Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu modal dasar pembangunan suatu bangsa adalah tersedianya

sumber daya manusia yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas. Remaja

merupakan kelompok yang paling potensial dalam pembangunan suatu

negara. Hal ini karena posisinya sebagai tunas penerus dan penentu masa

depan bangsa di kemudian hari, oleh karena itu keberadaan kelompok remaja

tidak bisa diabaikan. Pada masa remaja khususnya remaja puteri akan

mengalami perubahan fisik yang pesat, yang menjadi pertanda biologis dari

kematangan seksual. Pertumbuhan dan perkembangan pada remaja sangat

pesat, baik fisik maupun psikologis. Kejadian yang penting dalam remaja

ialah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder,

menstruasi dan perubahan psikis (Wikjosastro, 2015).

Menurut data WHO tahun 2019 terdapat 85% wanita yang mengalami

gangguan menstruasi. Konsep gangguan menstruasi secara umum adalah

terjadinya gangguan dari pola perdarahan menstruasi seperti oligomenorrhea

(menstruasi yang jarang), polymenorrhea (menstruasi yang sering), dan

amenorrhea (tidak haid sama sekali). Gangguan menstruasi ini berdasarkan

fungsi dari ovarium yang berhubungan dengan anovulasi dan gangguan

fungsi luteal. Disfungsi ovarium tersebut dapat menyebabkan gangguan

siklus menstruasi (WHO, 2019).

Kemudian menurut data dari Riset Kesehasatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2019, sebagian besar (74%) perempuan di Indonesia berusia 10-59


2

tahun melaporkan menstruasi teratur dan (17,9%) mengalami masalah siklus

menstruasi yang tidak teratur dalam 1 tahun terakhir. Keluhan adanya

gangguan menstruasi pada remaja putri yang paling dirasakan adalah adanya

dismenore. Angka kejadian dismenore 64,25%, terdiri dari 54,89% dismenore

primer, sedangkan sisanya adalah penderita tipe sekunder (Riskesdas, 2019)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB

tahun 2019 menunjukkan bahwa jumlah remaja putri yang mengalami

gangguan menstruasi mencapai 19.47%. Salah satu gangguan siklus

menstruasi yang sering dialami adalah dismenore yaitu rasa nyeri pada saat

menstruasi, hipermenorea haid lebih lama dari normal, dan amenorea yaitu

tidak datangnya haid. Banyak penyebab kenapa siklus menstruasi menjadi

terganggu diantaranya adalah fungsi hormon terganggu, kelainan sistemik,

stres, kelenjar gondok, hormon prolaktin berlebihan dan status gizi (Dikes

Provinsi NTB, 2019) .

Menurut laporan pemantauan gangguan menstruasi pada remaja putri

oleh Dinas Kesehatan Sape Bima tahun 2019 menunjukkan bahwa dari 315

siswa yang diperiksa yang mengalami gangguan menstruasi sebanyak 117

siswa (31,18%). Remaja dengan kelompok 10-19 tahun dibagi dalam dua

terminasi yaitu remaja awal pada rentang umur 10-14 tahun dan remaja akhir

15-19 tahun (Dinas Kesehatan Sape Bima, 2019).

Masa peralihan terdapat berbagai perubahan yang akan dialami pada

remaja baik perubahan fisik psikologis maupun secara sosial. Perubahan

secara fisik pada remaja ditandai dengan adanya perubahan penampilan fisik

serta fungsi fisiologis, terutama terkait dengan kelenjar seksual. Wanita


3

diawali dengan terjadinya menstruasi pertama kali (Menarche) usia 12-13

tahun, sedangkan usia rata-rata menstruasi yang pertama di Indonesia adalah

13 tahun (Kusminar, 2011).

Menstruasi atau haid adalah keluarnya darah dari vagina setiap

bulannya akibat meluruhnya dinding uterus (Endometrium) yang

mengandung pembuluh darah karena sel telur ovum tidak dibuahi. Pada masa

ini ditandai adanya peningkatan pada kadar Lutenizinng Hormon (LH) dan

Follicle Stimulating Hormon (FSH) akan meningkat sehingga dapat

merangsang pembentukan hormon seksual. Peningkatan hormon dapat

menyebabkan perubahan fisik remaja putri ditandai dengan terjadinya

perkembangan payudara, penambahan berat badan, serta tumbuhnya bulu-

bulu halus pada area kemaluan maupun ketiak (Pudiastuti, 2012).

Kesehatan reproduksi remaja merupakan suatu keadaan fisik mental

dan sosial yang utuh bukan hanya terbebas dari penyakit serta kecacatan

dalam aspek terkait fungsi sistem reproduksi. Biasanya dikalangan remaja

maupun masyarakat pada saat membicarakan organ reproduksi masih sering

dianggap tabu & sering kali kurang mendapat perhatian. Organ reproduksi

khususnya daerah kewanitaan merupakan area penting untuk mendapatkan

perhatian & perawatan lebih ekstra terutama daerah vagina, hal ini

dikarenakan letaknya sangat tertutup (Proverawati, 2009).

Cara menjaga kesehatan reproduksi perempuan dengan cara menjaga

kebersihan organ kewanitaan sejak dini dapat dilakukan dengan

membersihkan menggunakan air yang bersih dari arah depan (Vulva) ke arah

belakang (Anus), dapat mencegah bakteri masuk dari arah belakang (Anus)
4

ke arah depan (Vulva), serta mengganti pembalut sesering mungkin setelah

penuh atau tidak lebih dari 6 jam (Kusmiran, 2012).

Kebersihan pada saat menstruasi merupakan cara sangat penting bagi

wanita untuk memelihara kebersihan selama menstruasi. Kebiasaan dalam

menjaga kebersihan termasuk organ-organ seksual atau reproduksi

merupakan pada awal dari usaha dalam menjaga kesehatan tubuh secara

umum. Menjaga keseimbangan ekosistem area vagina agar merasa lebih

bersih, segar serta lebih nyaman dalam melakukan aktivitas sehari-hari

(Kissanti, 2009)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anindia Putri tahun 2018 di

MAN 1 Surakarta menunjukkan bahwa pengetahuan remaja putri tentang

vulva hygiene saat menstruasi sebagian besar masuk dalam kategori cukup

sebanyak 54%. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa penting sekali bagi

remaja putri sejak dini merawat kebersihan genetalia dengan vulva hygiene

secara tepat.

Menurut Tristanti, vulva hygiene merupakan pemeliharaan kebersihan

dan kesehatan individu yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari sehingga

terhindar dari gangguan alat reproduksi dan mendapatkan kesejahteraan fisik

dan psikis serta meningkatkan derajat kesehatan (Tristanti, 2016).

Kurangnya pengetahuan seseorang orang dalam melakukan Personal

Hygiene dapat beresiko terhadap tumbuhnya mikroba mengakibatkan vagina

tersebut berbau serta terjadi keputihan, hal ini menyebabkan timbulnya

berbagai penyakit organ reproduksi. Pendidikan kesehatan tentang kesehatan

reproduksi itu sangat penting karena remaja putri supaya mempunyai


5

pengetahuan serta informasi dengan benar tentang kesehatan reproduksi.

Adanya pendidian kesehatan tentang kesehatan reproduksi diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi kesehatan pada remaja putri maupun masyarakat

(Fauziah, 2012).

Salah satu akibat yang ditimbulkan apabila remaja putri kurang

memahami tentang vulva hygiene yaitu terjadinya gangguan kesehatan

reproduksi seperti keputihan, infeksi saluran kemih, penyakit radang panggul

dan kemungkinan terjadi kanker leher rahim, sehingga dibutuhkan informasi

yang sangat baik mengenai kesehatan reproduksi agar remaja memiliki

pemahaman yang baik dan dapat mencegah ancaman penyakit reproduksi.

Salah satu gangguan klinis dari infeksi atau keadaan abnormal alat kelamin

adalah keputihan (Wakhidah, 2014).

Remaja puteri membutuhkan informasi tentang vulva hygiene pada

saat menstruasi. Remaja puteri akan mengalami gejala yang paling sering

muncul adalah timbulnya keputihan patologis. Beberapa faktor yang

mempengaruhi keputihan diantaranya aktifitas, keadaan tubuh yang buruk

seperti kurang gizi dan alergi makanan, lingkungan, stres, kurang menjaga

kebersihan alat genetalia yang menyebabkan terjadinya infeksi dan iritasi.

Infeksi merupakan penyebab paling penting dari leukorea patologik.

Keputihan disebabkan karena pola kebersihan sesorang yang tidak

memperhatikan perawatan kebersihan pada alat genetalia. Jika vulva hygiene

yang kurang akan mempengaruhi terjadi suatu penyakit keputihan (Sarwono,

2017).
6

Oleh karena itu pada saat menstruasi seharusnya perempuan benar-

benar dapat menjaga kebersihan organ reproduksi dengan baik, terutama pada

bagian vagina, karena apabila tidak dijaga kebersihannya, maka akan

menimbulkan mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan virus yang berlebih

sehingga dapat mengganggu fungsi organ reproduksi, menyebabkan

keputihan dan jika keputihan tidak segera diobati dapat menyebabkan

infertilitas (Isro‟in & Sulistyo, 2012).

Kebersihan pada saat menstruasi merupakan kebersihan perorangan

pada remaja yang perlu disosialisasikan sedini mungkin agar remaja putri

terhindar dari penyakit infeksi akibat hygiene yang tidak baik pada saat

menstruasi. Perilaku atau kebiasaan memlihara kebersihan pribadi organ

reproduksi dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain faktor social ekonomi dan

budaya, pengetahuan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam

pementukan perilaku sehat seseorang. Perilaku sehat seseorang sangat

ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki, bagaimana individu menyikapi

masalah kesehatan dan mengambil tindakan yang perlu untuk sembuh dari

penyakit atau tetap hidup sehat (Wartonah, 2016).

Dari hasil observasi yang telah di lakukan di SMAN 1 Bima

menunjukkan bahwa sebagian besar remaja puteri belum mengerti tentang

vulva hygiene, hal ini disebabkan karena tentang kurangnya pengetahuan dan

tidak ada materi reproduksi tentang vulva hygiene yang disampaikan di

sekolah, sehingga berdasarkan hasil observasi tersebut peneliti menyimpulkan

bahwa perlu dilakukan bimbingan konseling dan penyuluhan tentang

reproduksi yang berkaitan dengan vulva hygiene di SMAN 1 Bima


7

Hasil study pendahuluan yang telah peneliti lakukan di SMAN 1 Bima

menunjukkan bahwa dari 10 remaja putri, terdapat sebanyak 3 remaja putri

yang mengerti tentang vulva hygiene pada saat menstruasi dan 7 remaja putri

lainnya belum mengerti tentang vulva hygiene pada saat mensteruasi (SMAN

1 Bima, 2020).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang : “Gambaran Pengetahuan Remaja Putri

Tentang Vulva Higyene Pada Saat Menstruasi di SMAN 1 Bima Tahun

2020”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana Gambaran Pengetahuan Remaja

Putri Tentang Vulva Hygiene Pada Saat Menstruasi di SMAN 1 Bima Tahun

2020”.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang vulva hygiene

pada saat menstruasi di SMAN 1 Bima Tahun 2020.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan untuk

meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dalam bentuk

penyuluhan kepada remaja putri tentang vulva hygiene pada saat

menstruasi.
8

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

lembaga pendidikan dalam merencanakan program pendidikan

kesehatan, serta dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan acuan bagi

mahasiswa lainnya.

1.4.3 Bagi Remaja Putri

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah

wawasan dan meningkatkan pengetahuan remaja putri tentang vulva

hygiene pada saat menstruasi.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2014).

2.1.2 Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tingkat

pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan

(Notoatmodjo, 2014), yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab

itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat

mengintrepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap obyek atas materi dapat mnejelaskan, menyebutkan


10

contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek

yang dipelajari.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan

hukum-hukum, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau

yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk

kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang

baru

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justfikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.


11

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan

yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan

tingkatan-tingkatan di atas.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang,

yaitu:

1. Faktor Internal meliputi:

a. Umur

Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari segi

kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya dari

pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini

sebagai akibat dari pengalaman jiwa (Nursalam, 2011).

b. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experience is the

best teacher), pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pengalaman

merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan

cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab

itu pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya untuk

memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam

memecahkan persoalan yang dihadapai pada masa lalu

(Notoadmodjo, 2010).
12

c. Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin

banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya semakin

pendidikan yang kurang akan mengahambat perkembangan sikap

seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam,

2011).

d. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya.

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak

merupakan cara mencari nafkah yang membosankan berulang dan

banyak tantangan (Nursalam, 2016).

e. Jenis Kelamin

Istilah jenis kelamin merupakan suatu sifat yang melekat

pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksikan

secara sosial maupun kultural.

2. Faktor eksternal

a. Informasi

Menurut Nursalam dan Pariani (2015) informasi merupakan

fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas. Seseorang

yang mendapat informasi akan mempertinggi tingkat pengetahuan

terhadap suatu hal.

b. Lingkungan

Menurut Notoatmodjo (2017), hasil dari beberapa

pengalaman dan hasil observasi yang terjadi di lapangan


13

(masyarakat) bahwa perilaku seseorang termasuk terjadinya

perilaku kesehatan, diawali dengan pengalaman-pengalaman

seseorang serta adanya faktor eksternal (lingkungan fisik dan non

fisik)

c. Sosial budaya

Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial

seseorang maka tingkat pengetahuannya akan semakin tinggi pula.

2.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2017) terdapat beberapa cara memperoleh

pengetahuan, yaitu:

1. Cara kuno atau non modern

Cara kuno atau tradisional dipakai untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah, atau metode

penemuan statistik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada

periode ini meliputi:

a. Cara coba salah (trial and error)

Cara ini dilakukan dengan mengguanakan kemungkinan

dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut

tidak bisa dicoba kemungkinan yang lain.

b. Pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan.

c. Melalui jalan fikiran

Untuk memeperoleh pengetahuan serta kebenarannya

manusia harus menggunakan jalan fikirannya serta penalarannya.


14

Banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang

dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang

dilakukan baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini biasanya

diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya.

Kebiasaan-kebiasaan ini diterima dari sumbernya sebagai

kebenaran yang mutlak.

2. Cara modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih

sistematis, logis, dan alamiah. Cara ini disebut “metode penelitian

ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian, yaitu:

a. Metode induktif

Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap

gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya

dikumpulkan astu diklasifikasikan, akhirnya diambil kesimpulan

umum.

b. Metode deduktif

Metode yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih

dahulu untuk seterusnya dihubungkan dengan bagian-bagiannya

yang khusus.

2.1.5 Kriteria Pengetahuan

Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui

dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

1. Baik, bila subyek menjawab benar 76%-100% seluruh pertanyaan.

2. Cukup, bila subyek menjawab benar 56%-75% seluruh pertanyaan.

3. Kurang, bila subyek menjawab benar <56% seluruh pertanyaan


15

2.2 Konsep Remaja Putri

2.2.1 Pengertian Remaja Putri

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence

(kata bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh

menjadi dewasa. Adolescence artinya berangsur-angsur menuju

kematangan secara fisik, akal, kejiwaan dan sosial serta emosional. Hal ini

mengisyaratkan kepada hakikat umum, yaitu bahwa pertumbuhan tidak

berpindah dari satu fase ke fase lainya secara tiba-tiba, tetapi pertumbuhan

itu berlangsung setahap demi setahap (Al-Mighwar, 2012).

2.2.2 Ciri Perkembangan Remaja Putri

Ciri-ciri perkembangan remaja putri menurut Hurlock (2011), antara

lain :

1. Perubahan Tubuh Pada Masa Puber

a. Perubahan Ukuran Tubuh

Perubahan fisik utama pada masa puber adalah perubauan

ukuran tubuh dalam tinggi dan berat badan. Di antara anak-anak

perempuan, rata-rata peningkatan per tahun dalam tahun sebelum

haid adalah 3 inci, tetapi peningkatan itu bisa juga terjadi dari 5

sampai 6 inci. Dua tahun sebelum haid peningkatan rata-rata

adalah 2,5 inci. Jadi peningkatan keseluruhan selama dua tahun

sebelum haid adalah 5,5 inci. Setelah haid, tingkat pertumbuhan


16

menurun sampai kira-kira 1 inci setahun dan berhenti sekitar

delapan belas tahun.

b. Perubahan Proporsi Tubuh

Perubahan fisik pokok yang kedua adalah perubahan

proporsi tubuh. Daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya

terlampau kecil, sekarang menjadi terlampau besar karena

kematangan tercapai lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang

lain. Badan yang kurus dan panjang mulai melebar di bagian

pinggul dan bahu, dan ukuran pinggang tampak tinggi karena kaki

menjadi lebih panjang dari badan.

c. Ciri-ciri Seks Primer

Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber,

meskipun dalam tingkat kecepatan yang berbeda. Berat uterus anak

usia sebelah atau dua belas tahun berkisar 5,3 gram; pada usia

enam belas tahun rata-rata beratnya 43 gram. Tuba faloppi, telur-

telur, dan vagina juga tumbuh pesat pada saat ini. Petunjuk pertama

bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan menjadi matang

adalah datangnya haid. Ini adalah permulaan dari serangkaian

pengeluaran darah, lendir, dan jaringan sel yang hancur dari uterus

secara berkala, yang akan terjadi kira-kira setiap dua puluh delapan

hari sampai mencapai menopause. Periode haid umumnya terjadi

pada jangka waktu yang sangat tidak teratur dan lamanya berbeda-

beda pada tahun-tahun pertama.


17

d. Ciri-ciri seks sekunder

1) Pinggul

Pinggul menjadi bertambah lebar dan bulat sebagai

akibat membesarnyya tulang pinggul dan berkembangnya

lemak bawah kulit.

2) Payudara

Segera setelah pinggul mulai membesar, payudara juga

berkembang. Puting susu membesar dan menonjol, dan dengan

berkembangnya kelenjarr susu, payudara menjadi lebih besar

dan lebih bulat.

3) Rambut

Rambut kemaluan timbul setelah pinggul dan payudara

mulai berkembangg. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah

mulai tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut

wajah mulai lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi

lebih subur, lebir kasar, lebih gelap dan agak keriting.

4) Kulit

Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat dan

lubang pori-pori bertambah besar.

5) Kelenjar

Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif.

Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat.


18

Kelenjar keringat di ketiak mengeluarkan banyak keringat dan

baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.

6) Otot

Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada

pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga

memberikan bentuk pada bahu, lengan dan tungkai kaki.

7) Suara

Suara menjadi lebih penuh dan lebih semakin merdu.

Suara serak dan suara yang pecah jarang terjadi pada anak

perempuan.

e. Akibat Perubahan Remaja Putri Pada Masa Puber

1) Akibat terhadap keadaan fisik

Pertumbuhan yang pesat dan perubahan-perubahan tubuh

cenderung disertai kelelahan, kelesuan dan gejala-gejala buruk

lainnya. Sering terjadi gangguan pencernaann dan nafsu makan

kurang baik. Anak prapuber sering terganggu oleh perubahan-

perubahan kelenjar, besarnya, dan posisi organ-organ internal.

2) Akibat pada sikap dan perilaku

Dapat dimengerti bahwa akibat yang luas dari masa

puber pada keadaan fisik anak juga mempengaruhi sikap dan

perilaku. Pada umumnya pengaruh masa puber lebih banyak

pada anak perempuan daripada anak laki-laki, sebagian

disebabkan karena anak perempuan biasanya lebih cepat

matang daripada anak laki-laki dan sebagian karena banyak

hambatan-hambatan sosial mulai ditekankan pada perilaku


19

anak perempuan justru pada saat anak perempuan mencoba

untuk membebaskan diri dari berbagai pembatasan. Karena

mencapai masa puber lebih dulu, anak perempuan lebih cepat

menunjukkan tanda-tanda perilaku yang menganggu daripada

anak laki-laki. Tetapi perilaku anak perempuan lebih cepat

stabil daripada anak laki-laki, dan anak perempuan mulai

berperilaku seperti sebelum masa puber.

3) Akibat kematangan yang menyimpang

a) Matang lebih awal versus matang terlambat

Matang lebih awal kurang menguntungkan bagi anak

perempuan daripada anak laki-laki. Anak perempuan yang

matang lebih awal berrperilaku lebih dewasa dan lebih

berpengalaman, namun penampilan dan tindakannya dapat

menimbulkan reputasi “kegenitan seksual”. Di samping itu,

anak perempuan yang matang lebih awal banyak

mengalami salah langkah dengan teman-temannya

dibandingkan dengan anak laki-laki yang matang lebih

awal.

b) Cepat matang versus lamban matang

Tingkat kecepatan dari kematangan seksual memberi

pengaruh buruk terutama pada anak yang lamban

matangnya. Meskipun anak yang cepat matang kadang-

kadang secara emosional terganggu oleh ketakutan dan

kejanggalannya dan walaupun periode meningginya emosi

lebih sering terjadi dengan intensitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan anak yang lamban matang, tetapi


20

anak tidak pernah merasa khawatir apakah ia akan menjadi

dewasa.

2.3 Konsep Vulva Hygiene

2.3.1 Pengertian Vulva Hygiene

Vulva hygiene adalah perilaku memelihara alat kelamin bagian

luar (vulva) guna mempertahankan kebersihan dan kesehatan alat

kelamin, serta untuk mencegah terjadinya infeksi. Perilaku tersebut

seperti melakukan cebok dari arah vagina ke arah anus menggunakan

air bersih, tanpa memakai antiseptik, mengeringkannya dengan handuk

kering atau tisu kering, mencuci tangan sebelum membersihkan daerah

kewanitaan (Darma, 2017).

Kelebihan menggunakan air tanpa antiseptifk yaitu lebih praktis

karena bisa dilakukan di mana saja. Selain itu, lebih efektif dalam

menghilangkan beberapa jenis kuman. Namun memiliki kekurangan

juga yaitu tidak ampuh pada tangan yang cukup kotor dalam

membersihkan area vulva. 

2.3.2 Manfaat vulva hygiene

Menurut Andira (2012), perawatan vagina mempunyai beberapa

manfaat diantaranya :

1. Menjadikan vagina tetap dalam keadaan bersih dan nyaman.

2. Dapat mencegah munculnya keputihan, gatal-gatal, dan bau tak

sedap.

3. Dapat menjaga pH vagina dalam kondisi normal (3,5 – 4,5).


21

2.3.3 Hal-hal yang mempengaruhi perilaku vulva hygiene

Menurut Notoatmodjo (2012) perilaku manusia dipengaruhi oleh

3 faktor yaitu :

1. Faktor predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor-faktor yang dapat memudahkan terbentuknya suatu

perilaku seseorang adalah pengetahuan, sikap, dan kebiasaan

Seseorang akan mampu melakukan vulva hygiene yang benar jika

seseorang tersebut tahu bagaimana cara melakukannya. Tanpa

adanya pengetahuan tentang vulva hygiene yang benar seseorang

tersebut tidak akan mampu melakukan prosedur dengan baik.

Sedangkan, sikap merupakan reaksi yang secara tidak langsung

muncul ketika seseorang mendapat stimulus tertentu. Sikap tersebut

akan terbentuk jika seseorang terbiasa. Maka secara tidak langsung

sikap seseorang yang terus-menerus dilakukan akan menjadi sebuah

kebiasaan. Sebagai contoh, seorang remaja tahu bagaimana cara

cebok yang benar yaitu membasuh kemaluan dari arah depan

(vagina) ke belakang (anus), namun remaja tersebut tidak

menerapkan ilmu yang ia miliki, justru remaja tersebut membasuh

kemaluannya dari arah belakang (anus) ke depan (vagina). Sehingga

perilaku buruk tersebut dilakukan secara terus-menerus dan menjadi

kebiasaan.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)


22

Faktor-faktor yang mendukung atau yang menjadi pemungkin

terjadinya suatu perilaku seseorang adalah tersedianya sarana dan

prasarana yang memfasilitasi untuk terjadinya suatu perilaku. Baik

buruknya seseorang dalam melakukan vulva hygiene tergantung

pada sarana dan prasarana yang ada. Sebagai contoh, seseorang

akan membersihkan alat kelaminnya menggunakan air bersih jika

tersedia air bersih. Tetapi jika tidak tersedia air bersih maka dengan

terpaksa menggunakan air seadanya, misalnya air sungai.

Berdasarkan contoh tersebut terlihat jelas bahwa keberadaan sarana

dan prasarana menjadi faktor pendukung terbentuknya suatu

perilaku.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor-faktor yang dapat menjadi pendorong atau faktor yang

memperkuat terjadinya perilaku adalah sikap dan perilaku seseorang

yang menjadi panutan. Seorang panutan yang dimaksud adalah

seperti teman, keluarga, lingkungan sekitar, atau tokoh masyarakat.

Sebagai contoh, seorang remaja tahu jika sering menggunakan

sabun antiseptik untuk membersihkan vagina akan memicu

terjadinya keputihan, namun tetap saja ia membersihkan vagina

dengan sabun antiseptik karena ibunya juga menggunakan sabun

antiseptik untuk membersihkan vagina. Dari contoh tersebut terlihat

jelas bahwa seorang panutan merupakan faktor penguat terjadinya

perilaku pada seseorang.

2.3.4 Cara Melakukan Vulva Hygiene Yang Benar


23

1. Memelihara kebersihan alat kelamin

Wijayanti (2013) menyatakan bahwa memelihara kebersihan

alat kelamin dapat dilakukan dengan cara :

a. Mencuci tangan sebelum menyentuh vagina. Tujuannya untuk

mencegah alat kelamin terkontaminasi oleh bakteri yang ada

pada tangan (Kusyati, 2012).

b. Melakukan cara cebok dari arah depan (vagina) ke belakang

(anus). Supaya bibit penyakit yang bersarang di sekitar anus

tidak terbawa ke dalam vagina, karena hal tersebut dapat

menimbulkan infeksi, peradangan, dan rangsangan gatal.

c. Selalu mengusahakan agar vagina tetap kering dan tidak lembab,

karena keadaan basah akan mempermudah berkembangnya

bakteri pathogen.

d. Tidak menggunakan bedak pada vagina karena bedak akan

menyebabkan jamur dan bakteri tumbuh di sekitar vagina.

e. Tidak sembarangan menggunakan cairan pembersih organ

kewanitaan karena dapat merusak keasaman vagina. Keasaman

vagina ini berfungsi untuk mencegah pertumbuhan kuman atau

bakteri pathogen yang masuk. Kebanyakan wanita Indonesia

membersihkan vagina dengan cairan pembersih (antiseptic) agar

vagina kesat dan terbebas dari bakteri penyebab keputihan,

namun kandungan antiseptic pada sabun justru dapat

memudahkan kuman dan bakteri masuk ke dalam liang vagina.


24

f. Pada saat menstruasi diwajibkan mengganti pembalut 2-3 kali

dalam sehari atau setiap 4 jam sekali secara teratur. Andira

(2012) mengungkapkan bahwa pada saat haid, kuman-kuman

lebih mudah masuk ke dalam organ reproduksi. Pembalut

dengan gumpalan darah yang banyak akan menjadi tempat

tumbuh dan berkembangnya jamur maupun bakteri. Oleh sebab

itu, pada saat menstruasi dianjurkan untuk mengganti pembalut

2-3 kali dalam sehari atau setiap 4 jam sekali, atau setiap saat

jika sudah merasa tidak nyaman. Sebelum mengganti pembalut

wajib membersihkan vagina terlebih dahulu.

g. Tidak sering memakai pantyliner. Pantyliner adalah salah satu

jenis pembalut wanita yang digunakan diluar periode

menstruasi, dan ukurannya lebih kecil. Pantyliner jika

digunakan terlalu lama dapat menyebabkan peningkatan jumlah

bakteri pathogen dan membunuh lactobacillus dalam vagina,

pantyliner juga dapat mentransfer flora intestinal seperti

Eschericia Coli ke dalam vagina. Sebaiknya gunakan pantyliner

saat perlu saja dan jangan terlalu lama, paling tidak 3-6 jam

sehari.

h. Mengganti pakaian dalam dua kali sehari saat mandi.

Memakai pakaian dalam dari bahan yang mudah menyerap

keringat misalnya katun. Bahan lain yang tidak menyerap

keringat seperti nylon atau polyester menyebabkan alat kelamin


25

terasa gerah dan panas, sehingga vagina menjadi lembab dan

menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri dan jamur.

i. Memakai celana dalam yang tidak ketat. Celana dalam yang

terlalu ketat menyebabkan tidak adanya sirkulasi udara di sekitar

alat kelamin sehingga daerah sekitar vagina menjadi lembab.

2.4 Konsep Menstruasi

2.4.1 Fisiologi Siklus Menstruasi

Proses menstruasi melibatkan dua siklus yaitu siklus di ovarium

dan siklus di endometrium yang terjadi bersamaan. Siklus di ovarium

terdiri dari fase folikel, fase ovulasi, fase luteal. Siklus di endometrium

terdiri atas 3 fase yaitu fase proliferatif, fase sekretorik, fase menstruasi

(Guyton, Hall , 2014)

1. Siklus di Ovarium

a. Fase Folikel

Dua sampai tiga hari sebelum menstruasi, korpus luteum

mengalami regresi sampai hampir berinvolusi total dan sekresi

progesteron, estrogen, serta inhibin dari korpus luteum

berkurang menjadi sangat rendah. Hal ini melepaskan hipofisis

dan hipotalamus dari efek umpan balik negatif hormon tersebut.

Satu hari kemudian menstruasi dimulai, sekresi follicle

stimulating hormon (FSH) dan luteinizing hormon (LH) oleh

hipofisis mulai meningkat kembali, sebanyak dua kali lipat dan

diikuti oleh peningkatan sedikit LH yang merangsang

pertumbuhan folikel. Selama 11-12 hari pertama pertumbuhan


26

folikel, Kecepatan sekresi FSH dan LH akan berkurang sedikit

akibat efek umpan balik negatif terutama dari estrogen pada

kelenjar hipofisis anterior sehingga hanya satu folikel dominan

yang tetap tumbuh.

b. Fase ovulasi

Pada fase ini tejadi peningkatan estrogen yang tinggi yang

dihasilkan folikel pre ovulasi yang mengakibatkan efek

perangsangan umpan balik positif pada hipofisis anterior yang

menyebabkan terjadinya lonjakan sekresi LH sehingga terjadi

ovulasi. Ovulasi diperkirakan terjadi 24-36 jam pasca puncak

kadar estrogen dan 10-12 jam pascapuncak LH.

c. Fase luteal

Saat akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang

matang dengan sempurna mencapai ketebalan halus seperti

beludru. Fase ini sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai

sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya.

Endometrium menjadi kaya akan darah dan sekresi kelenjar.

Umumnya pada fase pasca ovulasi ini wanita akan lebih sensitif.

Dikarenakan pada fase ini hormon reproduksi (LH, FSH,

progesteron dan estrogen) mengalami peningkatan.

2. Siklus di Endometrium

a. Fase proliferatif
27

Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan yang

cepat berlangsung kurang lebih sekitar hari ke-5 sampai hari ke-

14 dari siklus haid. Pada fase ini berlangsung proses

pembentukan dan pematangan ovum di ovarium. Lapisan

permukaan endometrium secara lengkap kembali normal

menjelang perdarahan berhenti atau sekitar empat hari. Pada

awal tahap ini, tebal endometrium hanya sekitar 0.5 mm

kemudiaan tumbuh menjadi sekitar 3,5-5 mm.

Fase proliferatif mempunyai durasi yangcukup lebar. Pada

perempuan normal yang subur, durasinya berkisar antara 5-7

hari, atau cukup lama sekitar 21-30 hari (Samsulhadi, 2011).

Pada fase proliferasi terjadi peningkatan kadar hormon estrogen,

karena fase ini tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal

dari folikel ovarium. Pada fase proliferasi peran hormon

estrogen sangat menonjol. Estrogen memacu terbentuknya

komponen jaringan, ion, air dan asam amino yang membantu

stroma endometrium yang kolaps saat menstruasi mengembang

kembali.

b. Fase sekretorik

Setelah terjadi ovulasi, folikel de graaf berubah menjadi

korpus rubrum lalu menjadi korpus luteum yang akan

mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron, kedua hormon

ini mengubah fase proliferatif menjadi fase sekretorik. Pada fase

ini kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen untuk


28

menjaga kestabilan hidup mudigah. Jika implantasi dan

pembuahan tidak terjadi maka korpus luteum menjadi

berdegenerasi, kemudian terjadi penurunan hormon progesteron

dan estrogen sehingga fase haid dan fasefolikular baru dimulai

kembali (Guyton, Hall, 2014)

c. Fase Menstruasi

Fase ini merupakan fase yang harus dialami oleh seorang

wanita dewasa setiap siklusnya/bulannya. Sebab pabila

seseorang wanita sudah melalui fase ini wanita baru dikatakan

produktif. Oleh sebab itu fase menstruasi selalu dinanti dan

menjadi pertimbangan oleh para wanita, walaupun

kedatangannya kadang membuat sebagian wanita merasa tidak

nyaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Guyton, Hall ,

2014).

2.4.2 Hormon yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi

Menurut (Hackney, 2016; Wulanda, 2011), berikut ini hormon

yang mempengaruhi menstruasi :

1. Estrogen

Estrogen merupakan salah satu hormon reproduksi yang

dihasilkan oleh ovarium. Ada beberapa jenis estrogen yaitu estron,

estriol dan estradiol-β-17. Estrogen pada menstruasi berguna untuk

membentuk ketebalan endometrium datat terjaga, menstabilkan

kuantitas dan kualitas vagina dan cairan serviks agar dapat diterima
29

dalam prses penetrasi sperma, serta juga membantu dalam hal

mengatur suhu. Estrogen secara bertahap meningkat selama fase

folikular ini berguna untuk mendukung perkembangan oosit. Ada

dua tempat produksi estrogen yaitu sel-sel teka folikel di ovarium

yang utama dan pada kalenjar adrenal melalui konversi hormon

androgen tetapi dalam jumlah lebih sedikit. Hormon estrogen di

uterus menyebabkan proliferasi endometrium

2. Progesteron

Tempat produksi hormon progesteron antara lain pada korpus

luteum, kalenjar adrenal tapi hanya sebagian saja dan juga

diproduksi di plasenta pada saat adanya kehamilan. Progesteron saat

menstruasi berguna untuk mengubah fase sekresi pada endometrium

uterus, yang berfungsi untuk mempersiapkan jika terjadinya

implantasi.

3. GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone)

Hipotalamus memproduksi GnRH yang akan dilepaskan

menuju aliran darah dan berjalan ke hipofisis. Respon dari hipofisis

dengan melepaskan hormon gonadotropin yaitu luteinizing hormone

(LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Saat kadar estrogen

tinggi, estrogen memberikan umpan balik ke hipotalamus sehingga

kadar GnRH menjadi rendah, dan begitupun sebaliknya. Pada

wanita sehat GnRH dilepaskan dengan cara pulsatile atau dengan

denyutan.

4. FSH (Follicle Stimulating Hormone)


30

Hormon FSH diproduksi pada sel-sel basal hipofisis anterior,

ini merupakan bentukrespon dari GnRH yang berfungsi untuk

memicu pematangan dan pertumbuhan folikel dan sel-sel granulosa

di ovarium. Melalui umpan balik negatif Sekresi FSH dihambat

oleh enzim inhibin dari sel-sel granulosa ovarium.

5. LH (Luteinizing Hormone)

Sama seperti FSH, LH juga memiliki fungsi untuk memicu

perkembang folikel yang berupa sel-sel granulosa dan sel-sel teka

serta berkat hormon LH kemudian bisa terjadi ovulasi di

pertengahan siklus (LH-surge). Saat fase luteal, LH

mempertahankan dan meningkatkan fungsi dari korpus luteum

pasca ovulasidalam memproduksi progesteron.

6. Lactotrophic Hormone/LTH(Prolaktin)

Hormon prolaktin ini juga sama-sama di produksi pada

hipofisis anterior. Fungsinya meningkatkan dan memicu

produktivitas produksi air susu pada wanita. Jika pada ovarium

hormo prolaktin berfungsi untuk ikut mempengaruhi pematangan

sel telur dan fungsi korpus luteum. Saat terjadi kehamilan prolaktin

diproduksi oleh plasenta. Prolaktin juga mempengaruhi GnRH

karena memiliki efek inhibis, jadi jika kadar prolaktinberlebih dapat

terjadi gangguan pematangan folikel, gangguan ovulasi serta

gangguan menstruasi berupa amenor.


31

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep

yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan

(Notoatmodjo, 2010).

Adapun kerangka konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Gambaran pengetahuan kategori pengetahuan


remaja putri tentang vulva remaja putri tentang
hygiene vulva hygiene :
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Gambaran Pengetahuan Remaja Puteri


tentang Vulva Hygiene Pada Saat Menstruasi di SMAN 1
Bima Tahun 2020

Sumber : (Notoatmodjo, 2014 dan Darma, 2017)


32

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel

Definisi Skala Hasil Ukur


No Variabel Alat Ukur
Operasional Ukur
1 Pengetahuan Pengetahuan Kuesioner Ordinal 1. Baik : 76-
remaja putri merupakan hasil 100%
tentang vulva dari tahu, dan ini 2. Cukup :
hygiene terjadi setelah 56-75%
orang melakukan 3. Kurang :
pengindraan ≤55%
terhadap suatu
obyek tertentu.
Pengindraan
terjadi melalui
pancaindra
manusia, yakni
indra penglihatan,
pendengaran,
penciuman, rasa,
dan raba.
Sebagian besar
pengetahuan
manusia diperoleh
melalui mata dan
telinga.
33

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan prosedur penelitian. Desain Penelitian yang digunakan adalah

metode deskriptif yaitu peneliti ingin memperoleh data dan fakta-fakta dari

permasalahan yang telah ada dan mencari informasi serta gambaran yang

jelas tentang pengetahuan remaja puteri tentang vulva hygiene pada saat

menstrasi. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi beberapa variable yang

diteliti yaitu variabel pengetahuan remaja puteri tentang vulva hygiene dan

umur remaja putri (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan dari segi waktu

rancangan penelitian ini termasuk cross sectional dimana semua data yang

merupakan variabel penelitian dikumpulkan dalam satu saat tertentu (waktu

yang bersamaan) dan hanya diobservasi sekali saja, dan dari segi jenis data

penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja puteri tentang

vulva hygiene pada saat menstruasi.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SMAN 1 Bima.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus Tahun 2020

.
34

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek-

obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

(Sugiyono, 2016).

Populasi yang akan digunakan sebagai objek penelitian adalah

remaja puteri di SMAN 1 Bima sebanyak 35 orang.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang akan diteliti

(Sugiyono, 2016). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

remaja puteri SMAN 1 Bima tahun 2020 sebanyak 35 orang.

4.4. Pengambilan Sampel

Sampling atau teknik pengambilan sampelmerupakan sebuah proses

penyeleksian jumlah dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik

pengambilan sampel adalah berbagai cara yang ditempuh untuk pengambilan

sampel agar mendapatkan sampel yang benar-benar sesuai dengan seluruh

subjek penelitian tersebut (Nursalam, 2013).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling

yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan

populasi (Sugiyono, 2011). Alasan mengambil total sampling karena menurut


35

Sugiyono (2011) jumlah populasi yang kurang dari 100, seluruh populasi

dijadikan sampel penelitian semuanya.

Dalam penelitian ini tidak menggunakan kriteria inklusi karena sampel

yang digunakan adalah total populasi yaitu semua remaja putri SMAN 1

Bima tahun 2020 sebanyak 35 orang.

4.5. Instrument Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam pengumpulan

data (Notoatmodjo, 2018). Pada penelitian ini, alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data adalah kuesioner.

4.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan kuesioner.

Kuesioner merupakan mengumpulkan data secara formal kepada subjek

untuk menjawab pertanyaan secara tertulis (Nursalam, 2015).

4.7. Prosedur Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Tahap Persiapan

a. Meminta izin pengambilan data dan penelitian dari Fakultas Ilmu

Kesehatan UNW Mataram.

b. Meminta data tentang jumlah remaja putri yang ada di SMAN 1 Bima.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Menjelaskan kepada responden remaja putri tentang tujuan penelitian

b. Memberikan lembar kuesioner kepada remaja putri untuk di isi


36

c. Remaja putri yang tidak bisa mengisi kuesioner, peneliti akan

membantu/membimbing dalam mengisi kuesioner.

d. Melakukan tabulasi data dengan mengcoding data yang sudah ada.

4.8. Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

pengolahan data secara manual (Notoatmodjo, 2018). Adapun langkah-

langkah pengolahan datanya adalah sebagai berikut:

Pengolahan data yang dipakai dengan cara : (Budiarto, 2012)

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan yang meliputi : umur dan pengetahuan remaja

puteri tentang vulva hygiene pada saat menstruasi.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori :

a. Data tentang pengetahuan remaja puteri tentang vulva hygiene pada

saat menstruasi diolah dan dikelompokkan menjadi :

1) Baik apabila persentasenya 76-100% (kode 1)

2) Cukup apabila persentasenya 56-75% (kode 2)

3) Kurang apabila persentasenya <55% (kode 3)

Kemudian menghitung gambaran pengetahuan remaja putri dengan

menggunakan rumus :

F
P= x 100 %
N

Keterangan :
37

P : Persentase Hasil

F : Jumlah jawaban yang benar

N : Jumlah skor pertanyaan

3. Tabulating

Tabulasi adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

ke master tabel atau data base komputer, kemudian membuat distribusi

frekuensi sederhana atau membuat tabel kontigensi.

4. Cleaning

Mengecek kembali data yang sudah di entri apakah ada kesalahan

atau tidak. Setelah data terkumpul kemudian dikelompokkan dan diberikan

pembobotan untuk masing-masing pertanyaan sesuai dengan subjek yang

diteliti. Data responde diolah secara deskriptif.


38

4.9. Jadwal Penelitian

Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus


No Uraian Kegiatan 2020 2020 2020 2020 2020 2020 2020
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan judul
dan studi pustaka
2 Survei dan studi
pendahuluan
3 Pengolahan data
4 Penulisan dan
penyusunan
5 Ujian proposal
6 Penelitian
7 Penyusunan dan
konsultasi karya
tulis ilmiah
8 Ujian karya
39

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum SMAN 1 Bima

5.1.1 Sejarah Berdirinya SMAN 1 Bima

SMAN 1 Bima merupakan salah satu sekolah menengah yang

berada di Kota bIMA, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Adapun Nomor

pokok sekolah nasional (NPSN) untuk SMAN 1 BIMA ini adalah

50103319.

Sekolah ini menyediakan berbagai fasilitas penunjang pendidikan

bagi anak didiknya. Terdapat guru-guru dengan kualitas terbaik yang

kompeten dibidangnya, kegiatan penunjang pembelajaran seperti

ekstrakurikuler (ekskul), organisasi siswa, komunitas belajar, tim

olahraga, dan perpustakaan sehingga siswa dapat belajar secara

maksimal. Proses belajar dibuat senyaman mungkin bagi murid dan

siswa.

5.1.2 Visi Sekolah

Terbentuknya Manusia Yang Beriman, Cerdas dan Mandiri.

5.2 Identifikasi Umur Remaja Putri

Pada penelitian yang dilakukan di SMAN 1 Bima, umur remaja putri

kelompokkan menjadi 2 yaitu : umur 15-16 tahun dan umur 17-18 tahun.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut :


40

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Remaja Putri di SMAN 1


Bima Tahun 2020

No Umur n %
1 15-16 tahun 23 65,7
2 17-18 tahun 12 34,3
Jumlah 35 100
Sumber : (Data Primer Diolah, Tahun 2020)

Berdasarkan Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa dari 35 remaja putri

yang diteliti di SMAN 1 Bima diketahui bahwa sebagian besar remaja putri

berada pada rentang umur 15-16 tahun sebanyak 23 orang (65,7%) dan

sebagian kecil berada pada rentang umur 17-18 tahun sebanyak 12 orang

(34,3%).

5.3 Identifikasi Pengetahuan Remaja Putri tentang Vulva Hygiene

Pada penelitian yang dilakukan di SMAN 1 Bima, pengetahuan remaja

putri tentang vulva hygiene dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : baik,

cukup dan kurang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut :

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Vulva


Hygiene di SMAN 1 Bima Tahun 2020

No Pengetahuan n %
1 Baik 6 17,2
2 Cukup 11 31,4
3 Kurang 18 51,4
Jumlah 35 100
Sumber : (Data Primer Diolah, Tahun 2020)

Berdasarkan Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa dari 35 remaja putri

yang diteliti di SMAN 1 Bima diketahui bahwa sebagian besar remaja putri

memiliki pengetahuan yang kurang tentang vulva hygiene sebanyak 18 orang

(51,4%) dan sebagian kecil memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 6 orang

(17,2%).
41

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Umur Remaja Putri

Hasil penelitian yang telah dilakukan di SMAN 1 Bima dapat diketahui

bahwa dari 35 remaja putri yang diteliti di SMAN 1 Bima sebagian besar

remaja putri berada pada rentang umur 15-16 tahun sebanyak 23 orang

(65,7%) dan sebagian kecil berada pada rentang umur 17-18 tahun sebanyak

12 orang (34,3%).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa

umur merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi pengetahuan

remaja putri tentang vulva hygiene. Pada umumnya, semakin tinggi umur

remaja putri, maka semakin baik pula pengetahuan yang dimilikinya. Namun

jika dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan di SMAN 1 Bima

diketahui bahwa sebagian besar remaja putri berada pada rentang umur 16-15

tahun, hal ini menunjukkan bahwa umur tersebut usia produktif untuk

meningkatkan pengetahuan di masa remaja. Bertambahnya umur seseorang

akan mempengaruhi pengetahuan yang diperolehnya. Faktor lain yang

mempengaruhi pengetahuan yaitu pendidikan.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pendidikan

merupakan suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan

atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga pada umumya semakin baik

pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya. Selain faktor umur

dan pendidikan, terdapat faktor lain yang memberikan pengaruh kepada

responden yaitu informasi (Notoatmodjo, 2010).


42

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astini

(2015) tentang : “Hubungan Umur dengan Pengetahuan Remaja Putri tentang

Vulva Hygiene di SMA Muhammadiyah Yogyakarta” dari hasil penelitiannya

diketahui bahwa sebagian besar remaja putri yang diteliti berada pada rentang

umur 15-16 tahun sebanyak 33 orang (65,4%). Dalam penelitiannya

dikatakan bahwa pendidikan merupakan suatu wadah yang dikelola dari, oleh

dan untuk remaja dalam memberikan informasi dan pelayanan konseling

tentang kesehatan reproduksi.

6.2 Pengetahuan Remaja Putri tentang Vulva Hygiene

Hasil penelitian yang telah dilakukan di SMAN 1 Bima terhadap remaja

putri diketahui bahwa sebagian besar remaja putri memiliki pengetahuan yang

kurang tentang vulva hygiene sebanyak 18 orang (51,4%) dan sebagian kecil

memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 6 orang (17,2%).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat peneliti diasumsikan

bahwa pengetahuan tentang vulva hygiene sangatlah penting untuk diketahui

oleh sebagian besar remaja putri yang ada di SMAN 1 Bima, karena remaja

putri perlu merawat alat kelamin dengan baik. Jika dilihat dari hasil penelitian

yang telah dilakukan pada remaja putri di SMAN 1 Bima diketahui bahwa

sebagian besar remaja putri memiliki pengetahuan yang kurang tentang vulva

hygiene, hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang mereka peroleh

tentang vulva hygiene baik di lingkungan sekolahnya maupun dari tempat

pelayanan kesehatan. Selain itu, dipengaruhi oleh usia dan pegalaman yang

dimiliki oleh remaja putri. Usia mempengaruhi pengetahuan remaja putri

dalam hal memahami informasi yang didapat, semakin tua usia remaja putri
43

maka pengetahuan yang didapat akan bertambah. Selain umur, pengalaman

remaja putri tentang menstruasi juga diperoleh dari lingkungan dalam proses

perkembangannya. Baik itu dari pengalaman pribadinya, orang tua, saudara

perempuan, keluarga ataupun teman.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa terdapat banyak cara

untuk memperoleh pengetahuan tentang vulva hygiene, baik melalui keluarga,

lingkungan sekolah, maupun media massa. Keluarga merupakan lingkungan

primer atas perkembangan jiwa remaja sebelum remaja mengenal lingkungan

luar, sehingga orang tua merupakan sumber informasi akan kebutuhan

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang diperlukan. Peran sekolah

sebagai lingkungan sekunder juga memegang peranan penting. Sebagai

lembaga pendidikan, sebagaimana halnya dengan keluarga,sekolah juga

mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlakudalam masyarakat

(Kurniawan, 2008).

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007)

bahwa pengetahuan siswa tentang vulva hygiene juga dapat diperoleh melalui

pendidikan kesehatan, penyuluhan, pengalaman, membaca tentang vulva

hygiene melalui media cetak seperti majalah, leaflet, buku tentang kesehatan

atau media elektronik (Notoatmodjo, 2007).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shanti

dan Yuniarti (2014) tentang : “Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang

Personal Hygiene di SMA Negeri 1 Mlati Sleman Yogyakarta” yang

menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri di SMA Negeri 1 Mlati

Sleman Yogyakarta memiliki pengetahuan yang kurang tentang vulva hygiene


44

sebanyak 54 orang (68,9%). Dalam penelitiannya disebutkan bahwa

kurangnya pengetahuan remaja putri dalam menjaga kebersihan vulva hygiene

pada saat menstruasi bisa menyebabkan virus dapat berkembang biak dalam

organ reproduksi wanita yang dalam kondisi lembab.


45

BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa dari 35 remaja putri yang ada di SMAN 1 Bima sebagian

besar memiliki pengetahuan yang kurang tentang vulva hygiene sebanyak 18

orang (51,4%).

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Tempat Penelitian

Disarankan kepada kepala sekolah maupun guru-guru yang ada

di SMAN 1 Bima agar memberikan pendidikan kesehatan kepada

remaja putri tentang vulva hygiene agar pengetahuan remaja putri dapat

tingkatkan. Selain itu, diharapkan agar hasil penelitian ini dapat

dijdikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan komunikasi,

informasi dan edukasi (KIE) dalam bentuk penyuluhan kepada remaja

putri tentang vulva hygiene pada saat menstruasi.

7.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Disarankan kepada institusi pendidikan agar hasil penelitian ini

dapat memberikan manfaat bagi lembaga pendidikan dalam

merencanakan program pendidikan kesehatan, serta dapat digunakan

sebagai bahan bacaan dan acuan bagi mahasiswa lainnya.


46

7.2.3 Bagi Remaja Putri

Disarankan kepada remaja putri yang ada di SMAN 1 Bima agar

menjaga kebersihan vulva hygiene untuk kesehatan tubuhnya dan

diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan

wawasan dan meningkatkan pengetahuan remaja putri tentang vulva

hygiene pada saat menstruasi.


47

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, 2016. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Yogjakarta: Ar-Ruzz. Media.

Dikes Provinsi NTB, 2019. Angka Kejadian Menstruasi. Mataram : NTB.

Dinas Kesehatan Kota Mataram, 2019. Angka Kejadian Menstruasi. Mataram :


NTB.

Isro‟in, Laily dan Sulistyo Andarmoyo. 2012. Personal Hygiene. Yogyakarta :


Graha Ilmu.

Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Sarwono, 2017. Ilmu Keperawatan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT


Alfabet

Wartonah, 2016. Kebutuhan Dasar manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika.

Wakhidah, 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Infeksi


Genetalia Eksterna dan Perilaku Vulva Hygiene Kelas XI MAN 1 Surakarta.
Jurnal Kebidanan

Wiknjosastro, Hanifa, 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

WHO, 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2019. Jakarta: Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai