pada
anak-anak. Dosis oral untuk dewasa 1-6 mg sehari yang terbagi 6-15 mg untuk
keadaan berat. Kontraindikasinya depresi system saraf pusat atau keadaan koma,
penyakit Parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol. Efek sampingnya sering
mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah.
c. Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)
Indikasi untuk penatalaksanaanya manifestasi psikosa khususnya gejala skioprenia
d. ECT ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang satu atau dua
temples. Terapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.

2.Tindakan keperawatan

Keliat (2002) mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan keluarga dalam mengatasi
marah klien, yaitu :

a.Latihan secara non verbal / perilaku

Arahkan klien untuk memukul barang yang tidak mudah rusak dan tidak
menyebabkan cedera pada klien itu sendiri seperti bantal, kasur, dst.

b.Latihan secara social atau verbal

Bantu klien relaksasi misalnya latihan fisik maupun olahraga. Latihan pernapasan 2
x / hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan napas. Kemudian berteriak, menjerit untuk
melepaskan perasaan marah. Bisa juga mengatasi marah dengn dilakukan tiga cara, yaitu :
mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar. Bantu melalui humor. Jaga humor tidak
menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang menjadi sasaran dan diskusi cara
umum yang sesuai.

c.Metode TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)

Penggunaan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa memberikan dampak positif


dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta pemulihan kesehatan jiwa. Selain itu,
dinamika kelompok tersebut membantu pasien meningkatkan perilaku adaptif dan
mengurangi perilaku maladaptif.

Secara umum fungsi kelompok adalah sebagai berikut.

1.Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman.


2.Berupaya memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain.

3.Merupakan proses menerima umpan balik.

Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang bertujuan mengubah


perilaku pasien dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Cara ini cukup efektif karena di
dalam kelompok akan terjadi interaksi satu dengan yang lain, saling memengaruhi, saling
bergantung, dan terjalin satu persetujuan norma yang diakui bersama, sehingga terbentuk
suatu sistem sosial yang khas yang di dalamnya terdapat interaksi, interelasi, dan
interdependensi.

Terapi aktivitas kelompok (TAK) bertujuan memberikan fungsi terapi bagi


anggotanya, yang setiap anggota berkesempatan untuk menerima dan memberikan umpan
balik terhadap anggota yang lain, mencoba cara baru untuk meningkatkan respons sosial,
serta harga diri. Keuntungan lain yang diperoleh anggota kelompok yaitu adanya dukungan
pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dan meningkatkan hubungan
interpersonal.

Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi dengan sejumlah


pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas kelompok yaitu agar pasien dapat
belajar kembali bagaimana cara bersosialisasi dengan orang lain, sesuai dengan
kebutuhannya memperkenalkan dirinya. Menanyakan hal-hal yang sederhana dan
memberikan respon terhadap pertanyaan yang lain sehingga pasien dapat berinteraksi dengan
orang lain dan dapat merasakan arti berhubungan dengan orang lain (Bayu, 2011).

Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan. Wilson dan Kneisl
menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok adalah manual, rekreasi, dan teknik kreatif
untuk memfasilitasi pengalaman seseorang serta meningkatkan repon social dan harga diri
(Keliat, 2009).

Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk melakukan kerusakan
atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan tidak jauh dari
kemarahan. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Ekspresi marah yang segera karena suatu sebab
adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah yang
tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, marah sering diekspresikan secara tidak langsung
(Sumirta, 2013).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri
dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan
tidak konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui
tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah (Yosep, 2010).

Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok (TAK) pasien dengan
perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Tentu
saja pasien yang mengikuti terapi ini adalah pasien yang mampu mengontrol dirinya dari
perilaku kekerasan sehingga saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu
anggota kelompok lain.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian

1. Identitas klien meliputi nama,umur,jenis kelamin,tanggal dirawat,tanggal


pengkajian,nomor rekam medis.
2. Alasan masuk rumah sakit ; Klien Perilaku kekerasan dirumah.
3. Perilaku ; menyerang orang lain,melukai diri sendiri ,orang lain ,merusak lingkungan.
4. Emosi : Tidak adekuat,tidak aman dan nyaman,merasa terganggu,dendam, jengkel,
Tidak berdaya,bermusuhan,mengamuk,menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual : Mendominasi ,cerewet , kasar ,berdebat ,meremehkan ,dan tidak jarang
mengeluarkan kata kata kasar.
6. Spiritual : Merasa diri berkuasa,merasa diri paling benar,keraguan ,tidak bermoral.
7. Social : Menarik diri,pengasingan,penolakan,kekerasan ,ejekan dan sindiran .
8. Tanda tanda vital,mulai dari TD,Nadi,Suhu,dan ,Pernafasan.
9. Pola aktivitas ,Kegiatan sehari-hari
a. Perawatan diri
b. Nutrisi
c. Tidur

B. Diagnosa Keperawatan

Resiko Perilaku Kekerasan

C.Intervensi Keperawatan

Tindakan keperawatan untuk mengatasi resiko perilaku kekerasan dilakukan terhadap pasien
dan keluarga atau pelaku rawat.saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan
rumah, perawat menemui keluarga atau pelaku rawat terlebih dahulu sebelum menemui
pasien.bersama keluarga perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga
atau pelaku rawat setelah itu perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan
melatih satu cara untuk mengatasi masalah yang dialami pasien.

Jika pasien telah mendapatkan terapi psikofarmaka maka hal pertama yang dilatih perawat
adalah tentang pentingnya kepatuhan minum obat.setelah selesai memilih pasien melatih
pasien maka perawat kembali menemui keluarga atau pelaku rawat dan melatih keluarga
untuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap
pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu mengingatkan pasien melatih kemampuan
dengan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat.

Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan minimal 4
kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga mampu mengatasi resiko perilaku
kekerasan.

a. Tindakan keperawatan untuk pasien resiko perilaku kekerasan


Tujuan: pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Menjelaskan penyebab marah
3) Menjelaskan perasaan saat terjadi marah atau perilaku kekerasan
4) Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
5) Menyebutkan cara mengontrol rasa marah atau perilaku kekerasan
6) Melatih kegiatan fisik dalam menyalurkan kemarahan
7) Memakan obat secara teratur
8) Melatih bicara yang baik saat marah
9) Melatih kegiatan ibadah untuk mengendalikan rasa marah
b. Tindakan keperawatan
1) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling
percaya adalah:
a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b) Perkenalkan diri: nama, nama panggilan yang perawat sukai, serta
tanyakan nama dan nama panggilan pasien yang disukai
c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama pasien,
Berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya di mana
e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
f) Tunjukkan sikap empati
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah yang menyebabkan perilaku
kekerasan saat ini dan yang lalu
3) Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah secara:
a) Verbal
b) Terhadap orang lain
c) Terhadap diri sendiri
d) Terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6) Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a) Fisik: Tarik nafas dalam, pukul kasur dan bantal
b) Patuh minum obat
c) Sosial atau verbal:bicara yang baik: meminta, menolak dan
mengungkapkan perasaan
d) Spiritual: sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien

D.Strategi Pelaksanaan

1.SP Pasien

a. SP 1 ( Pengkajian dan latihan nafas dalam dan memukul kasur / bantal


1) Indentifikasi penyebab dan tanda gejala prilaku kekerasan yang di lakukan
2) Jelskan cara latihan napas dalam memukul bantal untuk mengontrol prilaku
3) Latih Peragakan caralatihan napas dalam memukul bantal
4) Minta pasien memperagakan ulang
5) Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien
6) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

b. bSP 2 (Latih Patuh minum Obat )


1) Lihat jadwal harian
2) Evaluasi kegiatan yang lalu (sp 1)
3) Lihat obat klien ( jelaskan,dan ulangi )
4) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
c. SP 3
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1&SP2)
2) Latih mengontrol PK secara verbal
3) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
d. SP 4
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, SP2, dan SP3)
2) Latih mengontrol PK dengan kegiatan spiritual
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien

2.SP Keluarga

a. SP 1 ( mengenal masalah dalam merawat risiko Pk dan latihan fisik )


1) Diskusikan masalah yang dihadapi dalam merawat pasien
2) Jelaskan tentang PK Gunakan media seperti liflet dalam menjelaskan ara
merawat pasien PK
3) Latih cara cara napas dalam dan memukul bantal untuk merawat klien
4) Anjurkan member pujian
b. SP 2 ( cara memberi obat )
1) Evaluasi SP1keluarga dalam cara napas dalam dan memukul bantal
2) Latih keluarga untuk melatih pasien minum obat prinsip 6 benar obat ( tepat
pasien,tepat obat,tepat dosis,tepat waktu ,tepat rute pemberian ,tepat
dokumentasi
3) Anjrkan memberi pujian
c. SP 3 ( latih cara membimbing latihan cara social )
1) Evaluasi SP1 dan SP 2 keluarga
2) Latih keluarga mengntrol PK secara verbal ( mengajak klien ikut kegiatan
bakti social )
3) Anjurkan member pujian
d. SP 4 ( latih cara membimbing latihan cara spiritual )
1) Evaluasi SP 1, SP2, dan SP 3
2) Latih keluarga cara mengontrol spiritual seperti klo beragama islam mengaja
bewudhu untuk melaksanakan sholat
3) Latih kelurga untuk mencegah kekambuhan pada pasien dengan follow up
E.Implementasi

Merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan


berbagai strategis keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan ( Intervensi Keperawatan )

F.Evaluasi

Merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengancara melakukan identifikasi


sejauh mana tujuan rencana tercapai atau jika tidak tercapai,maka perlu ditindaklanjuti
dengan penerapan bagian intervensi yang belum tercapai atau memikirkanintervensi baru.
Dan melakukan SOAP
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. (Edisi 2). Jakarta: EGC.

Stuart & Sudart. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa.(Edisi 5). Alih Bahasa: Ramona P,
Kapoh. Jakarta: EGC.

Yoseph, Iyus. 2010. Kepeerawatan Jiwa. (Edisi Revisi). Bandung: Revika Aditama.

Yoseph, Iyus. 2009. Kepeerawatan Jiwa. (Edisi Revisi). Bandung: Revika Aditama.

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai