Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diiarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung kekerasaan atau riwayat perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah.
1.2 Etiologi Resiko Perilaku Kekerasan
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : Faktor Predisposisi meliputi : 1) Psikologis menjadi salah satu faktor penyebab karena kegagalan yang dialami dapat menimbulkan seseorang menjadi frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan. 2) Perilaku juga mempengaruhi salah satunya adalah perilaku kekerasan, kekerasan yang didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka perilaku tersebut diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar. 3) Sosial budaya dapat mempengaruhi karena budaya yang pasif-agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah- olah kekerasan adalah hal yang wajar. 4) Bioneurologis beberapa pendapat bahwa kerusakan pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan. faktor perdisposisi adapula faktor presipitasi yang meliputi : 1) Ekspresi diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya. 2) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi. 3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik. 4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa. 5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkohlisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. 6) Kematiaan anggota keluaraga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga. 1.3 Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan tanda dan gejala yang ditemui pada klien melalui observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : 1) Muka merah dan tegang 2) Pandangan tajam 3) Mengatupkan rahang dengan kuat 4) Mengepalkan tangan 5) Jalan mondar-mandir 6) Bicara kasar 7) Suara tinggi, menjerit atau berteriak 8) Mengancam secara verbal atau fisik 9) Melempar atau memukul benda/orang lain 10) Merusak benda atau barang
1.3 Rentang Respon Marah
1. Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan pada individu. 2. Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk mengungkapakn perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata. 3. Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau ketakutan (panik) Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan. Respon rasa marah bisa diekspresikan secara eksternal (perilaku kekerasan) maupun internal (depresi dan penyakit fisik). Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif, menggunakan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan sehingga perasan marah dapat teratasi. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tidak menyelesaikan masalah, bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan perilaku destruktif. Perilaku yang tidak asertif seperti menekan rasa marah dilakukan individu seperti pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulakn rasa bermusuhan yang lama dan suatu saat akan menimbulkan perasaaan destruktif yang ditunjukan kepada diri sendiri 1.4 Proses Terjadinya Masalah A .Faktor predisposisi 1. Faktor Biologis Faktor genetik merupakan hal yang terdapat dalam faktor biologis yaitu keberadaan anggota keluarga yang selalu menunjukkan perilaku kekerasan bahkan melakukan perilaku kekerasan, keberadaan anggota keluarga yang memiliki gangguan atau penyakit mental, memiliki riwayat peyakit atau cedera kepala, dan riwayat penyalagunaan obat atau NAPZA. 2. Faktor psikologis Adanya stimulus baik dari eksternal, internal maupun lingkungan dapat menimbulkan respon psikologis berupa marah. Jika keinginan individu untuk mencapai sesuatu mengalami hambatan atau bahkan mengalami kegagalan maka dapat memicu individu tersebut mengalami frustasi. Pengumpulan frustasi dapat menyebabkan perilaku kekerasan. Berperilaku merupakan kebutuhan manusia, jika kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi melalui perilaku baik atau membina maka yang terjadi perilaku individu itu merusak. 3. Faktor sosiokultural Teori lingkungan sosial menyatakan bahwa sikap individu dalam mengekspresikan amarah dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Sikap individu untuk merespon secara tegas atau positif dapat didukung oleh budaya. Sehingga proses sosialisasi dapat menentukan seseorang melakukan perilaku kekerasan (Pembelajaran sosial teori) B. Faktor Presipitasi Setiap orang itu tidak sama dan unik, hal itu mungkin pemicu stres seorang individu di dalam dan di luar. Faktor dalam diri individu meliputi hilangnya hubungan antara orang lain, orang yang dicintai atau bermakna (misalnya putus, perceraian, kematian), kekhawatiran penyakit fisik, dll. Pada saat yang sama, faktor diluar individu termasuk serangan fisik, lingkungan yang bising, kritik mengarah pada penghinaan, dan kekerasan.
1.5 Penatalaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan
Untuk pasien yang menderita gangguan emosi atau kemarahan, seringkali ada beberapa pengobatan. Penatalaksanaan farmakologis menggunakan obat antiansietas dan obat penenang hipnotik, seperti lorazepam dan clonazepam, obat penenang ini sering digunakan untuk menenangkan perlawanan klien. Ada juga golongan antidepresan yang termasuk dalam golongan obat ini, seperti amitriptilin dan triazolon. Obat tersebut menghilangkan agresivitas pasien dengan gangguan jiwa.