Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN MOTIVASI DIRI DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN


KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 1 ABIANSEMAL

Oleh:
NI MADE UDIYANI LESTARI
NIM. 203213234

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keputihan merupakan gejala yang sangat sering dialami oleh sebagian besar wanita.

Gangguan ini merupakan masalah kedua sesudah gangguan menstruasi. Keputihan

seringkali tidak ditangani dengan serius oleh remaja. Keputihan bisa menjadi indikasi

adanya penyakit (Zalni, 2018). Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak

menuju dewasa bukan hanya dalam arti psikologis tetapi juga dalam fisik. Proses dalam

penyesuaian diri menuju kedewasaan ada tiga tahap yaitu remaja awal, remaja madya,

remaja akhir (Susanti, Kusyoga & Ratih, 2017). Menurut Inter-Agency Working Group

(2010), kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh,

bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan

dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya atau kesehatan reproduksi dapat

diartikan sebagai suatu keadaan yang mana manusia dapat menikmati kehidupan

seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan

aman. Masa reproduksi wanita biasanya mengalami beberapa gejala psikologi yang

negatif atau gejala fisik. Sifat gejalanya bervariasi dan cenderung memburuk ketika saat-

saat menjelang dan selama terjadinya proses pendarahan haid pada tubuhnya.

Salah satu gangguan klinis dari infeksi atau keadaan abnormal alat kelamin adalah

keputihan (leucorrhea atau flour albus). Keputihan adalah cairan yang keluar dari vagina

seorang wanita yang berwarna bening. Keputihan yang keluar dalam jumlah tidak terlalu

banyak tidak menjadi persoalan atau disebut dengan keputihan fisiologis sedangkan

keputihan yang keluar terlalu banyak disebut dengan keputihan patologis. Keputihan

fisiologis dipengaruhi oleh hormon estrogen yang meningkat pada saat akan mengalami

menstruasi sedangkan keputihan patologis disebabkan oleh infeksi (jamur, kuman,


parasit dan virus). Keputihan patologis juga disebabkan karena kurangnya perawatan

remaja putri terhadap alat

genetalia seperti membasuh vagina dengan air yang tidak bersih, memakai pembilas

secara berlebihan, menggunakan celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti

celana dalam. Keputihan patologis tidak bisa dianggap remeh, karena akibat dari

keputihan ini sangat fatal bila terlambat diberi penanganan, tidak hanya bisa

mengakibatkan kemandulan dan hamil diluar kandungan, keputihan yang abnormal juga

bisa merupakan gejala awal dari kanker leher rahim yang bisa berujung pada kematian

(Triana, 2020).

Data penelitian yang diperoleh dari WHO (2010), masalah kesehatan reproduksi

perempuan yang buruk telah mencapai 33% dari jumlah total beban penyakit yang

diderita pada perempuan di dunia, salah satunya keputihan. Sekitar 75% wanita di dunia

pasti mengalami keputihan paling tidak sekali dalam seumur hidup dan 45% diantaranya

dapat mengalami keputihan sebanyak 2 kali atau lebih. Sekitar 90% wanita Indonesia

berpotensi mengalami keputihan karena Negara Indonesia adalah daerah yang beriklim

tropis, sehingga jamur mudah berkembang yang mengakibatkan banyaknya kasus

keputihan (Azizah & Widiawati, 2015). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi

Bali menunjukkan bahwa total kasus IMS disertai gejala keputihan pada tahun 2015

sebanyak 5.698 orang. Dampak keputihan abnormal yaitu infeksi oleh kuman atau

bakteri yang masuk ke vagina sehingga terjadi keputihan yang berlanjut ke tahap yang

lebih parah dan beresiko untuk terjadi kasus infeksi menular seksual (IMS), IMS

menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus dianggap serius. Bila tidak diobati

secara tepat, infeksi dapat menjalar, sakit berkepanjangan, kemandulan dan kematian.

Remaja putri perlu menyadari bahwa risiko untuk terkena IMS lebih besar daripada laki-

laki sebab alat reproduksi perempuan lebih rentan. Hal ini berdampak buruk bagi remaja
putri yang kelak akan menikah dengan pasangannya dan sebagai penular kepada

suaminya sebagai pasangan seksual (BKKBN, 2012).

Menurut Susanti, Kusyoga & Ratih (2017), menunjukan tingkat pengetahuan

responden tentang penanganan dan pencegahan keputihan pada siswi SMK Negeri 11

Semarang sebagian besar tergolong kurang baik sebanyak 47 orang (67,1%) sedangkan

pengetahuan baik sebanyak 23 orang (32.9%) dan perilaku responden dalam penanganan

dan pencegahan keputihan sebagian besar tergolong kurang baik sebanyak 38 orang

(54,3%) sedangkan berperilaku baik sebanyak 32 orang (45,7%). Menurut Lidya (2017),

menunjukan bahwa masih terdapat responden yang menunjukan motivasi rendah dalam

pencegahan keputihan yaitu di SMAN 3 Kota Jambi sebanyak 7 orang (17.9%) dan

memiliki motivasi cukup sebanyak 20 orang (61.5%) dan motivasi baik sebanyak 12

orang (20.5%). Menurut Zalni (2018), menunjukan bahwa tindakan pencegahan

keputihan remaja putri di SMK Kansai Pekanbaru dikategorikan buruk sebanyak 43

orang (53.3%) sedangkan dikategorikan baik sebanyak 32 orang (42.7%).

SMP N 1 Abiansemal merupakan salah satu sekolah menengah pertama di Kecamatan

Abiansemal, Kabupaten Badung dengan akreditasi A yang memiliki sarana dan

prasarana yang lengkap dan juga mempunyai banyak prestasi. Hasil studi pendahuluan

yang telah dilakukan peneliti pada 30 November 2020 di SMP N 1 Abiansemal terhadap

16 remaja putri dengan menggunakan google formulir, didapat bahwa sebanyak 15

(93,8%) remaja putri di SMP N 1 Abiansemal pernah mengalami keputihan, sebanyak 11

(68,8%) orang mengalami keputihan dengan rasa gatal dan berbau di daerah

kewanitaannya, sebanyak 10 (62,5%) orang menggunakan sabun atau pembersih

kewanitaan, dan sebanyak 13 (81,3%) orang menganggap keputihan adalah hal yang

biasa dan tidak berbahaya. Hal ini menunjukan bahwa perilaku pencegahan keputihan

pada remaja putri masih kurang.


Penelitian ini penting dilakukan untuk menambah pengetahuan remaja putri tentang

keputihan dan meningkatkan motivasi diri serta perilaku remaja putri dalam pencegahan

keputihan patologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan motivasi diri

dengan perilaku pencegahan keputihan pada remaja putri. Akibat jika penelitian ini tidak

dilakukan yaitu rendahnya pengetahuan tentang keputihan, perilaku dalam pencegahan

keputihan buruk, informasi yang didapat mengenai keputihan sedikit sehingga dari akibat

tersebut maka akan mengakibatkan masalah keputihan meningkat pada remaja putri.

Tenaga kesehatan khususnya perawat harus meningkatkan upaya penyuluhan tentang

keputihan agar masyarakat khususnya remaja putri dapat mengetahui cara pencegahan

dan bahaya dari keputihan yang tidak diberi penanganan dengan baik. Penelitian ini

dapat dijadikan acuan untuk perawat agar dapat mengadakan program penyuluhan

tentang keputihan dan penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan untuk menambah

pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan mengenai perilaku pencegahan keputihan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2019, April). Pengertian motivasi, faktor, fungsi, dan jenis motivasi. Diperoleh

tanggal 23 November 2020, dari https://www.padamu.net/pengertian-motivasi-faktor-fungsi-

dan-jenis-motivasi.

Anonymous. (2020, September). Keputihan pada perempuan, penyebab dan cara

mengatasinya. Diperoleh tanggal 23 November 2020, dari

https://www.popmama.com/life/health/novyagrina/penyebab-keputihan-pada perempuan-

cara-mengatasinya/6.

Azizah, N., & Widiawati, E. (2015). Karakteristik remaja putri dengan kejadian keputihan di

SMK Muhammadiyah Kudus. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, 6(1), 57-78.

BKKBN. (2012). Buku suplemen bimbingan teknis kesehatan reproduksi : infeksi menular

seksual dan HIV/AIDS. Diperoleh tanggal 23 November 2020, dari

https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000229589.

Citrawati, K. N., Nay, H. C., & Lestari, R.T.R. (2019). Hubungan tingkat pengetahuan

tentang keputihan dengan perilaku pencegahan keputihan pada remaja putri di SMA Dharma

Praja Denpasar. Bali Medika Jurnal, 6(1), 71-79.

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2015). Profil kesehatan Provinsi Bali tahun 2015. Diperoleh

tanggal 23 November 2020, dari https://www.diskes.baliprov.go.id/download/profil-

kesehatan-provinsi-bali-tahun-2015/.

Fitriani, S. (2011). Promosi kesehatan. Yogyakarta : Graha llmu.

Hamzah, B. (2013). Teori motivasi dan pengukurannya : analisis di bidang pendidikan.

Jakarta : Bumi Aksara.


Inderawati, D.M. (2020, Februari). Wajarkah remaja mengalami keputihan ?. Diperoleh

tanggal 23 November 2020, dari

https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3306692/wajarkah-remaja-mengalami-

keputihan.

Inter-Agency Working Group. (2010). Buku pedoman lapangan antar-lembaga kesehatan

reproduksi dalam situasi darurat bencana. Diperoleh tanggal 23 November 2020, dari

https://www.pdfdrive.com/kesehatan-reproduksi-e29507815.html.

Kusmiran, E. (2012). Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta Selatan: Salemba

Medika.

Lidya. (2017). Hubungan motivasi, sikap dan peran petugas kesehatan dengan perilaku

pencegahan keputihan pada remaja di SMA Negeri 3 Kota Jambi tahun 2016. Scientia

Journal, 6(2), 153-161.

Manuaba. (2010). Ilmu kebidanan penyakit kandungan. Jakarta : EGC.

Maulana, H. (2009). Promosi kesehatan. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2016). Metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Prawira, A.E. (2017, April). 3 komplikasi berbahaya akibat keputihan tidak normal.

Diperoleh tanggal 23 November 2020, dari https://m.liputan6.com/health/read/2935225/3-

komplikasi-berbahaya-akibat-keputihan-tidak-normal.
Putra. (2020, Februari). Pengertian motivasi : fungsi, tujuan dan jenis-jenis teori motivasi.

Diperoleh tanggal 23 November 2020, dari https://salamadian.com/pengertian-motivasi/.

Sari, W. (2012). Panduan lengkap kesehatan wanita. Bogor: Penebar Plus.

Siyoto, S. & Sodik, M. A. (2015). Dasar metodologi penelitian. Yogyakarta : Literasi Media

Publishing.

Susanti, H., Kusyoga, C., & Ratih, I. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku personal hygiene remaja putri dalam penanganan dan pencegahan keputihan pada

siswi SMK Negeri 11 Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(3), 629-636.

Swarjana, I. K. (2015). Metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Triana, H. (2020). Hubungan persepsi tentang keputihan dengan perilaku pencegahan dan

penanganan keputihan pada remaja putri di SMAN 1 Banjaran Kabupaten Badung. Jurnal

Ilmu Keperawatan Anak, 3(1), 29-33.

WHO, UNICEF, UNFPA, Group, W. B., & Division, U. N. P. (2015). Trends in maternal

mortality: 1990 to 2015. Estimates by WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank Group and the

United Nations Population Division, 1–33. https://doi.org/ISBN 978 92 4 150363 1.

Willy, T. (2019, Februari). Keputihan. Diperoleh tanggal 23 November 2020, dari

https://www.alodokter.com/keputihan.

World Health Organization. (2010). The Sexsual and reproductive health of younger

adolescents.

Zalni, R. I. (2018). Hubungan pengetahuan dan sikap remaja putri tentang vulva hygiene

dengan tindakan pencegahan keputihan. Ensiklopedia of Journal, 1(1), 235-243.

Anda mungkin juga menyukai