Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki jumlah penduduk terpadat keempat di dunia

dengan jumlah populasi sekitar 250 juta penduduk. Sekitar setengah dari

populasi penduduk Indonesia berada pada usia dibawah 30 tahun, hal ini terjadi

karena angka kelahiran maupun tingkat kesuburan sama-sama mengalami

penurunan dengan cepat sedangkan penduduk usia kerja meningkat dengan

cepat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia memiliki jumlah

penduduk usia produktif yang sangat tinggi. Kondisi ini jika dilihat dari potensi

kesehatan, dapat mempengaruhi status atau derajat kesehatan apabila usia

produktif tersebut tidak dikendalikan dengan baik karena semakin

meningkatkan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia. Rata-rata laju

pertumbuhan penduduk di Indonesia pada tahun 2021-2022 sebesar 1,17% per

tahun ( BPS, 2022).

Usaha untuk mengatasi permasalahan penduduk di Indonesia, maka

pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, pada pasal 1 ayat 8

disebutkan bahwa Keluarga Berencana (KB) adalah upaya untuk mengatur

kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui

promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk

mewujudkan keluarga yang berkualitas. Usaha untuk mencapai hal tersebut,


maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif yakni kontrasepsi atau mencegah

bertemunya sperma dengan ovum, sehingga tidak terjadi pembuahan yang

mengakibatkan kehamilan (Kemenkes, 2009)

Prevalensi penggunaan kontrasepsi atau Contraceptive

Prevalence Rate (CPR) di Indonesia cenderung meningkat, sementara Angka

Fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) cenderung menurun. Hal ini

menunjukkan bahwa meningkatnya cakupan Wanita Usia Subur (WUS) yang

melakukan KB sejalan dengan menurunnya angka fertilitas nasional ( BKKBN,

2019).

Salah satu faktor memberikan dampak pada peningkatan angka

kematian Iu adalah resiko 4 Terlalu (Terlalu muda melahirkan dibawah usia 21

tahun, Terlalu Tua melahirkan di atas 35 tahun, Terlalu dekat jarak kelahiran

kurang dari 3 tahun dan Terlalu banyak jumlah anak lebih dari 2). Persentase

ibu meninggal yang melahirkan berusia dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun

adalah 33% dari seluruh kematian ibu, apabila program KB dapat dilakanakan

dengan baik kemungkinan 33% kematian ibu dapat dicegah melalui pemakaian

kontrasepsi (Dinkes SULTRA, 2021)

Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih

dititik beratkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada

kisaran usia 15-49 tahun. Badan kependudukan dan keluarga berencana

nasional (BKKBN, 2021) Menyebutkan, Jumlah Pasangan usian subur (PUS)

yang ada di Indonesia pada tahun 2021 hingga kini telah mencapai 39,655,811

pasangan.
Menurut BKKBN, KB aktif di antara PUS tahun 2020 sebesar

61,54%, Mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 73,89%.

Sedangkan Pada Tahun 2021 , KB aktif PUS (Pasangan Usia Subur) yang ada

kembali menurun yaitu sebesar 56% dari tahun sebelumnya sebesar 61,54%

(BKKBN Sultra, Tahun 2020).

Cakupan peserta KB aktif di Puskesmas Puuwatu tahun 2019

berjumlah 4,446 kunjungan dari jumlah pasangan usia subur(PUS) yaitu

5,359jiwa. Dengan angka tertinggi pada kunjungan KB suntik sebanyak 1,681

kunjungan, dan yang terendah kunjungan KB MOP (Metode Operasi Pria)

Sebanyak 6 Kunjungan. Sedangkan cakupan peserta kb aktif pada tahun 2020

Menurun dari tahun sebelumnya sebesar 3,561 kunjungan dengan kunjungan

terbanyak yaitu peserta suntik KB sebanyak 1.1289 kunjungan , disusul MOP

yang terendah dengan 7 Kunjungan, dari Jumlah pasangan usia subur (PUS)

Sebesar 5,446 Jiwa, Dengan demikian presentase dari penggunaan alat

kontrasepsi terhadap jumlah ibu PUS di Puskesmas Puuwatu menurun dari

tahun 2019 hingga 2020.

Angka Persentase kebutuhan KB yang tidak terpenuhi pada tahun

2017 di Indonesia berdasarkan derajat pendidikan yaitu perempuan yang tidak

sekolah (12,1%), tidak tamat Sekolah Dasar (SD) (11,7%), tamat SD (10,4%),

tidak tamat Sekolah Menengah Tinggi Atas (SMTA) (10,5%), dan tamat

SMTA/perguruan tinggi (10,50%). Dari angka diatas dapat dilihat jika

perempuan dengan derajat pendidikan lebih rendah seperti tidak sekolah dan

tidak tamat SD maka angka kebutuhan KB yang tidak terpenuhi lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan yang memiliki tingkat pendidikan di atasnya.

Seperti sudah diketahui bahwa pendidikan adalah sebuah proses belajar untuk

memperoleh pengetahuan sehingga pendidikan mempengaruhi proses belajar

dan semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah orang tersebut

untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin

banyak pula pengetahuan yang didapat (Budiman dan Riyanto, 2013).

Teori Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku kesehatan

termasuk didalamnya pemilihan alat kontrasepsi yang dipengaruhi oleh tiga

faktor yaitu faktor predisposisi meliputi (umur, pekerjaan, pendidikan,

pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (ketersediaan pelayanan kesehatan),

dan faktor penguat (dukungan keluarga) . Faktor yang disebutkan diatas

merupakan hal yang penting untuk diketahui karena dapat mempengaruhi

pengambilan keputusan seseorang dalam pemakaian alat kontrasepsi.

Menurut Zein et al.,(2021), tingkat pengetahuan dan sikap yang baik

terhadap penggunaan KB, sangat berkaitan dengan perilaku ibu PUS dalam

menggunakan alat kontrasepsi. Tingkat pengetahuan yang tinggi diikuti dengan

sikap yang mendukung menjadi dasar bagi ibu PUS untuk berperan aktif dalam

program KB. Selain itu pada penelitian Sari et al., (2019) menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara pengetahuan, pendidikan, dan peran Petugas

Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dengan akseptor KB, pada tindakan ibu

PUS dalam pemilihan KB. Namun, Menurut Ekariano et al., (2020) kualitas

pelayanan KB masih belum memenuhi harapan klien, terdapat perbedaan sikap

PLKB terhadap akseptor baru dengan akseptor lama.


Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu pasangan

usia subur (PUS) terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi di Puskesmas

Puuwatu Kota Kendari”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah diatas, peneliti merumuskan

maslah tentang “Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan

sikap Ibu PUS dalam memahami penggunaan alat kontrasepsi?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap

PUS terhadap penggunaan alat kontrasepsi diwilayah kerja Puskesmas

Puuwatu tahun 2022

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Ibu PUS terhadap penggunaan

alat kontrasepsi

2. Untuk mengetahui sikap Ibu PUS terhadap penggunaan alat

kontrasepsi

3. Untuk mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan dan sikap

yang dimiliki Ibu Pus terhadap pemilihan penggunaan alat kontrasepsi

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti


1. Sebagai sarana meningkatkan pengetahuan dan pengalaman peneliti

dalam menulis karya tulis ilmiah

2. Sebagai sarana menambah wawasan dan pengetahuan tentang

program keluarga berencana

3. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh

selama proses perkuliahan

1.4.2. Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat terkait

pengetahuan dan sikap masyarakat yang dapat mempengaruhi penggunaan alat

kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan, efektif, tidak mengganggu

kesehatan reproduksi, dan tercapainya tujuan dari Keluarga Berencana.

1.4.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ITK Avicenna

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dalam

disiplin ilmu kesehatan reproduksi serta dapat dijadikan sebagai referensi dan

sumber informasi bagi civitas akademika dalam melakukan penelitian yang

terkait dengan kesehatan reproduksi.

1.4.4. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu

referensi pengambilan suatu kebijakan dalam upaya untuk mengatur kelahiran

anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,

perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan

keluarga yang berkualitas.di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari

maupun pemerintahan terkait.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Kontrasepsi

2.1.1. Pengertian

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau

melawan, sedangkan konsepsi berarti pertemuan antara sel telur yang matang

dan sel sperma yang menyebabkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah

untuk menghindari atau untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat

dari pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma. Sejak pada

jaman dahulu, di Indonesia pasangan usia subur sudah menggunakan obat dan

jamu yang maksudnya adalah untuk mencegah kehamilan. Keluarga berencana

modern ini di Indoesia sudah dikenal sejak pada tahun 1953. Pada waktu itu

sekelompok ahli kesehatan, kebidanan, dan para tokoh masyarakat yang telah

mulai membantu masyarakat memecahkan masalah-masalah dalam

pertumbuhan penduduk (Sarsanto, 2007).


Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah kehamilan. Usaha itu

dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Yang bersifat

permanen dinamakan pada wanita tubektomi dan pada pria vasektomi. (Erjan,

2009). Menurut Harnawatiajh (2009), kontrasepsi adalah suatu cara untuk

mencegah terjadinya kehamilan yang bertujuan untuk menjarangkan

kehamilan, merencanakan jumlah anak dan meningkatkan keluarga untuk

memberikan perhatian dan pendidikan yang maksimal pada anak.

2.1.2. Tujuan Kontrasepsi

Secara umum tujuan pemakaian alat kontrasepsi ini adalah diupayaka

untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda dan

dalam rangka merencanakan pembentukan keluarga kecil, bahagia sejahtera,

hal ini terbagi atas tiga masa usia produksi: pertama, untuk masa menunda

kehamilan bagi pasangan usia subur (PUS) dengan istri usia dibawah 20 tahun

dianjurkan untuk menunda kehamilan. Kedua, masa menjarangkan kehamilan

periode istri usia 20 sampai 35 tahun merupakan usia paling baik untuk

melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dengan jarak kelahiran 3 sampai 4

tahun. Ketiga, masa untuk mengakhiri setelah memiliki 2 orang anak atau lebih

(Sarsanto, 2007).

2.1.3. Pemilihan Kontrasepsi

Pemilihan kontrasepsi menentukan alat atau obat yang digunakan

untuk mencegah atau menghindari terjadinya kehamilan sebagai akibat

pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma yang baik yang
bersifat sementara maupun bersifat permanent (Prawirohardjo, 2005).

Pemilihan kontrasepsi (PK) merupakan salah satu komponen dalam pelayanan

kependudukan dan KB. Selain Pelayanan Kontrasepsi (PK) juga terdapat

komponen pelayanan kependudukan/KB lainnya seperti komunikasi dan

edukasi (KIE), konseling, pelayanan infertilitas, pendidikan seks (Sex

Education), konsultan pra-perkawinan dan konsultasi perkawinan, konsultasi

genetik, tes keganasan dan adopsi. Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang

aman dan efektif bagi semua klien karena masing-masing mempunyai

kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum

persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut (Prawirohardjo,

2005):

1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi bert jika digunakan.

2. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat

mencegah kehamilan. Kontrasepsi diantaranya adalah keefektifan

teoritis, keefektifan praktis, dan keefektifan biaya. Keefektifan teoritis

(theoritical effectieness) yaitu kemampuan dari suatu cara kontrasepsi

untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, apabila

cara tersebut digunakan teus menerus sesuai dengan petunjuk yang

diberikan tanpa kelalaian, sedangkan keefektifan praktis (use

effectiveness) adalah keefektifan yang terlihat dalam kenyataan di

lapangan setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang

mempengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian dan

lain-lain.
3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan

budaya di masyarakat. Ada dua macam penerimaan tehadap kontrasepsi

yakni penerimaan awal (initial acceptability) dan peneriman lanjut

(continued acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana

motivasi dan persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan

lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, motivasi, budaya,

sosial ekonomi, agama, sifat yang ada pada KB dan faktor daerah

(desa/kota).

4. Terjangkau harganya oleh masyarakat.

5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera

kembali kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap (Prawirohardjo,

2005).

2.1.4. Macam-macam metode kontrasepsi

1. Metode Perintang (barrier)

a) Kondom

Merupakan selubung atau sarung karet yang dapat dibuat dari

berbagai bahan diantaranya karet (lateks), plastik, atau bahan alami (produksi

hewan) yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom tidak

hanya mencegah kehamilan tetapi juga melindungi diri dari penularan penyakit

melalui hubungan seks, termasuk HIV/AIDS (Saifuddin, 2003)

b) Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks

atau karet yang di insersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual

dan menutup seviks. Dengan cara sperma tidak dapat meneruskan perjalanan

menuju rahim meskipun sperma sudah masuk vagina.

c) Spermisida

Spermisida adalah bahan kimia (surfaktan nonionic) yang digunakan

untuk menonaktifkan atau membunuh sperma. Formulasi spermisida terdiri

dari supositoria, krim, jeli, spons, busa dan film.

2. Metode hormonal

a. Kontrasepsi oral atau pil

Kontrasepsi pil berisi kombnasi hormon sintetis progesterone dan

esterogen bisa disebut pil kombinasi, atau hanya berisi hormon sintetis,

progesterone saja yang sering disebut dengan minipil. Pil yang diminum setiap

hari ini berguna untuk mempengaruhi kesembangan hormon sehingga dapat

menekan ovulasi, mencegah implantasi, dan mengentalkan lendir serviks

(Handayani, 2010).

b. Kontrasepsi Suntik atau injeksi

Kontrasepsi suntik adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya

kehamilan degan melalui suntikan hormonal. 6 terdapat dua macam yaitu

suntikan kombinasi yang mengandung hormon sintetis esterogen dan

progesterone, kemudian suntikan progestin yang berisi hormon progesterone.

Mekanisme kerjanya menekan ovulasi, mengentalkan mukus serviks dan


mengganggu pertumbuhan endometrium sehingga menyulitkan implantasi

(Handayani, 2010)

c. Implant

Implant adalah alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari

sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas. Implant

akan melepaskan hormon tiap harinya. Implant bekerja menghambat ovulasi

(Handayani, 2010)

d. IUD hormonal IUD (intra Uterine Device)

hrmonal IUD yang mengandung hormon adalah suatu benda kecil

yang terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga

mengan dung hormon dan dimasukan ke dalam rahim melalui vagina.

3. Metode Intra Uterine Device (IUD)

IUD atau disebut juga alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) adalah

suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang sangat efektif,

reversibel dan berjangka panjang. AKDR 7 berguna untuk mengah terjadinya

penempelan sel telur pada dinding rahim atau menangkal pembuahan sel telur

oleh sperma (Uliyah, 2010). d. Metode operasi atau sterilisasi Metode ini

bekerja dengan cara melalukan pemutusan atau pengikatan saluran sel sperma

pada laki-laki (vasektomi) e. Metode alami atau sederhana 1) Metode kalender

adalah metode yang digunakan berdasarkan masa subur dimana harus

menghindari hubungan seksual tanpa perlindungan kontrasepsipada hari ke 8-

19 siklus menstruasinya. Dasar berasal dari ovulasi umumnya terjadi pada hri

ke 15 sebelum haid beikutnya, tetapi dapat pula terjadi 12-16 hari sebelum haid
yang akan datang. (Hartanto, 2010) 2) Metode Amenorea Laktasi (MAL)

Menyusui eksklusif merupakan suatu metode kontrasepsi sementara yang

cukup efektif, selama klien belum mendapat haid dan waktunya kurang dari

enam pasca persalinan. Efektifitasnya dapat mencapai 98%. MAL efektif bila

menyusui lebih dari delapan kali sehari dan bayi mendapat cukup asupan

perlaktasi (Proverawati, 2010). 8 3) Metode suhu tubuh Saat ovulasi terjadi

peningkatan suhu basal tubuh sekitar 0,20 C- 0,50 C yang disebabkan oleh

peningkatan kadar hormon progesteron, peningkatan suhu tubuh 1-2 hari

setelah ovulasi. Selama tiga hari berikutnya diperlukan pentang berhubungan

intim. Metode suhu mengidentifikasi akhir masa subur bukan awalnya. 4)

Senggama terputus atau koitus interuptus Senggama terputurs adalah metode

keluarga berencana tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya dari

vagina sebelum pria mencapai ejakulasi. Efektifitas bergantung pada

ketersediaan pasangan untuk melakukan senggama terputus setiap

pelaksanaannya (saifuddin, 2006). f. Metode darurat Metode darurat adalah

cara menghindari kehamilan setelah terlanjur melakukan hubungan seksual

tanpa pelindung. Metode ini mengusahakan agar sel telur yang telah di buahi

tidak sampai menempel kedinding rahim dan berkembang menjadi janin.

Metode darurat dapat menggunakan pil hormon atau metoe AKDR


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Anda mungkin juga menyukai