Anda di halaman 1dari 35

Referat

LOW VISION

Oleh : Assilia Dharani, S.Ked 04108705069

Pembimbing : dr. Hj. Ani, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSMH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2012

HALAMAN PENGESAHAN

Referat yang berjudul :

LOW VISION

Oleh : Assilia Dharani, S.Ked 04108705069

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSMH Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 21 Mei 2012 sampai dengan 25 Juni 2012.

Palembang, Juni 2012 Pembimbing

dr. Hj. Ani, SpM

KATA PENGANTAR

Yang pertama dan paling utama penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul LOW VISION ini sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSMH Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Dengan selesainya referat ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Hj. Ani, SpM selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan referat ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya referat ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan referat ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, Juni 2012

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................. BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................

i ii iii iv 1 1 2 3 3 4 4 5 6 6 7 8 11 12 16 22

1.1. Latar belakang .......................................................................................... 1.2. Tujuan ...................................................................................................... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

2.1. Anatomi dan Fisiologi ............................................................................... 2.2. Refraksi ...................................................................................................... 2.3. Media Refraksi .......................................................................................... 2.4. Fisiologi Refraksi ...................................................................................... 2.5. Low Vision ................................................................................................ 2.5.1. Definisi ............................................................................................. 2.5.2. Epidemiologi .................................................................................... 2.5.3. Klasifikasi ........................................................................................ 2.5.4. Etiologi dan Gejala ........................................................................... 2.5.5. Diagnosis dan Penatalaksanaan ........................................................ 2.5.6. Alat Bantu Low Vision .................................................................... 2.5.7. Terapi dan Rehabilitasi ....................................................................

BAB III. KESIMPULAN ....................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... ....

27 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan, apabila terdapat gangguan pada penglihatan seperti low vision, ini dapat menyebabkan efek negatif terhadap proses pembelajaran dan interaksi sosial sehingga dapat mempengaruhi perkembangan alamiah dari intelegensi maupun kemampuan akademis, profesi dan sosial. Low vision sendiri yaitu suatu keadaan dimana setelah dilakukan tindakan optimal (pengobatan, operasi dan koreksi kacamata) penglihatan masih buram (kurang dari 0,3) atau lapangan pandang kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi tetapi sisa penglihatan masih dapat digunakan untuk melihat.1,2 Angka kejadian kebutaan dan low vision akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi disertai penyebab lain, didapati sekitar 314 juta penduduk dunia mengalami gangguan penglihatan. Sebanyak 153 juta penduduk dunia mengalami visual impairement yang disebabkan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15 tahun dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara.3 Vision 2020 merupakan inisiatif global yang bertujuan untuk

menghilangkan kebutaan pada tahun 2020. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk memastikan vision terbaik bagi semua orang dan dengan demikian dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang (Programme of World Health

Organitation). Dalam hal menanggulangi kebutaan di Indonesia, Kepmenkes telah mengembangkan strategi-strategi yang dituangkan dalam Kepmenkes nomor 1473/MENKES/SK/2005 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan untuk mencapai Vision 2020.4,5 Saat ini masih tampak kurangnya perhatian beberapa daerah di Indonesia mengenai masalah kelainan refraksi khususnya pada anak. Hal ini terbukti dengan adanya program pemeriksaan kesehatan anak sekolah dasar yang lebih difokuskan

pada kesehatan gigi dan mulut, padahal lingkungan sekolah merupakan salah satu pemicu terjadinya penurunan ketajaman penglihatan pada anak. Lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah merupakan tempat utama yang digunakan oleh seorang anak melakukan aktifitas. Lingkungan yang sehat akan memberikan dampak positif bagi perkembangan anak. Deteksi dini gangguan penglihatan yang terjadi pada anak dapat mencegah atau mengurangi komplikasi dan permasalahan yang diakibatkan menjadi lebih berat lagi.

1.2.Tujuan Untuk menambah wawasan dan mengetahui lebih lanjut mengenai low vision serta dapat membantu mendiagnosis secara cepat dan tepat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi 6,7,8,9

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe namun bentuknya tidak bulat sempurna. Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata, otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada daerah apeks dan optik kanal. Mata terbagi atas dua segmen yaitu segmen anterior yang transparan dan merupakan 1/6 bagian bola mata dan segmen posterior yang merupakan 5/6 bagian bola mata.

Struktur yang terdapat pada mata yaitu dari anterior ke posterior yaitu konjungtiva, kornea, sklera, iris, aquous humor, lensa, uvea, badan siliar, vitreous humor, koroid, retina, dan saraf optik. 2.2. Refraksi 7,10 Refraksi adalah suatu fenomena fisika berupa penyerapan sinar yang melalui media transparan yang berbeda. Sebagai suatu contoh proses refraksi saat sebuah pensil diletakkan di dalam gelas yang berisi air, maka akan tampak gambaran pensil di udara tidak lurus dengan yang tampak pada air. Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum yang merupakan titik terdekat di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Punctum Remotum adalah titik terjauh di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. 2.3. Media Refraksi 8,9,10,11,12 Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiriatas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca). Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

2.4. Fisiologi Refraksi 6,12

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.12 Dua faktor penting dalam refraksi yaitu densitas komparatif antara 2 media (semakin besar perbedaan densitas maka semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut maka semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam refraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat atau jauh.12 Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus di retina agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina, bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda

10

dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dieanggap sejajar saat mencapai mata. 12 Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama) harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi. 6

2.5. Low Vision 2.5.1. Definisi Low vision sendiri yaitu suatu keadaan dimana setelah dilakukan tindakan optimal seperti pengobatan, operasi dan koreksi kacamata tetapi penglihatan masih buram (kurang dari 6/18) atau lapangan pandang kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi tetapi sisa penglihatan masih dapat digunakan untuk melihat. Low vision tidak sama dengan kebutaan. Tidak seperti orang yang mengalami kebutaan, seseorang yang mengalami low vision masih dapat mempergunakan penglihatannya. Namun, low vision biasanya mempengaruhi kegiatan atau aktifitas sehari-hari seperti membaca dan menyetir. Seseorang dengan low vision mungkin tidak dapat mengenali gambar pada kejauhan atau kesulitan membedakan warna yang hampir serupa.1,2,13 Dari pengertian WHO diatas mengenai low vision, dapat disimpulkan hal sebagai berikut : Setelah diobati dan dikoreksi dengan kacamata, masih memiliki kelainan pada fungsi penglihatnnya. Ketajaman penglihatan 6/18 (20/60) sampai persepsi cahaya. Lapang pandangnya kurang dari 10 derajat. Dapat menggunakan atau berpotensi untuk menggunakan sisa penglihatannya dalam merencanakan dan melaksanakan tugas sehari-hari.1

11

Walaupun low vision dapat terjadi di segala usia, low vision terutama lebih banyak terjadi pada usia lanjut. Low vision bukan bagian dari proses penuaan. Penyebab utama visual impairment dan low vision pada dewasa antara lain : Usia yang berhubungan dengan degenerasi makula Glaukoma Katarak Retinopati diabetes 2,13,14 Apabila visual impairment diketahui lebih cepat, penatalaksanaan dapat lebih efektif.

Disorder

Impairment ORGAN

Disbility

Handicap PATIENT

Anatomy changes

Functional changes

Skills and abilities Socioeconomic consequences affected

EXAMPLES

Inflamation Atrophy Scar

Visual acquity Visual field Contrast sensitivity

Reading Writing Daily living Mobility

Extra effort Loss of independent

Bagan 1. Aspek-aspek low vision (American Academy of Ophthalmology, 1992)

2.5.2. Epidemiologi Angka kejadian kebutaan dan low vision akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi disertai penyebab lain, didapati sekitar 314 juta penduduk dunia

12

mengalami gangguan penglihatan. Sebanyak 153 juta penduduk dunia mengalami visual impairement yang disebabkan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15 tahun dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara. 3 Selain itu, perkiraan sekitar 13,5 juta orang Amerika diatas usia 45 tahun mengalami low vision dan lebih dari dua pertiga diperkirakan terjadi diatas usia 65 tahun. Pada usia diatas 65 tahun diprediksikan akan meningkat dari 33,2 juta di tahun 1994 akan menjadi 80 juta pada tahun 2050. Peningkatan penderita yang mengalami low vision ini dinilai akan mengalami peningkatan yang cukup berpengaruh. Low vision menempati peringkat ke tiga setelah arthritis dan heart diseases sebagai penyakit kronis yang paling sering memerlukan alat bantu dalam aktivitas sehari-hari pada orang yang berusia diatas 70 tahun.1 2.5.3. Klasifikasi 1,8 Penglihatan normal o Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat Sistem desimal 2,0 1,33 1,0 0,8 Snellen jarak 6 meter Snellen jarak 20 kaki Efisiensi penglihatan 6/3 6/5 6/6 6/7,5 20/10 20/15 20/20 20/25 100% 100% 95%

Penglihatan hampir normal Snellen jarak 6 meter Snellen jarak 20 kaki Efisiensi penglihatan 6/9 5/9 6/12 6/15 6/18 6/21 20/30 15/25 20/40 20/50 20/60 20/70 85% 75% 90%

Sistem desimal 0,75 0,6 0,5 0,4 0,33 0,285

13

Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu diketahui penyebab mungkin suatu penyakit yang masih dapat diperbaiki.

Low vision sedang o Dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat

Sistem desimal 0,25 0,2

Snellen jarak 6 meter Snellen jarak 20 kaki Efisiensi penglihatan 6/24 6/30 6/38 20/80 20/100 20/125 60% 50% 40%

Low vision berat o Yang dinyatakan buta di Amerika Serikat

Sistem desimal 0,1 0,066 0,05

Snellen jarak 6 meter Snellen jarak 20 kaki Efisiensi penglihatan 6/60 6/90 6/120 20/200 20/300 20/400 20% 15% 10%

Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil Untuk membaca diperlukan lensa pembesar kuat. Membaca menjadi lambat.

Low vision nyata o Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi

Sistem desimal 0,025

Snellen jarak 6 meter Snellen jarak 20 kaki Efisiensi penglihatan 6/240 20/800 5%

14

Diperlukan tongkat putih untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin membaca dengan kaca pembesar, umumnya memerlukan braille, radio, pustaka kaset.

Hampir buta Penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak

bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual.

Buta total Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhnya tergantung

pada alat indera lainnya atau tidak mata.

Penglihatan akan memberikan hambatan tertentu. Pada setiap hambatan diperlukan alat bantu sehingga terdapat kemudahan dalam penyesuaian dengan kehidupan normal. Dikenal nilai penglihatan kurang dengan hambatan dan alat bantu yang diperlukan sebagai berikut : Cacat penglihatan, low vision, dibagi atas 2 kelompok : ringan dan berat. 1. Penglihatan kurang ringan dimana terdapat gangguan penglihatan ringan dengan tajam penglihatan kurang 0,3 (< 5/15, 6/18 atau 6/20, 20/80 atau 20/70). 2. Penglihatan kurang berat yang pada negara tertentu dimasukkan ke dalam golongan buta, dimana terdapat gangguan penglihatan berat, tajam penglihatan kurang dari 0,12 (5/40, 6/48, atau 20/160).

The International Classification of Diseases, Revisi ke-9, Clinical Modification (ICD-9-CM) membagi low vision menjadi 5 kategori yaitu : 1 Moderate visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi yaitu kurang dari 20/60 to 20/160

15

Severe visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi yaitu kurang dari 20/160 sampai 20/400 atau diameter lapangan pandang kurang lebih 20.

Profound visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi yaitu kurang dari 20/400 sampai 20/1000, atau diameter lapangan pandang kurang lebih 10.

Near-total vision loss. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi yaitu kurang dari sama dengan 20/1250.

Total blindness. No light perception.

2.5.4. Etiologi dan Gejala Low vision dapat diakibatkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi mata dan sistem visual. Kelainan kelainan ini dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) bagian besar yang dapat membantu dalam memahami kesulitan dan keluhan pasien serta memilih dan mengimplementasikan strategi untuk rehabilitasinya.6 Masalah-masalah low vision dapat diklasifikasikan dalam empat golongan yaitu :2,13,14,15 Penglihatan sentral dan perifer yang kabur atau berkabut, yang khas akibat kekeruhan media (kornea, lensa, corpus vitreous). Gangguan resolusi fokus tanpa skotoma sentralis dengan ketajaman perifer normal, khas pada oedem makula. Skotoma sentralis, khas untuk gangguan makula degeneratif atau inflamasi dan kelainan-kelainan nervus optikus. Skotoma perifer, khas untuk glaukoma tahap lanjut, retinitis pigmentosa dan gangguan retina perifer lainnya. Adapun ciri-ciri umum penderita low vision yaitu sebagai berikut :2,13,16,17 Menulis dan membaca dalam jarak dekat. Hanya dapat membaca huruf berukuran besar.

16

Memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat di bawah cahaya yang terang.

Terlihat tidak menatap lurus ke depan ketika memandang sesuatu. Kondisi mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih padabagian luar.

2.5.5. Diagnosis dan Penatalaksanaan 2.5.5.1. Anamnesa Pemeriksaan low vision dapat dimulai dengan anamnesa yang lengkap. Mengidentifikasi pasien-pasien tersebut dan mencatat alamat mereka penting di dalam pencegahan, terapi medis dan pembedahan.6 Pasien-pasien harus ditanyai mengenai sifat, lama dan kecepatan gangguan penglihatan. Aktivitas-aktivitas sehari-hari yang tidak dapat dilakukan harus dibahas secara spesifik. Gejala awal dari penderita ini biasanya yang bersangkutan mengalami kesulitan untuk :16 1. Mengenali wajah teman dan orang di sekitarnya. 2. Membaca, memasak, menjahit dan mengenal alat-alat di sekitarnya. 3. Melakukan aktivitas di rumah dengan penerangan yang redup. 4. Membaca rambu-rambu lalu-lintas, bis dan nama toko. 5. Memilih dan mencocokkan warna baju.

2.5.5.2. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan Penilaian fungsi penglihatan merupakan kunci rehabilitasi low vision dimana menjadi penujuk dalam usaha-usaha memaksimalkan fungsi penglihatan melalui latihan-latihan dan penggunaan alat-alat bantu.18 Pemeriksaan terhadap pasien low vision berbeda dari pemeriksaan ophthalmologi yang lazim diterapkan.12 Pemeriksaan Tajam Penglihatan 2 Merupakan uji yang pertama di dalam penilaian fungsi

penglihatan. Ketajaman penglihatan menunjukkan pengenalan gambaran yang berbeda dengan kemampuan pengenalan benda. Aktivitas sehari-hari

17

sering membutuhkan pengenalan detil seperti pengenalan wajah dan mengidentifikasi uang.18 Untuk pemeriksaan pasien low vision, snellen chart sering tidak memuaskan sehingga tidak dijadikan standar pengukuran tetapi dianjurkan menggunakan The Early Treatment Retinopaty Charts (ETDRS), colenbrander 1-m chart, Bailey-Lovie Chart, LEA chart.18

Gambar 1. LEA chart

Ketajaman penglihatan yang telah terkoreksi maksimum diukur pada jarak 4 m, 2 m atau 1 m dengan ETDRS, yang memiliki baris-baris (masing-masing dengan lima huruf). Jarak pemeriksaan 4 m digunakan untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/200 dan jarak pemeriksaan 1 m untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/400.11,15,18 Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan-kelainan yang sangat bervariasi sehingga tidak spesifik terhadap suatu gangguan.18

Pemeriksaan Penglihatan Dekat dan Kemampuan Membaca Setelah ditentukan ketajaman penglihatan jarak jauh, dilakukan pengukuran ketajaman pengukuran penglihatan jarak dekat (membaca). 18

Terdapat perbedaan jarak standar baca. Beberapa menggunakan 33 cm dan yang lain menggunakan 14 inchi atau 40 cm. Tetapi ukuran ini tidak dapat digunakan untuk mengukur jarak baca pasien low vision. 18 Pemilihan uji baca yang tepat adalah penting. Kartu bacaan dengan ukuran-ukuran huruf yang geometrik dan dengan pencatatan ukuran symbol lebih disukai karena dilengkapi dengan perhitungan. Kartu yang memenuhi standar diatas adalah The Minnesota Low Vision Reading Test (MNReadtest), dimana setiap kalimat disesuaikan jarak dan

penempatannya. Colenbrander 1-m chart juga mempunyai segmen-segmen pembacaan yang sama. Rangkaian rangkaian ini mengikuti perhitungan dan perbandingan dari kecepatan baca ketepatan didalam hubungannya dengan ukuran huruf.18 Jenis uji baca lain adalah papper visual skills fir reading test, the Morgan Low Vision Reading Comprehension Assesment.18 Pengukuran Sensitivitas Kontras 18 Bukan merupakan indikator yang spesifik untuk masalah-masalah yang bervariasi di dalam sistem penglihatan. Sensitivitas kontras merupakan kemampuan mendeteksi benda pada kontras yang rendah. Pasien akan mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari seperti mengendarai kendaraan di saat hujan atau kabut, menuruni tangga, menuangkan susu kedalam mangkuk putih. Pembesaran dilakukan bila tidak dapat mengenal huruf dengan kontras tinggi saat membaca. Penurunan sensitivitas kontras sering ditemukan pada pasien dengan edema makula. Pelli-Robson chart dan LEA low contrast chart memberikan huruf-huruf atau symbol-simbol yang besar dengan penurunan kontras. Alternatif lain yaitu Bailey-Lovie chart.

19

Gambar 2. Bailey-Lovie Chart

Pendekatan lain yang lebih inovasi yaitu the SKILL card yang mengkombinasikan efek-efek kontras dengan iluminasi rendah. Pada salah satu sisi mempunyai huruf-huruf regular (huruf berwarna hitam dengan latar belakang putih), sisi yang lainnya mempun yai kontras yang rendah, low luminance chart (huruf berwarna hitam dengan latar belakang abu-abu gelap).

Pemeriksaan lapangan pandang Perimetri makular merupakan salah satu pengukuran yang terpenting

dari aspek-aspek penilaian low vision, tetapi sering neglected (diabaikan). Skotoma makular memberikan dampak mayor didalam aktivitas sehari-hari dan terjadi pada 83% pasien. Terdapatnya skotoma sentral atau parasentral menimbulkan masalah didalam kecepatan membaca dibandingkan gangguan pada tajam penglihatan.18 Amsler grid digunakan untuk mencari adanya skotoma sentralis dan menentukan posisi dan kepadatannya serta daerah distorsinya. Perlu dicatat apakah distorsi yang dilihat pasien berkurang pada penglihatan binokular atau monokular. Apabila dengan penglihatan binokular distorsinya kurang maka pasien mungkin calon untuk penggunaan lensa baca mengoreksi kedua mata dari pada penggunaan lensa monokular biasa. Skotoma sentralis juga dapat digrafikkan pada layar singgung.15

20

Walaupun mudah digunakan, uji Amsler Grid dan perimetri lainnya tidak sensitive untuk mendeteksi skotoma monokular yang kecil dan tidak akurat mahal.18 Tangent screen dapat memberikan hasil yang tepat jika dilakukan oleh perimetrist yang ahli dan sesuai dengan protokol pengujian. Perimetri makular paling baik dilakukan dengan teknik hybrid dimana menggunakan intesitas stimulus yang tunggak untuk seluruh lokasi uji, seperti perimetri kinetik, tatapi target berada pada lokasi retina yang spesifik, seperti perimetri statik.18 Untuk pasien retinitis pigmentosa, lapangan pandang perifer sebaiknya diperiksa pada layar singgung dan untuk pasien glaukoma dan defisit neurologik pada perimetri Goldmann.11,15 dalam menentukan perluasan skotoma. Scanning Laser

Ophthalmoscope (SLO) adalah instumen yang lebih disukai tetapi harganya

2.5.6. Alat Bantu Low Vision Alat-alat bantu optik maupun non optik dapat membantu pasien menggunakan sisa penglihatannya dan meningkatkan kualitas hidup pasien serta mengurangi ketergantungan pasien kepada orang lain.2,6,11,16 Jenis alat bantu optik untuk low vision : o Kacamata Visus kedua mata sama Jarak fokus Binokular dan monokular

o Kaca pembesar Membaca spot Tangkai pegang dan kaki penyangga

o Teleskop Melihat jauh Penampilan kurang baik Lapangan pandang sempit Gangguan tata nilai ruang

21

Perlu latihan khusus Galilean dan kaplerian

Gambar 3. Autofokus teleskop

Gambar 4. Teleskop kaplerian

Gambar 5. Teleskop galilean

22

Jenis alat bantu non optik untuk low vision : o Alat bantu tulis

Gambar 6. Buku bergaris tebal dan alat bantu menulis garis tebal o Lampu penerangan Kontras ditingkatkan Lampu pijar 60 Watt atau lampu neon 11 Watt

Gambar 7. Lampu pijar o Video pembesar Kamera dan monitor

23

Pembesaran 140 kali Menggerakkan kamera atau objek

o Perangkat lunak komputer Zoom Text dan Jaws Tampilkan di monitor lebih besar (visual) Suara (non visual) Gabungan visual - non visual

2.5.6.1. Low Vision Aids Low vision aids diperlukan bila kacamata, pembedahan dan obat-obatan tidak dapat menolong dalam waktu yang lama. Alat yang sudah tersedia dari yang sederhana sampai yang elektronik dengan berbagai pembesaran, kekuatan, dan kegunaan yang berbeda. Alat-alat seperti ini biasanya dipakai untuk melihat dekat, membaca surat, membaca koran, menonton televisi dan film, membaca menu restoran dan membaca label produk makanan ataupun minuman dan lain-lain, seperti : sistem pembesaran video, mesin baca elektronik, kacamata baca mikroskopik, teleskopik baca, kacamata teleskopik, teleskop tangan, kacamata autofokus, teknologi akses untuk internet dan komputer, lampu untuk penerangan dan pembesaran, aplikasi suara untuk program komputer dan alat pembesaran/ magnifiers yang terdiri dari handheld magnifier dan stand magnifier. 11,13,16,19

Handheld Magnifier (kaca pembesar yang dipegang) o Kegunaan : Membaca tanda, label, atau harga buku Mengenali uang Mengamati benda seperti tanaman atau serangga Menulis

o Kelebihan : Mudah dibawa Tersedia kekuatan rendah sampai tinggi Murah

24

Dapat dipakai pada posisi dan sudut apapun Memungkinkan memantulkan sinar ke tulisan atau benda

o Kekurangan : Sulit untuk menentukan jarak yang sesuai Memerlukan tangan untuk memegangnya Sulit dipegang dengan tetap Sulit untuk menulis Jarak baca dapat berubah-ubah

Gambar 8. Handheld magnifier

Stand Magnifier (kaca pembesar dengan kaki) o Kegunaan : Membaca surat kabar atau buku Melihat diagram atau gambar

o Kelebihan: Memiliki jarak yang tetap untuk setiap gerakan Mudah dipakai Tersedia dari kekuatan rendah sampai tinggi Memungkinkan sinar mengenai tulisan jika kaki-kaki kecil dan sempit Dapat memakai alat bantu lain 25

o Kekurangan: Memerlukan tangan untuk memegangnya Tidak terpakai untuk suatu aktifitas, seperti menulis Tidak kelihatan normal Harganya mahal Perlu penyangga buku

Gambar. Stand magnifier

Kunci keberhasilan penatalaksanaan pasien low vision adalah instruksi pasien yang benar. Peresapan lensa tanpa instruksi yang jelas hanya berhasil pada 50% kasus, sedangkan dengan instruksi angka keberhasilannya meningkat sampai 90%. 6,18 Pasien menggunakan alat di bawah pengawasan seorang instruktur terlatih sampai tercapai kecakapan dan efikasi. Dilakukan pembahasan tentang mekanika alat-alat bantu, semua pertanyaan pasien dijawab, tujuan pemakaian alat diperjelas dan pasien diberi cukup waktu dalam keadaan tenang untuk mencoba ketrampilan yang baru mereka peroleh. Hal ini mungkin berlangsung dalam satu sesi atau lebih karena sebagian pasien memerlukan percobaan pemakaian alat bantu di rumah atau pekerjaan sebelum mereka yakin.15 Dokter harus terbiasa dengan alat-alat yang tersedia serta keunggulan dan kekurangan masing-masing alat agar dapat memberi petunjuk yang sesuai bagi

26

instruktur bagaimana gejala penyakit dan ketajaman penglihatan mempengaruhi indikasi pemakaian kacamata, lensa kontak, teleskop, lensa intraokular dan alatalat bantu low vision. 15 2.5.7. Terapi dan Rehabilitasi 2,13,17 Terapi low vision adalah suatu sistem yang menggunakan alat alat optikal dan non optikal, dengan intstruksi dan rehabilitasi, untuk membantu seseorang menggunakan penglihatan yang tersisa untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Terapi low vision menganjurkan seseorang untuk membaca, menonton televisi, menyetir dan mengenali wajah seseorang. Ini bukanlah tindakan pembedahan, terapi low vision menggunakan kombinasi dari lensa-lensa, prisma, dan teknik pencahayaan agar bagian-bagian dari retina masih dapat berfungsi. Hal ini dapat membuat potensi penglihatan terbaik seseorang. Retina dan otak dilatih ulang untuk melihat. Pengembangan di bidang rehabilitasi low vision dapat menolong seseorang mempergunakan penglihatan mereka yang masih tersisa. Apabila penurunan visus tidak dapat terkoreksi oleh pengobatan dan pembedahan, rehabilitasi penglihatan dapat membantu. Rehabilitasi penglihatan dapat membekali penderita low vision yang telah ikut serta dengan keterampilan dan strategi-strategi untuk menolong penderita low vision agar bebas dan aktif di segala usia. Adapun rehabilitasi penglihatan ini terdiri dari ophthalmologists, optometrists, pekerja sosial, perawat, occupational therapists, vision rehabilitation therapists, dan pekerja lainnya.

Pelayanan low vision klinis o Pelatihan penggunaan alat bantu o Oftalmologis, optometris, ahli rehabilitasi

Pelatihan rehabilitasi o Pelatihan kegiatan sehari-hari

Pelatihan orientasi dan mobilitas

27

o Pelatihan kemandirian o Orientasi dan mobilisasi Konseling o Individu atau kelompok o Badan psikososial

Low vision specialist/ low vision care adalah optometri atau dokter spesialis mata yang telah berpengalaman untuk melakukan pemeriksaan, terapi dan memanajemeni pasien dengan kegagalan visus yang tidak selalu memberikan terapi dengan obat-obatan, pembedahan dan kaca mata/ lensa kontak. Mereka ini mempunyai lisensi untuk memeriksa, mendiagnosa, dan merehabilitasi beragam penyakit yang berhubungan dengan mata.7,18 Tujuan utama dari rehabilitasi ini adalah untuk meminimalisasi handicap yang disebabkan oleh suatu kelainan. Visual impairment ini diminimalisasi dengan pengobatan medis yang teratur dan pembedahan pada mata, sedang visual disability direduksi dengan pemakaian alat bantu dan terapi latihan dan visual induced handicap direduksi dengan intervensi oleh petugas rehabilitasi profesional.6,7,15 Sejumlah rehabilitasi profesional mengadakan layanan untuk pasien low vision termasuk terapi okupasi (occupational therapists/ OTs), spesialis orientasi dan mobilisasi (O & M), guru rehabilitasi dan asisten untuk low vision. Dokter spesialis mata selayaknya mengetahui keberadaan layanan lokal ini untuk memberikan rujukan.2,7,11,12,20 Terapi okupasi membantu orang yang mempunyai hambatan (handicaps). Terapi ini membantu pasien agar dapat hidup mandiri dan mengisi kehidupan dengan aktivitas, dengan memberikan keahlian. Spesialis orientasi dan mobilisasi membantu pasien dengan kesulitan berjalan/ beraktifitas membantu dihubungkan dengan kehilangan penglihatan, lewat pendidikan dan pelatihan keahlian, aktivitas mandiri dilatih dan dijaga. Guru rehabilitasi membantu pasien dengan mengasah keahlian yang dihubungkan dengan aktifitas sehari-hari. Asisten pada pasien low vision adalah orang yang khusus untuk melatih pasien low vision (Ophthalmic

28

Medical Personal/ OMP), maka OMP tidak berperan sendiri, pada tempat pelayanan primer OMP ini sebagai asisten dokter spesialis mata di klinik maupun di kantor.12,21 Pasien dapat dilatih agar dapat mengembangkan kemampuan untuk mengefektifkan penglihatannya dengan memakai alat bantu sebelumnya. Kemampuan ini meliputi scanning, tracing, spotting, dan trakking.11,12,18

Scanning adalah kumpulan informasi visual dengan pergerakan mata atau kepala. Terapis mengajak pasien untuk memandang dengan sistematis dibanding secara acak.12

Tracing adalah kemampuan untuk menentukan letak garis lingkungan sekitar, melalui scanning dan kemudian mengikuti garis visual. Mengenali pinggir jalan sampai lampu lalu-lintas dan membiarkan pasien untuk menyebrang dengan aman, merupakan salah satu contoh tracing.12,15,20

Spotting kemampuan untuk mempertahankan fiksasi pada sebuah target sampai dapat dikenali. Seseorang melihat orang (scan) dengan tinggi 10-20 kaki dan yang dilihat (spot) hanya sebagian, merupakan salah satu contoh spotting. Guna mempertagankan fiksasi maka pasien dapat menggunakan alat bantu seperti teleskop untuk membaca tanda.15,19

Tracking adalah kemampuan mengikuti pergerakan obyek lewat mata dan atau pergerakan kepala, sebagai contoh adalah membiarkan pasien mengikuti pergerakan bus sampai busnya berhenti.6,15

Memahami kemampuan ini dan mengerti perluasan dari skotoma atau kehilangan lapangan pandang, pasien low vision menggunakan kemampuan mereka untuk mengenali obyek atau orang. Alat bantu penglihatan akan memberikan keberhasilan dari kemampuan dasar ini.12 Lingkungan rumah biasanya familier dan relatif statis. Orang dengan low vision cenderung mudah untuk mengitari rumah mereka, pengaturan cahaya dan kontras, penambahan alat bantu dengan perabaan dapat meningkatkan keamanan dan fungsinya. Meningkatkan penerangan pada tangga dan bagian tempat kerja

29

(seperti dapur atau tempat laundry) menurunkan resiko trauma dari jatuh dan kecelakaan. Kontras yang maksimal dapat membantu aktivitas sehari-hari menjadi lebih mudah. Alat bantu perabaan, seperti tombol kompor atau tombol telepon, akan membantu aktivitas rutin sehari-hari..6,7 Lingkungan luar rumah cenderung kurang dikenali oleh pasien dan lebih mudah berubah. Ini merupakan penyulit, bahkan mustahil, untuk memodifikasi lingkungan. Aktivitas luar rumah menjadi perubahan yang bermakna untuk pasien ini, maka dari itu kebanyakan pasien cenderung menarik diri dari lingkungan luar dan dengan resiko sosialisasinya terganggu.12,18

1. Low Vision pada Anak Remaja Pasien low vision pada orang dewasa disebabkan oleh penyakit pada mata, mereka memerlukan bantuan pada melihat/membaca yang merupakan hal yang penting untuk kehidupan sosial mereka. Anak dengan low vision memerlukan bantuan untuk dilatih walaupun visusnya jelek atau tidak ada visus. Kebanyakan anak-anak ini juga mengalami gangguan fisik dan mental yang juga menentukan keberhasilan pembauran dengan lingkungan sekitarnya/ masyarakat. Keberhasilan pembauran ini dalam

perkembangannya memerlukan intervensi berbeda sesuai dengan umur, penting untuk diperhatikan kebutuhan tiap kelompok anak.7,11

2. Balita/ Kanak-Kanak Dokter spesialis mata memegang peranan penting pada pemeriksaan dan penatalaksanaan pada anak yang dicurigai menderita low vision. Diagnostik yang tepat dan prognostik yang realistik akan menolong untuk menentukan panduan untuk merencanakan rehabilitasi. Anak yang buta atau akan menjadi buta sebaiknya dilatih untuk menggunakan huruf Braille dan dibantu oleh sebuah tim yang terdiri dari ahli pediatrik terapis dan rehabilitasi (orientasi dan mobilitas), intervensi ini bersifat individual, tiap anak mempunyai perbedaan dalam kapabilitas dan perubahannya.12,20

30

3. Anak Prasekolah Anak yang tumbuh memiliki keinginan dan kebutuhan yang berkembang. Anak memerlukan pelatihan orientasi dan mobilitas sedini mungkin. Pengenalan alat pembesar yang dapat dipegang dengan tangan (handheld magnifier) pada masa ini biasanya dengan baik dapat diterima. CCTV yang membantu penglihatan orang dewasa, juga pada anak sekaligus merupakan wadah untuk mendidik anak. Teleskop untuk melihat jarak yang jauh dapat diterima oleh anak sehingga anak dapat mengeksplorasi dunia di sekitarnya.6,15

Gambar. Zoom text and jaws pada perangkat lunak komputer Anak anak cenderung dapat menerima status penglihatannya dan tidak mengalami hambatan mengenai motivasi. Remaja perlu perjuangan, tetapi lebih baik jika mereka dikumpulkan dalam satu kelompok dengan remaja lain dengan yang juga mengalami low vision.12,15,19

4. Dewasa Orang dewasa dengan kehilangan penglihatan akan mengalami juga gangguan psikologis sebagai respon keadaan mereka. Sejalan dengan waktu intervensi dan pendekatan, kebanyakan pasien akan termotivasi untuk memaksimalkan ini. 7,18,21 penglihatannya. Kuncinya adalah berempati terhadap

ketidakmampuan penglihatannya dan kemampuan penglihatannya yang ada saat

31

BAB III KESIMPULAN

Low vision merupakan suatu keadaan dimana setelah dilakukan tindakan optimal (pengobatan, operasi dan koreksi kacamata) penglihatan masih buram (kurang dari 0,3) atau lapangan pandang kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi tetapi sisa penglihatan masih dapat digunakan untuk melihat. Adapaun aspekaspek yang terdapat dalam low vision menurut American Academy of Ophthalmology terbagi atas 4 yaitu : disorder, impairment, disability, dan handicap. The International Classification of Diseases mengklasifikasikan low vision menjadi 5 kategori yaitu : Moderate visual impairment, Severe visual impairment, Profound visual impairment, Near-total vision loss, dan Total blindness. Masalah-masalah low vision dapat diklasifikasikan dalam empat golongan yaitu : penglihatan sentral dan perifer yang kabur atau berkabut, yang khas akibat kekeruhan media (kornea, lensa, corpus vitreous), gangguan resolusi fokus tanpa skotoma sentralis dengan ketajaman perifer normal, khas pada oedem makula, skotoma sentralis, khas untuk gangguan makula degeneratif atau inflamasi dan kelainan-kelainan nervus optikus, skotoma perifer, khas untuk glaukoma tahap lanjut, retinitis pigmentosa dan gangguan retina perifer lainnya. Penderita low vision memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut : menulis dan membaca dalam jarak dekat, hanya dapat membaca huruf berukuran besar, memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat di bawah cahaya yang terang, terlihat tidak menatap lurus ke depan ketika memandang sesuatu, kondisi mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih padabagian luar. Berdasarkan ciri-ciri umum dari penderita low vision tersebut dapat dilakukan anamnesa, pemeriksaan fungsi penglihatan seperti pemeriksaan tajam penglihatan, pemeriksaan penglihatan dekat dan kemampuan membaca, pengukuran sensitifitas kontras, dan pemeriksaan lapangan pandang. Selain itu, penderita low vision dapat ditolong dengan menggunakan alat bantu

32

mempermudah mereka mengikuti kegiatannya sehari-hari. Alat alat yang dibutuhkan terbagi menjadi 2 kategori yaitu optik dan non-optik, contoh alat bantu optik antara lain : kacamata, teleskop, kaca pembesar. Sedangkan contoh alat nonoptik anatara lain yaitu : lampu penerangan, video pembesar, dan perangkat lunak komputer. Pengembangan di bidang rehabilitasi low vision dapat menolong seseorang mempergunakan penglihatan mereka yang masih tersisa. Apabila penurunan visus tidak dapat terkoreksi oleh pengobatan dan pembedahan, rehabilitasi penglihatan dapat membantu. Rehabilitasi penglihatan dapat membekali penderita low vision yang telah ikut serta dengan keterampilan dan strategi-strategi untuk menolong penderita low vision agar bebas dan aktif di segala usia. Adapun rehabilitasi penglihatan ini terdiri dari ophthalmologists, optometrists, pekerja sosial, perawat, occupational therapists, vision rehabilitation therapists, dan pekerja lainnya.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics, Chapter 9, 20112012, p. 283-285 2. Low Vision. University of Michigan Kellogg Eye Center. Available at : http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/lowvision.html 3. Final Report : Anec Report New Standard For The Visual Accessibility of Signs and Signage For People With Low Vision. Universitair Ziekenhuis Gent. 2010 4. Resnikoff S, Pascolini D, Pararajasegaram R. et all. Policy and Practice : Global Data On Visual Impairment In The Year 2002. Bulletin Of The World Helath Organization. 2004 5. Resnikoff S. The Role Of Optometry in Vision 2020. Available at : http://www.cehjournal.org/0953-6833/15/jceh_15_43_033.html 6. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York : Blackwell Publishing, 2003; 20-26 7. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, Edisi Ke-2. Jakarta. 2003 8. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2009 9. Riordan P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury : Oftalmologi Umum, Edisi Ke-17. EGC. 2010 10. Ilyas S. Glosari Sinopsis : Kelainan Refraksi dan Kacamata, Edisi Ke-2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006 11. Faye EE. Low Vision : Duanes Clinical Ophthalmology, Volume 1, Chapter 46. 2004, p.1-46 12. How To Cope With Low Vision. Available at :

http://www.allaboutvision.com/lowvision.html 13. Friedman A. Low Vision : Causes Effects and Treatments. United Health Care. Available at : htt://www.nei.nih.gov/strategicplanning/np_low.asp

34

14. Low Vision : Expanding Possibilities For People With Vision Loss. American Foundation For The Blind. Available at :

http://www.afb.org/section.aspx?SectionID=26 15. Faye EE. Oftalmologi Umumu : Penglihatan Kurang , Edisi Ke-14, Bab 22, p. 415-423 16. Ani. Kuliah Pengantar : Low Vision dan Solusinya. Bagian Ilmu Kesehatan Mata. 2012 17. All About Low Vision. Available at : http://lighthouse.org/about-lowvision-blindness/all-about-low-vision/ 18. Flecther DC. Low Vision Rehabilitation : Ophthalmology Monographs. American Academy of Ophthalmology. 1999, p.1-133 19. Kageyama JY, Chun MW. Video-Based Low Vision Devices. Duanes Clinical Ophthalmology, Volume 1, Chapter 46A, 2004, p.1-8 20. Khurana AK. Community Ophthalmology. Comprehensive

Ophthalmology, Fourth Edition, Chapter 20, p. 443-444 21. American Academy Of Ophthalmology. Clinical Optics : Optics Of Human Eye, Chapter 3, 2008-2009, p.105-115

35

Anda mungkin juga menyukai