Disusun Oleh :
Kelompok D’20
Kintan Resqitha Ekaputri Elisya Syofyani
Rettania Lorenza Hamrizal Azizah Yulia Ulfa
Vira Shintya Syafma Noveri Yansyah
Annisa Fatma Poppy Tia Andria
Miftahul Rahmi
Dosen Pembimbing :
DIVISI DATA
Studi Literature :
1. Di Indonesia kasus akne vulgaris (jerawat) terdapat 80 % dengan prevalensi tertinggi
yaitu umur14-17 tahun, diamna wanita berkisar 83%-85% dan pada pria pada umur
16-19 tahun berkisar 95-100%. (Saragih, et al., 2016)
2. Timbulnya akne vulgaris pada masa remaja, akan meningkatkan pentingnya
penampilan diri dalam lingkungan sosial sehingga akan dapat mempengaruhi konsep
diri remaja putri.(Yuindartanto: Sampelan et al., 2017)
3. Remaja yang berjerawat, dilaporkan memiliki kepercayaan diri rendah atau rasa
malu (71%), kesulitan menemukan pasangan (43%), masalah interaksi dengan teman
(24%), masalah dengan kegiatan di sekolah(21%).
(Ritvo Eva et al., 2011)
4. Remaja yang berjearawat dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Remaja
dengan acne vulgaris menunjukkan rasa malu, harga diri rendah, mempengaruhi
aktivitas di sekolah, mempengaruhi hobi, kehidupan sosial, menghindar kegiatan
fisik karena malu dengan wajah yang berjerawat. (Tasoula at al., 2012)
Studi Literature
1. Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2018 melaporkan 1,13 miliar
orang di dunia menderita hipertensi dan diperkirakan tahun 2025 terjadi peningkatan
penderita hipertensi dari 26,4% menjadi 29,2%. Peningkatan ini terutama
disebabkan oleh peningkatan faktor risiko hipertensi pada populasi tersebut (WHO,
2019).
2. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menyatakan bahwa, prevalensi hipertensi
berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%
danyang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan hanya 8,6% dari prevelensi hipertensi.
Hal ini mengalami peningkatan dari 5 tahun yang lalu, dimana data Riskesdas tahun
2013 menyebutkan bahwa prevelensi hipertensi sebesar 25,8% dan yang
terdiagnosis oleh tenaga kesehatan hanya 9,5% (Riskesdas, 2018).
3. Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi hipertensi pada usia dewasa muda adalah
sebesar 13.59%. Dengan pembagian kelompok usia, pada kelompok usia 18-24
tahun (7.35%), 25-34 tahun (10.41%), 35-44 tahun (21.35%). Sehingga nampak
jelas bahwa seiring dengan bertambahnya usia, pemicu terjadinya hipertensi akan
meningkat sehingga pada kelompok usia 35-44 tahun memiliki risiko 2.91 kali
terkena hipertensi dibandingkan kelompok usia 18-24 tahun PR: 2.91, 95% CI
(2.48-3.40). (Silviana Tirtasari, Nasrin Kodim, 2019).
4. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan diastolik ≥ 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang (Kemenkes RI, 2019)
5. Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi atau diubah adalah usia, jenis kelamin dan genetic. Sedangkan faktor
risiko yang dapat dimodifikasi adalah merokok, diet rendah sehat, konsumsi
makanan tinggi garam, kurang aktivitas fisik, stress, berat badan
berlebih/kegemukan, dan komsumsi alkohol (Kemenkes RI, 2019).
6. Pola makanan pencegah hipertensi yang berhubungan secara signifikan dengan
kejadian hipertensi diantaranya tomat, sawi, bayam, brokoli, mangga, semangka,
nanas, ikan air tawar, tongkol, ayam tanpa kulit, putih telur, biji bunga matahari.
Selain itu, pola makanan yang bisa mengakibatkan hipertensi diantaranya daging
kambing, daging atau kulit ayam, keripik, dendeng, abon, ikan asin, telur asin,
tepung susu, dan mentega (S Widyaningrum – 2012).
7. Hasil penelitian ditemukan bahwa adanya hubungan antara tingkat stres dengan
hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Sidomulyo Rawat Inap Kota
Pekanbaru (p-value = 0,000 ; r = 0,688)( Tyagita Widya Sari, dkk 2018).
8. Penyebab utama hipertensi menurut hasil penelitian yang ada adalah rendahnya
kepatuhan pengobatan hipertensi(Riyadina, 2019).Hasil Riset Kesehatan Dasar
(2018) di Indonesia, terdapat 32,3% kasus hipertensi tidak rutin melakukan
pengobatan ke pelayanan kesehatan dan 13,3% kasus pasien tidak melanjutkan
mengkonsumsi obat. Alasan pasien tidak rutin dan tidak minum obat hipertensi yaitu
pasien merasa sudah sehat, memilih minum obat tradisional, sering lupa, tidak
mampu beli obat rutin, tidak tahan efek samping obat, dan obat tidak ada di fasilitas
pelayanan kesehatan.
9. Kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko menderita hipertensi. Orang
yang tidak aktif cenderung memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin
besar dan sering otot jantung memompa, maka semakin besar tekanan yang
dibebankan pada arteri sehingga tekanan darah akan meningkat (Anggara &
Prayitno, 2013)
10. Penatalaksanaan hipertensi Joint National Committee 8 (2014) merekomendasikan
beberapa upaya pengontrolan tekanan darah selain terapi farmakologis diantaranya
yaitu penurunan berat badan, adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension), membatasi asupan garam, melakukan aktivitas fisik (olahraga),
membatasi konsumsi alkohol, dan berhenti merokok.
Lansia Hasil Kuesioner / AngketUmumLansia
1. Hasil penyebaran kuesioner via google form pada lansia di dapatkan bahwa klien
komunitas virtual D’20 ada yang mengalami gastritis dan hipertensi.
2. Hasil penyebaran kuesioner via google form didapatkan bahwa klien komunitas
virtual D’20 usia lansia mengalami gastritis sebanyak 2 responden (40%) dan lansia
mengalami hipertensi sebanyak 2 responden (40%), sedangkan 1 responden (20%)
lainnya tidak mengalami keluhan
3. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner via google form didapatkan bahwa klien
lansia yang memiliki kebiasaan yang tidak sehat yaitu makan tidak teratur (40%),
suka makanan yang pedas (20%), dan minum kopi sebanyak (20%).
4. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner via google (40%) mengeluh nyeri pada ulu
hati, mual, tidak nafsu makan, dan muntah. Kemudian sebanyak (40%) lainnya yaitu
sakit kepala/ tengkuk, mudah marah, dan susah tidur, diikuti dengan sebanyak (20%)
lansia tidak memiliki keluhan apapun.
5. Hasil penyebaran kuesioner via google form pada lansia didapatkan bahwa klien
komunitas virtual D’20 yang melakukan pemeriksaan kesehatan hanya kadang-
kadang yaitu sebanyak (60%) sedangkan (40%) lainnya tidak melakukannya.
6. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner didapatkan bahwa sebagian besar lansia
(80%) tidak pernah memiliki kebiasaan meminum susu, sedangkan (20%) lainnya
meminum susu kadang-kadang.
7. Hasil penyebaran kuesioner via google form pada lansia didapatkan bahwa klien
komunitas virtual D’20 semuanya tidak mengikuti posyandu lansia yaitu sebanyak
(100%).
Studi Literatur
1. Gastritis merupakan peradangan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh kuman
helicobakteri pylori yang bersifat akut, kronik difus maupun lokal (Hirlan, 2009).
Gejala yang umumnya terdapat pada penyakit gastritis diantaranya adalah nyeri pada
lambung, mual, muntah, lemas, kembung, sesak, nyeri pada ulu hati, tidak ada nafsu
makan, wajah pucat, suhu badan naik, keringat dingin, pusing, bersendawa serta
dapat terjadi pendarahan di saluran cerna (Mansjoer et al., 2001).
2. Badan kesehatan dunia WHO, meninjau di beberapa Negara di belahan dunia dan
mendapatkan hasil prosentase dari angka kejadian gastritis di dunia, seperti: Inggris
22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, angka
kejadian gastritis meningkat diperkirakan sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk
setiap tahun. Angka kejadian gastritis di Asia Tenggara sekitar 586.635 dari jumlah
penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang sudah dikonfirmasi melalui
endoskopi pada populasi yang berada di Indonesia sebanyak 274,396 kasus (Budiana
dalam Maharani, 2020).
3. Penyakit yang sering terjadi pada lansia adalah hiperkolesterol, jantung, hipertensi,
sembelit, ostioporosis, gastritis. Pola makan pada lansia sering tidak teratur
dikarenakan kemampuan daya ingat terhadap waktu makan sangat terbatas dan
biasanya juga dalam kondisi terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang,
Sehingga kondisi lambung dan pencernaan menjadi terganggu (Muhith, Siyoto,
2016).
4. Minuman kopi mengandung senyawa kafein. Kafein di dalam kopi bisa mempercepat
proses terbentuknya asam lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung
berlebih dan membuat perut terasa kembung (Fatmaningrum, 2009).
5. Tingkat stres dan pola makan berhubungan dengan kejadian gastritis, dan disarankan
kepada penderita gastritis untuk dapat mengontrol keadaan mental atau psikologis
tubuh dalam menangani kejadian stres sehingga tidak memicu terjadinya peningkatan
asam lambung dan dapat mengatur pola makannya, baik waktu, jenis dan porsi
makan sehingga tidak memicu terjadinya gastritis (Mappagerang R.,2017).
6. Penatalaksanaan farmakologi penyakit gastritis adalah : Antikoagulan:pada lambung
bila mengalami perdarahan. Antasida: untuk gastritis yang parah, untuk
mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-gejala mereda cairan dan
elektrolit diberikan lewat intravena, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan
antasida serta istirahat. Histonin: untuk menghambat pembentukan asam lambung
serta untuk menurunkan iritasi lambungdapat diberikan ranitidin. Sulcralfate:
diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara menyeliputinya, untuk
mencegah difusi kembali asam serta pepsin yang menyebabkan iritasi. Pembedahan:
untuk mengangkat gangreen dan perforasi, Gastrojejunuskopi atau reseksi lambung:
mengatasi obstruksi pilorus(Dermawan, 2010).
7. Penyakit disebabkan oleh asam lambung yang tinggi atau terlalu banyak makanan
dan minuman yang bersifat mernagsang asam lambung naik seperti makanan pedas,
makanan asam, kopi, alcohol dan minuman bersoda. Makanan yang bersifat tajam
tersebut dapat merusak dinding lambung, sehingga menimubulkan nyeri pada
lambung yang lecet karena gesekan. Karena lemahnya daya tahan dinding lambung
terhadap serangan tersebut maka kehadiran zat-zat merangsang tersebut
menimbulkan gejala penyakit gastritis (Rukmana, 2018).
ANALISA DATA
Subjektif:
1. Mengungkapkan kesulitan dalam menjalani program
perawatan/pengobatan. (SDKI, 2016)
Ibu mengatakan imunisasi pada anaknya tidak lengkap karena ibu
pernah mengalami pengalaman buruk pada anak pertamanya
bahwa setelah diberi imunisasi anak mengalami demam tinggi
beberapa hari, sehingga ibu merasa cemas jika anaknya
diimunisasi lagi.
Studi Literature:
1. Menurut Sofyan 2016, Demam didefinisikan sebagai peningkatan
suhu tubuh menjadi >38,0°C.
2. Menurut Wardiyah et al 2015,Demam adalah kondisi dimana suhu
tubuh berada di atas normal
3. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memperkirakan
jumlah kasus demam di seluruh dunia yang kematian tiap tahunnya
mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu (WHO, 2012). Di
dapatkan data kunjungan ke fasilitas kesehatan pediatrik di Brazil
terdapat sekitar 19% sampai 30% anak diperiksa karena menderita
demam. Di Amerika Serikat sendiri angka kejadian demam pada
tahun 2012 yang berkisaran antara 0,8% - 1,2% dari setiap 1000
bayi setiap tahunnya.
4. Menurut Setiawati 2009, Di Indonesia sendiri penderita demam
sebanyak 465 (91,0%).
5. Menurut laporan SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia)
2012, anak yang berusia dibawah 5 tahun atau anak balita diketahui
sebesar 31% yang mengalami demam dan sebesar 37% pada anak
yang berusia 6-23 bulan yang lebih mudah mengalami demam.
6. Anak yang mudah terkena infeksi yang akhirnya menimbulkan
demam adalah anak yang berusia dibawah lima tahun. Tingginya
suhu tubuh anak juga tidak bisa menjadi indikasi tingkat keparahan
penyakit pada anak karena merupakan reaksi yang terjadi pada
tubuh anak saat melakukan perlawanan terhadap infeksi. Demam
dapat turun dengan sendirinya dalam waktu 1-2 hari, sehingga tidak
selalu membutuhkan pengobatan. (Doloksaribu & Siburian, 2016)
7. Hasil penelitian Setyani & Khusnal 2015, Fitriana & Krisnanto
2016, Penangan demam pada anak sangat tergantung pada pada
peran orang tua seperti mencari pengobatan kepelayanan kesehatan
seperti Balai pengobatan, Puskesmas dan Rumah sakit. Mencari
pengobatan ke fasilitas pengobatan tradisional. Tindakan mengobati
sendiri.
8. Menurut Notoadmojo 2003, Ibu yang memiliki pengetahuan dan
sikap yang baik tentang demam dapat melakukan penanganan
demam yang terbaik bagi anaknya.
9. Menurut Ismoedijanto (2013), kurangnya informasi dan
pengetahuan ibu dapat menimbulkan kesalahan dalam penanganan
demam pada anak seperti menyelimuti anak saat demam dengan
selimut tebal. Survei Kesehatan Nasional 2013 melaporkan bahwa
kematian pada anak akibat kesalahan ibu dalam penangan demam
adalah sebanyak 20 – 25%.
10. Hasil penelitian Kristiyaningsih et al 2019, penanganan tanpa obat
dilakukan dengan pemberian perlakuan khusus yang dapat
membantu menurunkan suhu tubuh meliputi pemberian cairan,
penggunaan kompres, dan menghindari penggunaan pakaian terlalu
tebal.
11. Hasil penelitian Masrurih et al 2017, penurunan suhu tubuh anak
demam sesudah diberikan kompres hangat di axilla rata-rata 1,3°C,
sedangkan penurunan suhu tubuh anak demam sesudah diberikan
kompres hangat di femoral rata-rata 0,7°C. Ada perbedaan yang
bermakna suhu tubuh sebelum dan sesudah diberikan kompres
hangat di axilla pada pasien anak demam di RSUD Ambarawa
dengan nilai p value 0,000
12. Hasil penelitian Anisa 2019, Kompres air hangat efektif
menurunkan demam pada klien di RSUD Temanggung
13. Hasil penelitian Sorena et al, 2019, kecenderungan penurunan suhu
tubuh setelah dilakukan kompres hangat pada anak dengan
peningkatan suhu tubuh di ruang Edelweis RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu.
14. Hasil penelitian Nur dan Marissa 2012, Terdapat hubungan yang
signifikan antara lama pemberian ASI, ASI eksklusif, dan
pemberian makanan pendamping ASI dengan penyakit infeksi pada
balita di Provinsi Aceh.
Remaja Data Mayor Gangguan citra tubuh
Subjektif b.d perubahan
1. Mengungkapkan kecacatan/ kehilangan bagian tubuh struktur/bentuk tubuh
4 remaja mengeluh sedang mengalami jerawat pada mukanya (jerawat) pada
Objektif komunitas remaja
1. Fungsi/struktur tubuh berubah/ hilang virtual D’20
Sebanyak 66,7% remaja mengatakan mengalami jerawat,
100% responden merasa tidak nyaman dengan wajah yang
berjerawat
Di Indonesia kasus akne vulgaris (jerawat) terdapat 80 %
dengan prevalensi tertinggi yaitu umur14-17 tahun, diamna
wanita berkisar 83%-85% dan pada pria pada umur 16-19
tahun berkisar 95-100%. (Saragih, et al., 2016)
Data Minor
Objektif
1. Menyembunyikan/ menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan
50% responden merasa malu bertemu dengan orang lain
karena berjerawat,
100% responden memilih setuju dengan sering merasa malu
dengan wajah saya yang berjerawat
2. Focus berlebihan pada perubahan tubuh
50% responden suka termenung memikirkan wajah yang
berjerawat
50% responden menghabiskan banyak waktu untuk
mengatasi jerawat
3. Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh
50% responden memilih setuju dengan pernyataan suka
termenung memikirkan wajah yang berjerawat
4. Hubungan social berubah
50% responden merasa malu bertemu dengan orang lain
karena berjerawat
50% responden merasa peduli dengan komentar orang lain
akan wajah yang berjerawat
50%setuju dengan melakukan perawatan wajah untuk
menarik perhatian orang lain
75% responden setuju dengan merasa risih jika mendengar
orang lain mengomentari wajah saya yang berjerawat
Subjektif
1. Mengungkapkan perasaan negative tentang perubahan tubuh
Dua responden remaja mengungkapkan merasa malu
bertemu dengan orang lain karena wajahnya yang
berjerawat
Dua responden mengeluh wajahnya menjadi kurang
menarik lagi karena jerawat yang sedang dialaminya
2. Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/ reaksi orang
Dua responden mengatakan terkadang merasa malu dan
khawatir untuk berinteraksi dengan orang lain karena
jerawatnya
Tiga responden mengungkapkan bahwa terkadang merasa
kesal dengan orang yang membicarakan atau mengomentari
wajahnya yang berjerawat
Dewasa Data Mayor D.0116 Manajemen
Subjektif : Kesehatan Tidak
1. Mengungkapkan kesulitan dalam menjalani program Efektif b.d
perawatan/pengobatan kompleksitas program
- 3 dari 10 dewasa mengatakan sering lupa mengkonsumsi obat perawatan /
hipertensi, dan 7 dari 10 dewasa mengatakan kadang-kadang pengobatan
lupa mengkonsumsi obat hipertensi
Objektif :
1. Gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko
- Klien komunitas virtual D’20 yang mengalami hipertensi
(25,6%)
2. Gagal menerapkan program perawatan/pengobatan
- 30% dewasa mengatakan sering lupa mengkonsumsi obat
hipertensi, dan 70% mengatakan kadang-kadang lupa
mengkonsumsi obat hipertensi
- 70% dewasa mengatakan selama 2 pekan terakhir pernah
dengan sengaja tidak meminum obat
- 50% dewasa mengatakan pernah merasa terganggu dengan
kewajiban dalam pengobatan yang dijalani
3. Aktivitas hidup sehari-hari tidak efektif untuk memenuhi tujuan
kesehatan
- 60% dewasa mengatakan tidak melakukan aktivitas fisik berat
dalam seminggu terakhir
- 70% dewasa mengatakan melakukan aktivitas fisik sedang
dalam seminggu terakhir
- 60% dewasa mengatakan tidak melakukan berjalan kaki selama
minimal 10 menit
- 30% dewasa mengatakan mengkonsumsi makanan tinggi lemak
dan kolesterol
- 50% dewasa mengatakan tidak mengkonsumsi daging tanpa
lemak dan ayam tanpa kulit
- 30% dewasa megatakan pernah merokok selama 3 bulan
Lansia Data Mayor Pemeliharaan kesehata
Subjektif ntidak efektif
Menanyakan masalah yang dihadapi berhubungan dengan
- Berdasarkan hasil observasi 2 responden mengatakan tidak ketidak mampuan
mengetahui penyebab dari penyakit yang dialami mengatasi masalah
- Berdasarkan hasil observasi 2 responden mengatakan tidak (individu atau
mengetahui cara penanganan penyakit yang dialami keluarga) pada
- Berdasarkan hasil observasi 1 dari 2 responden mengatakan bahwa komunitas lansia
virtual D’20
akhir-akhir ini sering merasa stress karena pandemi yang tidak
kunjung selesai.
Objektif
1.Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
- Berdasarkan hasil survey ditemukan bahwa 50% lansia selalu
makan makanan pedas dan 50% lainnya sering mengkonsumsi
makanan pedas
- Berdasarkan hasil survey ditemukan bahwa 100% dari responden
kadang-kadang mengkonsumsi kopi lebih dari 2 gelas sehari.
- Berdasarkan hasil survey ditemukan bahwa 100% dari responden
kadang-kadang mengkonsumsi minuman bersoda secara
berlebihan.
- Berdasarkan hasil survey ditemukan bahwa 100% lansia kadang-
kadang memiliki kebiasaan malas makan saat menghadapi
masalah yang berat
- Berdasarkan hasil survey ditemukan bahwa 100% lansia kadang-
kadang memiliki kebiasaan makan tidak teratur.
Data Minor
1.Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
- Sebanyak 60% lansia di komunitas virtual D’20 melakukan
pemeriksaan kesehatan hanya kadang-kadang (hanya jika ada keluhan
saja)
- Berdasarkan hasil survey ditemukan bahwa 50% lansia tidak pernah
memeriksakan diri kedokter apabila mengalami keluhan lambung.
-
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN DI KOMUNITAS VIRTUAL D’20
Prevensi Tersier
1. Promosi perilaku upaya kesehatan.
(I.12472)
Definisi:
Meningkatkan perubahan perilaku
penderita/klien agar memiliki kemauan
dan kemampuan yang kondusif bagi
kesehatan secara menyeluruh baik bagi
lingkungan maupun masyarakat
sekitarnya.
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi perilaku upaya kesehatan
yang dapat di tingkatkan.
Terapeutik
- Berikan lingkungan yang mendukung
kesehatan.
- Orientasi pelayanan kesehatan yang
dapat dimanfaatkan.
Edukasi
- Anjurkan memebri bayi ASI Ekslusif.
- Anjurkan menimbang balita setiap
bulan.
- Anjurkan mencuci tangan dengan air
bersih dan sabun.
- Anjurkan makan sayur dan buah setiap
hari.
- Anjurkan melakukan aktivitas fisik
setiap hari.
Remaja Gangguan citra tubuh a. Status koping Prevensi Primer
b.d perubahan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Promosi koping
struktur/bentuk tubuh diharapkan status koping dapat meningkat Definisi: Meningkatkan upaya kognitif
(jerawat) pada dengan kriteria hasil: dan perilaku untuk menilai dan merespon
komunitas remaja Kriteria hasil Ditingkatkan stressor dan atau kemampuan
virtual D’20 Perilaku koping 5 menggunakan sumber-sumber yang ada
adaptif ( meningkat) Tindakan:
Verbalisasi pengakuan 5 Observasi:
masalah (meningkat) -Identifikasi kemampuan yang dimiliki
Verbalisasi kelemahan 5 -Identifikasi pemahaman proses
diri (meningkat) penyakit
Partisipasi sosial 5 - Identifikasi dampak situasi terhadap
(meningkat) peran dan hubungan
Orientasi realitas 5 - Identifikasi metode penyelesaian
(meningkat) masalah
Minat mengikuti 5 Terapeutik
perawatan atau
(meningkat) - Diskusikan perubahan peran yang
pengobatan dialami
Kemampuan membina 5
- Gunakan pendekatan yang tenang dan
hubungan (meningkat)
meyakinkan
Verbalisasi 5
- Diskusikan alasan mengkritik diri
menyalahkan orang (menurun)
sendiri
lain
Hipersensitif terhadap 5 - Diskusikan untuk mengklarifikasi
kritik (menurun) kesalahpahaman dan mengevaluasi
Perilaku permusuhan 5 perilaku sendiri
(menurun) - Diskusikan konsekuensi tidak
menggunakan rasa bersalah dan rasa
b. Citra tubuh malu
Setelah dilakukan intervensi keperawatan - Diskusikan risiko yang menimbulkan
diharapkan citra tubuh meningkat/membaik bahaya pada diri sendiri
dengan kriteria hasil: - Fasilitasi dalam memperoleh
Kriteria hasil Ditingkatkan informasi yang dibutuhkan
Verbalisasi perasaan 5 - Perkenalkan dengan orang atau
negative tentang tubuh ( meningkat) kelompok yang berhasil mengalami
Verbalisasi 5 pengalaman sama
kekhawatiran pada (meningkat) Edukasi
penolakan/reaksi - Anjurkan penggunaan sumber
orang lain spiritual, Jika perlu
Focus pada bagian 5 - Anjurkan mengungkapkan perasaan
tubuh (meningkat) dan persepsi
Hubungan sosial 5 - Anjurkan keluarga terlibat
(membaik) - Anjurkan cara memecahkan masalah
secara konstruktif
c. Harga diri - Latih penggunaan teknik relaksasi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan - Latih keterampilan sosial sesuai
diharapkan harga diri meningkat dengan kriteria kebutuhan
hasil: - Latih mengembangkan penilaian
Kriteria Hasil Ditingkatkan objektif
Penilaian diri positif 5 Relaksasi Nafas Dalam :
( meningkat) Teknik relaksasi progresif pasif
Perasaan yang 5 melibatkan penggunaan pernafasan perut
memiliki kelebihan ( meningkat) yang dalam dan pelan ketika otot
atau kemampuan mengalami relaksasi dengan ketegangan
positif sesuai urutan yang diperintahkan. Teknik
Penerimaan penilaian 5 relaksasi yang efektif dapat menurunkan
positif terhadap diri (meningkat) denyut jantung, tekanan darah,
sendiri mengurangi tension headache,
Berjalan menampakan 5 menurunkan ketegangan otot,
wajah (meningkat) meningkatkan kesejahteraan dan
Postur tubuh 5
mengurangi tekanan gejala pada individu
menampakan wajah (meningkat)
yang mengalami berbagai situasi (Potter &
Kontak mata 5
Perry, 2010; Handayati & Safrudin, 2018).
(meningkat)
Gairah aktivitas 5
( meningkat) Prevensi Sekunder
Aktif 5 Promosi Citra Tubuh
(Meningkat) Definisi : meningkatkan perbaikan
Percaya diri berbicara 5 perubahan persepsi terhadap fisik pasien
( meningkat)
Perasaan malu 5 Tindakan :
(menurun) Observasi
Perasaan tidak mampu 5 - Identifikasi harapan citra tubuh
melakukan apapun (menurun) berdasarkan tahap perkembangan
Meremehkan 5 - Identifikasi budaya, agama, jenis
kemampuan mengatasi (menurun) kelamin, dan umur terkait citra tubuh
masalah - Identifikasi perubahan citra tubuh
yang mengakibatkan isolasi social
- Monitor frekuensi pertanyaan kritik
terhadap diri sendiri
Terapeutik
- Diskusikan perbedaan penampilan
fisik terhadap harga diri
- Diskusikan perubahan akibat pubertas,
kehamilan dan penuaan
- Diskusikan kondisi stress yang
mempengaruhi citra tubuh
Edukasi
- Anjurkan mengungkapkan gambaran
diri terhadap citra tubuh
- Anjurkan menggunakan alat bantu
(mis, kosmetik / skincare)
- Anjurkan mengikuti kelompok
pendukung (mis, kelompok
pendukung)
- Latih peningkatan penampilan diri
(mis, berdandan)
Prevensi Tersier
Promosi kepercayaan diri
Definisi: Meningkatkan keyakinan pada
kemampuan dalam merancang dan
melaksanakan aktivitas yang dibutuhkan
Observasi
- Identifikasi ungkapan verbal dan
nonverbal yang tidak sesuai
- Identifikasi masalah potensial yang
dialami
Terapeutik
- Gunakan teknik mendengarkan aktif
mengenai harapan pasien
- Diskusikan kekuatan yang dimiliki
(SWOT) serta hasil yang penting
(SMART)
- Diskusikan rencana mencapai tujuan
yang diharapkan
- Diskusikan rencana perubahan diri
- Motivasi berpikir positif dan
berkomitmen dalam mencapai tujuan
- Diskusikan solusi dalam menghadapi
masalah
- Motivasi tetap tenang saat menghadapi
masalah dengan kemampuan yang
dimiliki
Edukasi
- Tunjukkan mengevaluasi cara
pemecahan masalah yang dilakukan
- Ajarkan pemecahan masalah dan
situasi yang sulit
Dewasa PManajemen Kesehatan Manajemen Kesehatan Prevensi Sekunder
Tidak Efektif b.d 1. Manajemen Kesehatan Edukasi Proses Penyakit
kompleksitas program Setelah dilakukan intervensi keperawatan Definisi: memberikan informasi tentang
perawatan / pengobatan
maka pemeliharaan kesehatan cukup mekanisme menculnya penyakit dan
pada komunitas dewasa
virtual D’20 meningkat dengan kriteria hasil: menimbulkan tanda dan gejala yang
Kriteria Hasil Ditingkatkan mengganggu kesehtan tubuh pasien.
3. Melakukan tindakan untuk 4
Tindakan :
menguragi faktor resiko (cukup
Observasi
meningkat)
4. Menerapkan program 4 - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Prevensi Tersier
Promosi perilaku upaya kesehatan
Definisi: meningkatkan perubahan
perilaku penderita/ klien agar memiliki
kemauan dan kemampuan yang kondusif
bagi kesehatan secara menyeluruh baik
bagi lingkungan maupun masyarakat
sekitarnya.
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi perilaku upaya kesehatan
yang dapat di tingkatkan
Terapeutik
- Berikan lingkungan yang mendukung
kesehatan
- Orientasi pelayanan kesehatan yang
dapat dimanfaatkan
Edukasi
- Anjurkan memakan sayur dan buah
setiap hari
Pola makanan pencegah hipertensi yang
berhubungan secara signifikan dengan
kejadian hipertensi diantaranya tomat,
sawi, bayam, brokoli, mangga, semangka,
nanas, ikan air tawar, tongkol, ayam tanpa
kulit, putih telur, biji bunga matahari. (S
Widyaningrum – 2012).
- Anjurkan melakukan aktifitas fisik
setiap hari
- Anjurkan tidak merokok didalam
rumah
Penatalaksanaan hipertensi Joint National
Committee 8 (2014) merekomendasikan
beberapa upaya pengontrolan tekanan
darah selain terapi farmakologis
diantaranya yaitu penurunan berat badan,
adopsi pola makan DASH (Dietary
Approaches to Stop Hypertension),
membatasi asupan garam, melakukan
aktivitas fisik (olahraga), membatasi
konsumsi alkohol, dan berhenti merokok
Lansia Pemeliharaan kesehatant . Pemeliharaankesehatan Prevensi Primer
idak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan 2. Edukasi kesehatan (I.12383)
berhubungan dengan diharapkan pemeliharaan kesehatan meningkat Definisi : Mengajarkan pengelolaan faktor
resiko penyakit dan perilaku hidup bersih
ketidak mampuan dengan criteria hasil:
sehat.
mengatasi masalah Tindakan :
( individu atau keluarga) Kriteria hasil Ditingkatkan Observasi
pada komunitas lansia Menunjukkan perilaku 5 - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
virtual D’20 adaptif ( meningkat) menerima informasi
Menunjukkan 5 - Identifikasi faktor-faktor yang dapat
pemahaman perilaku (meningkat) meningkatkan dan menurunkan
sehat motivasi perilaku hidup bersih dan
Kemampuan 5 sehat
Terapeutik
menjalankan perilaku (meningkat)
- Sediakan materi dan media pendidikan
sehat kesehatan tentang gastritis
Menunjukkan minat 5 - Jadwalkan pendidikan kesehatan
meningkatkan (meningkat) sesuai kesepakatan
perilaku sehat - Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
b. Perilaku kesehatan - Jelaskan faktor risiko yang dapat
Setelah dilakukan intervensi keperawatan mempengaruhi kesehatan seperti
gastritis
diharapkan perilaku kesehatan meningkatdengan
Menurut Wim de jong et al (2005)
criteria hasil: faktor penyebab terjadinya gastritis
Kriteria hasil Ditingkatkan yaitu dikarenakan infeksi kuman H.
Penerimaan terhadap 5 pylori. Penyebab lainnya dari gastritis
perubahan status ( meningkat) yaitu makan terlalu banyak atau
kesehatan terlalu cepat, makan- makanan yang
Kemampuan melakukan 5 terlalu berbumbu atau yang
tindakan pencegahan (meningkat) mengandung mikroorganisme
penyebab penyakit, stress, makanan
masalah kesehatan
atau minuman yang memiliki
Kemampuan 5
kandungan gas, iritasi bahan semacam
peningkatan kesehatan (meningkat) alcohol, aspirin, NSAID, lisol, serta
Pencapaian 5 bahan korosif lain, refluks empedu
pengendalian kesehatan (meningkat) atau cairan pancreas.
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan
c. Tingkat pengetahuan sehat pada pasien gastritis
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Menurut Nurarif dan Kusuma (2015)
diharapkan tingkat pengetahuan meningkat Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan pada pasien gastritis
dengan kriteriahasil:
Hindari minum alcohol
Hindari merokok
Kriteriahasil Ditingkatkan Atasi stress sebaik mungkin
Perilaku sesuai 5 Makan makanan yang kaya akan
anjuran ( meningkat) buah dan sayur, hindari dan buah
yang bersifat asam
Kemampuan 5 Jangan berbaring setelah makan
menjelaskan (meningkat) Berolahraga secara teratur
pengetahuan tentang Makan dalam porsi sering (tidak
banyak) tetapi sering
suatu topic
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan
Perilaku sesuai 5
untuk meningkatkan perilaku hidup
dengan pengetahuan (meningkat) bersih dan sehat
Persepsi keliru 5
terhadap masalah (menurun) Prevensi Sekunder
a. Edukasi Proses Penyakit (I.12444)
Definisi : Memberikan informasi tentang
mekanisme munculnya penyakit dan
menimbulkan tanda dan gejala yang
mengganggu kesehatan tubuh pasien.
Tindakan:
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan pada pasien gastritis
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan penyebab dan faktor resiko
penyakit gastritis
- Jelaskan proses patofisiologi
munculnya penyakit gastritis
- Jelaskan tanda dan gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit gastritis
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015)
tanda dan gejala dari gastritis yaitu:
- Gastritis akut
Nyeri epigastrium
Mual
Muntah
Perdarahan terselubung maupun
nyata
- Gastritis kronis
Keluhan lebih berkaita dengan
komplikasi gastritis, seperti tukak
lambung, defisiensi zat besi, anemia
persiosa, dan karsinoma lambung.
- Jelaskan kemungkinan terjadinya
komplikasi pada penyakit gastritis
Komplikasi yang ditimbulkan dari
gastritis yaitu:
Perdarahan saluran cerna bagian
atas
Ulkus peptikum
Gangguan cairan dan elektrolit
dalam kondisi muntah hebat
Anemia pernisiosa, keganasan
lambung
(Muttaqin dan Sari, 2011)
- Ajarkan cara meredakan atau
mengatasi gejala yang dirasakan
Prevensi Tersier
a. Promosi kesiapan penerimaan
informasi (I.12470)
Definisi : meningkatkan kesiapan pasien
dalam menerima informasi tentang
kondisi kesehatan.
Observasi
- Identifikasi informasi yang akan
disampaikan
- Identifikasi pemahaman tentang
kondisi kesehatan saat ini
- Identifikasi kesiapan menerima
informasi
Terapeutik
- Lakukan penguatan potensi pasien dan
keluarga untuk menerima informasi
- Libatkan pengambilan keputusan
dalam keluarga untuk menerima
informasi
- Fasilitasi mengenali kondisi tubuh
yang membutuhkan layanan
keperawatan
Edukasi
- Berikan informasi berupa alur, leaflet
atau gambar untuk memudahkan
pasien mendapatkan informasi
kesehatan
Anjurkan keluarga mendampingi pasien