Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat,
sehingga menimbulkan peluang sekaligus tantangan pada mutu pelayanan di rumah sakit. Rumah sakit
merupakan organisasi padat karya dikarenakan banyaknya jenis tenaga profesional maupun tenaga
nonprofesional yang terlibat dalam pelayanan di rumah sakit. Persaingan antarrumah sakit merupakan
faktor eksternal yang berpengaruh pada manajemen rumah sakit yang perlu diperhatikan. Hampir setiap
tindakan

medik di rumah sakit terdapat potensi risiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur,
serta jumlah pasien dan staf rumah sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi
terjadinya kesalahan medis (medical errors).

Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara:
Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6%. Dengan data-data
tersebut, berbagai negara mulai berkonsentrasi melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem
Keselamatan Pasien (Depkes RI, 2006). Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2011
mengembangkan dan mempublikasikan Kurikulum Panduan Keselamatan Pasien (Patient Safety
Curriculum Guide), yang menyoroti keselamatan pasien (patient safety), keterampilan yang berorientasi
pada keselamatan pasien, sikap dan perilaku untuk semua profesional kesehatan.

Patient safety adalah tidak terdapatnya pencegahan terhadap kejadian yang membawa trauma kepada
pasien selama proses perawatan kesehatannya. Penerapan dari patient safety adalah suatu upaya yang
dikoordinasikan untuk mencegah terjadinya trauma yang disebabkan oleh proses dari perawatan
kesehatan dirinya sendiri selama pasien tersebut dirawat. Berkaitan dengan patient safety, pelayanan
keperawatan memiliki peran yang besar dalam pelayanan di rumah sakit, bukan hanya dari jumlah
tenaga keperawatan yang banyak akan tetapi pelayanan yang terus menerus dan berkesinambungan.
Kinerja perawat dalam penerapan keselamatan pasien berhubungan erat dengan upaya mencegah KTD
terhadap pasien.

Menteri Kesehatan RI pada tahun 2005 mencanangkan gerakan nasional keselamatan pasien (patient
safety) di rumah sakit. Saat ini, berbagai rumah sakit sudah mulai menerapkan sistem informasi rumah
sakit berbasis komputer untuk mendukung pelayanan kesehatan yang tersedia, peran penting teknologi
informasi juga tidak lepas dari potensinya untuk mencegah medical error. Teknologi informasi dapat
berperan dalam mencegah kejadian medical error melalui tiga mekanisme yaitu pencegahan adverse
event, memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event dan melacak serta
menyediakan umpan balik mengenai adverse event.

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana adverse event dalam dunia kesehatan?


Bagaimana penggunaan teknologi dalam meningkatkan keselamatan pasien?

1.3 Tujuan penulisan

Mengidentifikasi adverse event dalam dunia kesehatan;

Mengidentifikasi penggunaan teknologi dalam meningkatkan keselamatan pasien.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Adverse Event Dalam Dunia Kesehatan

Adverse event adalah setiap kejadian medis yang tidak diinginkan pada pasien, yang tidak harus memiliki
hubungan sebab akibat dengan intervensi percobaan. Dengan kata lain adverse event merupakan
kondisi pasien yang mengalami cedera akibat ada atau tidak adanya tindakan yang diberikan dan
berpotensi menyebabkan hal tak terduga terjadi sehingga membahayakan keselamatan tenaga medis
maupun pasien. Adverse event bisa terkait dengan penggunaan obat, vaksin, atau perangkat medis
(secara kolektif dikenal sebagai barang terapi). Efek samping termasuk efek samping pada obatobatan
dan vaksin, dan masalah atau insiden yang melibatkan perangkat medis. Kejadian tak terduga (KTD) atau
tidak diinginkan sebagai akibat negatif dari manajemen di bidang kesehatan, yang tidak terkait dengan
perkembangan alamiah penyakit atau komplikasi penyakit yang mungkin terjadi (London Health
Sciences Centre).

B. Penyebab Medical Error dan Adverse Event

Dalam suatu pelayanan kesehatan banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu kejadian yang
merugikan pasien. Faktor – faktor tersebut antara lain; faktor manusia (human error), faktor
organisasional (aturan-aturan, dan kebijakan-kebijakan pada setiap unit pelayanan). Sebagai manusia,
dapat melakukan kesalahan dan kelalaian. Fokusnya harus pada faktor-faktor yang mempengaruhi
kesalahan dan tujuan kegiatan sesuai dengan kondisi kerja. Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi
merupakan penyebab utama kejadian yang merugikan pasien. Kesalahan yang bersifat laten biasanya
disebabkan oleh keputusan dan kebijakan yang dibuat oleh organisasi. Mereka menciptakan kondisi
lokal yang menghasilkan kesalahan yang terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Contoh dari
kesalahan laten adalah kekurangan staf dan kelebihan beban kerja.

a. Tidakan yang tidak aman (unsafe act):

1) Human error

a) Slips: Error sebagai akibat kurang/ teralihnya perhatian atau salah persepsi

b) Lapses: error yang terkait dengan kegagalan memori lupa/tidak ingat

c) Mistakes : Kesalahan yang terkait dengan proses mental dalam assessment informasi yang terjadi,
kesalahan dalam merencanakan asuhan, kesalahan dalam menetapkan tujuan, kesalahan dalam
mengambil keputusan klinis.

d) Violation (pelanggaran): misalnya aborsi tanpa indikasi medis

e) Sabotase (Sabotase) : misalnya Mogok kerja.

b. Kondisi laten (laten condition)


1) Sistem yang kurang tertata yang menjadi predisposisi terjadinya error

2) Sumber daya yang tidak memenuhi syarat (mal praktek).

C. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:

1. Hak pasien.

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

2. Mendidik pasien dan keluarga.

Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.

3. keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.

Fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program


peningkatan keselamatan pasien.

5. Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden,
dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

6. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.

Pimpinan rumah sakit harus berperan terhadap keselamatan pasien di rumah sakit; antara lain Pimpinan
mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam
organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien“.

7. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.

Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus memiliki program pendidikan,
pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya
masing-masing. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.

8. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.


Fasilitas pelayanan kesehatan merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. Transmisi data dan informasi harus
tepat waktu dan akurat.

Sasaran Keselamatan Pasien :

Di Indonesia secara nasional untuk seluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan,diberlakukan Sasaran


Keselamatan Pasien Nasional yang terdiri dari :

SKP.1 : Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar

SKP.2 : Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif.

SKP.3 : Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai.

SKP.4 : Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan Pada Pasien
Yang Benar

SKP.5 : Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan.

SKP.6 : Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh.

Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan memiliki fungsi penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga harus selalu meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan; dan diantaranya adalah fokus pada pencapaian 6 (enam) Sasaran Keselamatan Pasien.

D. Proses Terjadinya Adverse Event

Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang
cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be
completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error
of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah
direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang
terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada
pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima
suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan
peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotenya).

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan
cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi
pasien.

2.2 Penggunaan teknologi dalam peningkatan keselamatan pasien

A. Pengertian Teknologi

Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat menyebabkan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan juga semakin berkembang. Kebutuhan layanan kesehatan termasuk keperawatan
yang cepat, efisien dan efektif menjadi tuntutan masyarakat saat ini. Hal tersebut telah membuat dunia
keperawatan di Indonesia menjadi tertantang untuk terus mengembangkan kualitas pelayanan
keperawatan yang berbasis teknologi informasi (Rini, 2009).

Dalam upaya peningkatan mutu, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan
sesuai standar, yaitu mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi berikut dengan dokumentasi.

Kualitas atau mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit bergantung kepada kecepatan, kemudahan,
dan ketepatan dalam melakukan tindakan keperawatan. Dalam hal ini perawat berada dalam posisi
kunci untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui strategi dan intervensi yang
mendukung keselamatan pasien ( Rini, 2009 )

B. Dampak teknologi informasi dalam meningkatkan patient safety

Beberapa waktu yang lalu Menteri Kesehatan, Dr. Fadilah Supari mencanangkan gerakan nasional
keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit. Lalu, apa hubungannya dengan teknologi informasi?

Saat ini, berbagai rumah sakit sudah mulai menerapkan sistem informasi rumah sakit berbasis komputer
untuk mendukung manajemen keuangan (khususnya billing systems). Jika rumah sakit sudah melewati
tahap tersebut, langkah selanjutnya adalah pengembangan sistem informasi klinik. Di sini, peran penting
teknologi informasi tidak lepas dari potensinya untuk mencegah medical error.

Seperti kita ketahui, ada dua pandangan mengapa error dapat muncul di rumah sakit. error terjadi
karena kesalahan individual tenaga kesehatan. kesalahan individual tidak akan muncul jika manajemen
memiliki mekanisme untuk mencegah.Teknologi informasi dapat berperan dalam mencegah kejadian
medical error melalui tiga mekanisme yaitu:
pencegahan adverse event memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event melacak
serta menyediakan umpan balik

mengenai adverse event dengan rincian sebagai berikut:

1. Pencegahan adverse event

Hasil penelitian klinis memerlukan waktu lama (rata-rata 17 tahun) sampai diterapkan dalam
praktek sehari-hari. Penyediaan fasilitas teknologi informasi akan mendorong penyebarluasan informasi
dengan cepat. Sehingga, sekarang di berbagai rumah sakit pendidikan mulai tersedia fasilitas Internet
agar para residen dan dokter dapat dengan cepat mengakses perkembangan ilmu kedokteran terbaru
serta menggunakannya (evidence based medicine).

Pencegahan adverse event yang lebih riil adalah penerapan sistem pendukung keputusan (SPK) yang
diintegrasikan dengan sistem informasi klinik. Berbagai macam contoh SPK mampu memberikan alert
kepada dokter yang muncul secara cepat pada situasi kritis yang kadang membahayakan keselamatan
pasien.

Pada kondisi tersebut, informasi yang lengkap sangat penting dalam pengambilan keputusan misalnya:

a. nilai laboratorium abnormal

b. kecenderungan vital sign

c. kontraindikasi pengobatan maupun kegagalan prosedur tertentu.

Pencegahan adverse event juga dapat dilakukan melalui pengembangan berbagai aplikasi yang
memungkinkan pemberian obat serta dosis secara akurat. Penggunaan barcode serta barcode reader
untuk kemasan obat akan mencegah kesalahan pengambilan obat.

2. Memberikan respon cepat setelah terjadinya adverse event.

Selanjutnya, sistem informasi klinik yang baik akan mampu memberikan umpan balik secara cepat jika
terjadi kesalahan atau adverse event. Contoh yang menarik adalah pengalaman penarikan obat
rofecoxib (keluaran Merck). Begitu FDA mengeluarkan rilis mengenai penarikan obat tersebut, salah satu
rumah sakit di AS dengan cepat mengidentifikasi seluruh pasien yang masih mendapatkan terapi obat
tersebut, kemudian memberitahukan secara tertulis maupun elektronik mengenai penghentian obat
tersebut dan memberikan saran untuk kembali ke rumah sakit agar mendapatkan obat pengganti.

Semua surat kepada 11 ribuan pasien terkirim sehari kemudian. Dalam waktu 7 jam dokter yang
menggunakan sistem informasi klinikpun tidak akan menemukan daftar obat tersebut dalam daftar
peresepan, karena sudah langsung dikeluarkan dari database obat.

3. Melacak dan menyediakan umpan balik secara cepat

Teknologi database dan pemrograman saat ini memungkinkan pengolahan data pasien dalam ukuran
terra byte secara cepat. Metode datawarehouse dan datamining memungkinkan komputer mendeteksi
pola-pola tertentu dan mencurigakan dari data klinis pasien. Metode tersebut relatif tidak memerlukan
operator untuk melakukan analisis, tetapi komputer sendirilah yang akan memberikan hasil analisis dan
interpretasi tersebut.

Oleh karena itu, istilah rekam kesehatan elektronik menjadi kata kunci. Ketika data rekam medis pasien,
obat, protokol klinik, aset rumah sakit diintegrasikan dalam suatu database elektronik rumah sakit dapat
mewujudkan tiga hal tersebut di atas.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi akan membantu dalam pencapaian patient
safety melalui upaya-upaya perbaikan komunikasi, melengkapi program sistem informasi dengan
berbagai kalkulasi, pengembangan sistem pendukung keputusan, respon cepat setelah adverse event
maupun pencegahan adverse event. Disamping itu, upaya pengembangan arsitektur sistem informasi
yang memungkinkan tenaga kesehatan mengakses pengetahuan kedokteran terbaru.

Berbagai contoh di atas memerlukan investasi finansial yang tidak sedikit. Di sisi yang lain, banyak rumah
sakit yang menganggap teknologi informasi hanya sebagai komoditas, bukan sebagai sumber daya
strategis. Yang menguntungkan, tenaga kesehatan kita sebenarnya juga semakin aware terhadap
teknologi informasi. Saya mencatat bahwa dokter baru kita saat ini semakin familiar dengan teknologi
informasi dan komunikasi.

Ketika fasilitas hotspot disediakan di lingkungan kampus, semakin banyak mahasiswa yang
memanfaatkannya baik melalui laptop maupun handheld. Di Kanada, 50% dokter yang berusia di bawah
35 tahun menggunakan PDA. Hal ini menunjukkan bahwa difusi teknologi informasi cukup cepat. Faktor
kultural yang dapat menghambat adalah bagaimana mengintegrasikan sistem informasi klinik ke dalam
workflow seorang dokter. Pada tingkat yang lebih tinggi, sampai sekarang Indonesia belum mendadopsi
standar pertukaran data kesehatan secara elektronik (HL 7)maupun standar data untuk berbagai data
klinis dan keperawatan (SNOMED, LOINC dan NANDA).

Rumah sakit harus seharusnya menerjemahkan patient safety ke dalam rencana strategis
pengembangan sistem informasi rumah sakit. Dimulai dari pembentukan tim sistem informasi rumah
sakit yang akan menerjemahkan bisnis rumah ke dalam rencana strategis sistem informasi dan teknologi
informasi, pengembangan infrastruktur (mulai dari database pasien elektronik, workstation), hingga ke
pelatihan kepada staf medis, keperawatan dan non medis. Selain itu, keterlibatan dokter merupakan
salah satu kunci utama keberhasilan penerapan sistem informasi klinik. Pada tingkat yang lebih tinggi,
rumah sakit perlu bekerjasama dengan dinas kesehatan dan pihak asuransi maupun organisasi untuk
sharing data serta melakukan evaluasi pelayanan medis melalui database rekam medis.

C. Dampak Teknologi Informasi pada Pelayanan Kesehatan

Saat ini perkembangan teknologi begitu pesat. Hampir diseluruh penjuru dunia menggunakan teknologi
informasi. Kehadiran teknologi informasi sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Kehadirannya
membawa perubahan yang berarti. Salah satunya bagi saran kesehatan, teknologi sangat membantu
dalam memberikan pelayanan di tempat-tempat kesehatan.
Teknologi informasi dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Teknologi Informasi (TI), atau
dalam bahasa inggris dikenal dengan Information Technologi (IT) adalah istilah umum untuk teknologi
apapun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengonsumsikan atau
menyebarkan informasi.

Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat
(Depkes RI 2009).

Teknologi dalam perkembangannya saat ini sudah menunjukkan berbagai manfaat yang besar disemua
bidang. Salah satunya bidang kesehatan, teknologi informasi memiliki peran yang sangat banyak untuk
kemajuan pelayanan dibidang kesehatan

Salah satu contoh pengaruh teknologi informasi bagi kesehatan adalah pada saat pendaftaran pasien di
rumah sakit, dulu awalnya pendaftaran masih sangat manual, hanya menggunakan kertas dan polpen,
hal tersebut mengakibatkan pelayanan kepada pasien agak lama. Namun sekarang hampir semua
tempat pelayanan kesehetan menggunakan sistem komputerisasi karena efek dari perkembangan
teknologi informasi.

Pelayanan kepada pasien lebih cepat dan efisien serta tidak membuang banyak waktu dan tenaga.

Contoh lain seperti saat akan melakukan pengindekan dan pelaporan akan sangat mempermudah
petugas, karena data-data sudah ada di komputer, berbeda dengan yang dahulu masih harus
mengumpulkan berkas-berkas pasien dan mendata kembali.

Upaya-upaya pengembangan teknologi dalam kesehatan banyak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
bergelut di sistem informasi, sehingga nantinya akan dapat mengembangkan sistem pelayanan
kesehatan yang semakin canggih dan semakin praktis. Salah satu upaya pengembangan teknologi untuk
meningkatkan sistem informasi kesehatan adalah dengan memberikan pendidikan tentang teknologi
informasi pada mahasiswa Rekam Medis. Dalam perkuliahan seorang perekam medis tidak hanya
mempelajari tentang kode penyakit saja, akan tetapi juga diajarkan tentang teknologi informasi yang
nantinya akan dapat merancang bagaimana pelayanan agar menjadi lebih cepat dan efisien.

D. Dampak Positif pada Bidang Kesehatan

Perkembangan Teknologi Informasi saat ini dan pada masa yang akan datang memiliki beberapa dampak
positif bagi pelayanan kesehatan atau dibidang kesehatan.

Beberapa contoh dampak positif dari perkembangan Teknologi Informasi bagi kesehatan, diantaranya :

a. Teknologi Komputer

Dengan teknologi komputer kita dapat mencari informasi dan merancang atau menyusun rancangan
untuk alat-alat kedokteran sehingga akan dapat merubah atau meningkatkan kualitas peralatan medis
atau kesehatan. Semua informasi medis, termasuk yang dihasilkan dari sinar X, tes laboratorium, dan
monitor detak jantung, dapat ditransmisikan ke dokter lain dalam format digital. Semua itu
menggunakan teknologi komputer.

b. Teknologi Transfer Gambar

Dengan adanya teknologi transfer gambar akan mempermudah dan mempercepat pelayanan dan
pekerjaan para dokter serta petugas kesehatan yang lain. Karena dengan adanya teknologi transfer
gambar dokter dapat mengontrol pasien dari jarak jauh, misalnya transfer hasil CT scan. Hal tersebut
dapat mempercepat pemeriksaan oleh dokter.

c. Penerapan Teknologi Informasi dalam Kesehatan.

Sistem berbasis kartu cerdas (smart card) dapat digunakan juru medis untuk mengetahui riwayat
penyakit pasien yang datang ke rumah sakit karena dalam kartu tersebut para juru medis dapat
mengetahui riwayat penyakit pasien.

d. Rekam Medik Elektronik dan Perangkat Komputerisasi

Dengan adanya rekam medik elektronik dan komputerisasi ini dapat mengetahui bagaimana
perkembangan kesehatan seseorang, misalnya pada pasien yang menderita penyakit jantung, dengan
alat tersebut dapat dilihat bagaimana keadaan jantung atau kondisi jantung pasien sehingga nantinya
dapat membuat pasien penyakit jantung bisa mendapatkan obat yang sesuai.

e. Teknologi Informasi dan Rekam Medis (Harapan)

Pada mata kuliah Teknologi Informasi Pada Sarana Pelayanan Kesehatan kita mempelajari bagaimana
membuat atau merancang sebuah sistem untuk pelayanan kesehatan. Ini merupakan mata kuliah yang
sangat berpengaruh untuk kemajuan sistem pelayanan kesehatan di tempat pelayanan kesehatan.

Walaupun masih mempelajari dasar-dasarnya saja akan tetapi, saya berharap nantinya bisa
mengembangkan dasar-dasar tersebut. Karena nantinya saya akan kembali ke daerah asal saya dan akan
berusaha untuk meningkatkan sistem pelayan kesehatan yang ada di tempat-tempat pelayanan
kesehatan agar lebih efisien dalam memberikan pelayanan.

E. Konsep Dasar Keselamatan Pasien

Patient safety melibatkan sistem operasional dan proses pelayanan yang meminimalkan kemungkinan
terjadinya adverse event/ error dan memaksimalkan langkah-langkah penanganan bila error telah
terjadi. Tujuan patient safety adalah untuk mengurangi risiko cedera atau harm pada pasien akibat
struktur dan proses pelayanan kesehatan ( Pinzon, 2007)

Mitchell ( 2008) mengungkapkan bahwa patient safety menekankan pada pemberian sistem perawatan
yang (1) mencegah kesalahan “pencegahan bahaya pada pasien.”; (2) belajar dari kesalahan yang terjadi,
dan (3) dibangun di atas budaya keselamatan yang melibatkan para profesional perawatan kesehatan,
organisasi, dan pasien. Praktek- praktek keselamatan pasien didefinisikan sebagai faktor mengurangi
resiko yang berhubungan dengan paparan perawatan di berbagai diagnosa dan kondisi.

Banyak penggunaan tehnologi untuk keselamatan pasien, seperti penggunaan simulator, bar coding,
entry order dokter dengan komputerisasi, dan manajemen sumber daya , yang telah dianggap sebagai
strategi yang mungkin dapat menghindari kesalahan dalam menjaga keselamatan pasien dan
meningkatkan proses perawatan kesehatan ( Mitchell, 2008 ).

Womack, D. 2004, menjelaskan bahwa Institut of medicine di Amerika menetapkan keselamatan pasien
sebagai prioritas utama dalam memberikan pelayanan kesehatan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
telah ditetapkan kebijakan nasional melalui tiga upaya antara lain :

a. Computerized Provider Order Entry ( CPOE ) : memasukan instruksi pemberian obat pada pasien
menggunakan komputer yang dilengkapi dengan software yang dapat mendeteksi kesalahan.

b. Evidence base hospital refferal : pengiriman pasien yang memerlukan perawatan kompleks ke rumah
sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap.

c. ICU physician staffing ; menempatkan dokter yang mempunyai keahlian atau sertifikat critical care di
unit intensive care.

Berbagai upaya telah diusahakan untuk meningkatkan patient safety antara lain adalah dengan: (1)
pengembangan sistem untuk identifikasi dan pelaporan risiko error atau adverse event,

(2) penggunaan teknologi informasi, dan

(3) upaya perubahan kultur organisasi.

Cope, Nelson, Paterson (2008) menjelaskan ada empat strategi yang dikembangkan oleh badan
peralatan kesehatan WHO terkait penggunaan tekhnologi untuk keselamatan pasien , antara lain :

a. Kebijakan: perawat sebagai pemberi perawatan pasien langsung harus terlibat dalam menetapkan
dan mengevaluasi kebijakan kelembagaan, organisasi, dan masyarakat yang berkaitan dengan teknologi.

b. Kualitas dan keamanan : perawat dapat memastikan bahwa teknologi yang mereka gunakan
memenuhi kualitas internasional dan standar keselamatan dan spesifikasi teknis yang diperlukan sesuai
dengan lingkungan klinis di mana alat tersebut digunakan.

c. Akses: perawat dapat memastikan bahwa keputusan-keputusan institusi dibuat berdasarkan masukan
dari mereka dan juga masukan dari stakeholders lainnya.

d. Penggunaan : perawat harus terlibat dalam kebijakan intuitif mereka dan proses yang berhubungan
dengan pemeliharaan, pelatihan, pemantauan, dan pelaporan efek samping terkait dengan teknologi.
Teleheath dan telenursing, sebagai salah satu bentuk pemanfaatan technologi dalam bidang kesehatan
juga mempunyai beberapa kelemahan yang harus diketahui oleh perawat. Seperti kerahasiaan data
pasien, keandalan dan validitas transmisi harus menjadi pertimbangan dalam menggunakan metoda ini.

Sifat pemantauan secara berkesinambungan perangkat ini mungkin terbukti merupakan pelanggaran
hak-hak pasien terhadap privasi, dan karena masalah etika bagi penyedia layanan kesehatan tetap harus
dipertimbangkan. Penyedia layanan kesehatan harus sadar untuk menghormati privasi dan kerahasiaan
pasien. Terlepas dari teknologi telehealth spesifik digunakan, keandalan dan validitas transmisi data
sangat penting untuk keselamatan pasien. Sangat penting bagi perawat untuk melihat teknologi
telehealth sebagai media untuk perawatan, dan bukan sebuah alat untuk menggantikan praktek
keperawatan yang berkualitas tinggi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adverse event atau kejadian tak terduga adalah salah satu contoh dari kelalaian yang dilakukan oleh
tenaga medis dan bisa menyebabkan keselamatan pasien terganggu. Adverse event ini memiliki banyak
klasifikasi dan bisa disebabkan oleh alat kesehatan, sumber daya manusia, organisasi, tim, dan individu.
Adverse event sendiri bisa dicegah melalui penerapan budaya keselamatan pasien yang dibarengi
dengan kesadaran diri, sistem pendukung keputusan (SPK) yang diintegrasikan dengan sistem informasi
klinik, aplikasi barcode untuk pengobatan, memfokuskan intervensi, hingga pemberlakuan sistem
tindakan pelaporan utamanya dalam hal pemberian obat.

Adapun penggunaan teknologi dalam dunia kesehatan akan sangat membantu apalagi untuk mencegah
adverse event. Istilah teknologi dalam kesehatan disebut telehealth dan memiliki beragam manfaat.
Namun, penggunaan teknologi bisa tak diterapkan dengan baik sebab adanya hambatan dari segi
finansial, belum adanya standar, dan kultural. Resep sukses dari penggunaan teknologi ini adalah yang
digunakan harus mudah dipahami, efektif, dan tersedia on site dalam pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

Komite Keselamatan Kerja Pasien Rumah Sakit (KKPRS). (2015). Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident Report). Jakarta: Komite Keselamatan Kerja Pasien
Rumah Sakit (KKPRS).

Najihah. (2018). Budaya Keselamatan Pasien dan Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit: Literature
Review. Makassar: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muslim Indonesia.

Indriarini, Lucia Evi. (2016). “Penerapan Teknologi Informasi Di RS Untuk

Pelayanan Kesehatan Bermutu”.

<http://mutupelayanankesehatan.net/sample-levels/19-headline/2700penerapan-teknologi-informasi-
di-rs-untuk-pelayanan-kesehatan-bermutu>

Widyananda, Rival, Teguh Sutanto, dan Romeo. (2017). Rancang bangun aplikasi computerized
maintenance management system (cmms) pada ruang bedah (studi kasus : rs. petrokimia gresik). Jsika,
vol. 6(1). Surabaya: Fakultas Teknologi dan Informatika Institut Bisnis dan Informatika Stikom.

Sudaryanto, Agus dan Irdawati. (Maret 2008). Pemanfaatan Tekhnologi dalam Pelayanan Kesehatan.
Berita Ilmu Keperawatan, vol. 1(1), p.48-50.

Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Budiharjo, Andreas. (Mei 2008). Pentingnya safety culture di rumah sakit upaya meminimalkan adverse
events. Jurnal Manajemen Bisnis vol. 1(1), p. 53-70.

Parulian, T. S. Patient safety terkait dengan sistim teknologi informasi pada anak yang mengalami
hospitalisasi. p.1-11.
Pinzon, Rizaldy. (24 November 2007). Peran teknologi informasi untuk meningkatkan keamanan
pengobatan di rumah sakit. Seminar Nasional Teknologi 2007, p.1-5.

Ismaniati, Christina. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam peningkatan kualitas
pembelajaran.

Hibbert, P. D., et al. (26 September 2016). The application of the global trigger tool: a systematic review.
International Journal for Quality in Health Care, vol. 28 (6), p. 640-649.

Istifada, Rizkiyani, et al. (2017). Pemanfaatan teknologi telehealth pada perawat di layanan homecare.
Nursing Current, vol.5 (1), p. 51-61

Coomarasamy, Arri, et al. (Mei 2016). Promise: first-trimester progesterone therapy in women with a
history of unexplained recurrent miscarriages – a randomised, double-blind, placebo-controlled,
international multicentre trial and economic evaluation. Health Technology Assesment, vol. 20(41),
p.87-

88.

Therapeutic Goods Administration. (7 November 2018). Reporting adverse events. Department of


Health: Australian Government, diakses pada 12 Oktober 2019, <https://www.tga.gov.au/reporting-
adverse-events>

Foisey, C. Q. (1 Maret 2017). 4 ways technology is improving patient safety,

Health IT Outcomes, diakses tanggal 12 Oktober 2019,

<https://www.healthitoutcomes.com/doc/ways-technology-improvingpatient-safety-0001>.

Fuad, Anis. (14 September 2005). Teknologi informasi untuk patient safety, Anis Fuad, diakses tanggal 12
Oktober 2019,

<http://anisfuad.blog.ugm.ac.id/2005/09/14/teknologi-informasi-untukpatient-safety/>

Classification of adverse events. North Bristol NHS Trust, diakses tanggal 12 Oktober 2019,
<https://www.nbt.nhs.uk/research-innovation/running-yourstudy/safety-reposrting/classification-
adverse-events>.

Guest Author. (23 Februari 2018). How technology is improving patient care, The

Caregiver Space, diakses tanggal 12 Oktober 2019,

<https://thecaregiverspace.org/how-technology-is-improving-patient-care/>

Anda mungkin juga menyukai