Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Dosen Pembimbing : Ns. Duma L. Tobing, M. Kep., Sp. Kep. J

Disusun oleh :

Nama : Nada Saskia

NIM : 2010721028

PROGRAM STUDI PROGRAM NERS PROGRAM PROFESI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2021
I. MASALAH UTAMA

Resiko Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (2005), perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara fluktuasi
sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan
sebagai ancaman (Stuart & Sundeen: 2005). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri
aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat
kuat. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, menghancurkan atau melempar
sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi
perilaku agresif (Purba, dkk: 2008).
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukan bahwa ia
dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau lingkungan, baik secara fisik,
emosional, seksual, verbal (NANDA, 2016). Risiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua,
yaitu risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for slef directed violence) dan
risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other directed violence).

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


Menurut Stuart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh adanya faktor
predisposisi (faktor yang melatarbelakangi munculnya masalah) dan faktor presipitasi (faktor
yang memicu adanya masalah).
II. A. Faktor Predisposisi
1. Faktor Biologis

a) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)


Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan
kebutuhan dasar yang kuat.
b) Teori psikomatik (Pyscomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respons psikologi terhadap stimulus
eksternal maupun internal. Sehingga sistem limbik memiliki peran sebagai pusat
untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.

2. Faktor Psikologis

a) Teori agresif frustasi (Frustation aggresion theory)


Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat mendorong individu untuk
berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku
kekerasan.
b) Teori perilaku (Behaviororal theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat dicapai apabila
tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang diterima saat
melakukan kekerasan sering menimbulkan kekerasan di dalam maupun di luar
rumah.
c) Faktor eksistensi (Existential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku. Apabila
kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku konstruktif, maka individu
akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
a. Faktor Sosial kultural
1) Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan memengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan
marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima.
2) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosial.

II. B. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stresor yang mencetuskan


perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stresor dapat disebabkan dari luar maupun dari
dalam. Stresor yang berasal dari luar dapat berupa serangan fisik, kehilangan, kematian
dan lain-lain. Stresor yang berasal dari dalam dapat berupa, kehilangan keluarga atau
sahabt yang dicintai, ketakutan terhadap penyakit fisik, penyakit dalam, dan lain-lain.
Selain itu, lingkungan yang kurang kondusif, seperti penuh penghinaan, tindak kekerasan,
dapat memicu perilaku kekerasan.

II. C. Rentang Respon

Menurut Yosep (2010) perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan
ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang
yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak
setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan”.
Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada
respon sangat tidak normal (maladaptif).
1. Asertif
Klien mampu mengungkapkan kemarahan tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan/saat marah dan tidak dapat menemukan
alternatifnya.
3. Pasif
Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya dan menyerah.
4. Agresif
Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain
dengan ancaman.
5. Amuk/Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol, disertai amuk,
merusak lingkungan.

II. D. Mekanisme Koping

Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membantu klien


mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya.
Secara umum, mekanisme koping yang sering digunakan pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain mekanisme pertahanan ego seperti:
1) Sublimasi
Yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengruangi ketegangan akibat rasa marah.
2) Proyeksi
Yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.

3) Represi
Yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orangtuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4) Reaksi formasi
Yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.
5) Displacement
Yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.

Sumber Koping

Menurut Stuart dan Laraia, sumber koping dapat berupa aset ekonomi,
kemampuan dan keterampilan, teknik defensif, dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan
antar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini.
Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energi, dukungan spiritual, keyakinan
positif, keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan material,
dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan
dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk.
Keterampilan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencari informasi,
mengidentifikasi masalah, menimbang alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan.
Keterampilan sosial memfasilitasi penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain,
meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan kerjasama dan dukungan dari orang lain
dan memberikan kontrol sosial individu yang lebih besar. Akhirnya, aset materi berupa
barang dan jasa yang bisa dibeli dengan uang. Sumber koping sangat meningkatkan
pilihan seseorang mengatasi di hampir semua situasi stres. Pengetahuan dan kecerdasan
yang lain dalam menghadapi sumber daya yang memungkinkan orang untuk melihat cara
yang berbeda dalam menghadapi stres. Akhirnya, sumber koping juga termasuk kekuatan
ego untuk mengidentifikasi jaringan sosial, stabilitas budaya, orientasi pencegahan
kesehatan dan konstitusional.

II. E. Tanda dan Gejala/ Penilaian Stressor

Penilaian stressor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi stres
bagi individu lain, itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respon sosial.
Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam kaitannya dengan
kesejahteraan seseorang. Stressor mengasumsikan makna, intensitas, dan pentingnya
sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik dan makna yang diberikan kepada orang
yang berisiko.

Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan
didukung dengan hasil observasi
a. Data subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/melukai
b. Data objektif
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul benda/orang lain

Secara spesifik proses perilaku kekerasan melibatkan respon kognitif, respon afektif,
respon fisiologis/fisik, respon psikomotor/perilaku dan respon sosial (Stuart, 2009)

a. Respon kognitif
Pada individu dengan perilaku agresif atau perilaku kekerasan yang dikaitkan
dengan kondisi biologis ditemukan tanda-tanda:
1) Iritabilitas/mudah marah
2) Hipersensitif terhadap provokasi
3) Mengancam
4) Bicara keras
5) Kebingungan
6) Disorientasi dan gangguan memori
7) Kesulitan kontrol diri
8) Gangguan penilaian (Stuart, 2009).
b. Respon afektif (emosi)
Kekerasan adalah merupakan salah satu dari respon afektif (emosi) marah yang
maladaptif. Seseorang yang marah merasa:
1) Merasa tidak nyaman
2) Merasa tidak berdaya
3) Jengkel
4) Merasa ingin berkelahi
5) Mengamuk
6) Bermusuhan
7) Sakit hati
8) Menyalahkan, menuntut
9) Mudah tersinggung
10) Euphoria yang berlebihan atau tidak tepat
11) Afek labil (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
c. Respon fisiologis/fisik
Menurut Stuart (2009), perilaku kekerasan dapat dilihat:
1) wajah tegang
2) tidak bisa diam
3) mengepalkan atau memukul tangan
4) rahang mengencang
5) peningkatan pernapasan
6) kadang tiba-tiba seperti kataton.
d. Respon psikomotor/perilaku
Perilaku yang ditampilkan klien perilaku kekerasan yaitu:
1) agitasi motorik berupa bergerak cepat
2) mondar-mandir
3) ketidakmampuan untuk duduk tenang atau diam
4) mengepalkan tangan
5) mengencangkan rahang atau otot wajah
6) kata-kata menekan
7) memerintah
8) suara keras (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009)
e. Respon sosial
Tanda sosial perilaku kekerasan yaitu:
1) kata-kata menekan
2) memerintah
3) suara keras
4) menyalahkan orang lain
5) membicarakan kesalahan orang
6) berkata kasar dan menolak hubungan dengan orang lain
7) mengejek
8) melanggar batas jarak personal saat interaksi
9) kekerasan verbal terhadap orang lain dan lingkungan (Stuart & Laraia, 2005).
II. F. Faktor Resiko

NANDA (2016) menyatakan faktor-faktor risiko dari risiko perilaku kekerasan


terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence) dan risiko perilaku kekerasan
terhadap orang lain (risk for orther directed violence)
c. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence)
1) Usia ≥ 45 tahun
2) Usia 15-19 tahun
3) Isyarat tingkah laku (menulis catatan cinta yang sedih, menyatakan pesan bernada
kemarahan kepada orang tertentu yang telah menolak individu tersebut, dll)
4) Konflik mengenai orientasi seksual
5) Konflik dalam hubungan interpersonal
6) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan (masalah pekerjaan)
7) Terlibat dalam tindakan seksual autoerotik
8) Sumber daya personal yang tidak memadai
9) Status perkawinan (sendiri, menjanda, bercerai)
10) Isu kesehatan mental (depresi, psikosis, gangguan kepribadian, penyalahgunaan
zat)
11) Pekerjaan (profesional, eksekutif, administrator atau pemilik bisnis, dll)
12) Pola kesulitan dalam keluarga (riwayat bunuh diri, sesuatu yang bersifat
kekerasan atau konfliktual)
13) Isu kesehatan fisik
14) Gangguan psikologis
15) Isolasi sosial
16) Ide bunuh diri
17) Rencana bunuh diri
18) Riwayat upacara bunuh diri berulang
19) Isyarat verbal (membicarakan kematian, menanyakan tentang dosis mematikan
sesuatu obat, dll)
d. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for orther directed violence)
1) Akses atau ketersediaan senjata
2) Alterasi (gangguan) fungsi kognitif
3) Perlakuan kejam terhadap binatang
4) Riwayat kekerasan masa kecil, baik secara fisik, psikologis, maupun seksual
5) Riwayat penyalahgunaan zat
6) Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
7) Impulsif
8) Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor (pelanggaran lalu lintas,
penggunaan kendaran bermotor untuk melampiaskan amarah)
9) Bahasa tubuh negatif (kekauan, mengepalkan tinju/pukulan, hiperaktivitas, dll)
10) Gangguan neurologis (trauma kepala, gangguan serangan, kejang, dll)
11) Intoksikasi psikologis
12) Riwayat melakukan kekerasan tidak langsung (kencing di lantai, menyobek objek
di dinding, melempar barang, memecahkan kaca, membanting pintu, dll)
13) Pola perilaku kekerasan terhadap orang lain (menendang, memukul, menggigit,
emncakar, upaya perkosaan, memperkosa, pelecehan seksual, mengencingi orang,
dll)
14) Pola ancaman kekerasan (ancaman secara verbal terhadap objek atau orang lain,
menyumpah serapah, gestur atau catatan mengancam, ancaman seksual,dll)
15) Pola perilaku kekerasan antisosial (mencuri, meminjam dengan memaksa,
penolakan terhadap medikasi, dll)
16) Komplikasi perinatal
17) Komplikasi prenatal
18) Menyalakan api
19) Gangguan psikosis
20) Perilaku bunuh diri.
III. 1. POHON MASALAH

Risiko mencederai diri sendiri,


orang lain, dan lingkungan
(Effect)

Risiko perilaku kekerasan


(Core problem)

Gangguan persepsi sensori:


Halusinasi
(Causa)

III. 2. Masalah Keperawatan yang Perlu Dikaji

Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan risiko perilaku kekerasan dirumuskan jika klien saat ini
tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan
belum mampu mengendalikan perilaku kekerasan tersebut.

Diagnosis Deskripsi Data Mayor Data Minor


Keperawatan
Risiko perilaku Adanya Subjektif: Subjektif:
kekerasan kemungkinan ⁻ Mengatakan pernah ⁻ Mendengarkan
mencederai orang melakukan tindakan suara-suara
lain dan merusak kekerasan ⁻ Merasa orang lain
lingkungan akibat ⁻ Informasi dari mengancam
ketidakmampuan keluarga tentang ⁻ Menganggap orang
mengendalikan tindak kekerasan lain jahat
marah secara yang dilakukan oleh Objektif:
konstruktif pasien ⁻ Tampak tegang saat
Objektif: bercerita
⁻ Ada tanda/jejas ⁻ Pembicaraan kasar
perilaku kekerasan jika menceritakan
pada anggota tubuh marahnya

Gangguan salah satu gejala DS: DS :


Persepsi Sensori gangguan jiwa 1. pasien mengatakan 1. Menyatakan kesal
: Halusiasi dimana klien mendengar suara
mengalami bisikan DO :
perubahan sensori 2. pasien mengatakan 1. Menyendiri
presepsi, merasakan senangan dengan 2. Melamun
sensasi palsu berupa suara-suara 3. Konsentrasi buruk
suara, penglihatan, 3. pasien mengatakan 4. Curiga
pengecapan, ada bayangan yang 5. Disorientasi waktu
perabaan atau terus mengikutinya 6. Mondar-mandir
penghiduan 7. Bicara sedih
DO:
- Bicara kacau, klien
tampak senyum-
senyum sendiri
- pandangan mata
melihat suatu sudut
ruangan
- kontak mata mudah
beralih
- klien terlihat
menutupi telinga.
- Klien terlihat
melamun
Resiko Bunuh Subjektif:
Diri 1. Mengatakan
hidupnya tidak
berguna lagi
2. Mengatakan lebih
baik mati saja
3. Menyatakan
pernah mencoba
bunuh diri
Objektif:
1. Ekpresi murung
2. Tak bergairah
Ada bekas percobaan
bunuh diri

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko Perilaku Kekerasan


2. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UPN “VETERAN” JAKARTA

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Nama Klien : …………………… DX Medis : …………………..

No CM : …………………… Ruangan : …………………..

Dx Perencanaan Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Perilaku TUM:
Kekerasan
Klien dan 1. Setelah … X pertemuan 1. Bina hubungan saling percaya
keluarga mampu klien menunjukkan dengan:
mengatasi atau tanda-tanda percaya a. Beri salam setiap Kepercayaan dari klien
kepada perawat: berinteraksi. merupakan hal yang
mengendalikan
o Wajah cerah, b. Perkenalkan nama, nama akan memudah perawat
risiko perilaku tersenyum panggilan perawat dan
kekerasan dalam melakukan
o Mau berkenalan tujuan perawat berinteraksi
pendekatan keperawatan
o Ada kontak mata c. Tanyakan dan panggil
o Bersedia nama kesukaan klien atau intervensi
menceritakan d. Tunjukkan sikap empati, selanjutnya terhadap
TUK: perasaan jujur dan menepati janji klien
setiap kali berinteraksi
1. Klien dapat e. Tanyakan perasaan klien
membina dan masalah yang dihadapi
hubungan klien
saling f. Buat kontrak interaksi
percaya yang jelas
g. Dengarkan dengan penuh
perhatian ungkapan
perasaan klien
2. Klien dapat 2. Setelah … X pertemuan 2. Bantu klien mengungkapkan Menentukan mekanisme
mengidentifik klien menceritakan perasaan marahnya: koping yang dimiliki
asi penyebab penyebab perilaku a. Motivasi klien untuk oleh klien dalam
menceritakan penyebab
perilaku kekerasan yang menghadapi masalah.
rasa kesal atau jengkelnya
kekerasan dilakukannya: b. Dengarkan tanpa menyela Selain itu, juga sebagai
yang atau memberi penilaian langkah awal dalam
o Menceritakan
dilakukannya setiap ungkapan perasaan menyusun strategi
penyebab perasaan
klien berikutnya
jengkel/kesal baik dari
diri sendiri maupun
lingkungannya
3. Klien dapat 3. Setelah … X pertemuan 3. Bantu klien mengungkapkan
mengidentifik klien menceritakan tanda-tanda perilaku kekerasan
asi tanda- tanda-tanda saat terjadi yang dialaminya:
tanda perilaku perilaku kekerasan Deteksi dini dapat
a. Motivasi klien
kekerasan mencegah tindakan
o Tanda fisik : mata menceritakan kondisi fisik
merah, tangan (tanda-tanda fisik) saat yang bisa
mengepal, ekspresi perilaku kekerasan terjadi membahayakan klien
tegang, dan lain- b. Motivasi klien dan lingkungan sekitar.
lain. menceritakan kondisi
o Tanda emosional : emosinya (tanda-tanda
emosional) saat terjadi
perasaan marah, perilaku kekerasan
jengkel, bicara c. Motivasi klien
kasar. menceritakan kondisi
o Tanda sosial : hubungan dengan orang
bermusuhan yang lain (tanda-tanda sosial)
dialami saat terjadi saat terjadi perilaku
perilaku kekerasan. kekerasan
4. Klien dapat 4. Setelah … X pertemuan 4. Diskusikan dengan klien Melihat mekanisme
mengidentifik klien menjelaskan: perilaku kekerasan yang koping klien dalam
asi jenis dilakukannya selama ini: menyelesaikan masalah
o Jenis-jenis ekspresi
perilaku yang dihadapi
kemarahan yang a. Motivasi klien
kekerasan selama ini telah menceritakan jenis-jenis
yang pernah dilakukannya tindak kekerasan yang
dilakukannya o Perasaannya saat selama ini pernah
melakukan dilakukannya.
kekerasan b. Motivasi klien
o Efektivitas cara menceritakan perasaan
yang dipakai dalam klien setelah tindak
menyelesaikan kekerasan tersebut terjadi
masalah c. Diskusikan apakah dengan
tindak kekerasan yang
dilakukannya masalah
yang dialami teratasi.
5. Klien dapat 5. Setelah … X pertemuan 5. Diskusikan dengan klien akibat Membantu klien melihat
mengidentifik klien menjelaskan akibat negatif (kerugian) cara yang dampak yang
asi akibat tindak kekerasan yang dilakukan pada: ditimbulkan akibat
perilaku dilakukannya perilaku kekerasan yang
a. Diri sendiri
kekerasan dilakukan klien
o Diri sendiri : luka, b. Orang lain/keluarga
dijauhi teman, dll c. Lingkungan
o Orang lain/keluarga
: luka, tersinggung,
ketakutan, dll
o Lingkungan :
barang atau benda
rusak dll
6. Klien dapat 6. Setelah … X pertemuan 6. Diskusikan dengan klien: Menurukan perilaku
mengidentifik klien : yang destruktif yang
a. Apakah klien mau
asi cara berpotensi mencedarai
o Menjelaskan cara- mempelajari cara baru
konstruktif mengungkapkan marah klien dan lingkungan
cara sehat
dalam mengungkapkan yang sehat sekitar
mengungkapk marah b. Jelaskan berbagai alternatif
an kemarahan pilihan untuk
mengungkapkan marah
selain perilaku kekerasan
yang diketahui klien.
c. Jelaskan cara-cara sehat
untuk mengungkapkan
marah:
1) Cara fisik: nafas dalam,
pukul bantal atau kasur,
olah raga.
2) Verbal:
mengungkapkan bahwa
dirinya sedang kesal
kepada orang lain.
3) Sosial: latihan asertif
dengan orang lain.
4) Spiritual:
sembahyang/doa, zikir,
meditasi, dsb sesuai
keyakinan agamanya
masing-masing
7. Klien dapat 7. Setelah … X pertemuan 7. 1. Diskusikan cara yang Keinginan untuk marah
mendemonstr klien memperagakan mungkin dipilih dan yang tidak bisa
asi-kan cara cara mengontrol perilaku anjurkan klien memilih cara diprediksi waktunya
mengontrol kekerasan: yang mungkin untuk serat siapa yang akan
perilaku mengungkapkan kemarahan. memicunya
o Fisik: tarik nafas
kekerasan meningkatkan
dalam, memukul 7.2. Latih klien memperagakan
bantal/kasur kepercayaan diri klien
cara yang dipilih: serta asertifitas
o Verbal:
mengungkapkan a. Peragakan cara (ketegasan) klien saat
perasaan kesal/jengkel melaksanakan cara yang marah/jengkel
pada orang lain tanpa dipilih.
menyakiti b. Jelaskan manfaat cara
o Spiritual: zikir/doa, tersebut
meditasi sesuai c. Anjurkan klien menirukan
agamanya peragaan yang sudah
dilakukan.
d. Beri penguatan pada klien,
perbaiki cara yang masih
belum sempurna
7.3. Anjurkan klien menggunakan
cara yang sudah dilatih saat
marah/jengkel

8. Klien 8. Setelah … X pertemuan 8.1. Diskusikan pentingnya peran Keluarga merupakan


mendapat keluarga: serta keluarga sebagai system pendukung
dukungan pendukung klien untuk utama bagi klien dan
o Menjelaskan cara
keluarga mengatasi perilaku merupakan bagian
merawat klien
untuk dengan perilaku kekerasan. penting dari rehabilitasi
mengontrol kekerasan klien
8.2. Diskusikan potensi keluarga
perilaku o Mengungkapkan
kekerasan rasa puas dalam untuk membantu klien
merawat klien mengatasi perilaku
kekerasan

8.3. Jelaskan pengertian,


penyebab, akibat dan cara
merawat klien perilaku
kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga.

8.4. Peragakan cara merawat


klien (menangani perilaku
kekerasan)

8.5. Beri kesempatan keluarga


untuk memperagakan ulang

8.6. Beri pujian kepada keluarga


setelah peragaan

8.7. Tanyakan perasaan keluarga


setelah mencoba cara yang
dilatihkan

9. Klien 9.1. Setelah ...X pertemuan 9.1. Jelaskan manfaat Menyuseskan program
menggunakan klien menjelaskan: menggunakan obat secara pengobatan klien
obat sesuai teratur dan kerugian jika
program yang o Manfaat minum tidak menggunakan obat
obat
telah o Kerugian tidak
ditetapkan 9.2. Jelaskan kepada klien:
minum obat Obat dapat mengontrol
o Nama obat a. Jenis obat (nama, warna risiko perilaku
o Bentuk dan warna
obat dan bentuk obat) kekerasan klien dan
o Dosis yang b. Dosis yang tepat untuk
dapat membantu
diberikan klien
kepadanya c. Waktu pemakaian penyembuhan klien
o Waktu pemakaian d. Cara pemakaian
o Cara pemakaian e. Efek yang akan dirasakan
o Efek yang dirasakan klien
9.2. Setelah … X 9.3. Anjurkan klien:
Mengontrol kegiatan
pertemuan klien
a. Minta dan menggunakan klien minum obat dan
menggunakan obat
obat tepat waktu mencegah klien putus
sesuai program b. Lapor ke perawat/dokter obat
jika mengalami efek yang
tidak biasa
c. Beri pujian terhadap
kedisiplinan klien
menggunakan obat.
VII. DAFTAR PUSTAKA

Sutejo. 2013. Keperawatan Jiwa: Asuhan dan Praktik Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta.Pustaka Baru Press

Stuart, G. 2009. Principles and Parctice of Psychiatric Nursing (9th ed.). St.
Louis: Mosby Year Book

Anda mungkin juga menyukai