Disusun Oleh :
AYU MUFTADIYAH
17214016
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmojo (2012) adalah hasil dari
penginderaan manusia atau hasil dari seseorang yang tahu tentang suatu
objek dari indera yang dimilikinya (Villela, 2013).
Notoatmojo (2014), menyatakan pengetahuan juga merupakan
hal yang disadari oleh seseorang atau responden tentang kesehatan
seperti sehat dan sakit, seperti : tentang penyakit, yang meliputi (cara
penularan, penyebab penyakit, dan cara pencegahan), sanitasi
lingkungan, gizi, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, keluarga
berencana, dan lain lain (M. M. Putri, 2018).
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2014) terdapat tingkatan yang berbeda tentang
pengetahuan seseorang, yakni :
a. Tahu (know)
Adalah suatu kemampuan dalam menjelaskan dan
mengintreprestasikan tentang suatu objek secara benar.
b. Aplikasi (Aplication)
Adalah dapat mengaplikasikan atau menggunakan prinsip
yang diketahui oleh objek yang telah dipahami.
c. Analisis (Analysis)
Adalah kemampuan seorang dalam menguraikan,
membagi dan mencari hubungan antar komponen dari tujuan
yang diketahui.
d. Sintesis (Shyntesis)
Adalah menetapkan kepada kemampuan dalam
meletakkan atau merangkum suatu hubungan yang logis dari
komponen-komponen yang dimiliki.
e. Evaluasi
Merupakan sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan
seseorang dalam melakukan penilaian tentang objek tertentu.
2.1.3 Pengukuran Pengetahuan
Putra Fadil (2011) mengungkapkan bahwa pengetahuan mampu
diukur menggunakan wawancara atau angket dengan bertanya mengenai
isi dari materi yang akan diukur dari subjek penelitian kedalam
pengetahuan yang akan kita ukur, hal ini agar menyesuaikan dengan
tingkatan pengetahuan yang meliputi : tahu (know), memahami
(comprehensif), aplikasi (aplication), analisis (analysis), sintesis
(shyntesis), dan evaluasi (Nurhasim, 2013).
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Budiman & Riyato (2013) mengungkapkan tentang faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan terdiri dari : (Villela, 2013).
a. Pendidikan
Proses peralihan perilaku maupun sikap seseorang ataupun
kelompok merupakan suatu usaha mematangkan manusia dengan
upaya pelatihan dan pembelajaran. Menurut Sriningsih (2011),
menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin
cepat pula seseorang dalam menerima atau memahami informasi
sehingga pengetahuan yang dimiliki semakin tinggi.
Pendidikan juga dapat mempengaruhi seseorang dalam hal
berperilaku akan pola hidup dalam memotivasi sikap dalam hal
pembangunan (M. M. Putri, 2018).
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan oleh seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju cita-cita yang dapat
menentukan manusia untuk dapat berbuat dan mengisi kehidupan
demi mencapai kebahagiaan hidup (Faot & Wawan, 2019).
b. Informasi (Media Masa)
Informasi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, jika
seseorang sering mendapatkan informasi tentang sesuatu hal, maka
akan menyebabkan bertambahnya pengetahuan dan wawasan
seseorang tersebut.
c. Sosoial, Budaya dan Ekonomi
Budaya dan tradisi seseorang yang dilakukan tanpa melakukan
penalaran mengenai baik atau buruk akan menambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi akan menentukan
tersedianya fasilitas yang akan dibutuhkan dalam kegiatan tertentu.
d. Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi proses masuknya seseorang
dalam menerima pembelajaran karena adanya proses timbal balik atau
tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh seseorang.
e. Pengalaman
Pengalaman dapat dijadikan pengetahuan sehingga kita dapat
mengetahui baagaimana cara dalam menyelesaikan permasalahan dari
permasalahan sebelumnya yang sama.
f. Usia
Pola pikir akan semakin berkembang dengan seiring berjalannya
usia, karena hal tersebut menyebabkan seseorang semakin membaik
dalam hal menerima dan memperoleh pengetahuan.
Dengan bertambahnya usia seseorang, maka tingkat kekuatan dan
kematangan seseorang dalam berpikir dan bekerja akan meningkat.
Banyak dari kepercayaan masyarakat yang menyatakan bahwa
seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang
belum tinggi pendewasaanya (Faot & Wawan, 2019).
2.2 Remaja
2.2.1 Definisi Remaja
Menurut Kemenkes RI pada tahun 2015, menyatakan bahwa
remaja menurut WHO, adalah kelompok dengan usia sekitar (10-19)
tahun, sedangkan menurut Kementrian Kesehatan RI Nomor 25 tahun
2014, remaja adalah populasi dengan batas umur 10-18 tahun, sedangkan
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN)
batasan umur remaja ialah 10 sampai 24 tahun dan belum pernah
menikah (Theresia Hasibuan, 2018).
Kusmiran (2011) mengungkapkan beberapa definisi berdasarkan
sudut pandang yang mendefinisikan remaja, bahwa remaja ialah
seseorang dengan usia 11 sampai 12 tahun hingga 20 sampai 21 tahun.
Remaja ialah seseorang yang mengalami beberapa transformasi pada
penampilan fisik, dan juga psikologis. Remaja juga merupakan periode
penting didalam perjalanan kehidupan seseorang, dan merupakan
peralihan dari periode anak-anak yang bebas mengarah kepada seseorang
yang dewasa dan banyak menuntut rasa tanggung jawab (Fatima, 2013).
Remaja adalah masa dikehidupan seseorang dimana terjadinya
pencarian psikologisnya untuk menemukan sebuah identintas diri. Pada
masa remaja ini individu mulai mengembangkan kosep pada dirinya
dengan menjadi lebih berbeda dari pada masa anak-anak sebelumnya
(Rosyida, 2019).
2.2.2 Ciri-Ciri Remaja
Syarifudin (2011) dalam (Dyah Larasaty et al., 2019), terdapat
ciri-ciri remaja yang dibagi berdasarkan umur, yaitu :
a. Remaja Awal (10-13 tahun)
1. Lebih memilih untuk selalu dekat dengan teman sebayanya.
2. Berkeinginan untuk lebih bebas.
3. Mulai lebih memperhatikan tubuhnya.
4. Mempertimbangkan sesuatu secara abstrak.
b. Remaja Pertengahan (14-16 tahun)
1. Mulai berusaha mencari jati diri.
2. Muncul perasaan ingin menjalin sebuah ikatan dengan lawan
jenisnya.
3. Mulai timbul rasa kasih sayang yang lebih mendalam.
4. Cara berfikir secara abstrak semakin mulai berkembang.
5. Mulai timbul bayang-bayang mengenai aktivitas seks.
c. Remaja Akhir (17-21 tahun)
1. Lebih memperlihatkan kebebasan dirinya.
2. Lebih menentukan seseorang dalam menjadikannya teman.
3. Mempunyai penilaian tentang tubuhnya.
4. Dapat memperlihatkan bukti terhadap rasa cintanya.
2.2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Pertumbuhan adalah perubahan yang menyangkut segi kuantitaif
yang ditandai dengan peningkatan dalam ukuran fisik dan dapat diukur.
Sedangkan untuk perkembangan adalah suatu perubahan yang
menyangkut aspek kaulitatif san kuantitatif (Rosyida, 2019).
Tumbuh kembang yang dimaksud adalah pertumbuhan secara fisik
dan juga psikologis. Tumbuh kembang merupakan suatu tahap peralihan
dari masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan: (Dyah
Larasaty et al., 2019).
1. Adanya perubahan pada fisik, yaitu perubahan yang terjadu pada
bagian tubuh yang terlihat atau tidak.
2. Adanya perubahan pada emosionalnya, yaitu dari sikap maupun
tindakan.
3. Adaya perubahan diri yang ditimbulkan dari orang tua, keluarga,
dan lingkungan.
Tugas perkembangan remaja sebagai bentuk usaha dalam merubah
perilaku anak-anak menjadi perilaku dewasa. Menurut Kusmiran (2013)
dalam (Fardylla, 2017), menyatakan 4 tugas perkembangan pada remaja,
meliputi :
1. Menerima penampilan dan bentuk diri, serta memanfaatkan bentuk
tubuhnya dengan baik.
2. Belajar untuk berfungsi sesuai dengan jenis kelamin (sebagai
perempuan dan laki-laki).
3. Memperoleh hubungan yang baru dan bertambah cukup dengan
teman seusianya, sejenis ataupun lawan jenis.
4. Memperoleh karakteristik bersosialisasi yang bertanggung jawab.
2.2.4 Perubahan Fisik Pada Remaja
Masa peralihan yang dialami oleh remaja akan mengalami banyak
kemungkinan perubahan yang terjadi pada organ-organ reproduksi atau
seksual. Tanda dari perubahannya yaitu : (Dyah Larasaty et al., 2019)
1. Seks Primer
Tanda perubahan seks primer pada pria meliputi pertumbuhan
testis yang sangat cepat pada tahun kesatu dan kedua, kemudian
akan tumbuh secara melambat. Remaja pria akan mengalami
pubertas kematangan organ yang ditandai dengan terjadinya mimpi
basah pada dengan usia 14-15 tahun. Sedangkan pada remaja
perempuan, akan ditandai dengan terjadinya menstruasi yang terjadi
pada usia 14-15 tahun, terjadinya suatu kematangan organ
reproduksi yang tumbuh dengan cepat seperti : rahim, vagina,
ovarium dll.
2. Seks Sekunder
Tanda remaja perempuan sudah mengalami sekes sekunder
yaitu dengan ditandai munculnya rambut-rambut kecil yang tumbuh
di daerah ketiak dan sekitar vagina. Payudara, pinggul dan paha,
akan semakin bertambah besar dan bertambah tingginya badan
setiap tahunnya.
Sedangkan pada remaja laki-laki ditandai dengan adanya
rambut-rambut pada daerah ketiak, alat kelamin dan dada.
Berubahnya suara, tumbuhnya kumis dan jakun, juga terjadi
pertumbuhan yang sangat cepat pada tulang dan otot pada bagian
paha dan lengan.
2.2.5 Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
Hal-hal yang dapat terjadi pada kesehatan reproduksi remaja,
adalah sebagai berikut : (Ellya Sibagariang, 2016).
1. Amenorrhea
Amenorrhea merupakan suatu masalah yang terjadi pada wanita,
dimana Amenprrhea ini adalah keadaan dimana tidak adanya
menstruasi minimumnya 3 bulan berturut-turut. Dapat dibagi
menjadi ammenorrhea primer dan sekunder (Magdalena & Bolon,
2015).
2. Dysmenorrhe
Icemi & Wahyu (2013) menyatakan bahwa dysmenorrche adalah
nyeri yang terjadi pada saat mentruasi. Sedangkan menurut Reeder
(2013) dalam (Yunitasari, 2017) disminore adalah nyeri saat
menstruasi yang dapat dikategorikan sebagai nyeri yang singkat
sebelum atau selama menstruasi.
3. Menorrhagia
Menorrhagia adalah suatu gangguan yang ditandai dengan adaya
haid yang tidak teratur, dan pengeluaran darah ketika menstruasi
sangat banyak (> 80 ml) dan haid > 8-10 hari. Siklus haid yang
pendek dapat terjadi (setiap 21 hari). Hal ini dapat dikarenakan oleh
adanya infeksi yang terjadi pada kelamin, trauma konsumsi obat-
obatan tertentu, penyakit kronis, komplikasi kehamilan, serta
gangguan hormon atau kanker.
4. Keputihan (flour albus)
Merupakan suatu cairan yang keluar secara berlebih melalui vagina
selain darah. Wijayanti (2009) dalam (Rosyida, 2019)
mengungkapkan bahwa flour albus atau keputihan adalah sekresi
vagina yang abnormal pada wanita. Keputihan adalah keluarnya
cairan yang selain darah melalui liang vagina di luar dari kewajaran,
yang dapat menimbulkan bau atau tidak disertai dengan rasa gatal.
2.3 Perineal Hygiene
2.3.1 Definisi Perineal Hygiene
Menurut Nurjanah (2013) dalam (Fardylla, 2017) perineal
hygiene merupakan perawatan yang dilakukan pada daerah perineal
selama sekali dalam sehari pada saat aktivitas mandi. Sedangkan vulva
hygiene adalah sebuah aturan untuk merawat dan menjaga organ
genitalia dibagian luar.
Putri (2013), menyatakan perineal hygiene adalah suatu konsep
dari kebersihan pada daerah genetalia. Dalam menjaga kesehatan organ
reproduksi, diperlukan praktik perinea hygiene yang baik dan benar
untuk menjauhkan dari terjadinya infeksi pada organ reproduksi (N. M.
Putri, 2018).
2.3.2 Tujuan Perineal Hygiene
Adanya tujuan dalam melakukan perineal hygiene menurut (Fardylla,
2017) adalah sebagai berikut :
1. Menambah kualitas kesehatan diri seorang individu.
2. Menjaga kebersihan diri seseorang.
3. Menahan timbulnya masalah kesehatan.
4. Menambah kepercayaan diri seseorang.
5. Dan menghasilkan keindahan.
2.3.3 Cara Pemeliharaan Daerah Perineal
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan menurut (Fardylla,
2017) dalam memelihara kesehatan organ reproduksi, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Pemakaian baju dalam
Penggunaan baju dalam yang sesuai untuk dipakai adalah
yang terbuat dengan bahan yang mudah menyerap keringat,
misalnya kaus atau katun. Kain yang tidak meresap keringat dapat
menyebabkan rasa lembab dan panas. Keadaan ini lah yang dapat
menyebabkan iritasi pada si pengguna, dan akan mendukung untuk
terjadinya perkembangbiakan jamur. Baju dalam yang digunakan
harus dengan ukuran yang sesuai (tidak ketat) dan juga bersih.
Aryani dkk, (2010) mengungkapkan bahwa pakaian yang terlalu
ketat atau pemakaian karet yang berlebih dapat menimbulkan rasa
gatal dan gangguan pada kulit. Sedangkan menurut Nurjanah
(2012) mengungkapkan penganjuran dalam menyalin baju dalam
adalah minimal tiga kali dalam satu hari, dan menghitung selama 8
jam dalam penggunaan satu celana dalam untuk menjaga genitalia.
2. Pemakaian handuk
Dalam pemakaian handuk yang dilakukan secara berulang
dapat diperbolehkan. Tetapi, yang perlu diperhatikan adalah pada
saat setelah selesai dalam pengunaannya hendaknya handuk
tersebut dijemur agar terkena sinar matahari secara langsung,
sehingga mikroorganisme yang ada pada handuk tidak
menimbulkan infeksi dan mati. Sebaiknya handuk tidak digunakan
apabila sudah merasa tidak nyaman dan digunakan selama tidak
lebih dari seminggu. Hendaknya dihindari menggunakan handuk
secara bersamaan baik dengan orang lain maupun dengan anggota
keluarga, sebab mampu menjadi salah satu tempat penyebaran
masalah atau penyakit pada kelamin dan kulit seperti pedikulosis
pubis dan scabies. Menurut Aryani dkk (2010) menjelaskan
penggunaan handuk pada setiap orang sebanyak tiga handuk, yang
kesatu digunakan pada genitalia, yang kedua digunakan pada
bagian badan, dan yang ketiga digunakan untuk bagian wajah.
3. Rambut pubis
Dalam menjaga kebersihan rambut pubis, hendaknya dicukur
atau dipotong. Diwajibkan dalam agama islam untuk memotong
rambut pubis pada tiap 40 hari. Kebersihan pubis akan terjaga
dengan mencukur rambut pubis, agar tidak menyediakan tempat
bagi tungau atau mikroorganisme untuk berkembang biak, juga
aroma yang tidak sedap. Menurut Aryani dkk (2010) menyatakan
bahwa rambut pubis yang terlalu panjang akan selalu terpapar urin
saat Buang Air Kecil (BAK).
Menurut Nurjanah (2012), manfaat dari mencukur rambut pubis
adalah dapat mencegah terjadinya penyebaran kuman dan dapat
memberikan sirkulasi udara pada daerah genetalia.
4. Kebersihan vagina
Membiasakan diri untuk selalu membersihkan dan
mengeringkan vagina sampai betul-betul setelah BAB atau BAK.
5. Penggunaan Pembalut
Pada saat mengalami menstruasi, gunakan pembalut yang
bersih, dan gunakan pembalut yang tidak mengandung pengharum
dan tidak berwarna. Hal tersebut dijalankan agar dapat membatasi
paparan pada vulva dari zat kimia. Gantilah pembalut setelah BAK
dan BAB, dengan frekuensi ganti pembalut sebanyak 4 kali dalam
sehari.
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Remaja Terhadap Perineal Hygiene
Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempegaruhi perineal
hygiene seseorang, diantaranya adalah sebagai berikut (Fardylla, 2017) :
1. Citra Tubuh
Keterangan seseorang tentang dirinya sangat mempengaruhi
terhadap kebersihan dirinya. Contohnya seperti adanya perubahan
terhadap fisik sehingga individu tersebut tidak perduli terhadap
kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Kebersihan diri pada anak-anak selalu dimanja, maka akan terjadi
suatu perubahan pola perineal hygiene pada anak.
3. Pengetahuan
Pengetahuan mengenai kebersihan genitalia penting untuk diketahui,
sebab kesehatan dapat meningkat jika pengetahuan yang dimiliki
baik. Kurangnya pengetahuan dan informasi tentang bagaimana cara
merawat kebersihan genetalia yang baik dan ketidakpahaman remaja
putri tentang bagaimana cara perawatan genitalia yang baik dan
benar dapat menyebabkan terjadinya keputihan. Pengetahuan remaja
yang rendah mengenai perawatan genetalia disebabkan oleh
rendahnya kesadaran mengenai pentingnya menjaga kebersihan
organ reproduksi dan akibatnya akan berpengaruh terhadap sikap
remaja mengenai masalah keputihan (Sariyati, 2016).
4. Tradisi
Masyarakat sebagian, terdapat pernyataan japabila mempunyai
penyakit tertentu, tidak diperbolehkan dalam melakukan personal
hygiene.
5. Rutinitas seseorang
Terdapat beberapa rutinitas seseorang dalam menggunakan produk
tertentu, untuk melakukan perawatan diri, misalnya dalam
membersihkan daerah kewanitaan dengan sabun pembersih khusus.
6. Kondisi Fisik
Pada keadaan sakit kemampuan seseorang dalam merawat diri
berkurang, dan memerlukan bantuan orang lain dalam
melakukannya.
2.4 Keputihan (Flour Albus)
2.4.1 Definisi Keputihan
Keputihan menurut (Aulia, 2012), adalah keluarnya suatu cairan
yang berlebih melalui ruang vagina yang kadangkala disertai dengan rasa
terbakar, nyeri, gatal pada kemaluan dan kerap menimbulkan rasa nyeri
dan bau tidak sedap pada saat BAK atau bersenggama. Sedangkan
menurut (Manuaba, 2012), menyatakan bahwa keputihan merupakan
pengeluarannya cairan dari alat genetalia yang selain darah. Keputihan
bukan merupakan penyakit tersendiri, melainkan adalah tanda dan gejala
hampir dari semua penyakit kandungan (Fardylla, 2017).
Sedangkan menurut (Tijitraresmi, 2010) dalam (Atul Hasanah,
2018) keputihan adalah salah satu gejala masalah pada genitalia yang
dialami oleh perempuan, dimana cairan yang keluar berwarna cairan
putih kekuningan dari vagina. Secara fisiologis, wanita dapat menhadapi
peutihan. Tetapi perlu di waspadai juga, keputihan dapat diakibatkan
karena infeksi.
2.4.2 Klasifikasi
(Ellya Sibagariang, 2016) mengungkapkan bahwa flour albus atau
keputihan adalah nama untuk indikasi yang diberikan untuk cairan yang
keluar melalui vagina yang tidak berupa darah. Flour albus ini dibagi
menjadi 2 macam, yakni :
1. Keputihan Fisiologis
Bagus & Aryana (2019) dalam (Salamah et al., 2020)
menyatakan, keputihan fisiologis atau normal merupakan keputihan
yang terjadi sesuai dengan siklus tubuh wanita. Keputihan normal ini
ditandai dengan jenis pengeluaran cairan berwarna bening, tidak
menimbulkan gatal dan bau.
Flour albus patologis ini termasuk cairan berbentuk lendir.
Penyebab keputihan fisiologis dapat disebabkan oleh hormon
tertentu. Cairan yang dikeluarkan tidak berbau, tidak berwarna.
(Rosyida, 2019).
2. Keputihan Pataologis
Keputihan patologis disebabkan oleh infeksi yang biasanya
disertai dengan rasa gatal pada vagina dan disekitar bibir vagina
bagian eksternal. Bagus & Aryana (2019) dalam (Salamah et al.,
2020), menyatakan keputihan abnormal atau patologis dapat ditandai
dengan pengeluaran cairan yang cukup banyak dengan warna putih
kental seperti susu basi, kuning kehijauan, dan dapat menimbulkan
rasa gatal, amis, dan juga busuk.
Keputihan yang abnormal ini bisa disebabkan karena danya
infeksi dan peradangan yang terjadi pada saat membersihkan vagina
dengan air, pemakaian pembersih vagina secara berlebihan,
pemeriksaan pada vagina yang kurang diperhatikan kebersihannya,
dan bisa juga dikarenakan adanya benda asing didalam vagina
(Rosyida, 2019).
2.4.3 Etiologi
(Rosyida, 2019), mengungkapkan penyebab dari keputihan fisiologis
yang terdiri atas :
1. Akibat dari adanya sisa ekstrogen plasenta terhadap vagina dan
uterus pada janin, sampai terjadi pengeluaran keputihan pada bayi
yang baru lahir sampai dengan umur 10 hari.
2. Adaya pengaruh dari meningkatnya ekstrogen pada saat
menarrche.
3. terdapat peningkatan pada produksi dikelenjar-kelenjar rahim ada
masa ovulasi.
4. Mukus serviks yang padat pada masa kehamilan menyebabkan
menutupnya lumen serviks yang dimana berfungsi untuk mencegah
kuman masuk meuju rongga uterus.
Sedangkan penyebab dari keputihan patologis menurut Suparyanto
(2010) dalam (Tresnawati & Rachmatullah, 2014), adalah sebagai
berikut :
1. Jenis infeksi pada vagina
Infeksi yang terjadi pada vagina, jenisnya meliputi : kandidiasis,
trikomonas, bakterial, dan vaginosis. Vagina yang terkena bakteri
vaginosis ditandai dengan adanya bau yang tidak sedap serta
keputihan. Hal tersebut disebabkan akibat dari lactobacillus yang
menyusut, meningkatnya bakteri penyebab infeksi atau patogen dan
peningkatan Ph pada vagina.
2. Kebersihan vagina
Kebersihan yang kurang baik pada vagina, akan menjadi salah
satu penyebab keputihan. Hal ini menjadikan vagina lembab
akibatnya bakteri yang menyebabkan infeksi ini dapat dengan mudah
menyebar.
3. Penggunaan antibiotik
Penggunaan antibiotik yang berlangsung lama, akan
menyebabkan sistem imun pada tubuh menjadi terganggu.
4. Pemakaian KB
Pemakaian KB juga dapat mempengaruhi keseimbangan
hormonal pada wanita, yang dapat menjadi salah satu pemicu
terjadiya keputihan.
5. Stress
Otak adalah sistem yang mempengaruhi kerja seluruh organ
tubuh, jika terjadi stress, maka reseptor pada otak akan
memepengaruhi hormon didalam tubuh, sehingga hormon pada
tubuh dapat mengalami perubahan pada keseimbangan dan dapat
menyebabkan timbulnya keputihan.
Sedangkan menurut (Rosyida, 2019), mengemukakan beberapa hal yang
menyebabkan keputihan patologis, yakni meliputi :
1. Infeksi
Adalah reaksi yang dikeluarkan oleh tubuh terhadap mikroorganisme
yang masuk yang ditandai dengan reaksi seperti radang. Beberapa
penyebabnya adalah sebagai berikut :
a. Fungi (jamur)
Jamur pemicu keputihan adalah candidia albican. Jamur ini
dapat mengakibatkan gejala infeksi, mulai dari yang teringan
sampai berat.
b. Bakteri
Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan keputihan
meliputi :
1) Gonokokus
Bakteri ini dapat menimbulkan gejala dengan keluarnya
keputihan, berwarna kekuningan atau nanah. Disertai
dengan rasa sakit pada saat bersenggama dan berkemih
2) Klamidia Trakomatis
Gejala utama yang dapat ditimbulkan dari jenis bakteri
ini adalah uteritis pada pria dan servitis pada wanita.
3) Grandnerella
Gejala yang dapat ditimbulkan dari bakteri ini adalah
keputihan yang berlebih, disertai bau dan terasa
ketidaknyamanan di bagian bawah abdomen.
4) Treponema pallidum
Bakteri ini pemicu penyakit kelamin seperti sifilis.
5) Parasit
Gejala yang dapat ditimbulkan adalah flour albus yang
kental sampai dengan encer, berwarna kekuningan,
berbau, dan menimbulkan rasa panas dan gatal.
6) Virus
Virus ini di sebabkan oleh herpes simpleks dan Human
Papilloma Virus (HPV).
2. Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan.
3. Objek asing
Tertinggalnya kondom dan pesarium pada penderita hernia atau
prolaps uteri yang dapat merangsang secrtet pada vagina menjadi
berlebih.
4. Neoplasma jinak
Beberapa tumor jinak yang tumbuh, mudah menimbulkan keputihan
dan peradangan.
5. Kanker
Indikasi yang dapat terjadi adalah banyaknya cairan yang keluar,
berbau, disertai darah yang tidak sedap.
6. Fisik
IUD, trauma dan tampon.
7. Menopause
Saat menopause, sel-sel vagina megalami hambatan karena
ketidakadaannya hormon estrogen, yang menyebabkan vagina
menjadi kering dan menimbulkan rasa gatal. Karena menipisnya
lapisan sel dan memudahkan timbulnya luka.
2.4.4 Patogenesis
Leukorea adalah suatu gejala yang terdapat pengeluaran cairan pada
vagina tidak berupa darah. Dalam masa perkembangan, vagina
mengalami beberapa perubahan, sejak bayi hingga menopause. Flour
albus ini adalah suatu kondisi yang terjadi secara fisiologis atau juga
dapat terjadi secara patologis, yang disebabkan karena adanya infeksi
kuman seperti fungi atau jamur, bakteri, parasit, dan virus yang dapat
mengakibatkan keseimbangan dari ekosistem vagina menjadi
bermasalah. Normalnya bakteri lactobasillus atau doderlein akan
memakan glikogen yang dihasilkan dari estrogen di dinding vagina untuk
pertumbuhanya dan membuat pH vagina menjadi asam. Hal ini tidak
akan terjadi, jika pH pada vagina menjadi basa, bila pH vagina menjadi
basa membuat kuman dan bakteri tumbuh dan berkembang dengan subur.
(Sumber: Atul Hasanah, 2018; Dyah Larasaty et.al, 2019; Ellya Sibagariang, 2016;
Fardylla, 2017; Faot & Wawan, 2019; Fatima, 2013; Magdalena & Bolon, 2015; M. M.
Putri, 2013; Notoatmojo, 2014; Nurhasim, 2013; Rosyida, 2019; Sariyati, 2016; Teresia
Hasibuan, 2018; Villela, 2013; Yunitasari, 2017).
BAB III
Keterangan :
: Diteliti
: Berhubungan
3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara. Hipotesis sebagai pernyataan tentatif
antara satu, dua variabel atau lebih (Doli Tine Donsu, 2016).
Hipotesa adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah
diringkaskan, atau kebenaran yang akan dibuktikan dalam penelitian, maka
hipotesa itu dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak (Kartika, 2017).
Hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan kerangka konsep adalah sebagai
berikut :
3.2.1 Apakah ada hubungan pengetahuan pada remaja santriwati tentang
perineal hygiene untuk pencegahan keputihan?
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah variabel operasional yang dilakukan pada
penelitian berdasarkan karakteristik yang diamati. Definisi operasional ini
ditentukan berdasarkan parameter ukuran dalam penelitian. Definisi operasional
mengungkapkan variabel dari skala pengukuran masing-masing variabel tersebut
(Doli Tine Donsu, 2016). Definisi operasional dijelaskan dalam tabel 3.2.
3.2 Tabel Definisi Operasional
Variabel Definisi operasional Alat ukur & cara Hasil ukur Skala
ukur ukur
Variabel Independen
Pengetahuan Merupakan suatu Alat ukur yang Hasil ukur dapat Ordinal
Tentang konsep dari kebersihan digunakan adalah: dikategorikan
Perineal pada daerah genetalia. lembar kuseioner sebaai berikut :
Hygiene Dalam menjaga dengan 10 1. Pengetahuan
kesehatan organ pertanyaan baik 76%-
reproduksi (N. M. Putri, 100% (untuk
2018). Cara ukur jawaban yang
menggunakan skala benar dengan
guttman, dengan skor nilai 8-
pengukuran: 10)
Bila jawaban benar 2. Pengetahuan
beri nilai 1 cukup 56%-
75% (untuk
Bila jawaban salah jawaban yang
beri nilai 0 benar dengan
skor nilai 6-
7)
3. Pengetahuan
kurang <55%
(untuk
jawaban yang
benar dengan
skor nilai 0-
5)
Arikunto (2013)
Variabel Definisi operasional Alat ukur & cara Hasil ukur Skala
ukur ukur
Variebal Dependen
Pencegahan Tindakan atau respon Alat ukur : Hasil ukur dapat Ordinal
Keputihan yang dilakukan oleh Kesioner terdiri dinilai sebagai
seseorang sebagai atas 10 pertanyaan berikut :
langkah dalam Jika pernyataan
pencegahan keputihan Cara ukur : positif :
menggunakan skala 1. Selalu = 4
likert. 2. Sering = 3
3. Kadang-
Kadang = 2
4. Tidak Pernah
=1
Jika pernyataan
negatif :
1. Tidak Pernah
=4
2. Kadang-
Kadang = 3
3. Sering = 2
4. Selalu = 1
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
N
n=
1+ N (d 2)
Keterangan :
N : Jumlah Populasi
n : Jumlah Sampel
d : Batas Toleransi Kesalahan (5%= 0,05)
Berdasarkan rumus diatas, dengan batas toleransi kesalahan adalah 5%
(0,05), maka didapatkan hasil sebagai berikut :
N
n= 2
1+ N (d )
99
n=
1+ 99(0,052 )
99
n=
1+ 99(0,0025)
99
n=
1,25
n=79,3
Dari rumus tersebut, didapatkan hasil dari jumlah sampel yang diperlukan
sebanyak 79 santriwati.
Sampel pada penelitian ini meliputi kriteria inklusi dan ekslusi yakni
dimana kriteria tersebut digunakan dalam menetapkan bisa tidaknya untuk
dijadikan sampel, juga untuk menentukan hal-hal yang akan diteliti.
Menurut (Hidayat, 2017) kriteria tersebut dapat dibedakan menjadi :
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi ialah subjek dari penelitian yang dapat mewakili
penelitian yang memenuhi syarat penelitian. Kriteria yang
ditentukan adalah :
1) Santriwati aktif di pondok pesantren daarul mukhtarin.
2) Hadir pada saat dilakukan penelitian.
3) Santriwati kelas X dan XI SMA.
4) Berkenan menjadi responden dalam penelitian.
b. Kriteria Ekslusi
Sedangkan untuk kriteria ekslusi ialah kriteria dari subjek
penelitian yang tidak dapat mewakili sampel, dikarenakan tidak
dapat memenuhi syarat sebagai sampel dalam penelitian. Kriteria
yang ditentukan adalah :
1) Santriwati yang sudah tidak aktif di pondok pesantren
daarul mukhtarin
2) Santriwati yang berhalangan hadir (izin/sakit) pada saat
dilakukan penelitian.
3) Tidak berkenan menjadi responden.
4.4 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data
4.4.1 Instrumen Penelitian
(Notoatmodjo, 2012), menyatakan bahwa instrumen penelitian merupakan
fasilitas atau alat yang hendak digunakan dalam pengumpulan data.
Instrumen penelitian ini dapat berupa kuesioner, formulir observasi, dan
formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pecatatan dan lain
sebagainya.
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar
kuesioner. Kuesioner merupakan suatu aturan dalam akumulasi data
menggunakan angket atau lembar kuesioner dengan berisi beberapa
pertanyaan yang diberikan kepada responden (Hidayat, 2017). Pada
penelitian ini kuesioner terdiri atas 2 bagian, dengan bagian yang pertama
terdiri atas 10 pertanyaan seputar materi pengetahuan perineal hygiene
menggunakan skala guttman, sedangkan pada bagian kedua terdapat 10
pertanyaan seputar materi pencegahan keputihan menggunakan skala
likert.
Untuk skala guttman pertanyaan positif pada kuesioner dengan nomer
1,2,4,5,10 dan pertanyaan negatif pada kuesioner dengan nomer 3,6,7,8,9.
Sedangkan untuk skala likert dengan pertayaan positif, dinyatakan dengan
nilai : 1 = “tidak permah”, 2 = “kadang-kadang”, 3 = “sering”, 4 = “selalu”
dengan kuesioner nomer 1,2,4,5,6,7,9,10 dan pernyataan negatif dengan
kuesioner nomer 3 dan 8.
4.4.2 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses akumulasi dari karakteristik subjek
yang diperlukan dari objek yang akan diteliti dalam penelitian.
Data primer, data yang diambil diperoleh dari pengukuran secara langsung
dari responden berupa lembar kuesioner yang diberikan secara langsung
kepada santriwati SMA kelas X dan XI.
4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas
4.5.1 Uji Validitas
Uji validitas merupakan suatu kumpulan catatan yang menunjukan alat
ukur yang akan digunakan sudah benar-benar mengukur apa yang akan
diukur. Untuk mengetahui validitas dari suatu alat ukur (instrumen)
dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing dari
variabel dengan skor totalnya (Hastono, 2016).
4.5.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan suatu patokan yang menunjukan sejauh mana
perolehan dari pengukuran agar tetap konsisten bila dikerjakan pengukuran
2 kali atau lebih atas indikasi yang sama dengan menggunakan alat ukur
yang sama (Hastono, 2016).