Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SISTEM INDRA

OLEH:\

OLEH:

ANGELINA THERESA RUMONDOR

NIM : C1914201058

TINGKAT 1B

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN

TINGKAT 1 SEMESTER 2 TAHUN AJARAN 2019/2020

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saja panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas berkat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah saya yang berjudul “Makalah
Fisiologi Sistem Indra” untuk memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan dosen.
Saya menyadari bahwa makalah yang saya buat masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu saya berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.

Rabu, 6 Mei 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..................................................................................1

DAFTAR ISI...................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................3
1.1 Latar Belakang ..............................................................................3
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................3
1.4 Metode Pengumpulan Data ...........................................................3
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................4
2.1 Indra Penglihatan...........................................................................4
2.2 Indra Pendengaran..........................................................................9
2.3 Indra Pembau...............................................................................13
2.4 Indra Pengecap.............................................................................14
2.5 Indra Peraba.................................................................................15
BAB III Penutup.........................................................................................17
3.1 Kesimpulan.................................................................................17
3.2 Saran ..........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam sistem indera terdapat alat indra yang memiliki berbagai reseptor
untuk menerima rangasang. Nama dari setiap reseptor ditentukan berdasarkan
jenis rangsangan yang diterima, misalnya kemoreseptor (penerima rangsang
zat kimia), fotoreseptor (penerima rangsang cahaya), audioreseptor (penerima
rangsang suara). Ada pula beberapa reseptor yang dikelempokkan sebagai
eksoreseptor karena memiliki fungsi untuk mengenali lingkungan di luar
tubuh dan interoreseptor untuk mengenali lingkungan dalam tubuh.
Eksoreseptor terdiri dari indra penglihatan (mata), indra pendengaran
(telinga), indra pembau (hidung), indra pengecap (lidah), dan indra peraba
(kulit)

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apakah fungsi dari setiap alat indra?
1.2.2 Bagaimana mekanisme reseptor pada setiap alat indra?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Makalah ini saya buat dengan tujuan untuk memahami dan menambah
wawasan mengenai sistem indra dan juga untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh dr. Ronny Effendi, M.Kes sebagai dosen mata kuliah
biomedik.

1.4 METODE PENGUMPULAN DATA


Data yang saya gunakan dalam makalah ini saya peroleh dari berbagai
jurnal dan artikel

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 INDRA PENGLIHATAN

2.1.1 Lapisan-lapisan pada bola mata yaitu :


1. Tunika fibrosa
Lapisan ini merupakan lapisan terluar bola mata yang terdiri dari kornea
(bagian anterior) dan sklera (bagian posterior). Kornea berfungsi untuk
memfokuskan cahaya. Bersama dengan lensa mata, kornea membelokkan
cahaya untuk fokus ke retina Kornea sangat kaya dengan persarafan.
Sklera (bagian putih mata) merupakan lapisan jaringan ikat padat yang
menutupi seluruh permukaan bola mata, kecuali kornea. Sklera
memberikan bentuk bola mata, menjadikannya kaku, dan melindungi
dalaman mata.
2. Tunika vaskulosa
Lapisan ini merupakan lapisan tengah bola mata. Lapisan ini terdiri dari
tiga bagian, dari posterior ke anterior : koroid, korpus siliaris, dan iris.
Koroid kaya dengan vaskularisasi dan menutupi sebagian besar permukaan
dalam sklera. Koroid memasok bahan nutrisi ke permukaan posterior
retina. Pada korpus siliaris terdapat prosesus siliaris dan muskulus siliaris.

4
Sel-sel epitel dari prosesus siliaris befungsi untuk menyekresi humor
akueus. Muskulus siliaris merupakan otot polos berbentuk pita yang
fungsinya untuk mengubah bentuk lensa.
Iris merupakan bagian yang berwarna pada bola mata. Iris terdiri dari serat
otot polos sirkular dan radial. Di tengah iris terdapat lubang yang disebut
pupil. Iris berfungsi untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk ke bagian
posterior bola mata melalui pupil. Pada saat cahaya terang serat saraf
parasimpatis merangsang otot polos sirkular (muskulus sfingter/konstriktor
pupilae) untuk berkontraksi dan menyempitkan ukuran pupil (konstriksi).
Sedangkan ketika cahaya redup, serat saraf simpatis merangsang otot
polos radial (muskulus dilatator pupilae) untuk berkontraksi dan
memperbesar ukuran pupil (dilatasi). Respon-respon ini bersifat reflex
viseral.
3. Tunika nervosa (retina)
Retina terdiri dari epitel pigmen (bagian non-visual) dan bagian neural
(bagian visual). Epitel pigmen merupakan sel epitel yang hanya selapis
dan mengandung pigmen melanin. Melanin berfungsi untuk mencegah
terjadinya penyebaran cahaya di dalam bola mata, sehingga bayangan
dapat terlihat jelas. Kekurangan melanin dapat terjadi seperti pada individu
albino. Retina terdiri dari 10 lapisan, dari luar ke dalam: epitel pigmen,
lapisan batang dan kerucut, membran limitans eksterna, lapisan inti luar,
lapisan pleksiform dalam, lapisan sel ganglion, lapisan serat saraf dan
membran limitans interna. Bagian neural retina merupakan hasil
penonjolan otak. Bagian ini memroses data sebelum dihantarkan oleh
impuls saraf ke hipotalamus, kemudian ke korteks visual primer. Neural
retina memiliki 3 lapisan utama yang dipisahkan oleh dua zona dimana
terjadi sinaps, yaitu lapisan sinaps luar dan dalam. Ketiga lapisan ini
(searah dengan input visualnya) yaitu lapisan-lapisan sel fotoreseptor, sel
bipolar, dan sel ganglion. Juga terdapat sel horizontal dan sel amakrin
yang membentuk jalur lateral untuk mengatur sinyal yang dihantarkan
sepanjang jalur sel fotoreseptor ke sel bipolar dan ke sel ganglion.

5
Ada 2 jenis fotoreseptor yakni:
1. Sel batang: berfungsi untuk penglihatan hitam putih pada cahaya
remang-remang; juga untuk membedakan bayangan gelap atau terang
dan melihat bentuk dan pergerakan. Sel batang tidak ditemukan pada
fovea dan makula. Jumlah sel batang meningkat ke arah tepi retina.
Sehingga kita dapat melihat cukup baik pada malam hari.
2. Sel kerucut: berfungsi untuk penglihatan warna dan ketepatan
penglihatan pada cahaya terang. Sel kerucut umumnya terpusat pada
fovea sentralis. Pada fovea sentralis, sel kerucut begitu padat sehingga
fovea sentralis merupakan daerah dengan ketajaman penglihatan
tertinggi.
Pemberian nama kedua fotoreseptor berdasarkan bentuk segmen luar
sel fotoresptor yang terletak di antara tonjolan-tonjolan sel epitel
pigmen yang berbentuk jari.
Informasi dari sel-sel fotoreseptor diteruskan ke sel bipolar melalui
lapsisan sinapsis luar (lapisan pleksiform luar) dan kemudian ke sel
ganglion melalui lapisan sinapsis dalam (lapisan pleksiform dalam).
Akson sel ganglion meluas ke posterior, ke diskus optikus, dan keluar
dari bola mata sebagai nervus optikus.

2.1.2 Akomodasi lensa


Organ fokus utama yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang
terpantul dari benda-benda yang dilihat sehingga menjadi bayangan
yang jelas pada retina adalah lensa. Lensa berada dalam sebuh kapsul
elastik yang dikaitkan pada korpus siliar khoroid oleh ligamentum
suspensorium. Dengan otot siliar, permukaan anterior lensa dapat
lebih atau kurang dicembungkan sehingga berfungsi memfokuskan
benda dekat atau jauh. Hal ini dapat disebut juga akomodasi visual.
Ada beberapa titik dalam bidang refraksi seperti pungtum proksimum
dan pungtum remotum. Pungtum proksimum merupakan titik terdekat
seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Sedangkan pungtum
proksimum merupakan titik terjauh seseorang masih dapat melihat

6
dengan jelas. Secara klinis kelainan refraksi adalah kerusakan pada
akomodasi visual dan ini adalah sebagai akibat perubahan biji mata,
maupun kelainan pada lensa.
Kelainan refraksi terbagi atas :
a. Miopia (Rabun Jauh)
Berkas sinar sejajar yang masuk ke dalam mata dibiaskan pada
suatu titik focus di depan retina pada keadaan tanpa akomodasi.
Menurut derajatnya, miopi terbagi atas miopia ringan (S-0,25
sampai S-3,00 dioptri), miopia sedang (S-3,25 sampai S-6,00
dioptri), miopia tinggi (S-6,25 dioptri atau lebih)

b. Hipermetropia (Rabun Dekat)


Berkas sinar sejajar cahaya yang masuk ke mata dalam keadaan
tanpa akomodasi, dibiaskan membentuk bayangan di belakang
retina.

7
c. Astigmatisma
Sinar sejajar yang masuk ke dalam mata, pada keadaan tanpa
akomodasi, dibiaskan pada lebih dari satu titik fokus.

d. Presbiopia
Kondisi refraksi berhubungann dengan usia tua. Lensa dan
muskulus siliaris kehilangan fleksibilitanya untuk mempertahankan
akomodasi sehingga tidak dapat melaksanakan fungsinya untuk
melihat jarak dekat ( Budiono,2013)

8
2.1.3 Mekanisme Penglihatan
Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil yang
lebarnya diatur oleh iris. Setelah melalui pupil, maka cahaya dibiaskan
melalui lensa. Selanjutnya lensa berakomodasi untuk memfokuskan
cahaya ke retina melalui badan vitreus. Bayangan atau cahaya yang
tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, diperkecil, kemudian oleh
sel-sel batang dan sel-sel kerucut meneruskan sinyal cahaya melalui
saraf optik. Saraf optik atau dikenal juga dengan nervus optikus
kemudian meneruskan sinyal yang diperoleh menuju ke hipofisa
posterior melalui serangkaian proses yang panjang. Setelah sampai di
hipofisa tersebut, akhirnya sinyal yang berupa bayangan seperti yang
terlihat di retina dibalikkan sehingga objek yang terlihat sesuai dengan
aslinya (Pearce, 1999;Roger,2002)

2.2 INDRA PENDENGARAN

Sistem organ pendengaran perifer terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam.

a. Telinga luar
Terdiri dari pinna, meatus akustikus eksterna dan membran timpani
(eardrum).

9
- Pinna berfungsi untuk mengkumpulkan dan menghubungkan suara
menuju meatus akustikus eksterna.
- Meatus akustikus eksterna merupakan tempat penyimpanan serumen
dan juga berfungsi untuk meningkatkan sensitifitas telinga dalam 3000
Hz – 4000 Hz.
- Membran timpani berfungsi untuk menyalurkan getaran udara ke
tulang-tulang kecil telinga tengah.

b. Telinga tengah
Terdiri dari malleus, incus dan stapes (ossicle). Saat membran timpani
bergetar, tulang-tulang tersebut bergerak dengan frekuensi yang sama,
mentransmisikan frekuensi tersebut ke oval window. Sistem ossicle
mengamplifikasikan tekanan dari gelombang suara pada udara dengan dua
mekanisme untuk menghasilkan getaran cairan pada koklea yaitu (1)
karena permukaan area dari membran timpani lebih besar dari oval
window, tekanan ditingkatkan ketika gaya yang mempengaruhi membran
timpani disampaikan oleh ossicle ke oval window. (2) Kerja dari ossicle
memberikan keuntungan mekanis lainnya.
c. Telinga dalam
- Kanal semisirkular
- Vestibula
- Koklea

2.2.1 Proses Mendengar

10
Beberapa organ yang penting dalam proses pendengaran adalah
tektoria, sterosilia, dan membran basiliaris.
Proses mendengar diawali dengan masuknya bunyi yang ditangkap
oleh telinga luar, Kemudian bunyi tersebut menggetarkan membran
timpani dan diteruskan ke telinga tengah melalui tulang-tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran tersebut. Energi
getaran yang telah diampilifikasikan akan diteruskan ke bagian telinga
dalam dan diproyeksikan pada membran basiliaris, seihingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basiliaris dan membran
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran.

2.2.2 Keseimbangan

Aparatus vestibular mendeteksi perubahan posisi dan gerakan


kepala dengan cairan endolimfe dan perilimfe. Respon terhdap gerakan
yang terjadi akan diterima oleh sel rambut pada makula dan ampula
sehingga informasi dapat diberikan kepada sistem saraf pusat. Bagian
apparatus vestibular yang berperan adalah utrikulus, sakulus, dan
duktus semisirkularis. Gerakan tubuh dinamis seperti akselerasi,

11
deselarasi, dan perputaran kepala akan dideteksi oleh duktus
semisirkularis. Terdapat 3 duktus semisirkularis pada masing-masing
telinga. Reseptor gerakan terdapat pada sel rambut yang terbenam pada
kupula. Kupula bergoyang sesuai dengan gerakan cairan endolimfe
disekitarnya. Ketika terjadi gerakan tubuh dinamis apparatus vestibular
akan bergerak pada salah satu duktus semisirkularis, Cairan endolimfe
tidak melekat pada lapisan otak manapun di kepala sehingga cairan
endolimfe tertinggal di belakang. Sedangkan sel rambut dalam kupula
bergerak sesuai dengan arah kepala. Sehingga saat kepala bergerak,
cairan endolimfe membuat kupula menjadi miring berlawanan dengan
arah kepala sehingga menekuk sel-sel rambut dalam kupula. Sel
rambut yang tertekuk akan membuka saluran ion pada sel rambut
sehingga terjadi depolarisasi atau hiperpolarisasi. Hal tersebut
menimbulkan sinaps dengan neuron aferen yang dilanjutkan kepada
nervus vestibulocochlearis. Pada saat kepala tidak mengalami
pergerakan, sel rambut kembali lurus dan tidak berespon kembali.
Organ otolit, atau kantung sakulus dan utrikulus mendeteksi posisi
kepala terhadap gravitasi dan perubahan kecepatan terhadap gerakan
lurus. Sama seperti kupula pada duktus semisirkularis, sel rambut
terbenam pada lapisan gelatinosa namun terdapat lapisan otolit pada
makula utrikulus dan sakulus. Pergerakan yang dapat menggeser
lapisan otolit menyebabkan sel-sel rambut bergeser dan terjadi
perubahan potensial pada sel rambut. Sel rambut pada utrikulus
berorientasi arah vertikal dan sakulus kepada horizontal. Gerakan
memiringkan kepala kearah selain vertikal akan menekuk sel rambut
utrikulus sesuai arah kemiringan karena gravitasi lapisan gelatinosa.
Prinsip yang sama juga terjadi seperti pada duktus semisirkularis
ketika bergerak pada bidang horizontal seperti maju dan mundur.
Gerakan kepala yang berorientasi horizontal seperti membangunkan
kepala dan akselerasi vertikal akan menyebabkan sel rambut pada
kantung utrikulus juga mengalami depolarisasi, Sinaps yang terjadi

12
kemudian diteruskan ke saraf aferen menuju ganglion vestibularis dan
dibawa kepada cerebellum lewat nervus vestibulocochlearis

2.3 INDRA PEMBAU

Hidung manusia mengandung 5 juta reseptor olafktorius dengan


1000 tipe berbeda. Selama mendeteksi bau, bau “diuraikan” menjadi
berbagai komponen. Setiap reseptor hanya berespon terhadap satu
komponen suatu bau dan bukan terhadap molekul keseluruhan. Karena
itu, tiap-tiap bagian suatu bau dideteksi oleh satu dari ribuan reseptor
berbeda, dan sebuah reseptor dapat berespons terhadap komponen bau
tertentu yang terdapat di berbagai aroma. Bagian reseptor sel reseptor
olfaktorius terdiri dari sebuah tonjolan yang membesar dan
mengandung beberapa silia panjang yang berjalan seperti hiasan
rumbai-rumbai ke permukaan mukosa. Silia ini mengandung tempat
untuk mengikat odoran. Bau dari suatu benda dapat dikenali oleh
hidung apabila (1) cukup mudah menguap sehingga sebagian
molekulnya dapat masuk ke hidung melalui udara inspirasi dan (2)
cukup larut air sehingga dapat masuk ke lapisan mukus yang menutupi
mukosa olfaktorius. Molekul harus larut agar dapat dideteksi oleh
reseptor olfaktorius.

13
2.4 INDRA PENGECAP

Dengan adanya indra pengecapan kita dapat merasakan


nikmatnya makanan dan minuman. Sensasi rasa yang timbul
diakibatkan oleh ikatan zat kimia dengan reseptor indra pengecap
(taste buds) yang kebanyakan terdapat di permukaan lidah dan
pallatum molle. Hanya zat kimia dalam larutan atau zat padat yang
telah larut dalam saliva yang dapat berikatan dengan sel reseptor (Budi
Riyanto, 2004; Sherwood, 2001). Rasa manis dan asin terutama
terletak pada ujung lidah, rasa asam pada dua pertiga bagian samping
lidah, dan rasa pahit pada bagian posterior lidah dan pallatum molle
(Guyton, 1997). Terdapat papilla pada lidah yaitu papilla filiform
merupakan papilla terkecil dengan penampang 0,1-0,25 mm dan tidak
memiliki taste buds. Papilla fungiform terletak dia 2/3 anterior lidah
dan umumnya terdiri dari satu hingga beberapa taste buds disetiap
papilla. Papilla ini terlihat seperti bintik merah karena kaya akan
pembuluh darah. Papila ini lebih sensitif terhadap rasa manis dan asin.
Papila circumvalata seperti huruf V. Papilla ini terletak di 1/3 posterior
lidah dan sensitif terhadap rasa asam dan pahit. Pada setiap individu
dibawah usia 20 tahun terdapat 200-250 taste buds per papilla
circumvalata. Kemudian akan menurun jumlahnya menjadi 200 taste

14
buds atau kurang menjelang maturitas, dan kurang lebih 100 taste buds
menjelang usia 75 tahun.

2.5 INDRA PERABA

Kulit terdiri dari epidermis, dermis, dan hipodermis. Pada


epidermis tidak terdapat pembuluh darah dan sel saraf. Epidermis
tersusun atas empat lapis sel yaitu stratum germinativum, stratum
granulosum, stratum lusidum dan stratum korneum. Penyusun utama
bagian dermis adalah jaringan penyokong yang terdiri dari serat yang
berwarna putih dan serat yang berwarna kuning. Serat kuning bersifat
elastis/lentur, sehingga kulit dapat menggembang. Stratum
germinativum mengadakan pertumbuhan ke daerah dermis membentuk
kelenjar keringat dan akar rambut. Akar rambut berhubungan dengan
pembuluh darah yang membawa makanan dan oksigen, selain itu juga
berhubungan dengan serabut saraf. Pada setiap pangkal akar rambut
melekat otot penggerak rambut. Pada waktu dingin atau merasa takut ,,
otot rambut mengerut dan rambut menjadi tegak. Di sebelah dermis
terdapat timbunan lemak yang berfungsi sebagai bantalan untuk
melindungi bagian dalam tubuh dari kerusakan mekanik.
Kulit dilengkapi bermacam reseptor yang peka terhadap berbagai
rangsangan. Reseptor untuk rasa sakit ujungnya menjorok masuk ke
daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan yang ujungngya berada di

15
dermis yang jauh dari epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan
dan panas, ujung reseptornya terlekat di dekat epidermis.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Setiap alat indra memiliki reseptor mereka masing-masing
dalam menjalankan fungsinya. Tentunya untuk menjalankan
fungsinya masing-masing pasti ada suatu mekanisme yang terjadi.
Mekanisme yang terjadi pada setiap alat indera memiliki
keistimewaan tersendiri.

3.2 SARAN
Dengan belajar fisiologi diharapkan semua mahasiswa
dapat lebih bersyukur kepada Sang Pencipta karena Dia telah
menciptakan kita dengan sangat teliti, tiada yang berkekurangan.

17
DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). Retrieved Mei 03, 2020, from eprints undip: https://www.google.com/url?


sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.undip.ac.id/44825/3/Maureen_220
10110120088_Bab2KTI.pdf&ved=2ahUKEwitv86io5_pAhUGX30KHblvBtUQFjAFe
gQIBBAL&usg=AOvVaw2nx5ktbecHNUQ_Ic4zrXGd

Bab 2 Tinjauan Pustaka. (n.d.). Retrieved Mei 03, 2020, from repository umy:
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123
456789/5876/6.%2520BAB%2520II.pdf%3Fsequence%3D6%26isAllowed
%3Dy&ved=2ahUKEwjXoK-bt6DpAhU-
73MBHeKQAecQFjABegQIAhAB&usg=AOvVaw2vV0wI69BizgSi_snLurAg

Gilbert, J. B. (n.d.). Mekanisme Keseimbangan Tubuh pada Telinga dan Cerebellum.


Retrieved Mei 03, 2020, from scribd:
https://www.scribd.com/document/359970437/Mekanisme-Keseimbangan-
Tubuh-Pada-Telinga-Dan-Cerebellum

Irawati, L. (2012). FISIKA MEDIK PROSES PENDENGARAN. Majalah Kedokteran Andalas,


155-162.

Saminan. (2013). EFEK PENYIMPANGAN REFRAKSI CAHAY DALAM MATA TERHADAP


RABUN DEKAT ATAU JAUH. Idea Nursing Journal, 26-29.

Saptari, A., P, D. P., Novalianty, D., Salwati, H., & Anggraeni, S. (n.d.). Panca Indera :
Perasa (Lidah) Manusia. Retrieved Mei 3, 2020, from academia:
https://www.academia.edu/8357130/PANCA_INDERA_PERASA_LIDAH_MANUSI
A_Program_Studi_Strata_1_Keperawatan_B_Kelas_E

Sunariani, J., Yuliati, & Bestari Aflah. (2007). PERBEDAAN PERSEPSI PENGECAP
TERHADAP RASA ASIN ANTARA USIA SUBUR DAN USIA LANJUT. Majalah Ilmu
Faal Indonesia, 182-190.

Wangko, S. (2013). Histofisiologi retina. Jurnal Biomedik, S1-6.

18

Anda mungkin juga menyukai