Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan kerja adalah kegiatan yang dirancang untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan di tempat kerja. Perawat berisiko terhadap
kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan. Perawat adalah tenaga kesehatan
yang paling besar jumlahnya dan paling lama kontak dengan pasien, sehingga
sangat berisiko dengan pekerjaannya, namun banyak perawat tidak menyadari
terhadap risiko yang mengancam dirinya, melupakan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3).
Hampir setiap tindakan menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis
obat,jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan Rumah Sakit yang
cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis
(medical error). Medical error didefenisikan sebagai suatu kegagalan tindakan
medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan
(yaitu, kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu
tujuan (yaitu, kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses
asuhan medis ini akan berpotensi atau mengakibatkan cedera pada pasien bisa
berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Di Indonesia, telah di keluarkan kepmen nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang pedoman Audit Medis di Rumah Sakityang
tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit
yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien.
Sebagai seorang perawat harus dapat memahami masalah yang dihadapi
oleh klien, selain itu seorang perawat dapat berpenampilan menarik. Untuk itu
seorang perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain,
ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam
perilaku perawat.
B. TUJUAN
1. Mengetahaui defenisi keselamatan pasien.

1
2. Mengetahui apa saja cedera atau luka pada pasien akibat salah pelayanan dan
kegagalan sistem medis.
3. Mengetahui apa saja model keselamatan pasien.
4. Mengetahui berbagai faktor resiko yang melibatkan kesalahan medis.
5. Mengetahui peran keselamatan pasien dalam pelayanan keperawatan
C. MANFAAT
1. Mampu memahami defenisi keselamatan pasien.
2. Mampu memahami apa saja cedera atau luka pada pasien akibat salah
pelayanan dan kegagalan sistem medis.
3. Mampu memahami apa saja model keselamatan pasien.
4. Mampu memahami berbagai faktor resiko yang melibatkan kesalahan medis.
5. Mampu memahami peran keselamatan pasien dalam pelayanan keperawatan.

2
BAB II

KERANGKA TEORI

A. DEFENISI
Pengertian Keselamatan Pasien Keselamatan (safety) telah menjadi isu
global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada 5 (lima) isu penting yang terkait
dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : keselamatan pasien (patient
safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan
peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan
petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap
pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait
kelangsungan hidup rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah
sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien
merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan
isu mutu dan citra perumahsakitan (Depkes RI, 2008).

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/ KKP-RS (2008)


mendefinisikan bahwa keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko
(hazard). Keselamatan pasien (patient safety) adalah pasien bebas dari harm/
cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan
terjadi (penyakit, cedera fisik/ sosial/ psikologis, cacat, kematian dan lain-lain),
terkait dengan pelayanan kesehatan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/ Menkes/ Per/


VIII/ 2011, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.

3
Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk
menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hippocrates kira-kira
2400 tahun yang lalu yaitu Primum, non nocere (First, do no harm). Namun
diakui dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan
khususnya di rumah sakit menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan- KTD (Adverse Event) apabila tidak dilakukan
dengan hati-hati karena di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes
dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi
dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus.
Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan
baik dapat terjadi KTD (Depkes RI, 2008).

B. CEDERA ATAU LUKA PADA PASIEN AKIBAT SALAH PELAYANAN


DAN KEGAGALAN SISTEM MEDIS
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan
cedera pada pasien. Kesalahan termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu
rencana atau menggunakan rencana yang salah untuk mencapai tujuannya. Dapat
akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Elder dan Dovey (2002), Membuat sistim klasifikasi kesalahan dalam
pelayanan kesehatan yang sesehatan yang seharusnya dapat di cegah terkait
deengan pelayanan primer dan kesalahan dalam proses :
1. Klasifikasi kesalahan pada pelayanan primer, meliputi;
a. Terkait dengan diagnosis (salah mendiagnosis dan tertunda
mendiagnosis).
b. Pengobatan (salah obat, salah dosis, tertunda administrasi, tanpa
administrasi), non obat (ketidaktepatan, terlambat, di hilangkan,
komplikasi).
2. Klasifikasi kesalahan pada proses, meliputi;
a. Factor dokter (kesalahan penilaian klinis, kesalahan procedure
keterampilan).
b. Factor perawat (kesalahan komunikasi, dan kesalahan prosedur
keterampilan).

4
c. Kesalahan komunikasi (dokter-pasien, dokter-dokter atau sistim dan
personil pelayanan kesehatan lainnya.
d. Factor administrasi (dokter, farmasi, perawat, terapi fisik, terapi
pekerjaan, pengaturan kantor.
e. Factor akhir (pribadi dan masalah keluarga, dokter, perawat staf,
peraturan perusahaan ansuransi, peraturan pemerintah, pembiayaan,
fasilitas dan lokasi praktek, dan sistim umum pelayanan kesehatan).

Menurut Chang, Schyve, Croteau, O’leary, dan Loeb (2005) menyatakan


bahwa beberapa metode telah dikembangkan untuk menentukan dan
mengklafikasi kesalahan medis, efek samping, dan lainnya terkait dengan
konsep keselamatan pasien. Namun, metode-metode tersebut cendrung menjadi
sempit dan terutama hanya berfokus pada bidang tertentu pelayanan kesehatan,
sepert; kesalahan obat reaksi transfuse, perawatan primer, dan pelayanan
keperawatan.
C. MODEL KESELAMATAN PASIEN
Model keselamatan pasien yang baik telah dibangun, Vincent (2010)
mencari model pendekatan yang sederhana, sepenuhnya sesuai dengan materi
pelajaran, dan kompatibel dengan model yang ada. Pada saat yang sama,
seharusnya cukup sederhana sehingga bisa dilihat dalam diagram sketsa yang
mudah dan dinyatakan dalam kalimat sederhana dan sederhana yang mudah
diingat. Hanya model sederhana semacam itu yang bisa menembus batas-batas
pemikiran sehari-hari di antara semua orang yang diperlukan di seluruh
perawatan kesehatan.
Vincent (2010) menawarkan model sederhana berikut untuk melihat
keselamatan pasien. Ini membagi sistem perawatan kesehatan menjadi empat
domain:
1. Mereka yang bekerja di bidang kesehatan.
2. Mereka yang mendapatkan perawatan kesehatan atau memiliki saham
dalam ketersediaannya.
3. Infrastruktur sistem untuk intervensi terapeutik ( proses pemberian
layanan kesehatan ).

5
4. Metode umpan balik dan perbaikan terus menerus.

Setiap domain berinteraksi dengan domain lain dan lingkungan. Hasilnya


adalah inti, model menyeluruh untuk keselamatan pasien.
Model ini juga konsisten dengan kerangka berfikir yang ada yang
mendukung pasien. Vincent (2010) mengidentifikasi tujuh elemen yang
mempengaruhi keselamatan:
1. Faktor organisasi dan manajemen.
2. Faktor lingkungan kerja.
3. Faktor tim.
4. Faktor individu.
5. Karakteristik Pasien.
6. Faktor lingkungan eksternal.

Faktor-faktor ini menyebar di antara tiga domain;


1. Sistem untuk tindakan terapeutik.
2. Orang-orang yang bekerja di bidang perawatan kesehatan.
3. Orang-orang yang menerimanya atau memiliki saham dalam
ketersediaannya.

Model nasional untuk akreditasi dan kualitas keselamatan pasien


(Australian
Commission on Safety and Quality in Healthcare / ACSQH, 2010), Pada bulan
November 2006, ACSQH memulai tinjauan terhadap sistem dan standar
keselamatan dan kualitas nasional, dan mengusulkan sebuah paket reformasi
termasuk seperangkat standar nasional dimana layanan kesehatan dapat dinilai.
Tahap pertama pelaksanaan reformasi akreditasi telah difokuskan pada
pengembangan seperangkat Standar Pelayanan Kesehatan Keselamatan dan
Mutu Nasional. Draft Standar berfokus pada area yang penting untuk
meningkatkan keselamatan dan kualitas perawatan bagi pasien dengan
memberikan pernyataan eksplisit tentang tingkat keselamatan dan kualitas

6
perawatan yang diharapkan yang akan diberikan kepada pasien oleh organisasi
layanan kesehatan.
D. BERBAGAI FAKTOR RESIKO YANG MELIBATKAN KESALAHAN
MEDIS
1. Sistem
Kecelakaan lebih mungkin terjadi dalam beberapa jenis sistem. Ketika
kesalahan terjadi, merupakan kegagalan dalam merancang sistem. Tujuh
utama dalam desain sistem agar kecelakaan tidak terjadi dan jikapun
kesalahan terjadi dapat meminimalkan kerusakan. Dalam sistem yang
kompleks, salah satu komponen sistem dapat berinteraksi dengan beberapa
komponen lain, kadang-kadang dalam cara yang tak terduga atau tak terlihat.
Meskipun semua sistem memiliki banyak bagian yang berinteraksi, masalah
muncul ketika salah satu bagian sistem melayani banyak fungsi, dan jika
bagian sistem ini gagal, maka semua fungsi akan gagal juga. Sistem yang
kompleks di tandai oleh spesialisasi dan keterkaitan menerima informasi
secara tidak langsung., dan karena spesialisasi ada sedikit kemungkinan
mengganti atau pemindahan personil atau sumber daya lainnya.
2. Kondisi
Meskipun keputusan manajerial yang baik diperlukan untuk keamanan dan
produksi yang efisien, namun itu tidak cukup. Kebutuhan untuk memiliki
peralatan yang tepat, terpelihara dengan baik dan dapat di andalkan, tenaga
kerja yang terampil dan berpengetahuan, jadwal kerja yang masuk akal,
pekerjaan yang di rancang dengan baik; panduan yang jelas pada kinerja
yang di inginkan dan tidak di inginkan, dan sebagainya. Fakor-faktor seperti
ini merupakan pelopor atau prasyarat untuk proses produksi yang aman.
Setiap yang diberikan tidak jelas dapat memberi kontribusi kepada sejumlah
besar tindakan yang tidak aman. Misalnya, personil yang kurang pelatihan,
beban kerja tinggi, tekanan waktu berlebihan, persepsi yang tidak tepat
tentang bahaya, atau kesulitan motivasi. Desain pekerjaan pemulihan dan
penggunaan peralatan, prosedur operasional, jadwal kerja, dan sebagainya,
semua faktor ini dalam proses produksi dapat di rancang dalam memperbaiki
kondisi untuk lebih menjamin keselamatan.

7
3. Manusia
Faktor manusia didefinisikan sebagai studi tentang keterkaitan antara
manusia, alat-alat yang mereka gunakan, dan lingkungan dimana mereka
tinggal dan bekerja. Dalam konteks ini, pendekatan faktor manusia
digunakan untuk mengetahui dimana dan mengapa sistem atau proses rusak.
4. Teknologi
Menurut Carstens (2008) salah satu penyebab kesalahan pada pelayanan
kesehatan adalah persoalan teknologi. Untuk mendukung pengetahuan
manajement dan pekerja pada layanan kesehatan agar mengurangi resiko
kesalahan, meningkatkan keselamatan pasien, dan memperbaiki seluruh
mutu pelayanan pasien diperlukan perbaikan teknologi. Carstens
memperkenalkan model teknologi model teknologi yang dapat mengurangi
kesalahan dalam pelayanan kesehatan, dengan nama SHELL model;
a. Software (prosedur, kebijakan/paraturan, Regulasi).
b. Hardware (Bahan, peralatan, fasilitas).
c. Environment (Fisik, Ekonomi, Politik).
d. Liveware/Worker (Pembatasan Fisik, keterbatasan Mental,
Pengetahuan/skill, Sikap).
e. Liverware/Teamwork (Komunikasi, Kepemimpinan, Norma Kelompok).
5. Factor lain yang berkontribusi terhadap terhadap kesalahan
a. Tindakan yang tidak tepat.
b. Kesalahan obat.
E. PERAN PERAWAT DALAM KESELAMATAN PASIEN
Idealnya peran perawat yaitu untuk menjaga keselamatan pasien.
Keselamatan pasien merupakan hak pasien. Namun, masih banyak perawat yang
melakukan kinerja tidak sesuai dengan peraturan, seperti halnya pemasangan
infus pada pasien. Menurut Choo (2010), peran perawat meliputi :
1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang
kemungkinan terjadinya resiko.
2. Melaporkan terjadinya KTD.
3. Meningkatkan komunikasi dengan pasien dan tenaga professional
lainnya.

8
4. Berperan aktif dalam melakukan pengkajian terhadap keamanan dan
kualitas pelayanan.
5. Membantu pengukuran terhadap peningkatan keselamatan pasien.

Sebagai contoh yaitu perang perawat dalam penggunaan peralatan dan


teknologi dalam meningkatkan patient safety :
1. Fungsional
Perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari alat.
Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan
pelatihan untuk mengoperasikan alat secara tepat dan benar.
2. Keamanan
3. Alat-alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya
sehingga dapat meningkatkan keselamatan pasien.

Peran perawat dalam mewujudkan keselamatan pasien dirumah sakit


yaitu:

1. Sebagai pemberin pelayanan, perawat mematuhi standar pelayanan


dan SOP yang telah ditetapkan.
2. Menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya.
3. Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap
kejadian tidak diharapkan (KTD).
4. Mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dan keluarga.
5. Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan
keperawatan.
6. Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan
yang diberikan.
7. Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian
pelayanan kesehatan.

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Keselamatan pasien (patient safety) adalah pasien bebas dari harm/ cedera
yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan
terjadi (penyakit, cedera fisik/ sosial/ psikologis, cacat, kematian dan lain-
lain), terkait dengan pelayanan kesehatan.
2. Menurut Chang, Schyve, Croteau, O’leary, dan Loeb (2005) menyatakan
bahwa beberapa metode telah dikembangkan untuk menentukan dan
mengklafikasi kesalahan medis, efek samping, dan lainnya terkait dengan
konsep keselamatan pasien, tetapi cenderung sempit dan hanya berfokus
pada bidang tertentu pelayanan kesehatan.
3. Hanya model sederhana semacam yang bisa menembus batas-batas
pemikiran sehari-hari di antara semua orang yang diperlukan di seluruh
perawatan kesehatan.
4. Berbgai faktor resiko yang mengakibatkan kesalahan medis, seperti sistem,
kondisi, manusia, dan teknologi.
B. SARAN
Adapun saran untuk para mahasiswa perawat yang mengaplikasikannya di
lingkungan disekitarnya terlebih dahulu. Lebih care terhadap lingkungan agar
ketika dirumah sakit maka akan care juga terhadap pasiennya dan
mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan prosedur yang telah ditentukan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Tutiany,dkk. (2017). Manajemen keselammatan pasien. Jakarta: Pusdik SDM


Kesehatan

Depkes; Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


755/Menkes/Per/Iv/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit

11

Anda mungkin juga menyukai