Anda di halaman 1dari 5

1.

1 Definisi Resiko Perikau Kekerasan


Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diiarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang
berlangsung kekerasaan atau riwayat perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri
sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan. Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi
lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut
dengan perasaan marah.

1.2 Etiologi Resiko Perilaku Kekerasan


Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
Faktor Predisposisi meliputi :
1) Psikologis menjadi salah satu faktor penyebab karena kegagalan yang dialami
dapat menimbulkan seseorang menjadi frustasi yang kemudian dapat timbul agresif
atau perilaku kekerasan.
2) Perilaku juga mempengaruhi salah satunya adalah perilaku kekerasan, kekerasan
yang didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka perilaku tersebut diterima
sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang
wajar.
3) Sosial budaya dapat mempengaruhi karena budaya yang pasif-agresif dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah- olah
kekerasan adalah hal yang wajar.
4) Bioneurologis beberapa pendapat bahwa kerusakan pada sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang
terjadi perilaku kekerasan.
faktor perdisposisi adapula faktor presipitasi yang meliputi :
1) Ekspresi diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
2) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkohlisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6) Kematiaan anggota keluaraga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
1.3 Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan
tanda dan gejala yang ditemui pada klien melalui observasi atau wawancara
tentang perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Jalan mondar-mandir
6) Bicara kasar
7) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8) Mengancam secara verbal atau fisik
9) Melempar atau memukul benda/orang lain
10) Merusak benda atau barang

1.3 Rentang Respon Marah


1. Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau menyakiti
orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan pada individu.
2. Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapakn perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan dengan tujuan
menghindari suatu ancaman nyata.
3. Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi
atau ketakutan (panik)
Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan
kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan. Respon rasa marah bisa
diekspresikan secara eksternal (perilaku kekerasan) maupun internal (depresi dan
penyakit fisik).
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif, menggunakan kata-kata yang
dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan memberikan
perasaan lega, menurunkan ketegangan sehingga perasan marah dapat teratasi.
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan biasanya dilakukan
individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tidak menyelesaikan
masalah, bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan perilaku
destruktif.
Perilaku yang tidak asertif seperti menekan rasa marah dilakukan individu
seperti pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan marahnya sehingga
rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulakn rasa
bermusuhan yang lama dan suatu saat akan menimbulkan perasaaan destruktif yang
ditunjukan kepada diri sendiri
1.4 Proses Terjadinya Masalah
A .Faktor predisposisi
1. Faktor Biologis
Faktor genetik merupakan hal yang terdapat dalam faktor biologis yaitu
keberadaan anggota keluarga yang selalu menunjukkan perilaku kekerasan bahkan
melakukan perilaku kekerasan, keberadaan anggota keluarga yang memiliki
gangguan atau penyakit mental, memiliki riwayat peyakit atau cedera kepala, dan
riwayat penyalagunaan obat atau NAPZA.
2. Faktor psikologis
Adanya stimulus baik dari eksternal, internal maupun lingkungan dapat
menimbulkan respon psikologis berupa marah. Jika keinginan individu untuk
mencapai sesuatu mengalami hambatan atau bahkan mengalami kegagalan maka
dapat memicu individu tersebut mengalami frustasi. Pengumpulan frustasi dapat
menyebabkan perilaku kekerasan. Berperilaku merupakan kebutuhan manusia, jika
kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi melalui perilaku baik atau membina maka yang
terjadi perilaku individu itu merusak.
3. Faktor sosiokultural
Teori lingkungan sosial menyatakan bahwa sikap individu dalam
mengekspresikan amarah dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Sikap individu untuk
merespon secara tegas atau positif dapat didukung oleh budaya. Sehingga proses
sosialisasi dapat menentukan seseorang melakukan perilaku kekerasan (Pembelajaran
sosial teori)
B. Faktor Presipitasi
Setiap orang itu tidak sama dan unik, hal itu mungkin pemicu stres seorang
individu di dalam dan di luar. Faktor dalam diri individu meliputi hilangnya
hubungan antara orang lain, orang yang dicintai atau bermakna (misalnya putus,
perceraian, kematian), kekhawatiran penyakit fisik, dll. Pada saat yang sama, faktor
diluar individu termasuk serangan fisik, lingkungan yang bising, kritik mengarah
pada penghinaan, dan kekerasan.

1.5 Penatalaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan


Untuk pasien yang menderita gangguan emosi atau kemarahan, seringkali ada
beberapa pengobatan. Penatalaksanaan farmakologis menggunakan obat antiansietas
dan obat penenang hipnotik, seperti lorazepam dan clonazepam, obat penenang ini
sering digunakan untuk menenangkan perlawanan klien. Ada juga golongan
antidepresan yang termasuk dalam golongan obat ini, seperti amitriptilin dan
triazolon. Obat tersebut menghilangkan agresivitas pasien dengan gangguan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai