Disusun oleh :
NIM : 2010721028
2021
I. MASALAH UTAMA
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (2005), perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara fluktuasi
sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan
sebagai ancaman (Stuart & Sundeen: 2005). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri
aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat
kuat. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, menghancurkan atau melempar
sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi
perilaku agresif (Purba, dkk: 2008).
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukan bahwa ia
dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau lingkungan, baik secara fisik,
emosional, seksual, verbal (NANDA, 2016). Risiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua,
yaitu risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for slef directed violence) dan
risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other directed violence).
2. Faktor Psikologis
Menurut Yosep (2010) perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan
ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang
yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak
setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan”.
Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada
respon sangat tidak normal (maladaptif).
1. Asertif
Klien mampu mengungkapkan kemarahan tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan/saat marah dan tidak dapat menemukan
alternatifnya.
3. Pasif
Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya dan menyerah.
4. Agresif
Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain
dengan ancaman.
5. Amuk/Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol, disertai amuk,
merusak lingkungan.
3) Represi
Yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orangtuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4) Reaksi formasi
Yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.
5) Displacement
Yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
Sumber Koping
Menurut Stuart dan Laraia, sumber koping dapat berupa aset ekonomi,
kemampuan dan keterampilan, teknik defensif, dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan
antar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini.
Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energi, dukungan spiritual, keyakinan
positif, keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan material,
dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan
dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk.
Keterampilan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencari informasi,
mengidentifikasi masalah, menimbang alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan.
Keterampilan sosial memfasilitasi penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain,
meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan kerjasama dan dukungan dari orang lain
dan memberikan kontrol sosial individu yang lebih besar. Akhirnya, aset materi berupa
barang dan jasa yang bisa dibeli dengan uang. Sumber koping sangat meningkatkan
pilihan seseorang mengatasi di hampir semua situasi stres. Pengetahuan dan kecerdasan
yang lain dalam menghadapi sumber daya yang memungkinkan orang untuk melihat cara
yang berbeda dalam menghadapi stres. Akhirnya, sumber koping juga termasuk kekuatan
ego untuk mengidentifikasi jaringan sosial, stabilitas budaya, orientasi pencegahan
kesehatan dan konstitusional.
Penilaian stressor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi stres
bagi individu lain, itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respon sosial.
Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam kaitannya dengan
kesejahteraan seseorang. Stressor mengasumsikan makna, intensitas, dan pentingnya
sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik dan makna yang diberikan kepada orang
yang berisiko.
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan
didukung dengan hasil observasi
a. Data subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/melukai
b. Data objektif
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul benda/orang lain
Secara spesifik proses perilaku kekerasan melibatkan respon kognitif, respon afektif,
respon fisiologis/fisik, respon psikomotor/perilaku dan respon sosial (Stuart, 2009)
a. Respon kognitif
Pada individu dengan perilaku agresif atau perilaku kekerasan yang dikaitkan
dengan kondisi biologis ditemukan tanda-tanda:
1) Iritabilitas/mudah marah
2) Hipersensitif terhadap provokasi
3) Mengancam
4) Bicara keras
5) Kebingungan
6) Disorientasi dan gangguan memori
7) Kesulitan kontrol diri
8) Gangguan penilaian (Stuart, 2009).
b. Respon afektif (emosi)
Kekerasan adalah merupakan salah satu dari respon afektif (emosi) marah yang
maladaptif. Seseorang yang marah merasa:
1) Merasa tidak nyaman
2) Merasa tidak berdaya
3) Jengkel
4) Merasa ingin berkelahi
5) Mengamuk
6) Bermusuhan
7) Sakit hati
8) Menyalahkan, menuntut
9) Mudah tersinggung
10) Euphoria yang berlebihan atau tidak tepat
11) Afek labil (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
c. Respon fisiologis/fisik
Menurut Stuart (2009), perilaku kekerasan dapat dilihat:
1) wajah tegang
2) tidak bisa diam
3) mengepalkan atau memukul tangan
4) rahang mengencang
5) peningkatan pernapasan
6) kadang tiba-tiba seperti kataton.
d. Respon psikomotor/perilaku
Perilaku yang ditampilkan klien perilaku kekerasan yaitu:
1) agitasi motorik berupa bergerak cepat
2) mondar-mandir
3) ketidakmampuan untuk duduk tenang atau diam
4) mengepalkan tangan
5) mengencangkan rahang atau otot wajah
6) kata-kata menekan
7) memerintah
8) suara keras (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009)
e. Respon sosial
Tanda sosial perilaku kekerasan yaitu:
1) kata-kata menekan
2) memerintah
3) suara keras
4) menyalahkan orang lain
5) membicarakan kesalahan orang
6) berkata kasar dan menolak hubungan dengan orang lain
7) mengejek
8) melanggar batas jarak personal saat interaksi
9) kekerasan verbal terhadap orang lain dan lingkungan (Stuart & Laraia, 2005).
II. F. Faktor Resiko
Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan risiko perilaku kekerasan dirumuskan jika klien saat ini
tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan
belum mampu mengendalikan perilaku kekerasan tersebut.
Dx Perencanaan Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Perilaku TUM:
Kekerasan
Klien dan 1. Setelah … X pertemuan 1. Bina hubungan saling percaya
keluarga mampu klien menunjukkan dengan:
mengatasi atau tanda-tanda percaya a. Beri salam setiap Kepercayaan dari klien
kepada perawat: berinteraksi. merupakan hal yang
mengendalikan
o Wajah cerah, b. Perkenalkan nama, nama akan memudah perawat
risiko perilaku tersenyum panggilan perawat dan
kekerasan dalam melakukan
o Mau berkenalan tujuan perawat berinteraksi
pendekatan keperawatan
o Ada kontak mata c. Tanyakan dan panggil
o Bersedia nama kesukaan klien atau intervensi
menceritakan d. Tunjukkan sikap empati, selanjutnya terhadap
TUK: perasaan jujur dan menepati janji klien
setiap kali berinteraksi
1. Klien dapat e. Tanyakan perasaan klien
membina dan masalah yang dihadapi
hubungan klien
saling f. Buat kontrak interaksi
percaya yang jelas
g. Dengarkan dengan penuh
perhatian ungkapan
perasaan klien
2. Klien dapat 2. Setelah … X pertemuan 2. Bantu klien mengungkapkan Menentukan mekanisme
mengidentifik klien menceritakan perasaan marahnya: koping yang dimiliki
asi penyebab penyebab perilaku a. Motivasi klien untuk oleh klien dalam
menceritakan penyebab
perilaku kekerasan yang menghadapi masalah.
rasa kesal atau jengkelnya
kekerasan dilakukannya: b. Dengarkan tanpa menyela Selain itu, juga sebagai
yang atau memberi penilaian langkah awal dalam
o Menceritakan
dilakukannya setiap ungkapan perasaan menyusun strategi
penyebab perasaan
klien berikutnya
jengkel/kesal baik dari
diri sendiri maupun
lingkungannya
3. Klien dapat 3. Setelah … X pertemuan 3. Bantu klien mengungkapkan
mengidentifik klien menceritakan tanda-tanda perilaku kekerasan
asi tanda- tanda-tanda saat terjadi yang dialaminya:
tanda perilaku perilaku kekerasan Deteksi dini dapat
a. Motivasi klien
kekerasan mencegah tindakan
o Tanda fisik : mata menceritakan kondisi fisik
merah, tangan (tanda-tanda fisik) saat yang bisa
mengepal, ekspresi perilaku kekerasan terjadi membahayakan klien
tegang, dan lain- b. Motivasi klien dan lingkungan sekitar.
lain. menceritakan kondisi
o Tanda emosional : emosinya (tanda-tanda
emosional) saat terjadi
perasaan marah, perilaku kekerasan
jengkel, bicara c. Motivasi klien
kasar. menceritakan kondisi
o Tanda sosial : hubungan dengan orang
bermusuhan yang lain (tanda-tanda sosial)
dialami saat terjadi saat terjadi perilaku
perilaku kekerasan. kekerasan
4. Klien dapat 4. Setelah … X pertemuan 4. Diskusikan dengan klien Melihat mekanisme
mengidentifik klien menjelaskan: perilaku kekerasan yang koping klien dalam
asi jenis dilakukannya selama ini: menyelesaikan masalah
o Jenis-jenis ekspresi
perilaku yang dihadapi
kemarahan yang a. Motivasi klien
kekerasan selama ini telah menceritakan jenis-jenis
yang pernah dilakukannya tindak kekerasan yang
dilakukannya o Perasaannya saat selama ini pernah
melakukan dilakukannya.
kekerasan b. Motivasi klien
o Efektivitas cara menceritakan perasaan
yang dipakai dalam klien setelah tindak
menyelesaikan kekerasan tersebut terjadi
masalah c. Diskusikan apakah dengan
tindak kekerasan yang
dilakukannya masalah
yang dialami teratasi.
5. Klien dapat 5. Setelah … X pertemuan 5. Diskusikan dengan klien akibat Membantu klien melihat
mengidentifik klien menjelaskan akibat negatif (kerugian) cara yang dampak yang
asi akibat tindak kekerasan yang dilakukan pada: ditimbulkan akibat
perilaku dilakukannya perilaku kekerasan yang
a. Diri sendiri
kekerasan dilakukan klien
o Diri sendiri : luka, b. Orang lain/keluarga
dijauhi teman, dll c. Lingkungan
o Orang lain/keluarga
: luka, tersinggung,
ketakutan, dll
o Lingkungan :
barang atau benda
rusak dll
6. Klien dapat 6. Setelah … X pertemuan 6. Diskusikan dengan klien: Menurukan perilaku
mengidentifik klien : yang destruktif yang
a. Apakah klien mau
asi cara berpotensi mencedarai
o Menjelaskan cara- mempelajari cara baru
konstruktif mengungkapkan marah klien dan lingkungan
cara sehat
dalam mengungkapkan yang sehat sekitar
mengungkapk marah b. Jelaskan berbagai alternatif
an kemarahan pilihan untuk
mengungkapkan marah
selain perilaku kekerasan
yang diketahui klien.
c. Jelaskan cara-cara sehat
untuk mengungkapkan
marah:
1) Cara fisik: nafas dalam,
pukul bantal atau kasur,
olah raga.
2) Verbal:
mengungkapkan bahwa
dirinya sedang kesal
kepada orang lain.
3) Sosial: latihan asertif
dengan orang lain.
4) Spiritual:
sembahyang/doa, zikir,
meditasi, dsb sesuai
keyakinan agamanya
masing-masing
7. Klien dapat 7. Setelah … X pertemuan 7. 1. Diskusikan cara yang Keinginan untuk marah
mendemonstr klien memperagakan mungkin dipilih dan yang tidak bisa
asi-kan cara cara mengontrol perilaku anjurkan klien memilih cara diprediksi waktunya
mengontrol kekerasan: yang mungkin untuk serat siapa yang akan
perilaku mengungkapkan kemarahan. memicunya
o Fisik: tarik nafas
kekerasan meningkatkan
dalam, memukul 7.2. Latih klien memperagakan
bantal/kasur kepercayaan diri klien
cara yang dipilih: serta asertifitas
o Verbal:
mengungkapkan a. Peragakan cara (ketegasan) klien saat
perasaan kesal/jengkel melaksanakan cara yang marah/jengkel
pada orang lain tanpa dipilih.
menyakiti b. Jelaskan manfaat cara
o Spiritual: zikir/doa, tersebut
meditasi sesuai c. Anjurkan klien menirukan
agamanya peragaan yang sudah
dilakukan.
d. Beri penguatan pada klien,
perbaiki cara yang masih
belum sempurna
7.3. Anjurkan klien menggunakan
cara yang sudah dilatih saat
marah/jengkel
9. Klien 9.1. Setelah ...X pertemuan 9.1. Jelaskan manfaat Menyuseskan program
menggunakan klien menjelaskan: menggunakan obat secara pengobatan klien
obat sesuai teratur dan kerugian jika
program yang o Manfaat minum tidak menggunakan obat
obat
telah o Kerugian tidak
ditetapkan 9.2. Jelaskan kepada klien:
minum obat Obat dapat mengontrol
o Nama obat a. Jenis obat (nama, warna risiko perilaku
o Bentuk dan warna
obat dan bentuk obat) kekerasan klien dan
o Dosis yang b. Dosis yang tepat untuk
dapat membantu
diberikan klien
kepadanya c. Waktu pemakaian penyembuhan klien
o Waktu pemakaian d. Cara pemakaian
o Cara pemakaian e. Efek yang akan dirasakan
o Efek yang dirasakan klien
9.2. Setelah … X 9.3. Anjurkan klien:
Mengontrol kegiatan
pertemuan klien
a. Minta dan menggunakan klien minum obat dan
menggunakan obat
obat tepat waktu mencegah klien putus
sesuai program b. Lapor ke perawat/dokter obat
jika mengalami efek yang
tidak biasa
c. Beri pujian terhadap
kedisiplinan klien
menggunakan obat.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G. 2009. Principles and Parctice of Psychiatric Nursing (9th ed.). St.
Louis: Mosby Year Book