Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kehidupan seseorang wanita terdapat beberapa keluhan penyakit,

salah satu keluhan yang amat mengganggu itu adalah keputihan. Wanita yang

menderita keputihan acap kali mempunyai masalah dengan reaksi

kejiwaannya yang bermanifestasi sebagai rasa kecemasan yang berlebihan,

tumbuhnya rasa takut atau khawatir. Sehingga wanita berusaha untuk menarik

diri dari pergaulan dan lebih mengkhawatirkan dirinya sendiri (Jelita, 2022).

Perkembangan remaja pada hakikatnya adalah usaha penyesuaian

diri, yaitu secara aktif mengatasi stress dan mencari jalan keluar baru dari

berbagai masalah. Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa

puber. Menurut hasil sensus jumlah remaja di Indonesia adalah 147.338.075

jiwa atau 18,5% dari seluruh penduduk di Indonesia. Remaja akan mengalami

masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi. Masa remaja akan dikenal

sebagai masa storm dan stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi

dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang

bervariasi (Monica, 2020).

Masalah kesehatan reproduksi sering terjadi pada berbagai tahapan

kehidupan terutama pada masa remaja. Masa remaja merupakan masa

pubertas dengan rentang usia 10-21 tahun yang masih lajang (belum

menikah), pada masa remaja terjadi masa peralihan antara masa kanak-kanak

menuju dewasa. Pada masa itulah sering terjadi perubahan fisik, psikologis

maupun sosial yang dapat menimbulkan permasalahan pada kesehatan

1
2

reproduksi (Putri & Budiarso, 2021). Masalah kesehatan reproduksi sering

terjadi pada remaja terutama pada remaja putri yang rentan mengalami

keputihan.

Secara global World Health Organization (WHO) mengungkapkan

jika setiap tahun remaja yang mengalami Penyakit Menular Seksual dengan

gejala keputihan meningkat 5%. Bahkan di Amerika Serikat terdapat 1 dari 8

remaja putri mengalami keputihan tiap tahunnya (Munthe & Manoppo,

2020). Angka terjadinya keputihan pada remaja putri dari tahun ke tahun

terus mengalami peningkatan. Adanya masalah tersebut maka perlu adanya

pencegahan. Untuk mencegah terjadinya keputihan dapat dilakukan dengan

meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan dan kebersihan alat

reproduksi, cara menjaga kebersihan dan kelembapan vagina yang baik dan

benar, bagaimana mencuci dan membersihkan daerah vagina yang baik.

Selain itu, tidak boleh membersihkan vagina dengan sabun, sering mengganti

pembalut saat menstruasi dan tidak bergantung pada penggunaan pantyliner

saat vagina mengeluarkan cairan keputihan (Imunthe & Manoppo, 2020).

Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization

(WHO) 2021 menyatakan bahwa, angka pravelensi tahun 2021 wanita di

Indonesia yang mengalami keputihan sebanyak 75% dengan terjadinya

keputihan minimal satu kali dalam hidupnya, kemudian 45% wanita

mengalami keputihan lebih dari dua kali. Sedangkan jumlah wanita di dunia

yang pernah mengalami keputihan sebanyak 75%, berbeda jauh dengan

kejadian keputihan yang dialami wanita di Eropa hanya sebesar 25%.


3

Wanita di Porvinsi Papua yang mengalami keputihan sebanyak 90%

dengan 60% diantaranya dialami oleh remaja putri. Sekitar 90% wanita di

Kabupaten Jayapura berpotensi mengalami keputihan karena Kabupaten

Jayapura adalah daerah yang beriklim tropis, sehingga jamur mudah

berkembang yang mengakibatkan banyaknya kasus keputihan. Gejala

keputihan juga dialami oleh wanita yang belum kawin atau remaja putri yang

berumur 15-24 tahun yaitu sekitar 31,8% (Melinda dan Ringringringulu,

2021).

Menurut Kemenkes RI (2017) dalam Darma (2019) kurangnya

pengetahuan mengakibatkan masalah keputihan sering dianggap diabaikan

oleh remaja putri, bahkan sebagian kecil malu mengakui keputihan yang

sedang dideritanya. Bagi kalangan remaja kesehatan reproduksi harus sangat

diperhatikan karena remaja sangat rentan mengabaikan dan akhirnya terkena

penyakit infeksi sistem reproduksi. Jamur dan virus bakteri adalah penyebab

tejadinya keputihan patologis yang dapat mengganggu penderita.

Remaja merasa malu ketika mengalami keputihan dan kebanyakan

dari mereka hanya meminta pendapat dari teman tentang keputihan yang

dialaminya. Sesuai dengan perubahan sosial yang dialaminya adalah bahwa

remaja pada fase ini akan lebih dekat dengan teman sebaya dibanding dengan

orang tuanya. Informasi mengenai keputihan yang diperoleh dapat saja keliru.

Hal ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran mengenai kesehatan

reproduksi, rasa malu tersebut harus dibuang jauh-jauh. Mengingat betapa


4

seriusnya akibat yang dapat ditimbulkan oleh keputihan yang berkepanjangan

tanpa penanganan yang tuntas (Irnawati, 2020).

Berdasarkan penelitian Monica (2020) pada remaja putri SMUN 4

Medan, pengetahuan dan sikap remaja putri tentang keputihan bahwa

ditemukan 46,7% tidak mengetahui pengertian keputihan dan distriibusi

frekuensi yang menjawab sikap positif 73,3%, sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Julasmi (2022) di Kota Bengkulu remaja dengan pengetahuan

baik tentang keputihan 74,6% dan sikap positif sebanyak 78%. Begitu juga di

Indonesia, perilaku sehat pencegahan keputihan patologis masih perlu

diperhatikan. Berdasarkan penelitian Fitri Melina (2021) di STIKES

Yogyakarta dengan judul tingkat pengetahuan remaja putri tentang keputihan

dari 69 responden, yang memiliki kategori baik 25,86%, cukup 67,24%, dan

kategori kurang 6,8%.

Berdasarkan pengambilan data awal yang dilakukan peneliti di

Puskesmas Harapan dengan jumlah remaja perempuan yang berkunjung ke

Puskesmas Harapan 3 bulan terakhir sebanyak 105 orang. Dari hasil

wawancara yang dilakukan kepada 10 remaja terdapat 8 remaja yang

mengatakan kurang paham tentang keputihan dan dampak dari keputihan

tersebut dan 2 remaja yang mengatakan sudah mengetahui tentang keputihan

dan dampak dari keputihan serta cara mengatasinya. Hasil wawancara yang

peneliti lakukan banyak remaja belum mengetahui tentang keputihan dan

dampaknya, tentu hal ini sangat berbahaya karena pengetahuan yang sangat

minim tentang keputihan yang dapat membahayakan bagi wanita.


5

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Remaja tentang Dampak

Keputihan (Flur Albus) di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Harapan

Kabupaten Jayapura.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana Gambaran Pengetahuan Remaja tentang Dampak

Keputihan (Flur Albus) di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Harapan

Kabupaten Jayapura ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Remaja tentang

Dampak Keputihan (Flur Albus) di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas

Harapan Kabupaten Jayapura.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tentang karakteristik responden

2. Untuk mengetahui tentang pengetahuan remaja tentang keputihan

3. Untuk mengetahui dampak dari keputihan bagi remaja

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

dan literatur di perpustakaan STIKES Jayapura sehingga bermanfaat bagi


6

pembaca yang merupakan calon tenaga kesehatan, khususnya calon perawat

dan bidan yang nanti akan memberikan pelayanan pada masyarakat.

1.4.2 Bagi Remaja

Hasil penelitian ini di harapkan memberikan masukan bagi remaja

untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi untuk

mencegah terjadinya keputihan.

1.4.3 Bagi Puskesmas

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukkan bagi petugas

puskesmas untuk melakukan penyuluhan tentang keputihan.

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat di jadikan sebagai dasar bagi

penelitian selanjutnya dan sebagai bahan acuan dalam mengembangkan

ilmu pengetahuan bagi remaja perempuan yang akhirnya memperbaiki mutu

pelajaran.

Anda mungkin juga menyukai