Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KELAINAN REFRAKSI

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Phatologi Mata

Dosen pembimbing

Dr. Zaldi, Sp.M

DISUSUN OLEH

Johan Wijaya NG (21114041499)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III REFRAKSI OPTISI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINALITA SUDAMA
MEDAN 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan atas segala rahmat yang telah diberikan


sehingga makalah yang berjudul “Phatologi Mata” ini dapat tersusun
sampai dengan selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa di
mengerti oleh pembaca pada umumnya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan


lebih luas mengenai fungsi penglihatan dan tindakan-tindakan yang terkait
penglihatan bagi penulis serta memenuhi tugas perkuliahan dari dosen
pengampu.

Penulis mengucapkan terimkasih kepada bapak Dr, Zaldi Z, Sp.M,


selaku dosen pengampu mata kuliah Phatologi Mata Karna telah
memberikan tugas ini kepada penulis, sehingga penulis berkemampuan
untuk mengumpulkan lebih banyak informasi tentang Kelainan Refraksi
dan tindakan tindakan yang terkait penglihatan yang berguna untuk
penambahan ilmu dan wawasan bagi penulis dan juga pembacanya.

Medan 13 Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................i

KATA PENGANTAR.................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................2

1.1 Latar belakang Masalah.......................................................................2


1.2 Rumusan Masalah...............................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan Makalah...................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan Makalah.................................................................3

BAB 2 PEMBAHASAN..............................................................................4

2.1 Sistem penglihatan..............................................................................4

2.2 Anatomi Sistem Penglihatan................................................................7

2.3 Kelainan Refraksi.................................................................................11

2.3.1 Miopia............................................................................................12

2.3.2 Hipermetropia................................................................................13

2.3.3 Astigmatisme.................................................................................13

BAB 3 PENUTUP......................................................................................15

3.1 Kesimpulan..........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2.1Bagian Luar Mata.................................................................8

Gambar 2.2.2 Bagian Dalam Mata............................................................8

Gambar 2.2.3 Syaraf Optik........................................................................10

Gambar 2.2.4 Otot Bola Mata....................................................................11

Gambar 2.3.1 Miopia..................................................................................12

Gambar 2.3.2 Hipermetropia.....................................................................13

Gambar 2.3.3 Astigmatisme......................................................................13

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata berperan sebagai organ sensori yang menangkap informasi


visual dari lingkungan sekitar yang selanjutnya akan diproses ke pusat
penglihatan di otak. Gerakan bola mata yang terkoordinasi dengan baik
berperan penting bagi tercapainya fungsi penglihatan ini, yaitu mengatur
agar bayangan objek dapat jatuh di retina sehingga terbentuk persepsi
visual yang akurat. Gerakan bola mata dapat terjadi melalui aktivitas dari
otot ekstraokular yang memainkan peran masingmasing untuk
memposisikan bola mata ke suatu arah tertentu

Mata adalah suatu bola berisi cairan yang terbungkus oleh tiga
lapisan jaringan khusus. anatomi mata dari bagian paling luar hingga
paling dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah sklera/kornea, koroid/badan
siliaris/ iris, retina. Sebagian besar bola mata ditutupi oleh suatu lapisan
kuat jaringan ikat, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di sebelah
anterior, lapisan luar terdiri dari kornea transparan, yang dapat ditembus
oleh berkas cahaya untuk masuk ke interior mata. Lapisan tengah di
bawah sklera adalah koroid yang berpigmen banyak dan mengandung
banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi bagi retina. Lapisan koroid
di sebelah anterior mengalami spesialisasi membentuk badan siliaris dan
iris. Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah retina, yang terdiri dari
lapisan berpigmen di sebelah luar dan lapisan jaringan saraf di sebelah
dalam. Lapisan jaringan saraf mengandung sel batang dan sel kerucut,
fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf. Seperti

v
dinding hitam sebuah studio foto pigmen di koroid dan retina menyerap
sinar setelah sinar mengenai retina untuk mencegah pantulan atau
pembuyaran sinar di dalam mata. Rongga posterior yang lebih besar
antara lensa dan retina mengandung bahan cair mirip gel, cairan vitreous..
Cairan vitreous membantu mempertahankan bentuk bola mata tetap bulat.
Rongga anterior antara kornea dan lensa mengandung cairan jernih
encer, cairan aqueous. Cairan aqueous membawa nutrien bagi kornea
dan lensa. Cairan ini mengalir ke suatu kanalis di tepi kornea dan akhirnya
masuk ke darah (Sharewood, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat diperoleh beberapa rumusan maslah


yaitu antara lain:

1. Indera penglihatan ( Mata )?


2. Struktur indera penglihatan?
3. Struktur bola mata?
4. Mekanisme penglihatan?
5. Kelainan Refraksi?

1.3 Tujuan penulisan makalah

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memnuhi


salah satu tugas mata kuliah Phatologi Mata yang memiliki tema Kelainan
Refraksi yang selanjutnya dapat kita uraikan dalalam makalah ini.

1.1 manfaat penulisan makalah

Terlepas dari tujuan itu sendiri makalah ini dibuat dengan manfaat
supaya pengetahuan dan wawasan pembaca pada umumnya dan
khususnya bagi saya selaku penulis.

vi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Penglihatan

Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia yang


secara konstan menyesuaikan pada jumlah cahaya yang masuk,
memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan jauh serta
menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera di hantarkan
pada otak. Penglihatan pada manusia melibatkan deteksi gelombang
cahaya yang sangat sempit dengan panjang gelombang sekitar 400
sampai 750 nm. Panjang gelombang terpendek dipersepsi sebagai warna
biru, dan panjang gelombang terpanjang dipersepsi sebagai warna merah.
Mata memiliki fotoreseptor yang mampu mendeteksi cahaya, tetapi,
sebelum cahaya mengenai reseptor yang bertanggung jawab untuk
deteksi ini, cahaya harus difokuskan ke retina ( ketebalan 200 μm) oleh
kornea dan lensa. Fotoreseptor bisa dibagi menjadi dua jenis yaitu sel
batang dan sel konus ( kerucut). Reseptor batang berespons terhadap
cahaya remang-remang, dan reseptor konus berespons dalam keadaan
terang dan mampu membedakan warna merah,hijau, atau biru. Reseptor
batang dan onus terdapat di bagian dalam retina, dan cahaya harus
berjalan melalui sejumlah lapisan sel untuk mencapai fotoreseptor ini.
Setiap fotoreseptor memiliki molekul pigmen visual ( batang: rodopsin;
konus: eritrolabe(merah), klorolabe (hijau), sianolabe (biru) pigmen-
pigmen ini menyerap cahaya dan memicu potensial reseptor yang tidak
seperti sistem reseptor lainnya, menyebabkan hiperpolarisasi sel dan
bukan depolarisasi

vii
Lapisan antara permukaan retina dan sel reseptor berisi sejumlah
sel yang dapat dideteksi, yaitu sel bipolar, sel horizontal, sel amakrin, dan
sel ganglion. Sel ganglion adalah neuron yang bisa mentransmisi impuls
ke seluruh sistem saraf pusat (SSP) melalui akson di saraf optikus. Sel-sel
ini tereksitasi oleh interneuron bipolar vertical yang terletak diantara sel
reseptor dengan sel ganglion. Selain itu, struktur kompleks ini juga
memiliki dua kelompok interneuron (sel horizontal dan sel amakrin) yang
berfungsi dengan memberikan pengaruhnya secara horizontal, dengan
menyebabkan inhibisi lateral pada hubungan-hubungan sinaptik
disekitarnya yaitu sel horizontal pada hubungan antara sel resptor dengan
sel bipolar, sementara sel amakrin pada hubungan antara sel bipolar
dengan sel ganglion.

Setiap mata mengandung sekitar 126 juta fotoreseptor ( 120 juta


reseptor batang dan 6 juta reseptor konus) dan hanya 1,5 juta sel
ganglion. Ini berarti bahwa terdapat sejumlah besar konvergensi dari
reseptor dan sel bipolar menjadi sel ganglion, tetapi hal ini tidak terjadi
secara seragam di kedua sisi retina. Pada bagian perifer retina, terdapat
banyak sekali konvergensi tetapi, pada daerah dengan ketajaman visual
terbesar ( fovea sentralis ), terdapat hubungan 1:1:1 antara sel reseptor
konus tunggal, sel bipolar tunggal, dan sel ganglion tunggal. Daerah fovea
memiliki banyak sekali reseptor konus dan sangat sedikit reseptor batang,
sedang distribusi reseptor batang dank onus didaerah lain retina lebih
merata.

Setiap sel ganglion berespons terhadap perubahan intensitas


cahaya dalam daerah retina yang terbatas, dan bukan terhadap stimulus
cahaya yang statis. Area terbatas ini disebut lapang pandang reseptif sel
dan berhubungan dengan kelompok fotoreseptor yang bersinaps dengan
sel ganglion tertentu. Sel ganglion biasanya aktif secara spontan. Sekitar
setengah dari sel ganglion retina akan berespons terhadap penurunan
peletupan (firing) impulsnya jika bagian perifer lapang pandang

viii
reseptifnya di stimulus oleh cahaya, dan meningkatkan laju peletupannya
jika pusat lapang pandang reseptif terkena cahaya (sel pusat-ON)
setengah lainnya dari sel ganglion retina akan meningkatkan laju
peletupannya jika bagian perifer terkena cahaya akan mengurangi laju
peletupannya jika reseptor pusat terstimulasi (sel pusat-OFF). Hal ini
memungkinkan keluaran retina untuk memberi sinyal mengenai keadaan
terang dan gelap relative dari setiap area yang distimulasi dalam lapang
pandang

Sel-sel ganglion dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok utama: sel
P dan sel M. Sel P menerima bagian pusat lapang pandang reseptifnya
dari satu atau mungkin dua (tetapi tidak pernah tiga) jenis konus yang
spesifik untuk warna tertentu, sedangkan sel M menerima input dari
semua jenis konus. Oleh karena itu, sel M tidak selektif terhadap warna,
tetapi sensitif terhadap kontras dan pergerakan bayangan pada
retina.Pembagian sel P dan sel M tampaknya dipertahankan di
keseluruhan jalur visual dan sel-sel ini terlibat dalam persepsi visual.

Saraf optikus dari kedua mata bergabung di dasar tengkorak pada


struktur yang disebut kiasma optikum. Sekitar setengah dari setiap
serabut saraf optikus akan menyilang ke sisi kontralateral, sedangkan
setengah lagi tetap di sisi ipsilateral dan bergabung dengan akson-akson
yang akan menyeberang dari sisi lainnya. Akson sel-sel ganglion yang
berasal dari regio temporalis retina mata kiri dan regio nasalis retina mata
kanan berlanjut menjadi traktus optikus kiri, sedangkan akson dari sel-sel
ganglion di bagian nasal mata kiri dan bagian temporal mata kanan
berlanjut menjadi traktus optikus kanan. Neuron yang menyusun traktus
optikus akan berhubungan dengan stasiun penerus (perelay) pertama
pada jalur visual ini: badan genikulatum lateral, kolikulus superior, dan
nukleus pretektal di batang otak. Serabut-serabut ini yang bersinaps di
kolikulus superior dan nukleus pretektal terlibat dalam refleks visual dan
respons orientasi.Sejumlah kecil serabut juga bercabang di titik ini untuk

ix
bersinaps dengan nukleus suprakiasma, yang berhubungan dengan jam
tubuh dan ritme sirkadian tubuh. Namun demikian, sejumlah besar neuron
mencapai nukleus genikulatum lateral di talamus. Setiap nukleus
mengandung enam lapisan selular dan informasi dari kedua mata akan
tetap terpisah, setiap kelompok serabut akan bersinaps di tiga lapisan. Sel
ganglion M akan berakhir di dua lapisan bawah (disebut magnoselular
karena sel-sel pada lapisan ini berukuran relatif besar). Sel di lapisan
magnoselular bersifat sensitif terhadap kontras dan pergerakan, tetapi
tidak sensitif terhadap warna. Sel ganglion P bersinaps di empat lapisan
atas nukleus genikulatum lateral (dua untuk setiap mata), yang disebut
lapisan parvoselular. Lapisan ini memiliki sel-sel yang relatif kecil, yang
mentransmisikan informasi mengenai warna dan detil-detil halus. Serabut
dari nukleus genikulatum lateral akan berjalan ke belakang dan ke atas
dalam suatu berkas (disebut radiasi optikus) melalui lobus pariental dan
lobus temporal ke suatu area di korteks serebri yang disebut korteks
visual primer. Setiap sel korteks akan menerima input dari sejumlah
terbatas sel di nukleus genikulatum lateral, sehingga memiliki lapang
pandang reseptifnya sendiri atau bagian retina yang memberi respons.

2.2 Anatomi Sistem Penglihatan

Anatomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari ana yang
artinya memisah-misahkan atau mengurai dan tomos yang artinya
memotong-motong. Anatomi berarti mengurai atau memotong. ilmu
bentuk dan susunan tubuh dapat diperoleh dengan cara mengurai badan
melalui potongan bagian-bagian dari badan dan hubungan alat tubuh satu
dengan yang lain. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada tubuh
orang sakit harus terlebih dahulu mengetahui struktur dan fungsi tiap alat
dari susunan tubuh manusia yang sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan tentang anatomi. dan fisiologi tubuh marupakan dasar yang
penting dalam melaksanakan asuhan keperawatan .

x
Menurut ilmu anatomi mata manusia terbagi menjadi dua bagian
yaitu: bagian luar dan bagian dalam

1. Bagian Luar

Gambar 2.2.1 bagaian luar mata

a. Bulu Mata Bulu mata yaitu rambut-rambut halus yang terdapat


ditepi kelopak mata.
b. Alis Mata (Supersilium) Alis yaitu rambut-rambut halus yang
terdapat diatas mata.
c. Kelopak Mata (Palpebra) Kelopak mata merupakan 2 buah lipatan
atas dan bawah kulit yang terletak di depan bulbus okuli.
d. Kelenjar Air Mata
e. Kelenjar Meibom

2. Bagian Dalam

xi
Gambar 2.2.2 bagian dalam mata

a. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran tipis bening yang melapisi permukaan
bagian dalam kelopak mata dan dan menutupi bagian depan sklera
(bagian putih mata), kecuali kornea.Konjungtiva mengandung
banyak sekali pembuluh darah.
b. Sklera
Sklera merupakan selaput jaringan ikat yang kuat dan berada pada
lapisan terluar mata yang berwarna putih.
c. Kornea
Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea
kita dapat melihat membran pupil dan iris.
d. Koroid
Koroid adalah selaput tipis dan lembab merupakan bagian
belakang tunika vaskulosa ( lapisan tengah dan sangat peka oleh
rangsangan).
e. Iris
merupakan diafragma yang terletak diantara kornea dan mata.
f. Pupil

xii
Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan
kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam.
Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan
menyempit jika kondisi ruangan teran
g. Lensa
Lensa adalah organ focus utama, yang membiaskan berkas-berkas
cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat, menjadi
bayangan yang jelas pada retina Lensa berada dalam sebuah
kapsul yang elastic yang dikaitkan pada korpus siliare khoroid oleh
ligamentum suspensorium.
h. Retina
Retina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat halus dan
sangat sensitif terhadap cahaya. Pada retina terdapat reseptor
(fotoreseptor).
i. Aqueous humor
Aquaeous humor atau cairan berair terdapat dibalik kornea.
Strukturnya sama dengan cairan sel, mengandung nutrisi bagi
kornea dan dapat melakukan difusi gas dengan udara luar melalui
kornea.
j. Vitreus humor (Badan Bening)
Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat
transparan seperti jeli(agar-agar) yang jernih. Zat ini mengisi pada
mata dan membuat bola mata membulat.
k. Bintik Kuning
Bintik kuning adalah bagian retina yang paling peka terhadap
cahaya karena merupakan tempat perkumpulan sel-sel saraf yang
berbentuk kerucut dan batang
l. Saraf Optik

xiii
Gambar 2.2.3 Syaraf Optik

Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk
menuju ke otak.

m. Otot Mata

Gambar 2.2.4 Otot Bola Mata


Otot-otot yang melekat pada mata :
 Muskulus levator palpebralis superior inferior,
fungsinya mengangkat kelopak mata
 Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya
untuk menutup mata

xiv
 Muskulus rektus okuli inferior (otot disekitar mata),
berfungsi menggerakkan bola mata ke bawah dan ke
dalam
 Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar mata)
berfungsi untuk menggerakkan mata dalam (bola
mata)
 Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar
mata ke atas, ke bawah dan ke luar.

2.3 Kelainan Refaraksi

Hasil pembiasan pada mata ditentukan oleh media penglihatan


yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa atas kornea, cairan mata,
lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata
demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah macula lutea. Pada kelainan refraksi
terjadi kitidak seimbanga system optic mata sehingga menghasilkan
bayangan kabur. Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada
macula lutea, tetapi dapat didepan atau di belakang macula. Kelainan
refraksi dekenal dalam bentuk myopia, hypermetropia, dan astigamatisme.

2.3.1 Myopia

GAMBAR 2.3.1 Myopia

Pada myopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar


atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat.

xv
a. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-
posterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang) di
sebut sebagai myopia aksil.
b. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu
cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) di
sebut kurvatura/refraktif.
c. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes
mellitus, kondisi ini disebut myopia indeks.
d. Myopia karena perubahn posisi lensa, posisi lensa lebih ke anterior,
misalnya pasca operasi glaucoma.
Berdasarkan besar kelainan refraksi, myopia dibagi:
- Myopia ringan
- Myopia sedang
- Myopia berat
2.3.2 Hypermetropia

GAMBAR 2.3.2 Hypermetropia

Hypermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan


kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan
sehingga titik focus terletak di belakang retina. Pada hypermetropia sinar
sejajar difokuskan di belakang retina.
Klasifikasi berdasarkan penyebab:
a. Hypermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari
normal.

xvi
b. Hypermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lebih lemah
dari normal
c. Hypermetropia indeks karena indeks bias mata rendah dari normal.
Berdasrkan besar besar kelainan refraksi, dibagi:
- Hypermetropia ringan
- Hypermetropia sedang
- Hypermetropia berat
2.3.3 Astigamtisme

Gambar 2.3.3 Astigmatisma

Pada astigamat berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan
tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik apai yang saling tegak
lurus yabg terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea. Pada
mata dengan astigmatisme lengkungan jari-jari meridian yang tegak lurus
padanya.
Pembagian posisi garis focus dalam retina astigmatisme di bagi atas:
a. Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya
dua meridian yang saling tegak lurus pada meridian yang lain
sehingga pada salah satu meridian memiliki daya bias yang lebih
kuat dari meridian yang lain.
b. Astigmatisme With The Rule :
Diperlukan koreksi silindres negative dilakukan dengan sumbu
horizontal (30-150 derajat) atau dengan silinder positif dengan
sumbu vertical (60-120 derajat).

xvii
c. Astigmatisme Obligue :
Koreksi dengan silindres negative denag sumbu tegak lurus (60-
120 derajat)
Atau dengan silinder positif dengan sumbu horizontal (30-150
derajat).
d. Astigmatisme Obligue :
Dimana kedua meridian utama berada diantara axsial-axsial
astigamtisme whit the rule atau astigmatisme againt the rule. Axsial
clylindris refraktif 31-59º120-149º.
e. Astigmatisme Irregular :
Diamana astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai dua meridian
yang saling tegak lurus. Astigmatisme irregular ini dapat terjadi
akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda
sehingga bayangan menjadi irregular. Astigmatisme airregular juga
diakibtakan oleh infeksi kornea trauma
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia yang secara
konstan menyesuaikan pada jumlah cahaya yang masuk, memusatkan
perhatian pada objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran
yang kontinu yang dengan segera di hantarkan pada otak. Penglihatan
pada manusia melibatkan deteksi gelombang cahaya yang sangat sempit
dengan panjang gelombang sekitar 400 sampai 750 nm. Panjang
gelombang terpendek dipersepsi sebagai warna biru, dan panjang
gelombang terpanjang dipersepsi sebagai warna merah. Mata memiliki
fotoreseptor yang mampu mendeteksi cahaya, tetapi, sebelum cahaya
mengenai reseptor yang bertanggung jawab untuk deteksi ini, cahaya
harus difokuskan ke retina ( ketebalan 200 μm) oleh kornea dan lensa.

xviii
Lapisan antara permukaan retina dan sel reseptor berisi sejumlah sel
yang dapat dideteksi, yaitu sel bipolar, sel horizontal, sel amakrin, dan sel
ganglion. Sel ganglion adalah neuron yang bisa mentransmisi impuls ke
seluruh sistem saraf pusat (SSP) melalui akson di saraf optikus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Atchison DA, Smith G. Optics of the human eye. Rep. Oxford:


ButterworthHeinemann; 2002. Hal 39-47.
2. Elkington AR, Frank HJ, Greaney M. Clinical optics. Oxford:
Blackwell Science; 1999. Hal 33-130.
3. Gross H, Blechinger F, Achtner B. Human eye. Dalam: Gross
H, editor. Handbook of optical systems, Volume 4,
Survey of optical instruments. Weinheim: Wiley-VCH;
2008. Hal 1–88.
4. Miller D, Schor P, Magnante P. Optics of the normal eye. Dalam:
Yanoff, Duker, editor. Yanoff & duker: ophthalmology.
Edisi ke-3. St. Louis, Missouri: Elsevier; 2009. Hal 52-
3.
5. Atchison DA, Thibos LN. Optical models of the human eye:
Optical models of the human eye Atchison and
Thibos. Clin Exp Optom. 2016 Mar;99(2):99–106.

xix
6. Smith G. Invited Review Schematic eyes: history, description
and applications. Clin Exp Optom. 1995;78(5):176–
189

xx

Anda mungkin juga menyukai