Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ANATOMI FISIOLOGI, KIMIA, FISIKA DAN BIOKIMIA

SISTEM PERSEPSI SENSORI

OLEH:
KELOMPOK 1
1. Ni Made Mita Lestari (203213206)
2. Dewa Ayu Putu Seri Yunita Dewi (203213208)
3. Ida Ayu kade Intan Cahyani (203213211)
4. Putu Echa Leona Setiawan (203213230)
5. Ni Made Ayu Sariasih (203213232)
6. Ni Made Udiyani Lestari (203213234)
7. I Putu Agus Artawan (203213235)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga laporan ini
dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah “Keperawatan
Medikal Bedah III” dengan judul “Makalah Anatomi Fisiologi Kimia, Fisika dan Biokimia
Sistem Persepsi Sensori”. Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan penulis, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis. Sehingga masih banyak


kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnan makalah ini.

Denpasar, 19 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................2
A. Definisi Sistem Persepsi Sensori.........................................................................................2
B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persepsi Sensori..................................................................2
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Penglihatan (Mata)........................................................2
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran (Telinga)..................................................4
3. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pembau (Hidung)..........................................................5
4. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perasa (Lidah)...............................................................7
5. Anatomi dan Fisiologi Sistem Peraba (Kulit)................................................................8
BAB III PENUTUP...................................................................................................................11
A. Kesimpulan........................................................................................................................11
B. Saran..................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan persepsi sensori merupakan permasalahan yang sering ditemukan seiring
dengan perubahan lingkungan yang terjadi secara cepat dan tidak terduga. Pertambahan usia,
variasi penyakit, dan perubahan gaya hidup menjadi faktor penentu dalam penurunan sistem
sensori. Seringkali gangguan sensori dikaitkan dengan gangguan persepsi karena persepsi
merupakan hasil dari respon stimulus (sensori) yang diterima.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal, juga
pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang
diterima (Syaifuddin, 2014). Persepsi juga melibatkan kognitif dan emosional terhadap
interpretasi objek yang diterima organ sensori (indra). Adanya gangguan persepsi
mengindikasikan adanya gangguan proses sensori pada organ sensori, yaitu penglihatan,
pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecapan. Untuk itu, perlu adanya pengkajian
sistem sensori untuk mengukur derajat gangguan sistem sensori tersebut.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka diambil rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apakah definisi sistem persepsi sensori?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem persepsi sensori?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi sistem persepsi sensori.
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem persepsi sensori.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Sistem Persepsi Sensori


Sistem sensoris atau dalam bahasa Inggris sensory system berarti yang berhubungan
dengan panca indra. Sistem ini membahas tentang organ akhir yang khusus menerima
berbagai jenis rangsangan tertentu. Rangsangan tersebut dihantarkan oleh sensorys neuron
(saraf sensoris) dari berbagai organ indra menuju otak untuk ditafsirkan. Reseptor sensori,
merupakan sel yang dapat menerima informasi kondisi dalam dan luar tubuh untuk dapat
direspon oleh saraf pusat. Implus listrik yang dihantarkan oleh saraf akan diterjemahkan
menjadi sensasi yang nantinya akan diolah menjadi persepsi di saraf pusat. Sistem persepsi
sensori manusia terdiri organ mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit (Syaifuddin, 2014).

B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persepsi Sensori


1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Penglihatan (Mata)
Indra penglihatan yang terletak pada mata (organ visus) yang terdiri dari organ
okuli assesoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra penglihatan, saraf
optikus, muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung untuk membentuk saraf
optikus.

a. Organ Okuli Assesoria


Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat di sekitar bola mata yang sangat erat
hubungannya dengan mata, terdiri dari:

2
1) Kavum orbita, merupakan rongga mata yang bentuknya seperti kerucut dengan
puncaknya mengarah ke depan dan ke dalam.
2) Supersilium (alis mata) merupakan batas orbita dan potongan kulit tebal yang
melengkung, ditumbuhi oleh bulu pendek yang berfungsi sebagai kosmetik atau
alat kecantikan dan sebagai pelindung mata dari sinar matahari yang sangat terik.
3) Palpebra (kelopak mata) merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit yang
terletak didepan bulbus okuli. Kelopak mata atas lebih besar dari pada kelopak
mata bawah. Fungsinya adalah pelindung mata sewaktu-waktu kalau ada
gangguan pada mata.
4) Aparatus lakrimalis (air mata). Air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis
superior dan inferior. Melalui duktus ekskretorius lakrimalis masuk ke dalam
sakus konjungtiva. Melalui bagian depan bola mata terus ke sudut tengah bola
mata ke dalam kanalis lakrimalis mengalir ke duktus nasolakrimatis terus ke
meatus nasalis inferior.
5) Muskulus okuli (otot mata) merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari:
a) Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya mengangkat kelopak
mata.
b) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata.
c) Muskulus rektus okuli inferior, fungsinya untuk menutup mata.
d) Muskulus rektus okuli medial, fungsinya menggerakan bola mata.
e) Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakan bola mata ke dalam
dan ke bawah.
f) Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas, ke bawah
dan ke luar.
6) Konjungtiva. Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva palpebra,
merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan kemudian melekat pada
bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva ini sering terdapat kelenjar
limfe dan pembuluh darah.
b. Okulus
Okulus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus saraf otak II,
merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbu okuli dengan otak dan merupakan
bagian penting organ visus.
c. Tunika okuli
Tonika okuli terdiri dari:
1) Kornea, merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat
melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal dari sklera, terdiri
dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika anterior (bowmen), 3 subtansi
propia, 4 lamina elastika posterior, dan 5 endotelium. Kornea tidak mengandung
pembuluh darah peralihan, antara kornea ke sklera.
2) Sklera, merupakan lapisan fibrosa yang elastis yang merupakan bagian dinding
luar bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup
oleh kantong konjungtiva.
d. Tunika vaskula okuli

3
Tunika vaskula okuli merupakan lapisan tengah dan sangat peka oleh rangsangan
pembuluh darah. Lapisan ini menurut letaknya terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
1) Koroid, merupakan selaput yang tipis dan lembab merupakan bagian belakanang
tunika vaskulosa. Fungsinya memberikan nutrisi pada tunika.
2) Korpus siliaris, merupakan lapisan yang tebal, terbentang mulai dari ora serata
sampai ke iris. Bentuk keseluruhan seperti cincin, dan muskulus siliaris.
Fungsinya untuk terjadinya akomodasi
3) Iris, merupakan bagian terdepan tunika vaskulosa okuli, berwarna karena
mengandung pigmen, berbentuk bulat seperti piring dengan penampang 12 mm,
tebal 12 mm, di tengah terletak bagian berlubang yang disebut pupil. Pupil
berguna untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata, sedangkan ujung tepinya
melanjut sampai korpus siliaris. Pada iris terdapat 2 buah otot: muskulus sfingter
pupila pada pinggir iris, muskulus dilatator pupila terdapat agak pangkal iris dan
banyak mengandung pembuluh darah dan sangat mudah terkena radang, bisa
menjalar ke korpus siliaris.
e. Tunika nervosa
Tunika nervosa merupakan lapisan terdalam bola mata, disebut retina. Retina dibagi
atas 3 bagian:
1) Pars optika retina, dimulai dari kutub belakang bola mata sampai di depan
khatulistiwa bola mata.
2) Pars siliaris, merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus siliar.
3) Pars iridika melapisi bagian permukaan belakang iris (Syaifuddin, 2014).

2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran (Telinga)


Indra pendengaran merupakan salah satu alat pancaindra untuk mendengar. Anatomi
telinga terdiri dari telinga bagian luar dan dalam.

4
a. Telinga bagian luar
Aurikula (daun telinga), menampung gelombang suara yang datang dari luar
masuk ke dalam telinga. Meastus akustikus eksterna (liang telinga). Saluran
penghubung aurikula dengan membran timpan, panjangnya 2,5 cm, terdiri dari tulang
rawan dan tulang keras. Saluran ini mengandung rambut, kelenjar subasea. Dan
kelenjar keringat khususnya menghasilkan sekret-sekret berbentuk serum. Membran
timpani antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput gendang telinga yang
disebut membran typani.
b. Telinga bagian dalam
Telinga bagian dalam terletak pada bagian tulang keras pilorus temporalis, terdapat
reseptor pendengaran, dan alat pendengaran ini disebut labirin.
1) Labiritus osseous, serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan yang
dinamakan perilimfe. Labiritus osseous terdiri dari vestibulum, koklea, dan
kanalis semisirkularis.
2) Labirintus membranous, terdiri dari:
a. Utrikulus, bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut pada
tempatnyaoleh jaringan ikat. Pada dinding belakang utrikulus terdapat muara
dari duktus semisirkularis dan pada dinding depannya ada tabung halus
disebut utrikulosa sirkularis, saluran yang menghubungkan antara utrikulus
dan sakulus.
b. Sakulus, bentuknya agak lonjong lebih kecil dari utrikulus, terletak pada
bagian depan dan bawah dari vestibulum dan terpaut erat oleh jaringan ikat.
c. Duktus semisirkularis. Ada tiga tabung selaput semisirkularis yang berjalan
pada kanalis semesirkularis (superior, posterior, dan lateralis). Bagian duktus
yang melebar disebut dengan ampula selaput. Setiap ampula mengandung
celah sulkus ampularis merupakan tempat masuknya cabang ampula nervus
akustikus.
d. Duktus koklearis merupakan saluran yang bentuknya agak segitiga seolah-
olah membuat batas pada koklea timpani. Duktus koklearis mulai dari kantong
buntu (seikum vestibular) dan berakhir tepat diseberang kanalis lamina
spiralis pada kantong buntu (seikum ampulare) (Heharia et al, 2011).

3. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pembau (Hidung)


Struktur hidung luar berbentuk piramida tersusun oleh sepasang tulang hidung
pada bagian superior lateral dan kartilago pada bagian inferior lateral. Struktur tersebut
membentuk piramid sehingga memungkinkan terjadinya aliran udara di dalam kavum
nasi. Dinding lateral kavum nasi tersusun atas konka inferior, media, superior dan
meatus. Meatus merupakan ruang di antara konka. Meatus media terletak di antara konka
media dan inferior yang mempunyai peran penting dalam patofisiologi rinosinusitis
karena melalui meatus ini kelompok sinus anterior (sinus frontal, sinus maksila dan sinus
etmoid anterior) berhubungan dengan hidung. Meatus inferior berada di antara konka

5
inferior dan dasar rongga hidung. Pada permukaan lateral meatus lateral terdapat muara
duktus nasolakrimalis.
Septum nasi merupakan struktur tengah hidung yang tersusun atas lamina
perpendikularis os etmoid, kartilago septum, premaksila dan kolumela membranosa.
Deviasi septum yang signifikan dapat menyebabkan obstruksi hidung dan menekan
konka media yang menyebabkan obstruksi kompleks ostiomeatal dan hambatan aliran
sinus. Meatus inferior berada diantara konka inferior dan rongga hidung. Pada permukaan
lateral meatus lateral terdapat muara duktus nasolakrimalis.

Perdarahan hidung berasal dari a. etmoid anterior, a. etmoid posterior cabang dari
a. oftalmika dan a. sfenopalatina. Bagian anterior dan superior septum dan dinding lateral
hidung mendapatkan aliran darah dari a. etmoid anterior, sedangkan cabang a. etmoid
posterior yang lebih kecil hanya mensuplai area olfaktorius. Terdapat anastomosis di
antara arteri-arteri hidung di lateral dan arteri etmoid di daerah antero-inferior septum
yang disebut pleksus Kiesselbach. Sistem vena di hidung tidak memiliki katup dan hal ini
menjadi predisposisi penyebaran infeksi menuju sinus kavernosus. Persarafan hidung
terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang maksila nervus trigeminus.
Fungsi fisiologi hidung adalah penghidu, filtrasi, proteksi, humidifikasi,
penghangat udara dan resonansi suara. Sistem vaskuler dan sekresi hidung berperan
penting dalam mempersiapkan udara inspirasi sebelum masuk ke saluran napas atas dan
trakeobronkial. Saat inspirasi udara masuk ke vestibulum dengan arah vertikal oblik dan

6
mengalami aliran laminar. Ketika udara mencapai nasal valve terjadi turbulen sehingga
udara inspirasi langsung mengadakan kontak dengan permukaan mukosa hidung yang
luas. Aliran turbulen tersebut tidak hanya meningkatkan fungsi penghangat dan
humidifikasi tetapi juga fungsi proteksi.

4. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perasa (Lidah)


a. Anatomi Lidah
Lidah terdiri dari dua kelompok yaitu otot intrinsik melakukan gerakan halus dan
otot ekstrinsik yang melaksanakan gerak kasar pada waktu mengunyah dan menelan.
Lidah terletak pada dasar mulut, ujung, serta tepi lidah bersentuhan dengan gigi, dan
terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir yang dapat digerakan ke
segala arah. Lidah terbagi menjadi:
1) Radiks lingua (pangkal lidah)
2) Dorsum lingua (punggung lidah)
3) Apeks lingua (ujung lidah)
Bila lidah digulung ke belakang tampak permukaan bawah yang disebut frenulum
lingua, sebuah struktur ligamen yang halus yang mengaitkan bagian posterior
lidah pada dasar mulut. Permukaan atas seperti berludru dan ditutupi pupil-pupil,
terdiri dari tiga jenis yaitu:
1) Papila sirkumvalata
2) Papila fungiformis
3) Papila filiformis (Syaifuddin, 2014).

7
b. Fisiologi Lidah
Seluruh rasa dapat dirasakan oleh seluruh permukaan lidah. Rasa yang dapat
dirasakan indera pengecap yaitu manis, asin, asam dan pahit yang dikenal dengan
istilah sensasi rasa primer. Selain itu, ada rasa kelima yang telah teridentifikasi yakni
umami yang dominan ditemukan pada L-glutamat. Lima rasa yang dapat dikecap
lidah:
1) Rasa manis
Hampir semua zat yang dapat menyebabkan rasa manis merupakan zat kimia
organik seperti gula, glikol, alkohol, aldehida, keton, amida, ester, asam amino,
asam sulfonat, dan asam halogen. Sedangkan zat anorganik yang dapat
menimbulkan rasa manis adalah timah hitam dan berilium. Daerah sensitivitas
rasa manis terdapat pada apex lingua.
2) Rasa asam
Rasa asam disebabkan oleh suatu golongan asam. Makin asam suatu makanan
maka sensasi rasa asamnya semakin kuat. Daerah sensitivitas rasa asam terdapat
pada sepanjang tepi lateral lidah bagian posterior.
3) Rasa Asin
Rasa asin ditimbulkan oleh garam terionisasi terutama konsentrasi ion sodium.
Antara satu garam dengan garam lainnya memiliki kualitas rasa asin yang sedikit
berbeda dikarenakan beberapa jenis garam mengeluarkan rasa lain disamping rasa

8
asin. Daerah sensitivitas rasa asin terdapat pada sepanjang tepi lateral lidah bagian
anterior
4) Rasa pahit
Zat-zat yang memberikan rasa pahit semata-mata hampir semua merupakan zat
organik. Daerah sensitivitas rasa pahit terdapat pada dorsum lidah bagian
posterior.
5) Rasa umami
Rasa umami mempunyai ciri khas yang jelas berbeda dari keempat rasa lain,
termasuk sincrgisme peningkat rasa antara dua senyawa umami yaitu L-glutamat
dan 5’- ribomulceotides. Umami adalah rasa yang dominan ditemukan dalam
ekstrak daging dan keju (Guyton dan Hall, 2014).

5. Anatomi dan Fisiologi Sistem Peraba (Kulit)


a. Anatomi Kulit
Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis
merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda:
400−600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75−150 μm
untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel
epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan:
1) Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis.
2) Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang yang
merangsang sel Limfosit T. Sel Langerhans juga mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel
Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.
3) Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus d. Keratinosit, yang
secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam sebagai berikut:
a) Stratum Korneum, terdiri atas 15−20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan
sitoplasma yang dipenuhi keratin.
b) Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang
sangat gepeng.
c) Stratum Granulosum, terdiri atas 3−5 lapis sel poligonal gepeng yang
sitoplasmanya berisikan granul keratohialin.
d) Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling terikat
dengan filamen.
e) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada
epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid

Dermis, yaitu lapisan kulit di bawah epidermis. Dermis terdiri atas dua lapisan
dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
a. Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri atas
jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan
leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).

9
b. Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas
jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I). Selain kedua stratum di
atas, dermis juga mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut,
kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea. Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu
jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak
yang bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia superficial, atau panikulus
adiposus (Syaifuddin, 2014).

b. Fisiologi Kulit
Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga melakukan
respirasi (bernapas), menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Namun,
respirasi kulit sangat lemah. Kulit lebih banyak menyerap oksigen yang diambil dari
aliran darah, dan hanya sebagian kecil yang diambil langsung dari lingkungan luar
(udara). Begitu pula dengan karbondioksida yang dikeluarkan, lebih banyak melalui
aliran darah dibandingkan dengan yang diembuskan langsung ke udara. Meskipun
pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen dari yang dilakukan oleh paru-paru,
dan kulit hanya membutuhkan 7 persen dari kebutuhan oksigen tubuh (4 persen untuk
epidermis dan 3 persen untuk dermis), pernapasan kulit tetap merupakan proses
fisiologis kulit yang penting. Pengambilan oksigen dari udara oleh kulit sangat
berguna bagi metabolisme di dalam sel-sel kulit. Penyerapan oksigen ini penting,
namun pengeluaran atau pembuangan karbondioksida (CO2) tidak kalah pentingnya,
karena jika CO2 menumpuk di dalam kulit, ia akan menghambat pembelahan
(regenerasi) sel-sel kulit. Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan
pengeluaran CO2 dari kulit tergantung pada banyak faktor diluar maupun di dalam
kulit, seperti temperatur udara, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara,
kecepatan aliran darah ke kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan

10
dalam proses metabolisme sel kulit, pemakaian bahan kimia pada kulit, dan lain-lain
(Guyton dan Hall, 2014).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan serta uraian tentang sistem persepsi sensori tersebut, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa sistem sensoris atau dalam bahasa Inggris sensory system berarti yang
berhubungan dengan panca indra, terdiri dari organ mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit.

B. Saran
Dalam penulisan tugas ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan
serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritikan dan saran
yang membangun dari pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan tugas kami atas kritik dan
sarannya kami sampaikan terima kasih.

11
DAFTAR
PUSTAKA

Ballenger, J.J. 2010. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher, Dialih bahasakan
oleh Staf ahli Bagian THT RSCM-FKUI.. Tangerang : Binarupa Aksara.
Guyton, A. C., dan Hall, J. E. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC,
1022
Hetharia, Rospa, Sri, Mulyani. (2011). Asuhan Keperawatan Telinga Hidung Tenggorokan.
Jakarta: CV.Trans Info Media
Muttaqin, Arif. (2011). Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta: Salemba
Medika.
Syaifuddin. (2014). Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan dan Kebidanan, Edisi 4. Jakarta :
EGC

12
13

Anda mungkin juga menyukai