Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan reproduksi sering terjadi pada berbagai tahapan

kehidupan terutama pada masa remaja. Masa remaja merupakan masa

pubertas dengan rentang usia 10-21 tahun yang masih lajang (belum

menikah), pada masa remaja terjadi masa peralihan antara masa kanak-kanak

menuju dewasa. Masa itulah sering terjadi perubahan fisik, psikologis

maupun sosial yang dapat menimbulkan permasalahan pada kesehatan

reproduksi (Putri & Budiarso, 2021). Masalah kesehatan reproduksi sering

terjadi pada remaja terutama pada remaja putri yang rentan mengalami

keputihan (Irnawati, 2020).

Secara global World Health Organization (WHO) mengungkapkan

jika setiap tahun remaja yang mengalami penyakit menular seksual dengan

gejala keputihan meningkat 5%. Negara di Amerika Serikat terdapat 1 dari 8

remaja putri mengalami keputihan tiap tahunnya (Munthe & Manoppo,

2020). Angka terjadinya keputihan pada remaja putri dari tahun ke tahun

terus mengalami peningkatan. Adanya masalah tersebut maka perlu adanya

pencegahan. Pencegahan terjadinya keputihan dapat dilakukan dengan

meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan dan kebersihan alat

reproduksi, cara menjaga kebersihan dan kelembapan vagina yang baik dan

benar, bagaimana mencuci dan membersihkan daerah vagina yang baik.

Selain itu, tidak boleh membersihkan vagina dengan sabun, sering mengganti

1
2

pembalut saat menstruasi dan tidak bergantung pada penggunaan pantyliner

saat vagina mengeluarkan cairan keputihan (Imunthe & Manoppo, 2020).

Menurut Kemenkes RI (2017) dalam Darma (2019) kurangnya

pengetahuan mengakibatkan masalah keputihan sering dianggap diabaikan

oleh remaja putri, bahkan sebagian kecil malu mengakui keputihan yang

sedang dideritanya. Bagi kalangan remaja kesehatan reproduksi harus sangat

diperhatikan karena remaja sangat rentan mengabaikan dan akhirnya terkena

penyakit infeksi sistem reproduksi. Jamur dan virus bakteri adalah penyebab

tejadinya keputihan patologis yang dapat mengganggu penderita.

Menurut Kemenkes tahun (2022) sekitar 90% wanita Indonesia

berpotensi mengalami keputihan karena Negara Indonesia yang beriklim

tropis. Negara dengan iklim teropis berpotensi menyebabkan mudahnya

jamur berkembang biak dan mengakibatkan banyaknya kasus keputihan pada

wanita. Angka kejadian keputihan di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya

hingga mencapai 70%.

Berdasarkan data statistik (BKKBN) sebanyak 65% remaja putri

berusia 15-24 tahun di Provinsi Papua pernah mengalami keputihan. Jumlah

remaja putri di Provinsi Papua yaitu 3,6 juta jiwa berusia 15-24 tahun dan

88% mengalami keputihan patologi (BKKBN, 2022).

Sekitar 90% wanita di Kabupaten Jayapura berpotensi mengalami

keputihan karena Kabupaten Jayapura adalah daerah yang beriklim tropis,

sehingga jamur mudah berkembang yang mengakibatkan banyaknya kasus

keputihan. Gejala keputihan juga dialami oleh wanita yang belum kawin atau
3

remaja putri yang berumur 15-24 tahun yaitu sekitar 51,7% (Dinkes Kab

Jayapura, 2022).

Berdasarkan penelitian Monica (2020) pada remaja putri SMUN 4

Medan, pengetahuan dan sikap remaja putri tentang keputihan bahwa

ditemukan 46,7% tidak mengetahui pengertian keputihan dan distriibusi

frekuensi yang menjawab sikap positif 73,3%, sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Julasmi (2022) di Kota Bengkulu remaja dengan pengetahuan

baik tentang keputihan 74,6% dan sikap positif sebanyak 78%. Begitu juga di

Indonesia, perilaku sehat pencegahan keputihan patologis masih perlu

diperhatikan. Berdasarkan penelitian Fitri Melina (2021) di STIKES

Yogyakarta dengan judul tingkat pengetahuan remaja putri tentang keputihan

dari 69 responden, yang memiliki kategori baik 25,86%, cukup 67,24%, dan

kategori kurang 6,8%.

Berdasarkan pengambilan data awal yang dilakukan peneliti di

Puskesmas Harapan dengan jumlah remaja perempuan yang berkunjung ke

Puskesmas Harapan 3 bulan terakhir yaitu bulan Oktober-Desember 2022

didapatkan data remaja yang mengalami flur albous sebanyak 50 remaja.

Hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 remaja terdapat 8 remaja yang

mengatakan kurang paham tentang keputihan dan dampak dari keputihan

tersebut dan 2 remaja yang mengatakan sudah mengetahui tentang keputihan

dan dampak dari keputihan serta cara mengatasinya. Hasil wawancara yang

peneliti lakukan banyak remaja belum mengetahui tentang keputihan dan


4

dampaknya, tentu hal ini sangat berbahaya karena pengetahuan yang sangat

minim tentang keputihan yang dapat membahayakan bagi remaja.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Remaja tentang

Dampak Keputihan (Flur Albus) di Puskesmas Harapan Kabupaten Jayapura.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana Gambaran Pengetahuan Remaja tentang Dampak

Keputihan (Flur Albus) di Puskesmas Harapan Kabupaten Jayapura ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Remaja tentang Dampak

Keputihan (Flur Albus) di Puskesmas Harapan Kabupaten Jayapura.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

dan literatur di perpustakaan STIKES Jayapura sehingga bermanfaat bagi

pembaca yang merupakan calon tenaga kesehatan, khususnya calon perawat

dan bidan yang nanti akan memberikan pelayanan pada masyarakat.

1.4.2 Bagi Remaja

Hasil penelitian ini di harapkan memberikan masukan bagi remaja

untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi untuk

mencegah terjadinya keputihan.


5

1.4.3 Bagi Puskesmas

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukkan bagi petugas

puskesmas untuk melakukan penyuluhan tentang keputihan.

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar bagi

penelitian selanjutnya dan sebagai bahan acuan dalam mengembangkan

ilmu pengetahuan bagi remaja perempuan yang akhirnya memperbaiki mutu

pelajaran.

Anda mungkin juga menyukai