Anda di halaman 1dari 41

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA SANTRIWATI

TENTANG PERINEAL HYGIENE UNTUK PENCEGAHAN


KEPUTIHAN (FLOUR ALBUS) DI PONDOK PESANTREN
DAARUL MUKHTARIN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Studi


Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :
AYU MUFTADIYAH
17214016

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YATSI
TANGERANG – BANTEN
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan reproduksi perempuan sudah menjadi persoalan kesehatan
yang harus diperhatikan, terutama yang terjadi pada usia remaja. Berbagai
masalah kesehatan reproduksi dapat terjadi pada usia remaja, salah satunya
disebabkan karena kurangnya perhatian juga pengetahuan terkait dengan
kesehatan reproduksi. Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan
reproduksi merupakan kondisi sehat secara fisik, sosial maupun mental yang
utuh, serta terhindar dari gangguan atau masalah yang berkaitan dengan fungsi,
sistem dan proses dalam reproduksi. (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah seorang
dengan batasan usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (PERMENKES RI) Nomer 25 tahun 2014, menyatakan
bahwa remaja merupakan seorang warga negara dalam rentan usia 10-24 tahun
yang belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia
berdasarkan Sensus Penduduk 2010 terdapat 43,5 juta atau 18% dari jumlah
penduduk di Indonesia. Di dunia jumlah kelompok remaja diperkirakan
sebanyak 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada tahun
2016, menyatakan bahwa menurut World Health Organization (WHO) remaja
di dunia sebanyak 20.000 pernah mengalami keputihan pada setiap tahunnya.
Pada tahun 2015 berjumlah 876.908.008 jiwa wanita di dunia yang mengalami
keputihan sebanyak 8,6 milyar jiwa. Sedangkan pada wanita Eropa pada tahun
2016 terjadi sebanyak 739.004.047 jiwa dan mengalami keputihan sebesar
25.000. sedangkan untuk di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 987.012.145
dengan jumlah wanita yang mengalami keputihan sebesar 90.000. Dan pada
tahun 2016 sebanyak 999.156.124 jiwa, dan yang mengalami keputihan sebesar
98.000, dikarenakan negara Indonesia adalah negara dengan beriklmin tropis
yang dapat mempermudah jamur untuk berkembang biak sehingga
mengakibatkan banyak terjadi kasus keputihan pada perempuan di Indonesia
(Maryanti & Wuryani, 2019).
Pada tahun 2011, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa, dari total penduduk wanita di Dunia
yang pernah merasakan keputihan sebanyak 75%, sedangkan 25% keputihan
dialami wanita Eropa. Sedangkan di Indonesia dengan wanita yang mengalami
keputihan minimal satu kali dalam hidupnya terjadi sebanyak 75%, untuk 45%
masuk kedalam kelompok wanita yang mengalami kejadian keputihan sebanyak
2 kali atau lebih (Tresnawati & Rachmatullah, 2014).
Berdasarkan data hasil penelitian Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2017, terdapat data yang menyatakan bahwa
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat kurang.
Ditunjukan dengan presentase pengetahuan remaja mengenai masa subur wanita,
hanya berkisar 33% remaja putri, dan 55% remaja putra yang benar menjawab.
Remaja Indonesia yang belum mengetahui cara penularan (PMS) Penyakit
Menular Seksual didapatkan persentase remaja putri sebanyak 68%, sedangkan
remaja laki-laki sebanyak 66,6%. Sedangkan untuk remaja putri yang memiliki
pengetahuan baik tentang Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immune
Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) sebanyak 12%, dan remaja putra sebanyak
10,6. Angka tersebut sangat mengkhawatirkan dan akan dapat meningkatkan
risiko terjadinya peningkatan prevalensi HIV/AIDS dan masalah pada kesehatan
reproduksinya di kalangan remaja (Nasution & Manik, 2020).
Kota Tangerang, tengah mengalami persoalan kesehatan dikarenakan
tingkat pendidikan dan derajat sosial ekonomi yang belum memadai, akhirnya
membuat kurangnya kapasitas untuk mencapai tingkat kesehatan tertentu,
terlebih pada kesehatan reproduksi. Persoalan mengenai kesehatan reproduksi
ini menjadi perhatian bersama, sebab dampaknya yang besar sebanyak 99,7%
dan mencakup beragam aspek kehidupan. Upaya penanggulangan dan
pencegahan untuk kesehatan reproduksi ini mencakup kepada Penyakit Menular
Seksual (PMS) atau infeksi yang terjadi pada organ reproduksi lainnya.
Diantaranya adalah tentang personal hygiene pada organ reproduksi ekernal. Hal
tersebut sangat nyata terjadi pada wanita yang mengalami keputihan (Ajeng &
Annisatya, 2021).
Nurjanah (2012) menyatakan bahwa perineal hygiene merupakan bagian
dari membasuh genitalia dan anus. Perawatan pada daerah perineal ini dilakukan
sekurang-kurangnya satu kali dalam satu hari pada saat aktivitas mandi. Vulva
hygiene merupakan suatu cara merawat dan melindungi kebersihan organ
genetalia luar. Tujuan perineal hygiene yang dilakukan, meliputi : menambah
derajat kesehatan diri seseorang, menjaga kebersihan diri seseorang, menahan
timbulnya penyakit, menambah kepercayaan diri seseorang, dan menciptakan
keindahan (Fardylla, 2017).
Aisyaroh (2011) menyatakan bahwa remaja ialah periode transisi anak-
anak menjadi dewasa. Pada kurun waktu ini remaja memiliki berbagai jenis
perubahan yang terjadi, yang meliputi perbahan fisik, hormonal, sosial maupun
psikologisnya (Pratiwi et al., 2020). Irawan (2016), menyatakan bahwa masa
remaja ditandai oleh pertumbuhan, perkembangan, dan muculnya peluang dalam
menemukan masalah kesehatan reproduksi. Sedangkan menurut Herawati &
Munchtar (2017), menyatakan bahwa masa remaja adalah peralihan dari masa
anak-anak ke masa dewasa baik secara jasmani maupun rohani pada masa
remaja ditandai dengan perubahan yang terjadi, seperti fisik, psikis, emosional
yang menentukan bagi pribadi individu dari remaja tersebut dan proses
perubahan fisik, kematangan berfikir dan psikososial dan peralihan tersebut
terjadi dengan tidak seimbang dari perubahan kejiawaan, mental dan emosional
(Kartikasari et al., 2019).
Menurut Kusmiran (2013) terdapat 4 tugas perkembangan bagi remaja
yang meliputi : pertama, menerima penampilan dan bentuk dirinya serta
memanfaatkan bentuk tubuhnya dengan baik. Kedua, belajar untuk berperan
sesuai dengan jenis kelamin. Ketiga, memperoleh hubungan yang baru dan lebih
cukup dengan teman sebaya. Dan ke empat adalah mengharapkan dan
memperoleh karakteristik bersosialisasi yang baik (Fardylla, 2017).
Irawan (2016), menyatakan bahwa remaja sangat perlu mendapat
perhatian terkait kesehatan reproduksi secara khusus, karena remaja beresiko
bermasalah pada kesehatan organ reproduksinya. Sedangkan menurut
Puspitasari, dkk (2017) mengemukakan bahwa masalah kesehatan reproduksi
pada remaja yang sering terjadi adalah perilaku bersiko seks bebas, kehamilan
diluar nikah, pernikahan dini, aborsi dan Penyakit Menular Seksual (PMS)
seperti halnya HIV/AIDS (Kartikasari et al., 2019).
Notoatmojo (2010), menyatakan bahwa pengetahuan ialah hasil dari
“tahu” yang terjadi dimana setelah seseorang melakukan penemuan melalui
pancaindera manusia, semacam pendengaran, penciuman, pengelihatan, rasa dan
juga raba. Sebagian besar pengetahuan seorang manusia didapatkan melalui
pendidikan, pengalaman orang lain, serta media masa maupun lingkungan.
Faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut Notoatmojo
(2010) meliputi : pendidikan, media masa (informasi), sosial budaya dan
ekonomi, serta lingkungan (Theresia Hasibuan, 2018).
Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan dengan khas sebagai
tempat dimana proses perkembangan ilmu, moral dan keterampilan para santri
terhadap tujuan utamanya. Istilah pondok pesantren dapat diartikan menjadi
tempat tinggal yang biasanya terbuat dari bambu, sedangkan untuk pesantren
dapat diartikan sebagai sekolah islam yang memiliki asrama atau pondok.
Pondok pesantren memiliki beberapa unsur yang mendukung terlaksanakanya
kegiatan, seperti : Pondok, masjid, pembelajaran kitab islam klasik, santri dan
kyai. (Fatich, 2018)
Kurangnya pengetahuan remaja mengenai pentingnya memelihara
kebersihan organ reproduksi dapat menimbulkan masalah pada kesehatan
reproduksi. Menurut Ilmiawati & Kuntoro (2016) menyatakan bahwa salah satu
masalah yang terjadi pada organ reproduksi salah satunya adalah Keputihan.
Keputihan adalah suatu masalah yang sering sekali dialami oleh sebagian besar
wanita (Salamah et al., 2020).
Hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan di pondok pesantren daarul
mukhtarin pada tanggal 19 mei 2021, dengan mengisi kuesioner melalui google
form berisi 20 pertanyaan, dengan mengisi kuesioner tentang pengetahuan
perineal hygiene dan pecegahan keputihan. Diperoleh dari 10 santriwati (100%),
dengan 8 orang kurang mengetahui perineal hygiene dan pencegahan keputihan
yang baik. 2 orang tidak mengetahui tentang penggunaan celana dalam yang
sempit dapat menyebabkan timbulnya gangguan pada kulit, 4 orang tidak
mengetahui tentang mencukur rambut pada daerah kewanitaan dapat mencegah
penyebaran kuman, serta 2 orang lainnya tidak pernah mengganti celana dalam 3
kali dalam sehari dan tidak membersihkan daerah kewanitaan dengan
menggunakan tissue atau handuk kecil.
Berdasarkan fenomena yang terjadi diatas, peneliti tertarik untuk
meneliti tentang “Hubungan Pengetahuan Remaja Santriwati Tentang Perineal
Hygiene Untuk Pencegahan Keputihan (Flour Albus) Di Pondok Pesantren
Daarul Mukhtarin”
1.2 Rumusan Masalah
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 2010,
melakukan penelitian dimana terdapat hasil responden yang melibatkan remaja
siswa SMP dan SMA sebanyak 2.479 responden yang berusia 11-17 tahun.
Didapatkan hasil 52,67% responden memiliki pengetahuan kurang baik
mengenai kesehatan reproduksi, dan sumber yang didapatkan hanya melalui
teman sekolahnya (Zakir, 2016). Akibat yang dapat dtimbulkan dari kurangnya
menjaga kesehatan dan kebersihan alat reproduksi dapat menyebabkan
terjadinya keputihan, Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), vaginitis (peradangan
pada lapisan vagina), dan infeksi jamur vagina lainnya, yang dapat menimbulkan
rasa panas, gatal dan juga bau tidak sedap pada daerah kewanitaan.
Rumusan masalah yang diambil dari penelitian ini adalah “Apakah ada
hubungan pengetahuan remaja santriwati tentang perineal hygiene untuk
pencegahan keputihan (flour albus) di pondok pesantren daarul mukhtarin?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah Hubungan
Pengetahuan Remaja Santriwati Tentang Perineal Hygiene Untuk
Pencegahan Keputihan (Flour Albus) Di Pondok Pesantren Daarul
Mukhtarin.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan santriwati remaja tentang
perineal hygiene di pondok pesantren daarul mukhtarin.
b. Untuk mengetahui pencegahan keputihan (flour albus) pada
santriwati di pondok pesantren daarul mukhtarin.
c. Menganalisa hubungan pengetahuan remaja santriwati tentang
perineal hygiene untuk pencegahan keputihan (flour albus) di
pondok pesantren daarul mukhtarin.
1.4 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Penulis diharapkan dapat menerapkan ilmu yang sudah diperoleh
semasa perkuliahan maupun pengalaman nyata dalam proses
keperawatan.
1.5.2 Bagi Masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat menumbuhkan kesadaran dan
pengetahuan kepada publik secara luas mengenai pentingnya
menjaga kesehatan reproduksi.
1.5.3 Bagi STIKes YATSI
Diharapkan dapat melahirkan sumber referensi untuk penelitian
selanjutnya, dengan menggunakan metode pengumpulan data yang
berbeda.
1.5.4 Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan penelitian ini dapat melahirkan sumber data dan evaluasi
dalam bidang keperawatan tentang pentingnya meningkatkan
pengetahuan pemeliharaan organ reproduksi.
1.5.5 Bagi Santri dan Pondok Pesantren
Diharapkan penelitian ini dapat menambah penjelasan bagi
santriwati tentang pengetahuan perineal hygiene pada remaja agar
terjadinya keputihan dapat dicegah sejak dini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmojo (2012) adalah hasil dari
penginderaan manusia atau hasil dari seseorang yang tahu tentang suatu
objek dari indera yang dimilikinya (Villela, 2013).
Notoatmojo (2014), menyatakan pengetahuan juga merupakan
hal yang disadari oleh seseorang atau responden tentang kesehatan
seperti sehat dan sakit, seperti : tentang penyakit, yang meliputi (cara
penularan, penyebab penyakit, dan cara pencegahan), sanitasi
lingkungan, gizi, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, keluarga
berencana, dan lain lain (M. M. Putri, 2018).
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2014) terdapat tingkatan yang berbeda tentang
pengetahuan seseorang, yakni :
a. Tahu (know)
Adalah suatu kemampuan dalam menjelaskan dan
mengintreprestasikan tentang suatu objek secara benar.
b. Aplikasi (Aplication)
Adalah dapat mengaplikasikan atau menggunakan prinsip
yang diketahui oleh objek yang telah dipahami.
c. Analisis (Analysis)
Adalah kemampuan seorang dalam menguraikan,
membagi dan mencari hubungan antar komponen dari tujuan
yang diketahui.

d. Sintesis (Shyntesis)
Adalah menetapkan kepada kemampuan dalam
meletakkan atau merangkum suatu hubungan yang logis dari
komponen-komponen yang dimiliki.
e. Evaluasi
Merupakan sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan
seseorang dalam melakukan penilaian tentang objek tertentu.
2.1.3 Pengukuran Pengetahuan
Putra Fadil (2011) mengungkapkan bahwa pengetahuan mampu
diukur menggunakan wawancara atau angket dengan bertanya mengenai
isi dari materi yang akan diukur dari subjek penelitian kedalam
pengetahuan yang akan kita ukur, hal ini agar menyesuaikan dengan
tingkatan pengetahuan yang meliputi : tahu (know), memahami
(comprehensif), aplikasi (aplication), analisis (analysis), sintesis
(shyntesis), dan evaluasi (Nurhasim, 2013).
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Budiman & Riyato (2013) mengungkapkan tentang faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan terdiri dari : (Villela, 2013).
a. Pendidikan
Proses peralihan perilaku maupun sikap seseorang ataupun
kelompok merupakan suatu usaha mematangkan manusia dengan
upaya pelatihan dan pembelajaran. Menurut Sriningsih (2011),
menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin
cepat pula seseorang dalam menerima atau memahami informasi
sehingga pengetahuan yang dimiliki semakin tinggi.
Pendidikan juga dapat mempengaruhi seseorang dalam hal
berperilaku akan pola hidup dalam memotivasi sikap dalam hal
pembangunan (M. M. Putri, 2018).
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan oleh seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju cita-cita yang dapat
menentukan manusia untuk dapat berbuat dan mengisi kehidupan
demi mencapai kebahagiaan hidup (Faot & Wawan, 2019).
b. Informasi (Media Masa)
Informasi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, jika
seseorang sering mendapatkan informasi tentang sesuatu hal, maka
akan menyebabkan bertambahnya pengetahuan dan wawasan
seseorang tersebut.
c. Sosoial, Budaya dan Ekonomi
Budaya dan tradisi seseorang yang dilakukan tanpa melakukan
penalaran mengenai baik atau buruk akan menambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi akan menentukan
tersedianya fasilitas yang akan dibutuhkan dalam kegiatan tertentu.
d. Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi proses masuknya seseorang
dalam menerima pembelajaran karena adanya proses timbal balik atau
tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh seseorang.
e. Pengalaman
Pengalaman dapat dijadikan pengetahuan sehingga kita dapat
mengetahui baagaimana cara dalam menyelesaikan permasalahan dari
permasalahan sebelumnya yang sama.
f. Usia
Pola pikir akan semakin berkembang dengan seiring berjalannya
usia, karena hal tersebut menyebabkan seseorang semakin membaik
dalam hal menerima dan memperoleh pengetahuan.
Dengan bertambahnya usia seseorang, maka tingkat kekuatan dan
kematangan seseorang dalam berpikir dan bekerja akan meningkat.
Banyak dari kepercayaan masyarakat yang menyatakan bahwa
seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang
belum tinggi pendewasaanya (Faot & Wawan, 2019).

2.2 Remaja
2.2.1 Definisi Remaja
Menurut Kemenkes RI pada tahun 2015, menyatakan bahwa
remaja menurut WHO, adalah kelompok dengan usia sekitar (10-19)
tahun, sedangkan menurut Kementrian Kesehatan RI Nomor 25 tahun
2014, remaja adalah populasi dengan batas umur 10-18 tahun, sedangkan
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN)
batasan umur remaja ialah 10 sampai 24 tahun dan belum pernah
menikah (Theresia Hasibuan, 2018).
Kusmiran (2011) mengungkapkan beberapa definisi berdasarkan
sudut pandang yang mendefinisikan remaja, bahwa remaja ialah
seseorang dengan usia 11 sampai 12 tahun hingga 20 sampai 21 tahun.
Remaja ialah seseorang yang mengalami beberapa transformasi pada
penampilan fisik, dan juga psikologis. Remaja juga merupakan periode
penting didalam perjalanan kehidupan seseorang, dan merupakan
peralihan dari periode anak-anak yang bebas mengarah kepada seseorang
yang dewasa dan banyak menuntut rasa tanggung jawab (Fatima, 2013).
Remaja adalah masa dikehidupan seseorang dimana terjadinya
pencarian psikologisnya untuk menemukan sebuah identintas diri. Pada
masa remaja ini individu mulai mengembangkan kosep pada dirinya
dengan menjadi lebih berbeda dari pada masa anak-anak sebelumnya
(Rosyida, 2019).
2.2.2 Ciri-Ciri Remaja
Syarifudin (2011) dalam (Dyah Larasaty et al., 2019), terdapat
ciri-ciri remaja yang dibagi berdasarkan umur, yaitu :
a. Remaja Awal (10-13 tahun)
1. Lebih memilih untuk selalu dekat dengan teman sebayanya.
2. Berkeinginan untuk lebih bebas.
3. Mulai lebih memperhatikan tubuhnya.
4. Mempertimbangkan sesuatu secara abstrak.
b. Remaja Pertengahan (14-16 tahun)
1. Mulai berusaha mencari jati diri.
2. Muncul perasaan ingin menjalin sebuah ikatan dengan lawan
jenisnya.
3. Mulai timbul rasa kasih sayang yang lebih mendalam.
4. Cara berfikir secara abstrak semakin mulai berkembang.
5. Mulai timbul bayang-bayang mengenai aktivitas seks.
c. Remaja Akhir (17-21 tahun)
1. Lebih memperlihatkan kebebasan dirinya.
2. Lebih menentukan seseorang dalam menjadikannya teman.
3. Mempunyai penilaian tentang tubuhnya.
4. Dapat memperlihatkan bukti terhadap rasa cintanya.
2.2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Pertumbuhan adalah perubahan yang menyangkut segi kuantitaif
yang ditandai dengan peningkatan dalam ukuran fisik dan dapat diukur.
Sedangkan untuk perkembangan adalah suatu perubahan yang
menyangkut aspek kaulitatif san kuantitatif (Rosyida, 2019).
Tumbuh kembang yang dimaksud adalah pertumbuhan secara fisik
dan juga psikologis. Tumbuh kembang merupakan suatu tahap peralihan
dari masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan: (Dyah
Larasaty et al., 2019).
1. Adanya perubahan pada fisik, yaitu perubahan yang terjadu pada
bagian tubuh yang terlihat atau tidak.
2. Adanya perubahan pada emosionalnya, yaitu dari sikap maupun
tindakan.
3. Adaya perubahan diri yang ditimbulkan dari orang tua, keluarga,
dan lingkungan.
Tugas perkembangan remaja sebagai bentuk usaha dalam merubah
perilaku anak-anak menjadi perilaku dewasa. Menurut Kusmiran (2013)
dalam (Fardylla, 2017), menyatakan 4 tugas perkembangan pada remaja,
meliputi :
1. Menerima penampilan dan bentuk diri, serta memanfaatkan bentuk
tubuhnya dengan baik.
2. Belajar untuk berfungsi sesuai dengan jenis kelamin (sebagai
perempuan dan laki-laki).
3. Memperoleh hubungan yang baru dan bertambah cukup dengan
teman seusianya, sejenis ataupun lawan jenis.
4. Memperoleh karakteristik bersosialisasi yang bertanggung jawab.
2.2.4 Perubahan Fisik Pada Remaja
Masa peralihan yang dialami oleh remaja akan mengalami banyak
kemungkinan perubahan yang terjadi pada organ-organ reproduksi atau
seksual. Tanda dari perubahannya yaitu : (Dyah Larasaty et al., 2019)
1. Seks Primer
Tanda perubahan seks primer pada pria meliputi pertumbuhan
testis yang sangat cepat pada tahun kesatu dan kedua, kemudian
akan tumbuh secara melambat. Remaja pria akan mengalami
pubertas kematangan organ yang ditandai dengan terjadinya mimpi
basah pada dengan usia 14-15 tahun. Sedangkan pada remaja
perempuan, akan ditandai dengan terjadinya menstruasi yang terjadi
pada usia 14-15 tahun, terjadinya suatu kematangan organ
reproduksi yang tumbuh dengan cepat seperti : rahim, vagina,
ovarium dll.
2. Seks Sekunder
Tanda remaja perempuan sudah mengalami sekes sekunder
yaitu dengan ditandai munculnya rambut-rambut kecil yang tumbuh
di daerah ketiak dan sekitar vagina. Payudara, pinggul dan paha,
akan semakin bertambah besar dan bertambah tingginya badan
setiap tahunnya.
Sedangkan pada remaja laki-laki ditandai dengan adanya
rambut-rambut pada daerah ketiak, alat kelamin dan dada.
Berubahnya suara, tumbuhnya kumis dan jakun, juga terjadi
pertumbuhan yang sangat cepat pada tulang dan otot pada bagian
paha dan lengan.
2.2.5 Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
Hal-hal yang dapat terjadi pada kesehatan reproduksi remaja,
adalah sebagai berikut : (Ellya Sibagariang, 2016).
1. Amenorrhea
Amenorrhea merupakan suatu masalah yang terjadi pada wanita,
dimana Amenprrhea ini adalah keadaan dimana tidak adanya
menstruasi minimumnya 3 bulan berturut-turut. Dapat dibagi
menjadi ammenorrhea primer dan sekunder (Magdalena & Bolon,
2015).
2. Dysmenorrhe
Icemi & Wahyu (2013) menyatakan bahwa dysmenorrche adalah
nyeri yang terjadi pada saat mentruasi. Sedangkan menurut Reeder
(2013) dalam (Yunitasari, 2017) disminore adalah nyeri saat
menstruasi yang dapat dikategorikan sebagai nyeri yang singkat
sebelum atau selama menstruasi.
3. Menorrhagia
Menorrhagia adalah suatu gangguan yang ditandai dengan adaya
haid yang tidak teratur, dan pengeluaran darah ketika menstruasi
sangat banyak (> 80 ml) dan haid > 8-10 hari. Siklus haid yang
pendek dapat terjadi (setiap 21 hari). Hal ini dapat dikarenakan oleh
adanya infeksi yang terjadi pada kelamin, trauma konsumsi obat-
obatan tertentu, penyakit kronis, komplikasi kehamilan, serta
gangguan hormon atau kanker.
4. Keputihan (flour albus)
Merupakan suatu cairan yang keluar secara berlebih melalui vagina
selain darah. Wijayanti (2009) dalam (Rosyida, 2019)
mengungkapkan bahwa flour albus atau keputihan adalah sekresi
vagina yang abnormal pada wanita. Keputihan adalah keluarnya
cairan yang selain darah melalui liang vagina di luar dari kewajaran,
yang dapat menimbulkan bau atau tidak disertai dengan rasa gatal.
2.3 Perineal Hygiene
2.3.1 Definisi Perineal Hygiene
Menurut Nurjanah (2013) dalam (Fardylla, 2017) perineal
hygiene merupakan perawatan yang dilakukan pada daerah perineal
selama sekali dalam sehari pada saat aktivitas mandi. Sedangkan vulva
hygiene adalah sebuah aturan untuk merawat dan menjaga organ
genitalia dibagian luar.
Putri (2013), menyatakan perineal hygiene adalah suatu konsep
dari kebersihan pada daerah genetalia. Dalam menjaga kesehatan organ
reproduksi, diperlukan praktik perinea hygiene yang baik dan benar
untuk menjauhkan dari terjadinya infeksi pada organ reproduksi (N. M.
Putri, 2018).
2.3.2 Tujuan Perineal Hygiene
Adanya tujuan dalam melakukan perineal hygiene menurut (Fardylla,
2017) adalah sebagai berikut :
1. Menambah kualitas kesehatan diri seorang individu.
2. Menjaga kebersihan diri seseorang.
3. Menahan timbulnya masalah kesehatan.
4. Menambah kepercayaan diri seseorang.
5. Dan menghasilkan keindahan.
2.3.3 Cara Pemeliharaan Daerah Perineal
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan menurut (Fardylla,
2017) dalam memelihara kesehatan organ reproduksi, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Pemakaian baju dalam
Penggunaan baju dalam yang sesuai untuk dipakai adalah
yang terbuat dengan bahan yang mudah menyerap keringat,
misalnya kaus atau katun. Kain yang tidak meresap keringat dapat
menyebabkan rasa lembab dan panas. Keadaan ini lah yang dapat
menyebabkan iritasi pada si pengguna, dan akan mendukung untuk
terjadinya perkembangbiakan jamur. Baju dalam yang digunakan
harus dengan ukuran yang sesuai (tidak ketat) dan juga bersih.
Aryani dkk, (2010) mengungkapkan bahwa pakaian yang terlalu
ketat atau pemakaian karet yang berlebih dapat menimbulkan rasa
gatal dan gangguan pada kulit. Sedangkan menurut Nurjanah
(2012) mengungkapkan penganjuran dalam menyalin baju dalam
adalah minimal tiga kali dalam satu hari, dan menghitung selama 8
jam dalam penggunaan satu celana dalam untuk menjaga genitalia.
2. Pemakaian handuk
Dalam pemakaian handuk yang dilakukan secara berulang
dapat diperbolehkan. Tetapi, yang perlu diperhatikan adalah pada
saat setelah selesai dalam pengunaannya hendaknya handuk
tersebut dijemur agar terkena sinar matahari secara langsung,
sehingga mikroorganisme yang ada pada handuk tidak
menimbulkan infeksi dan mati. Sebaiknya handuk tidak digunakan
apabila sudah merasa tidak nyaman dan digunakan selama tidak
lebih dari seminggu. Hendaknya dihindari menggunakan handuk
secara bersamaan baik dengan orang lain maupun dengan anggota
keluarga, sebab mampu menjadi salah satu tempat penyebaran
masalah atau penyakit pada kelamin dan kulit seperti pedikulosis
pubis dan scabies. Menurut Aryani dkk (2010) menjelaskan
penggunaan handuk pada setiap orang sebanyak tiga handuk, yang
kesatu digunakan pada genitalia, yang kedua digunakan pada
bagian badan, dan yang ketiga digunakan untuk bagian wajah.
3. Rambut pubis
Dalam menjaga kebersihan rambut pubis, hendaknya dicukur
atau dipotong. Diwajibkan dalam agama islam untuk memotong
rambut pubis pada tiap 40 hari. Kebersihan pubis akan terjaga
dengan mencukur rambut pubis, agar tidak menyediakan tempat
bagi tungau atau mikroorganisme untuk berkembang biak, juga
aroma yang tidak sedap. Menurut Aryani dkk (2010) menyatakan
bahwa rambut pubis yang terlalu panjang akan selalu terpapar urin
saat Buang Air Kecil (BAK).
Menurut Nurjanah (2012), manfaat dari mencukur rambut pubis
adalah dapat mencegah terjadinya penyebaran kuman dan dapat
memberikan sirkulasi udara pada daerah genetalia.
4. Kebersihan vagina
Membiasakan diri untuk selalu membersihkan dan
mengeringkan vagina sampai betul-betul setelah BAB atau BAK.
5. Penggunaan Pembalut
Pada saat mengalami menstruasi, gunakan pembalut yang
bersih, dan gunakan pembalut yang tidak mengandung pengharum
dan tidak berwarna. Hal tersebut dijalankan agar dapat membatasi
paparan pada vulva dari zat kimia. Gantilah pembalut setelah BAK
dan BAB, dengan frekuensi ganti pembalut sebanyak 4 kali dalam
sehari.
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Remaja Terhadap Perineal Hygiene
Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempegaruhi perineal
hygiene seseorang, diantaranya adalah sebagai berikut (Fardylla, 2017) :
1. Citra Tubuh
Keterangan seseorang tentang dirinya sangat mempengaruhi
terhadap kebersihan dirinya. Contohnya seperti adanya perubahan
terhadap fisik sehingga individu tersebut tidak perduli terhadap
kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Kebersihan diri pada anak-anak selalu dimanja, maka akan terjadi
suatu perubahan pola perineal hygiene pada anak.
3. Pengetahuan
Pengetahuan mengenai kebersihan genitalia penting untuk diketahui,
sebab kesehatan dapat meningkat jika pengetahuan yang dimiliki
baik. Kurangnya pengetahuan dan informasi tentang bagaimana cara
merawat kebersihan genetalia yang baik dan ketidakpahaman remaja
putri tentang bagaimana cara perawatan genitalia yang baik dan
benar dapat menyebabkan terjadinya keputihan. Pengetahuan remaja
yang rendah mengenai perawatan genetalia disebabkan oleh
rendahnya kesadaran mengenai pentingnya menjaga kebersihan
organ reproduksi dan akibatnya akan berpengaruh terhadap sikap
remaja mengenai masalah keputihan (Sariyati, 2016).
4. Tradisi
Masyarakat sebagian, terdapat pernyataan japabila mempunyai
penyakit tertentu, tidak diperbolehkan dalam melakukan personal
hygiene.
5. Rutinitas seseorang
Terdapat beberapa rutinitas seseorang dalam menggunakan produk
tertentu, untuk melakukan perawatan diri, misalnya dalam
membersihkan daerah kewanitaan dengan sabun pembersih khusus.
6. Kondisi Fisik
Pada keadaan sakit kemampuan seseorang dalam merawat diri
berkurang, dan memerlukan bantuan orang lain dalam
melakukannya.
2.4 Keputihan (Flour Albus)
2.4.1 Definisi Keputihan
Keputihan menurut (Aulia, 2012), adalah keluarnya suatu cairan
yang berlebih melalui ruang vagina yang kadangkala disertai dengan rasa
terbakar, nyeri, gatal pada kemaluan dan kerap menimbulkan rasa nyeri
dan bau tidak sedap pada saat BAK atau bersenggama. Sedangkan
menurut (Manuaba, 2012), menyatakan bahwa keputihan merupakan
pengeluarannya cairan dari alat genetalia yang selain darah. Keputihan
bukan merupakan penyakit tersendiri, melainkan adalah tanda dan gejala
hampir dari semua penyakit kandungan (Fardylla, 2017).
Sedangkan menurut (Tijitraresmi, 2010) dalam (Atul Hasanah,
2018) keputihan adalah salah satu gejala masalah pada genitalia yang
dialami oleh perempuan, dimana cairan yang keluar berwarna cairan
putih kekuningan dari vagina. Secara fisiologis, wanita dapat menhadapi
peutihan. Tetapi perlu di waspadai juga, keputihan dapat diakibatkan
karena infeksi.
2.4.2 Klasifikasi
(Ellya Sibagariang, 2016) mengungkapkan bahwa flour albus atau
keputihan adalah nama untuk indikasi yang diberikan untuk cairan yang
keluar melalui vagina yang tidak berupa darah. Flour albus ini dibagi
menjadi 2 macam, yakni :
1. Keputihan Fisiologis
Bagus & Aryana (2019) dalam (Salamah et al., 2020)
menyatakan, keputihan fisiologis atau normal merupakan keputihan
yang terjadi sesuai dengan siklus tubuh wanita. Keputihan normal ini
ditandai dengan jenis pengeluaran cairan berwarna bening, tidak
menimbulkan gatal dan bau.
Flour albus patologis ini termasuk cairan berbentuk lendir.
Penyebab keputihan fisiologis dapat disebabkan oleh hormon
tertentu. Cairan yang dikeluarkan tidak berbau, tidak berwarna.
(Rosyida, 2019).
2. Keputihan Pataologis
Keputihan patologis disebabkan oleh infeksi yang biasanya
disertai dengan rasa gatal pada vagina dan disekitar bibir vagina
bagian eksternal. Bagus & Aryana (2019) dalam (Salamah et al.,
2020), menyatakan keputihan abnormal atau patologis dapat ditandai
dengan pengeluaran cairan yang cukup banyak dengan warna putih
kental seperti susu basi, kuning kehijauan, dan dapat menimbulkan
rasa gatal, amis, dan juga busuk.
Keputihan yang abnormal ini bisa disebabkan karena danya
infeksi dan peradangan yang terjadi pada saat membersihkan vagina
dengan air, pemakaian pembersih vagina secara berlebihan,
pemeriksaan pada vagina yang kurang diperhatikan kebersihannya,
dan bisa juga dikarenakan adanya benda asing didalam vagina
(Rosyida, 2019).
2.4.3 Etiologi
(Rosyida, 2019), mengungkapkan penyebab dari keputihan fisiologis
yang terdiri atas :
1. Akibat dari adanya sisa ekstrogen plasenta terhadap vagina dan
uterus pada janin, sampai terjadi pengeluaran keputihan pada bayi
yang baru lahir sampai dengan umur 10 hari.
2. Adaya pengaruh dari meningkatnya ekstrogen pada saat
menarrche.
3. terdapat peningkatan pada produksi dikelenjar-kelenjar rahim ada
masa ovulasi.
4. Mukus serviks yang padat pada masa kehamilan menyebabkan
menutupnya lumen serviks yang dimana berfungsi untuk mencegah
kuman masuk meuju rongga uterus.
Sedangkan penyebab dari keputihan patologis menurut Suparyanto
(2010) dalam (Tresnawati & Rachmatullah, 2014), adalah sebagai
berikut :
1. Jenis infeksi pada vagina
Infeksi yang terjadi pada vagina, jenisnya meliputi : kandidiasis,
trikomonas, bakterial, dan vaginosis. Vagina yang terkena bakteri
vaginosis ditandai dengan adanya bau yang tidak sedap serta
keputihan. Hal tersebut disebabkan akibat dari lactobacillus yang
menyusut, meningkatnya bakteri penyebab infeksi atau patogen dan
peningkatan Ph pada vagina.
2. Kebersihan vagina
Kebersihan yang kurang baik pada vagina, akan menjadi salah
satu penyebab keputihan. Hal ini menjadikan vagina lembab
akibatnya bakteri yang menyebabkan infeksi ini dapat dengan mudah
menyebar.
3. Penggunaan antibiotik
Penggunaan antibiotik yang berlangsung lama, akan
menyebabkan sistem imun pada tubuh menjadi terganggu.
4. Pemakaian KB
Pemakaian KB juga dapat mempengaruhi keseimbangan
hormonal pada wanita, yang dapat menjadi salah satu pemicu
terjadiya keputihan.
5. Stress
Otak adalah sistem yang mempengaruhi kerja seluruh organ
tubuh, jika terjadi stress, maka reseptor pada otak akan
memepengaruhi hormon didalam tubuh, sehingga hormon pada
tubuh dapat mengalami perubahan pada keseimbangan dan dapat
menyebabkan timbulnya keputihan.
Sedangkan menurut (Rosyida, 2019), mengemukakan beberapa hal yang
menyebabkan keputihan patologis, yakni meliputi :

1. Infeksi
Adalah reaksi yang dikeluarkan oleh tubuh terhadap mikroorganisme
yang masuk yang ditandai dengan reaksi seperti radang. Beberapa
penyebabnya adalah sebagai berikut :

a. Fungi (jamur)
Jamur pemicu keputihan adalah candidia albican. Jamur ini
dapat mengakibatkan gejala infeksi, mulai dari yang teringan
sampai berat.
b. Bakteri
Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan keputihan
meliputi :
1) Gonokokus
Bakteri ini dapat menimbulkan gejala dengan keluarnya
keputihan, berwarna kekuningan atau nanah. Disertai
dengan rasa sakit pada saat bersenggama dan berkemih
2) Klamidia Trakomatis
Gejala utama yang dapat ditimbulkan dari jenis bakteri
ini adalah uteritis pada pria dan servitis pada wanita.
3) Grandnerella
Gejala yang dapat ditimbulkan dari bakteri ini adalah
keputihan yang berlebih, disertai bau dan terasa
ketidaknyamanan di bagian bawah abdomen.
4) Treponema pallidum
Bakteri ini pemicu penyakit kelamin seperti sifilis.
5) Parasit
Gejala yang dapat ditimbulkan adalah flour albus yang
kental sampai dengan encer, berwarna kekuningan,
berbau, dan menimbulkan rasa panas dan gatal.
6) Virus
Virus ini di sebabkan oleh herpes simpleks dan Human
Papilloma Virus (HPV).
2. Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan.
3. Objek asing
Tertinggalnya kondom dan pesarium pada penderita hernia atau
prolaps uteri yang dapat merangsang secrtet pada vagina menjadi
berlebih.
4. Neoplasma jinak
Beberapa tumor jinak yang tumbuh, mudah menimbulkan keputihan
dan peradangan.
5. Kanker
Indikasi yang dapat terjadi adalah banyaknya cairan yang keluar,
berbau, disertai darah yang tidak sedap.
6. Fisik
IUD, trauma dan tampon.
7. Menopause
Saat menopause, sel-sel vagina megalami hambatan karena
ketidakadaannya hormon estrogen, yang menyebabkan vagina
menjadi kering dan menimbulkan rasa gatal. Karena menipisnya
lapisan sel dan memudahkan timbulnya luka.
2.4.4 Patogenesis
Leukorea adalah suatu gejala yang terdapat pengeluaran cairan pada
vagina tidak berupa darah. Dalam masa perkembangan, vagina
mengalami beberapa perubahan, sejak bayi hingga menopause. Flour
albus ini adalah suatu kondisi yang terjadi secara fisiologis atau juga
dapat terjadi secara patologis, yang disebabkan karena adanya infeksi
kuman seperti fungi atau jamur, bakteri, parasit, dan virus yang dapat
mengakibatkan keseimbangan dari ekosistem vagina menjadi
bermasalah. Normalnya bakteri lactobasillus atau doderlein akan
memakan glikogen yang dihasilkan dari estrogen di dinding vagina untuk
pertumbuhanya dan membuat pH vagina menjadi asam. Hal ini tidak
akan terjadi, jika pH pada vagina menjadi basa, bila pH vagina menjadi
basa membuat kuman dan bakteri tumbuh dan berkembang dengan subur.

2.4.5 Tanda dan Gejala


Sarwono (2010) dalam (Atul Hasanah, 2018), menyatakan terdapat 6
tanda keputihan, yang diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Cairan yang keluar melalui vagina dengan tekstur yang lebih
kental.
2. Cairan yang mengalir dari vagina dengan berwarna kuning, putih
susu, kehijauan dan keabu-abuan.
3. Adanya bau yang tidak sedap pada cairan.
4. Cairan lebih lengket.
5. Mengakibatkan gatal pada genitalia.
6. Jumlah cairan cukup banyak dalam waktu berlangsung lama.
Sedangkan menurut (Ellya Sibagariang, 2016), menyebutkan beberapa
gejala yang ditimbulkan dari keputihan ini adalah sebagai berikut :
1. Sekret yang keluar secara berlebih, semacam susu, dan
mengakibatkan gatal pada labia, hal ini dikarenakan terdapatnya
jamur candidia..
2. Sekret yang keluar secara berlebih dengan warna putih kehijauan
atau kekuningan, dan berbau tidak sedap.
3. Keputihan yang disertai dengan rasa nyeri pada perut bagian
bawah atau panggul belakang.
4. Sekret yang keluar dengan intensitas sedikit atau banyak berupa
nanah, rasa sakit atau panas saat berkemih dan berhubugan
seksual.
5. Sekret dengan warna kecoklatan (darah) yang terjadi pada saat
senggama.
6. Sekret yang keluar bersamaan dengan darah, disertai dengan
aroma yang khas, dikarenakan adanya kematian sel-sel.
2.4.6 Pencegahan Keputihan
Tindakan yang dilakukan sebagai langkah dalam pencegahan keputihan
adalah sebagai berikut : (Prabawati et al., 2019).
1. Menerapkan pola kehidupan sehat, diet dengan seimbang,
olahraga secara teratur, cukup dalam beristirahat, menghindari
rokok dan alkohol serta menghindari stress secara
berkepanjangan.
2. Setia dengan satu pasangan, untuk menghindari penularan dari
penyakit atau gangguan menular seksual, selalu gunakan
kondom.
3. Pastikan daerah genitalia untuk tetap terjaga kebersihannya, tidak
lembab dan kering. Gunakan celana dalam yang tidak ketat dan
pastikan yang berbahan dasar menyerap keringat, serta gunakan
pantyliner demi mencegah terjadinya perkembangbiakan bakteri.
4. Basuh daerah kewanitaan dengan benar, melalui isis depan ke
belakang pada setiap kali BAB dan BAK.
5. Hindari pemakaian secara berlebihan dalam menggunakan cairan
pembersih vagina, hal tersebut dapat menjaga flora normal yang
ada didalam vulva.
6. Hindari menggunakan tissu, sabun dan bedak dengan pewangi,
lantaran menyebabkan iritasi pada daerah vagina.
7. Selalu menghindari penggunaan barang yang dapat dengan
mudah terjadinya penularan, seperti peminjaman peralatan
mandi. Biasakan untuk mengusap dudukan pada kloset, sebelum
menggunakannya.

2.4.7 Dampak Keputihan


(N. M. Putri, 2018) mengungkapkan tentang akibat atau dampak yang
dapat ditimbulkan dari adanya keputihan sebagai berikut :
1. Masalah psikologis
Gangguan psikologis ini terjadi disebabkan oleh adanya respon
psikologis terhadap keputihan, yang membuat seseorang merasa
tidak percaya diri dan dapat menyebabkan kecemasan seseorang
menjadi berlebih.
2. Penyakit infeksi pada genitalia
1. Infeksi vagina (vulvitis) diabetika
2. Infeksi liang sanggama (Vaginitis)
3. Infeksi spesifik vagina
4. Servisitis akut
5. Servisitis menahun (kronis)
6. Pelvic inflammantory disease (Penyakit Radang Panggul)
2.4.8 Penatalaksanaan
(Ellya Sibagariang, 2016) menyatakan bawa untuk menghindari
komplikasi dari keputihan yang serius, penatalaksanaan dapat dilakukan
sedini mungkin, untuk menghindari adanya gejala keputihan dengan
sekret encer, berwarna merah muda, coklat mengandung darah atau hitam
serta berbau busuk, yang merupakan indikasi dari kanker leher rahim.
Tata laksana dapat dilakukan sesuai dengan penyebab infeksi seperti
jamur atau bakteri.
2.5 Pondok Pesantren
2.5.1 Definisi Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan islam yang tertua dan
produk budaya Indonesia. Pondok pesantren merupakan tempat dimana
pendidikan dan pengajaran ditekankan pada pembelajaran agama islam,
didukung oleh asrama sebagai tempat tinggal para santri (Ilmiawati &
Kuntoro, 2017).
Pondok pesantren merupakan sistem pendidikan yang melakukan
kegiatan sepanjang hari. Santri tinggal didalam asrama berada dalam satu
kawasan dengan para guru, kiyai dan para senior mereka. Hal ini
menyebabkan hubungan mereka stau sama lain terjalin dengan baik serta
proses pembelajaran berjalan secara intensif (Atus Sholihah, 2019).

2.5.2 Sistem Pendidikan Pondok Pesantren


Sistem pondok pesantren yang sering diselenggarakan adalah dalam
bentuk asrama, dimana terdapat para santri mendapatkan pendidikan
dalam satu lingkup sosial kegamanaan yang kuat dalam ilmu
pengetahuan yang dilengkapi dengan ilmu pengetahuan umum.
2.6 Kerangka Teori Penelitian

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Faktor yang Pengetahuan Remaja Pencegahan Keputihan


mempengaruhi
Perineal Hygiene 1. Menerapkan pola hidup
pengetahuan remaja
sehat
terhadap perineal hygiene
2. Setia kepada satu
1. Citra tubuh pasangan
2. Praktik sosial 3. Menjaga kebersihan
3. Pengetahuan organ genetalia
4. Budaya 4. Membasuh genetalia
5. Kebiasaan seseorang dengan benar
6. Kondisi fisik 5. Menghindari
pemakaian barang yang
memudahkan untuk
terjadinya peularan
6. Menghindari
pemakaian berlebh dari
pembersih vagina

(Sumber: Atul Hasanah, 2018; Dyah Larasaty et.al, 2019; Ellya Sibagariang, 2016;
Fardylla, 2017; Faot & Wawan, 2019; Fatima, 2013; Magdalena & Bolon, 2015; M. M.
Putri, 2013; Notoatmojo, 2014; Nurhasim, 2013; Rosyida, 2019; Sariyati, 2016; Teresia
Hasibuan, 2018; Villela, 2013; Yunitasari, 2017).
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian merupakan suatu hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep yang lain dari masalah yang diteliti (Kartika,
2017).
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep
serta variabel-variabel yang akan diukur (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan
tinjauan teoritis yang dijelaskan dalam tinjauan pustaka, peneliti ingin
mengetahui hubungan pengetahuan remaja santriwati tentang perineal hygiene
untuk pencegahan keputihan (Flour albus) di pondok pesantren daarul
mukhtarin.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan remaja santriwati
tentang perineal hygiene, yang meliputi baik, cukup, dan kurang, sedangkan
untuk variabel dependennya yaitu pencegahan keputihan.
Secara sistematis dapat digambarkan kedalam skema 3.1 dibawah ini:

Skema 3.1 Kerangka Konsep


Variebel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan Remaja Pencegahan Keputihan


Santiwati Tentang
Perineal Hygiene

Keterangan :

: Diteliti
: Berhubungan
3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara. Hipotesis sebagai pernyataan tentatif
antara satu, dua variabel atau lebih (Doli Tine Donsu, 2016).
Hipotesa adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah
diringkaskan, atau kebenaran yang akan dibuktikan dalam penelitian, maka
hipotesa itu dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak (Kartika, 2017).
Hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan kerangka konsep adalah sebagai
berikut :
3.2.1 Apakah ada hubungan pengetahuan pada remaja santriwati tentang
perineal hygiene untuk pencegahan keputihan?
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah variabel operasional yang dilakukan pada
penelitian berdasarkan karakteristik yang diamati. Definisi operasional ini
ditentukan berdasarkan parameter ukuran dalam penelitian. Definisi operasional
mengungkapkan variabel dari skala pengukuran masing-masing variabel tersebut
(Doli Tine Donsu, 2016). Definisi operasional dijelaskan dalam tabel 3.2.
3.2 Tabel Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional Alat ukur & cara Hasil ukur Skala
ukur ukur
Variabel Independen
Pengetahuan Merupakan suatu Alat ukur yang Hasil ukur dapat Ordinal
Tentang konsep dari kebersihan digunakan adalah: dikategorikan
Perineal pada daerah genetalia. lembar kuseioner sebaai berikut :
Hygiene Dalam menjaga dengan 10 1. Pengetahuan
kesehatan organ pertanyaan baik 76%-
reproduksi (N. M. Putri, 100% (untuk
2018). Cara ukur jawaban yang
menggunakan skala benar dengan
guttman, dengan skor nilai 8-
pengukuran: 10)
Bila jawaban benar 2. Pengetahuan
beri nilai 1 cukup 56%-
75% (untuk
Bila jawaban salah jawaban yang
beri nilai 0 benar dengan
skor nilai 6-
7)
3. Pengetahuan
kurang <55%
(untuk
jawaban yang
benar dengan
skor nilai 0-
5)

Arikunto (2013)
Variabel Definisi operasional Alat ukur & cara Hasil ukur Skala
ukur ukur
Variebal Dependen
Pencegahan Tindakan atau respon Alat ukur : Hasil ukur dapat Ordinal
Keputihan yang dilakukan oleh Kesioner terdiri dinilai sebagai
seseorang sebagai atas 10 pertanyaan berikut :
langkah dalam Jika pernyataan
pencegahan keputihan Cara ukur : positif :
menggunakan skala 1. Selalu = 4
likert. 2. Sering = 3
3. Kadang-
Kadang = 2
4. Tidak Pernah
=1
Jika pernyataan
negatif :
1. Tidak Pernah
=4
2. Kadang-
Kadang = 3
3. Sering = 2
4. Selalu = 1
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan suatu bagan dalam penelitian yang dimana dapat
dirangkap dengan sedemikian rupa, agar peneliti dapat memperoleh balasan atas
pertanyaan penelitian (Kartika, 2017).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan
desain yang digunakan adalah deskriptif analitik, yang bertujuan untuk mencari
hubungan antar variabel. Peneltian ini menggunakan rancangan cross sectional,
dimana rancangan ini mempelajari hubungan antar variabel dengan dengan
observasi atau pengumpulan datanya hanya dilakukan sekaligus atau dalam satu
waktu (point time approach), yang maksudnya adalah pengambilan data pada
subjek penelitian diobservasi dan dilakukan sekali saja dalam satu waktu secara
bersamaan tanpa dilakukan evaluasi ulang pada setiap variabelnya (Notoatmodjo,
2012a).
Penelitian ini dapat menunjukan ada atau tidaknya hubungan pengetahuan remaja
santriwati tentang perineal hygiene (variabel independen) untuk pencegahan
keputihan (flour albus) (variabel dependen) di pondok pesantren daarul
mukhtarin.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di pondok Pesantren Daarul Mukhtarin Rajeg,
Tangerang-Banten.
4.2.2 Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam waktu 6 bulan (maret - agustus
2021).
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi merupakan total dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang sudah dikukuhkan oleh peneliti sebelumnya
(Donsu, 2016). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh santriwati
remaja kelas X, XI SMA tahun 2020-2021 di Pondok Pesantren Daarul
Mukhtarin yang berjumlah 99 santriwati.
4.3.2 Sampel
Sampel merupakan separuh dari total populasi yang akan diteliti atau total
dari karakteristik kecil yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2017).
Sampel pada penelitian ini adalah santriwati remaja kelas X dan XI SMA
di Pondok Pesantren Daarul Mukhtarin. Dengan teknik pengambilan
sampe l menggunakan random sampling, dimana pemungutan sampel
diambil secara acak dengan anggota populasi dianggap homogen atau
sama (Kartika, 2017).
Pengambilan sampel dapat dirumuskan dengan menggunakan rumus
Slovin, sebagai berikut (Donsu, 2016) :

N
n=
1+ N (d 2)
Keterangan :
N : Jumlah Populasi
n : Jumlah Sampel
d : Batas Toleransi Kesalahan (5%= 0,05)
Berdasarkan rumus diatas, dengan batas toleransi kesalahan adalah 5%
(0,05), maka didapatkan hasil sebagai berikut :

N
n= 2
1+ N (d )
99
n=
1+ 99(0,052 )
99
n=
1+ 99(0,0025)
99
n=
1,25
n=79,3
Dari rumus tersebut, didapatkan hasil dari jumlah sampel yang diperlukan
sebanyak 79 santriwati.
Sampel pada penelitian ini meliputi kriteria inklusi dan ekslusi yakni
dimana kriteria tersebut digunakan dalam menetapkan bisa tidaknya untuk
dijadikan sampel, juga untuk menentukan hal-hal yang akan diteliti.
Menurut (Hidayat, 2017) kriteria tersebut dapat dibedakan menjadi :
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi ialah subjek dari penelitian yang dapat mewakili
penelitian yang memenuhi syarat penelitian. Kriteria yang
ditentukan adalah :
1) Santriwati aktif di pondok pesantren daarul mukhtarin.
2) Hadir pada saat dilakukan penelitian.
3) Santriwati kelas X dan XI SMA.
4) Berkenan menjadi responden dalam penelitian.
b. Kriteria Ekslusi
Sedangkan untuk kriteria ekslusi ialah kriteria dari subjek
penelitian yang tidak dapat mewakili sampel, dikarenakan tidak
dapat memenuhi syarat sebagai sampel dalam penelitian. Kriteria
yang ditentukan adalah :
1) Santriwati yang sudah tidak aktif di pondok pesantren
daarul mukhtarin
2) Santriwati yang berhalangan hadir (izin/sakit) pada saat
dilakukan penelitian.
3) Tidak berkenan menjadi responden.
4.4 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data
4.4.1 Instrumen Penelitian
(Notoatmodjo, 2012), menyatakan bahwa instrumen penelitian merupakan
fasilitas atau alat yang hendak digunakan dalam pengumpulan data.
Instrumen penelitian ini dapat berupa kuesioner, formulir observasi, dan
formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pecatatan dan lain
sebagainya.
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar
kuesioner. Kuesioner merupakan suatu aturan dalam akumulasi data
menggunakan angket atau lembar kuesioner dengan berisi beberapa
pertanyaan yang diberikan kepada responden (Hidayat, 2017). Pada
penelitian ini kuesioner terdiri atas 2 bagian, dengan bagian yang pertama
terdiri atas 10 pertanyaan seputar materi pengetahuan perineal hygiene
menggunakan skala guttman, sedangkan pada bagian kedua terdapat 10
pertanyaan seputar materi pencegahan keputihan menggunakan skala
likert.
Untuk skala guttman pertanyaan positif pada kuesioner dengan nomer
1,2,4,5,10 dan pertanyaan negatif pada kuesioner dengan nomer 3,6,7,8,9.
Sedangkan untuk skala likert dengan pertayaan positif, dinyatakan dengan
nilai : 1 = “tidak permah”, 2 = “kadang-kadang”, 3 = “sering”, 4 = “selalu”
dengan kuesioner nomer 1,2,4,5,6,7,9,10 dan pernyataan negatif dengan
kuesioner nomer 3 dan 8.
4.4.2 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses akumulasi dari karakteristik subjek
yang diperlukan dari objek yang akan diteliti dalam penelitian.
Data primer, data yang diambil diperoleh dari pengukuran secara langsung
dari responden berupa lembar kuesioner yang diberikan secara langsung
kepada santriwati SMA kelas X dan XI.
4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas
4.5.1 Uji Validitas
Uji validitas merupakan suatu kumpulan catatan yang menunjukan alat
ukur yang akan digunakan sudah benar-benar mengukur apa yang akan
diukur. Untuk mengetahui validitas dari suatu alat ukur (instrumen)
dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing dari
variabel dengan skor totalnya (Hastono, 2016).
4.5.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan suatu patokan yang menunjukan sejauh mana
perolehan dari pengukuran agar tetap konsisten bila dikerjakan pengukuran
2 kali atau lebih atas indikasi yang sama dengan menggunakan alat ukur
yang sama (Hastono, 2016).

4.6 Pengolahan dan Analisa Data


4.6.1 Pengolahan Data
Pengolahan data adalah salah satu dari sebagian rangkaian suatu kegiatan
penelitian setelah pengumpulan data. Pengolahan data yang dilakukan pada
penelitian ini adalah dengan cara elektronik (program SPSS). Agar pada saat
menganalisis penelitian mendapatkan informasi yang sebenarnya, tahap-
tahap dalam pengolahan data diantaranya adalah sebagai berikut (Hastono,
2016):
1) Editing
Adalah kegiatan melaksanakan suatu analisis kembali dari jawaban
kuesioner atau formulir, apakah jawaban yang terdapat pada lembar
kuesioner sudah jelas, saling berkaitan, lengkap dan konsisten. Peneliti
dalam penelitian akan memeriksa kembali jawaban pada lembar
kuesioner dari responden untuk memastikan tidak ada data yang tidak
lengkap atau tidak jelas.
2) Coding
Coding adalah suatu kegiatan mengubah bentuk suatu tulisan menjadi
data dengan berbentuk angka atau bilangan. Pada penelitian ini data
yang dikumpulkan dari hasil kuesioner yang sudah diisi, akan
dikategorikan misalnya seperti : pengetahuan diberi kode 1, dan
pencegahan diberi kode 2.
3) Processing
Adalah proses memasukan data dari kuesioner kedalam program
komputer (SPSS for windows).
4) Cleaning
Pembersihan data atau cleaing adalah suatu kegiatan pemeriksaan ulang
kembali untuk data yang sudah di input pada komputer, apakah terjadi
kesalahan atau tidak.
4.6.2 Analisa Data
Data yang sudah dikumpulkan menggunakan kuesioner, akan diproses dan
diuji untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja santriwati tentang
perineal hygiene untuk pencegahan keputihan (flour albus) dipondok
pesantren daarul mukhtarin. Analisa data yang dipakai pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1) Analisa Univariat
Dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian, yang meliputi
presentasi dan distribusi dari setiap variabel pengetahuan perineal
hygiene dan pencegahan keputihan.
2) Analisa Bivariat
Dilakukan pada dua variabel yang diperkirakan saling berkorelasi atau
berhubungan. Analisisnya meliputi distribusi dan presentasi dari setiap
variabel pengetahuan perineal hygiene dan pencegahan keputihan
dengan menggunakan uji statistik Chi Square (x ¿¿ 2)¿ dengan tingkat
kemaknaan p<α = 0,05.
4.7 Etika Penelitian
(Notoatmodjo, 2018) menyatakan bahwa, etika penelitian yang harus diperhatikan
dalam penelitian adalah meliputi :
1) Menghormati hak dan martabat manusia (respect for human dignity)
Dalam hal ini peneliti perlu memperhatikan wewenang dari pada subjek
penelitian, untuk mendapatkan berbagai informasi tentang tujuan peeliti
dalam melakukan penelitian tersebut.
2) Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy
and confidentiality)
Peneliti tidak boleh mempublikasikan atau menyebarkan informasi tentang
kerahasiaan data yang dimiliki oleh peneliti.
3) Keadilan dan inklusivitas/keterbukan (respect for justice an inclusiveness)
Peneliti harus melindungi prinsip keterbukaan dan adil dengan menerapkan
kejujuran, keterbukaan serta kehati-hatian dalam melakukan penelitian.
4) Memperhitungkan kerugian dan manfaat yang ditimbulkan (balancing harms
and benefits)
Didalam penelitian diharapakan terdapat banyak benefit yang dapat diperoleh
masyarakat, khususnya responden. Peneliti harus menekan kesusahan
seminimalisir untuk responden.
4.8 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan yang ditemui oleh peneliti adalah meliputi :
4.8.1 Intrumen penelitian yang menggunakan kuesioner, memungkinkan
responden tidak mengerti dengan pertanyaan yang diajukan pada lembar
kuesioner, sehingga hasil dari jawaban kurang mewakili secara kuantitatif.
4.8.2 Dikarenakan penelitian membahas mengenai perineal hygiene dan
pecegahan keputihan pada remaja santri, responden diragukan
kejujurannya dalam mengisi kuesioner karena masih malu akan jawaban
sebenarnya. Oleh karena itu, untuk meminimalisir hal tersebut, responden
tidak perlu menyebutkan nama dalam lembar kuesioner.

Anda mungkin juga menyukai