OLEH:
KELOMPOK 11
DOSEN TUTOR:
dr. Fakhrina Ulfah, M.Biomed
NAMA NIM
2. M. Febriansyah 2010911110010
Laki-laki berumur 36 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut dan sering diare
sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh mual-muntah, demam
hilang timbul, penurunan nafsu makan disertai penurunan berat badan dari 60 kg menjadi 38
kg. Pasien juga mengalami batuk kering, sariawan yang hilang timbul, dan lemas seluruh
badan. Riwayat buang air besar encer, frekuensi 3-5x/hari. Pasien telah menikah dan sedang
menanti kelahiran buah hatinya. Pasien memiliki riwayat free sex, unsafe sex, dan pernah
memiliki pasangan gay sebelum menikah. Setelah menikah, pasien hanya berhubungan
seksual dengan istri saja. Riwayat penggunaan narkoba (-), riwayat alkoholik (+) namun
sudah berhenti, merokok (+). Dokter kemudian melakukan pemeriksaan penunjang dan
melakukan tatalaksana pada pasien. Pasien kemudian diedukasi dan memahami bahwa
sakitnya ini akibat perilakunya masa muda. Pasien mengaku telah tobat dan tidak pernah lagi
melakukan hal-hal haram tersebut. Pasien kemudian bertanya, bagaimana nasib istri dan
anaknya nanti?
2. Mengapa pasien menanyakan keadaan anak dan istrinya kedepan? Apakah ada
kemungkinan anak dan istrinya terkena penyakit yang dialami pasien?
Terdapat kemungkinan anak dan istrinya terkena penyakit yang dialami oleh
pasien. Kemungkinan pasien terkena penyakit menular seksual akibat perilakunya dulu.
Oleh karena itu, istrinya dapat tertular. Adapun pada anaknya, dapat menular melalui
pertukaran darah dengan ibu, jalur partus, serta saat menyusui.
3. Mengapa riwayat penggunaan narkoba, alkoholik, dan merokok pada pasien perlu
diketahui?
● Penggunaan narkoba biasa dilakukan dengan suntik. Pengguna narkoba suntik
mempunyai risiko tinggi untuk tertular oleh virus HIV atau bibit-bibit penyakit lain
yang dapat menular melalui darah. Penyebabnya adalah penggunaan jarum suntik
secara bersama dan berulang yang lazim dilakukan oleh sebagian besar pengguna
narkotika. Satu jarum suntik dipakai bersama antara 2 sampai lebih dari 15 orang
pengguna narkotik. Berdasarkan dari kuliah, secara epidemiologi pengguna narkoba
suntik berperan dalam kejadian infeksi HIV
● Penggunaan alkohol oleh pria juga meningkatkan kemungkinan terjadinya unsafe sex
atau hubungan seks dengan banyak pasangan
● Pasien perokok dengan HIV/AIDS lebih mudah untuk terkena sariawan. Selain itu
pada perokok juga perlu dipertimbangkan pada diagnosis lainnya seperti penyakit
stroke, kanker paru, dan ppok karena HIV/AIDS pada perokok juga berisiko
mengalami penyakit tersebut. Orang terinfeksi HIV, respons imun pertahanan
terhadap infeksi, kombinasi dengan rokok atau tidak, berkontribusi terjadinya
kolonisasi. Sekali kolonisasi kuman terbentuk, akan merekrut sel darah ke paru,
merangsang pelepasan sitokin dan kemokin serta protease. Ketidakmampuan
menghilangkan organisme, mempercepat terjadi kerusakan jaringan dan timbul
gejala klinik PPOK.
4. Apa edukasi yang harus diberikan kepada pasien karena diketahui di skenario bahwa
keluhan pasien disebabkan karena perilaku masa mudanya?
Kalau dilihat dari riwayat pasien yang dulu sering free sex, unsafe sex dan juga
dulunya memiliki pasangan gay, dapat dicurigai aids. nantinya akan dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis dari pasien, Setelah terkonfirmasi
HIV positif, pasien diberikan konseling pasca diagnosis mengenai pencegahan,
pengobatan dan pelayanan infeksi HIV, yang mempengaruhi transmisi HIV dan status
kesehatan pasien. Pasien perlu diedukasi untuk mencegah transmisi HIV dengan
menggunakan kondom secara benar dan konsisten, tidak berganti-ganti pasangan
seksual, menggunakan alat suntik steril sekali pakai, serta tidak menjadi donor darah
maupun produk darah atau organ dan jaringan tubuh lainnya karena untuk penularan dari
penyakit aids ini bisa melalui hubungan seks vagina dan anal, transfusi darah dan juga
ibu ke anak. karena pada skenario jg disebutkan bahwa pasien sudah menikah dan
memiliki istri yang sedang hamil, ada baiknya untuk sang istri dilakukan pengecekan
karena ditakutkan sang istri juga tertular oleh suami dan nantinya bisa menularkan
kembali ke anak. Edukasi tidak hanya dapat diberikan kepada pasien saja, tetapi juga
dapat kita berikan pada siapa saja khususnya anak-anak untuk mencegah HIV dan AIDS
kedepannya. Edukasi yang dapat diberikan antara lain, beri pengetahuan mengenai alat
reproduksi dan fungsinya, beri pengetahuan tentang bahaya seks bebas, beri pengetahuan
tentang HIV/AIDS secara bertahap, ajak anak melakukan pola hidup sehat sejak dini,
dan beri contoh yang baik untuk anak.
5. Apakah penyakit pasien ini bisa diderita tanpa ada riwayat free sex/gay? Kalau iya, apa
saja yang menyebabkan?
Kehamilan ibu, menyusui, penggunaan jarum suntik, transfusi darah, penggunaan
seks oral, sulam alis, tindik.
6. Mengapa sariawan yang dialami pasien hilang timbul dan apa hubungannya dengan
keluhan nyeri perut yang dirasakan pasien?
Karena imunnya sudah melemah akibat infeksi yang dideritanya dari penyakit
menular seksual, sehingga lebih rentan terhadap penyakit-penyakit. Pasien juga nafsu
makannya turun, sehingga dapat terjadi kekurangan vitamin dan mineral tertentu, seperti
vitamin B9 (folat) dan vitamin B12 (kobalamin)yang dapat memicu atau memperparah
sariawan. Turunnya nafsu makan ini pula menyebabkan pasien merasa nyeri pada
perutnya, karena pasien menjadi jarang makan. Selain itu, kerentanan pasien terhadap
penyakit menyebabkan munculnya diare.
10. Apa pemeriksaan penunjang yang mungkin diperlukan pada skenario tersebut?
● Tes darah, selanjutnya dilakukan uji molekular deteksi asam nukleat (mencari virus
dalam darah)
● Tes virologis
● Tes serologi untuk melihat antibodi dan antigen dari virus
● Tes feses untuk mengetahui etiologi diare pasien
● Tes fungsi hati (SGOT dan SGPT)
11. Mengapa terdapat riwayat BAB pasien encer hingga frekuensinya 3-5x dalam sehari?
Umumnya BAB encer terjadi oleh karena konsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, parasit. Biasanya hanya
berlangsung beberapa hari, namun pada sebagian kasus memanjang hingga
berminggu-minggu. BAB cair dapat disebabkan oleh:
1. Infeksi saluran cerna
BAB cair bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan juga virus.
2. Infeksi oportunistik
Infeksi oportunistik adalah infeksi yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh yang
melemah. Akibatnya, bakteri, jamur, serta virus mengambil kesempatan untuk bisa
menginfeksi tubuh dengan mudah.
3. Efek Samping Obat
Ada kalanya obat menimbulkan efek samping BAB cair. Tapi BAB cair ini bukanlah
BAB cair biasa yang disebabkan oleh bakteri, melainkan sebagai efek samping dari
obat yang sedang dikonsumsi.
12. Apa saja penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual?
● Vaginosis bakterial
● Klamidia
● Gonorrhea atau kencing nanah
● Hepatitis b,c, d
● Herpes simplex, khususnya tipe 2
● HIV/AIDS
● HPV
● Pelvic inflammatory disease
● Sifilis atau raja singa
● Trichomoniasis
● Kankroid
● Scabies
HASIL PEMERIKSAAN :
DIAGNOSIS BANDING :
Laki-laki, 36 th + + +
Mual-muntah + + -
Demam hilang + + +
timbul
Batuk kering + + -
Sariawan hilang + + +
timbul
Lemas seluruh + + +
badan
Riwayat gay + + +
Riwayat alkoholik + + +
Riwayat merokok + + +
Anti HIV + - -
Hb 10, 4 (<N) + + +
Hematokrit < + + +
2. Etiologi
HIV berasal dari famili retroviridae dan genus Lentivirus. HIV terdiri dari 2 strain,
yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 sering ditemukan di seluruh dunia dan HIV-2 pada area
Afrika Barat. HIV-1 lebih tinggi virulensinya. Terdapat 3 gene spesifik, yaitu gag, pol,
dan env. HIV-1 dan HIV-2 memiliki kesamaan superfisial, tetapi terdapat gene unik yang
dimiliki masing-masing strain.
3. Klasifikasi
Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa dengan infeksi, menurut WHO (Health
Organizations) dijelaskan menjadi 4 stadium klinis yaitu :
1. Stadium I bersifat Asimptomatik
Aktivitas normal dan dijumpai adanya Limfadenopati generalisata
2. Stadium II Simptomatik
Aktivitas normal, berat badan menurun 10% terjadi diare kronis yang berlangsung
lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, terdapat Kandidiasis
orofaringeal, TB paru dalam 1 tahun terakhir, infeksi bacterial yang berat seperti
Pneumonia dan Piomiositis.
3. Stadium III
Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur 10% terjadi diare
kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1
bulan, terdapat Kandidiasis orofaringeal, TB paru dalam 1 tahun terakhir, infeksi
bacterial yang berat seperti Pneumonia dan Piomiositis
4. Stadium IV
Pada umumnya kondisi lemah, aktivitas di tempat tidur 1 bulan, Leukoensefalopati
multifocal progresif, Kandidiasis di esophagus, trachea, bronkus dan paru, TB di luar
paru, Limfoma, Sarkoma Kaposi, serta Ensefalopati HIV.
Menurut CDC (center for disease control and prevention). Terbagi menjadi 3 stage:
5. Epidemiologi
a. HIV di Dunia
Pada gambar di atas terlihat bahwa populasi terinfeksi HIV terbesar di dunia adalah di
benua Afrika (25,7 juta orang), kemudian di Asia Tenggara (3,8 juta), dan di Amerika
(3,5 juta). Sedangkan yang terendah ada di Pasifik Barat sebanyak 1,9 juta orang.
Tingginya populasi orang terinfeksi HIV di Asia Tenggara mengharuskan Indonesia
untuk lebih waspada terhadap penyebaran dan penularan virus ini.
b. Jumlah kasus HIV dan AIDS Berdasarkan Tahun Di Indonesia
Data kasus HIV AIDS di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Kasus HIV
di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2019, yaitu sebanyak 50.282 kasus.
Untuk kasus AIDS tertinggi selama sebelas tahun terakhir pada tahun 2013, yaitu
12.214 kasus
Lima provinsi dengan jumlah kasus HIV terbanyak adalah Jawa Timur, DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Papua. Jumlah kasus HIV pada Kalimantan Selatan
yaitu 462 kasus. Jumlah kasus AIDS terbanyak adalah Jawa Tengah, Papua, Jawa
Timur, DKI Jakarta, dan Kepulauan Riau. Jumlah kasus AIDS pada Kalimantan
Selatan yaitu 5 kasus
e. Presentase HIV dan AIDS yang Dilaporkan Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2019
f. Distribusi perolehan infeksi HIV baru berdasarkan populasi, global, Afrika
sub-Sahara dan seluruh dunia, 2021
Ada sedikit peningkatan kematian terkait tuberkulosis antara 2019 dan 2020,
peningkatan pertama sejak 2006. Peningkatan pada 2020 kemungkinan akibat dari
gangguan layanan yang terkait dengan pandemi COVID-19.
h. Infeksi HIV baru pada anak (usia 0–14 tahun) dan cakupan antiretroviral pada wanita
hamil, global, 2010–2021
6. Patofisiologi
Proses Replikasi atau Siklus Hidup HIV
a. Masuknya virus
Virus dapat masuk melalui jalur seksual, pertukaran darah, dan jalur vertikal. HIV
akan menginfeksi sel-sel dengan identitas CD4, seperti sel T. Reseptor utama dari
HIV adalah CD4, dengan co-reseptor CCR5 dan CXCR4. Attachment dilakukan
dengan bantuan gp120 yang berikatan dengan reseptor dan co-reseptor. Attachment
menyebabkan fusi membran virus dan membran sel. Selanjutnya pada fusi, capsid
HIV akan masuk ke dalam membran sel. Gp41 akan membantu ikatan dari dinding
sel dan envelope virus. RNA dan enzim-enzim akan keluar di dalam sel.
b. Reverse Transcriptase
Setelah HIV masuk ke dalam sel, template RNA HIV akan ditranskripkan menjadi
Ds-DNA dengan bantuan dari enzim reverse transcriptase (RT).
c. Integrasi
Ds-DNA yang diproduksi akan masuk ke dalam nukleus sel T. Di dalam nukleus,
DNA virus akan bergabung dengan DNA hospes dibantu oleh enzim integrase,
membentuk provirus. Pada fase ini, virus dapat menjadi laten atau melanjutkan
produksinya.
d. Transkripsi
Ketika virus aktif, virus akan menggunakan enzim RNA polimerase hospes untuk
membentuk mRNA dan genome virus.
e. Translasi
mRNA yang telah dibentuk akan digunakan untuk pembentukan protein virus,
seperti genome dan enzim.
f. Pembentukan virion, pengeluaran, dan maturasi
Berbagai protein yang telah dibentuk bersatu, lalu keluar dari sel. Enzim protease
akan membantu maturasi dari virus, sehingga virus bersifat infeksius.
Patogenesis:
Sel dendritik adalah sel yang mengenali HIV pertama kali, lalu sebagai salah satu
APC, sel dendritik akan mempresentasikan antigen HIV melalui MHC class II. Lalu
dibawa ke jaringan limfoid di mukosa, termasuk GALT (di pencernaan). Sel dendritik
akan menstimulasi CD4 untuk merangsang kerja sel B dan sel T sitotoksik. Selama
perjalanan ini, virus akan terus menginfeksi sel-sel dengan CD4, seperti sel T helper, sel
dendritik, makrofag. Selama replikasinya, virus akan menghancurkan sel-sel CD4.
Setelah 3-4 minggu dari infeksi primer, jumlah virus akan sangat meningkat dan dapat
terdeteksi di dalam darah. Tingginya viremia ini akan menjadi fase simptomatik akut
HIV, menyebabkan gejala, seperti demam, letargi, arthralgia, limfadenopati, ruam,
myalgia. Gejala ini akan menghilang setelah 2 minggu. Selama perjalanan ini juga, sel T
sitotoksik akan berusaha membunuh CD4 dengan virus, tetapi virus tetap bisa terus
menginfeksi. Hal ini akan terlihat sebagai fase asimptomatik, dapat terjadi selama 10
tahun. Pada fase ini, HIV akan pelan-pelan menurunkan jumlah CD4. Nantinya ketika
jumlah CD4 sangat menurun, maka fungsi dari sel-sel imun akan berubah, termasuk sel T
sitotoksik, sehingga proses pembunuhan HIV berkurang dan jumlah virus meningkat
lagi. Fase ini disebut AIDS, yang terjadi saat jumlah CD4 <200.
7. Manifestasi Klinis
1) Moluskum Kontagiosum
Merupakan infeksi virus pada kulit yang sangat menular yang dapat ditularkan
dari orang ke orang melalui kontak kulit ke kulit, berbagi pakaian, atau hanya dengan
menyentuh benda yang disentuh penderita HIV. Moluskum kontagiosum
menyebabkan benjolan berwarna merah muda pada kulit. Pada penderita HIV/AIDS,
benjolan merah bisa muncul lebih dari 100. Meskipun benjolan merah pada
umumnya tidak berbahaya pada penderita AIDS, kondisi ini tidak akan hilang tanpa
pengobatan. Dokter dapat memilih untuk membekukan benjolan dengan nitrogen cair
(cryosurgery) atau menghilangkannya dengan laser atau salep topikal. Perawatan
umumnya akan diulang setiap 6 minggu atau lebih sampai benjolan merah hilang.
2) Virus Herpes
Beberapa jenis virus herpes umum terjadi pada penderita AIDS. Infeksi virus
herpes simpleks menyebabkan pecahnya luka di sekitar area genital atau mulut.
Sementara infeksi virus herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yang
menyebabkan cacar air. Itu juga dapat menyebabkan herpes zoster. Ini adalah ruam
ekstrem yang sangat menyakitkan di satu sisi tubuh. Infeksi virus herpes biasanya
diobati dengan obat antivirus. Hampir semua virus herpes bisa menjadi terpendam
atau bertahan dalam tubuh. Ini berarti bahwa setelah infeksi, virus akan tetap berada
di dalam tubuh dan dapat menyebabkan infeksi baru di kemudian hari.
3) Sarkoma Kaposi
Merupakan jenis kanker yang dimulai pada sel-sel yang melapisi getah bening
atau pembuluh darah. Sarkoma Kaposi menyebabkan lesi gelap pada kulit. Kondisi
ini mungkin muncul seperti bercak atau benjolan berwarna coklat, ungu, atau merah.
Sarkoma Kaposi juga dapat menyebabkan kulit membengkak. Lesi dapat
mempengaruhi organ, termasuk paru-paru, hati, dan bagian dari saluran pencernaan,
di mana penyakit ini dapat menyebabkan gejala yang berpotensi mengancam jiwa
dan masalah pernapasan. Kondisi kulit biasanya hanya terjadi ketika jumlah limfosit
CD4 Anda (juga disebut sel T4) sangat rendah. Ini berarti sistem kekebalan tubuh
sangat lemah. Kondisi ini adalah karakteristik dari AIDS. Ketika seseorang dengan
HIV mengembangkan sarkoma Kaposi atau infeksi oportunistik lainnya, diagnosis
resmi berubah menjadi AIDS. Ketika penderita HIV mengembangkan sarkoma
Kaposi atau infeksi oportunistik lainnya, diagnosis resmi berubah menjadi AIDS.
Obat antiretroviral yang sangat aktif telah sangat mengurangi kejadian sarkoma
Kaposi dan dapat membantu mengobatinya jika berkembang. Kanker ini juga
umumnya merespons radiasi, pembedahan, dan kemoterapi.
4) Oral Hairy Leukoplakia
Merupakan infeksi virus yang memengaruhi mulut, yang dapat menyebabkan
lesi putih yang tebal pada lidah yang terlihat berbulu. Ini sangat umum pada orang
dengan AIDS yang memiliki sistem kekebalan yang sangat lemah. Leukoplakia
berbulu oral tidak memerlukan pengobatan khusus, tetapi pengobatan HIV/AIDS
yang efektif dengan obat-obatan antiretroviral dapat meningkatkan sistem kekebalan
tubuh Anda dan membantu membersihkan infeksi.
5) Seriawan
Kandidiasis oral, juga dikenal sebagai sariawan, adalah infeksi jamur yang
menyebabkan lapisan putih tebal terbentuk di lidah atau pipi bagian dalam. Sariawan
dapat dikelola dengan obat antijamur, tablet hisap, dan obat kumur. Ini cukup umum
pada orang dengan AIDS dan dapat sulit untuk diobati, karena infeksi cenderung
kembali. Menggunakan obat HIV yang efektif biasanya memperbaiki kondisi ini.
Infeksi jamur yang paling umum dikenal sebagai candidiasis, cryptococcosis,
histoplasmosis, dan coccidiomycosis.
6) Fotodermatitis
Merupakan kondisi kulit di mana kulit bereaksi terhadap paparan sinar matahari
dengan mengubah warnanya menjadi lebih gelap. Ini paling umum pada orang kulit
berwarna, tetapi siapa pun dengan HIV rentan terhadap fotodermatitis. Jika Anda
minum obat untuk meningkatkan kekuatan kekebalan tubuh, Anda mungkin
mengalami sementara reaksi ini sebagai efek samping. Melindungi kulit dari sinar
matahari biasanya merupakan strategi yang digunakan untuk mengurangi
fotodermatitis.
7) Prurigo Nodularis
Kondisi kulit ini melibatkan wabah benjolan yang gatal di kulit. Gatal bisa
sangat hebat dan parah. Prurigo nodularis paling umum dengan sistem kekebalan
yang sangat lemah, serta di antara orang kulit berwarna dengan HIV/AIDS.
Pengobatan steroid topikal (lotion atau krim dioleskan pada kulit) dan
penanggulangan HIV/AIDS dengan obat-obatan antiretroviral digunakan untuk
mengobati kondisi tersebut. Obat-obatan antiretroviral dapat membantu mencegah
dan mengelola sebagian besar jenis kondisi kulit ini. Kondisi kulit lain mungkin
dipicu oleh perawatan dan memerlukan perawatan lain. Bicaralah dengan penyedia
layanan kesehatan Anda tentang terapi terbaik untuk kondisi kulit khusus Anda.
8) Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik adalah masalah kulit yang relatif kecil dan secara tidak
proporsional mempengaruhi penderita HIV. Faktanya, sebanyak 25 – 45% penderita
HIV akan mendapatkannya, dibandingkan dengan 8% dari populasi umum. Angka
itu hanya meningkat pada orang terinfeksi HIV lanjut, dengan beberapa penelitian
menunjukkan risiko seumur hidup sekitar 83%. Dermatitis Seboroik berhubungan
erat dengan kerusakan sistem kekebalan tubuh seseorang. HIV dapat membunuh sel
(disebut sel T-CD4) yang merupakan pusat pertahanan kekebalan tubuh. Seiring
perkembangan penyakit, tubuh kurang mampu melawan infeksi yang dapat
dilakukan orang sehat.
Akut:
a. Demam
b. Lemas
c. Nafsu makan turun
d. Arthralgia, myalgia
e. Pembengkakan kelenjar getah bening
Gejala mayor: BB turun
Gejala minor: Batuk lebih dari satu bulan, zoster, candidiasis, infeksi jamur berulang
pada kelamin wanita
Tanda klinis menurut WHO:
Keadaan umum: BB turun lebih dari 10%, demam, diare berulang lebih dari 1 bulan,
infeksi jamur, herpes yang berulang.
Infeksi jamur contohnya candidiasis oral, dermatitis seboroik. Infeksi virus misalnya
herpes dan zoster. Infeksi pernapasan, neurologis (nyeri kepala yang terus-menerus,
turun fungsi kognitif)
8. Diagnosis
1) Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan identitas dan latar belakang pasien. HIV lebih
rentan terjadi pada populasi kunci, yaitu pekerja seks, pengguna narkoba suntik
(penasun), laki-laki seks dengan laki-laki (LSL), waria, dan warga binaan
pemasyarakatan. Anamnesis juga perlu mengidentifikasi riwayat paparan faktor
risiko, seperti perilaku hubungan seks tanpa proteksi, pasangan seks berganti-ganti,
memiliki riwayat penyakit menular seksual, penyalahgunaan obat dengan
menggunakan jarum suntik yang sama bergantian, atau luka akibat jarum suntik.
Pasien umumnya memiliki keluhan yang tidak spesifik, seperti flu-like symptoms,
tetapi dapat pula menunjukkan keluhan sesuai penyakit infeksi oportunistik yang
diderita
2) Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik untuk mendiagnosis infeksi HIV. Temuan
pemeriksaan fisik tergantung penyakit yang diderita sesuai stadium klinis infeksi
HIV ataupun infeksi oportunistik yang dialami.
Stadium Klinis Infeksi HIV
Terdapat 4 stadium klinis infeksi HIV berdasarkan tanda dan gejala yang dapat
ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
● Stadium Klinis 1
Stadium klinis 1 tidak ada gejala. Pasien bisa mengalami limfadenopati
generalisata persisten.
● Stadium Klinis 2
Stadium klinis 2 ditandai dengan penurunan berat badan tanpa penyebab
yang jelas (<10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya) dan
infeksi saluran pernapasan berulang. Pasien juga bisa mengalami herpes zoster,
cheilitis angularis, ulkus mulut yang berulang, ruam kulit pada lengan dan
tungkai yang gatal (papular pruritic eruptions), dermatitis seboroik, dan infeksi
jamur pada kuku.
● Stadium Klinis 3
Stadium klinis klinis 3 ditandai dengan penurunan berat badan yang
banyak tanpa sebab yang jelas (>10% dari perkiraan berat badan atau berat
badan sebelumnya), serta diare kronis yang tidak jelas penyebabnya selama >1
bulan. Pasien mengalami demam intermiten atau menetap yang tidak jelas
penyebabnya selama >1 bulan, kandidiasis pada mulut, ataupun tuberkulosis
(TB) paru.-Pasien juga bisa mengalami infeksi bakteri berat, seperti pneumonia,
empiema, meningitis, piomiositis, dan bakteremia. Selain itu, dapat pula
ditemukan stomatitis, gingivitis, atau periodontitis nekrotikan ulseratif akut.
Pasien juga mengalami anemia (<8 g/dl), neutropenia (<500 μl), atau
trombositopenia kronis (<50.000 μl) yang tak jelas penyebabnya dan berulang.
Pasien juga bisa mengalami oral hairy leukoplakia pada lidah.
● Stadium Klinis 4
Pada stadium klinis 4, pasien mungkin mengalami HIV wasting syndrome,
pneumonia pneumosistis (jiroveci), pneumonia bakterial berat berulang, infeksi
herpes simpleks kronis, kandidiasis esofageal atau kandidiasis di trakea,
bronkus, atau paru-paru. Pasien juga mungkin mengalami TB ekstraparu,
sarkoma Kaposi, infeksi cytomegalovirus, toksoplasmosis di sistem saraf pusat,
ensefalopati HIV, kriptokokosis ekstra paru termasuk meningitis, infeksi
Mycobacterium non-tuberkulosis yang menyebar, leukoensefalopati multifokal
progresif, kriptosporidiosis kronis, dan isosporiasis kronis.
3) Pemeriksaan Penunjang
Semua pemeriksaan HIV harus mengikuti prinsip 5C yaitu persetujuan pasien
(consent, kerahasiaan (confidentiality), konseling (counseling), hasil tes valid/benar
(correct test result), dan terhubung dengan layanan pengobatan, perawatan dan
dukungan (connection to prevention, care, and treatment services).
A. Pemeriksaan Serologi
Infeksi HIV didiagnosis dengan pemeriksaan serologi dan virologi.
Pemeriksaan serologi bertujuan untuk mendeteksi antigen dan antibodi terhadap
HIV. Pemeriksaan serologi terdiri dari pemeriksaan antibodi saja atau
pemeriksaan antibodi sekaligus antigen (antigen p24). Metode yang sering
digunakan untuk pemeriksaan serologi adalah rapid immunochromatography
test (tes cepat) dan enzyme immunoassay (EIA). Pemeriksaan serologi dapat
digunakan untuk pemeriksaan skrining HIV.
B. Pemeriksaan Virologi
Pemeriksaan virologi adalah pemeriksaan asam nukleat (nucleic acid
test/NAT) untuk mendeteksi DNA HIV dan RNA HIV. Metode yang digunakan
untuk pemeriksaan virologi adalah polymerase chain reaction (PCR).
Pemeriksaan virologi digunakan pada bayi berusia dibawah 18 bulan, infeksi
HIV primer, kasus terminal dengan hasil pemeriksaan antibodi negatif namun
gejala klinis mengarah ke AIDS, dan konfirmasi hasil inkonklusif atau 2 hasil
laboratorium yang berbeda.
● Waktu Pemeriksaan
Pemeriksaan HIV idealnya dilakukan setelah melewati window period,
yaitu waktu antara terpapar HIV sampai dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik
HIV. Window period setiap orang berbeda-beda dan juga bergantung pada
metode pemeriksaan yang digunakan. Window period pada pemeriksaan NAT
adalah 10-33 hari setelah paparan HIV. Window period pada pemeriksaan
antigen/antibodi adalah 18-45 hari setelah paparan HIV untuk sampel darah
vena dan 18-90 hari setelah paparan HIV untuk sampel finger prick. Window
period pemeriksaan antibodi (pemeriksaan cepat dan pemeriksaan mandiri)
adalah 23-90 hari setelah paparan HIV.
Pada individu dengan HIV negatif yang memiliki risiko pajanan, konseling
pasca pemeriksaan diperlukan untuk menganjurkan pasien melakukan tes ulang
karena kemungkinan masih dalam window period. Tes ulang dilakukan 4-6
minggu setelah pemeriksaan pertama.\
● Hasil Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan HIV diinterpretasikan positif jika:
1. 3 kali pemeriksaan serologi dengan metode atau reagen yang berbeda
semuanya menunjukan hasil reaktif, atau
2. Terdeteksi HIV pada pemeriksaan virologi kuantitatif atau kualitatif
Hasil pemeriksaan HIV diinterpretasikan negatif jika:
1) Hasil pemeriksaan serologi pertama nonreaktif, dan tidak ada faktor risiko
2) Hasil pemeriksaan serologi pertama reaktif, namun hasil pemeriksaan
serologi kedua dan ketiga nonreaktif, dan tidak ada faktor risiko
Hasil pemeriksaan HIV diinterpretasikan indeterminate jika: 2 dari 3 hasil
pemeriksaan serologi non reaktif, tapi ada faktor risiko atau pasangan berisiko.
● Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan HIV
Apabila hasil pemeriksaan HIV positif, pasien diberikan terapi ARV.
Apabila hasil pemeriksaan HIV negatif namun berisiko, maka dianjurkan
pemeriksaan ulang minimal 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan dari pemeriksaan
pertama. Bila hasil negatif dan tidak berisiko, maka diedukasi mengenai
perilaku sehat.
Apabila hasil pemeriksaan HIV indeterminate, maka tes perlu diulang
dengan spesimen baru minimal 2 minggu setelah pemeriksaan pertama. Bila
hasil tetap indeterminate, dilanjutkan dengan pemeriksaan PCR. Bila tidak ada
akses ke pemeriksaan PCR, rapid test diulang 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan
dari pemeriksaan pertama. Bila hasil tetap indeterminate dan faktor risiko
rendah, hasil dinyatakan sebagai negatif.
9. Tatalaksana Farmakologi
1) Paduan terapi ARV lini pertama
A. Paduan terapi ARV lini pertama pada orang dewasa
Defisiensi gizi pada pasien positif HIV biasanya dihubungkan dengan adanya
peningkatan kebutuhan karena adanya infeksi penyerta/infeksi oportunistik. Disaat
adanya infeksi penyerta lainnya maka kebutuhan gizi tentunya akan meningkat. Jika
peningkatan kebutuhan gizi tdak di imbangi dengan konsumsi makanan yang
ditambahkan atau gizi yang ditambah maka kekurangan gizi akan terus memburuk,
akhirnya akan menghasilkan sebuah kondisi yang tidak menguntungkan bagi dengan
positif HIV.
11. Komplikasi
Secara umum:
a. Tuberkulosis: paling sering ditemukan
b. Pada otak: infeksi oportunistik dan demensia
c. Meningitis
d. Hepatitis
e. Sifilis
Secara sistemik:
a. Lesi oral: candidia, herpes simpleks
b. Neurologik: demensia, ensefalopati akut
c. Neuropati
d. Gastrointestinal: diare, hepatitis
e. Pernapasan: pneumocystis
f. Dermatologi: dermatitis, reaksi otot
g. Sensorik: pandangan dan pendengaran
12. Pencegahan
Mengetahui terlebih dahulu terkait transmisinya, melalui jalur seksual dan pertukaran
darah.
a. Tidak melakukan hubungan seks secara berisiko
b. Setia
c. Memakai kondom secara benar dan konsisten
d. No drugs, hindari penggunaan jarum suntik secara bergantian
e. Edukasi
13. Prognosis
● Prognosis pasien dengan HIV dan jumlah CD4(CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit) lebih besar dari 500 (normal) menghasilkan harapan hidup sebagai
seseorang tanpa HIV
● Seseorang dengan AIDS yang tidak diobati memiliki harapan hidup sekitar 1 sampai
2 tahun setelah infeksi oportunistik pertama
● Pengobatan antiretroviral dapat meningkatkan jumlah CD4 dan mengubah status
pasien dari AIDS menjadi seorang HIV
● Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat datang dan pengobatan. Terapi
hingga saat ini adalah untuk memperpanjang masa hidup, belum merupakan terapi
definitif, sehingga prognosis pada umumnya dubia ad malam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Centers for Disease Control and Prevention (2020). HIV Basics. About HIV
2. Kementerian Kesehatan RI (2020). InfoDATIN. HIV dan AIDS 2020
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/90/2019
Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana HIV
4. Manajemen HIV & Aids, Universitas Airlangga 2019
5. Murray PR, Rosenthal KS, Pfaller MA. Medical microbiology. 9th Edition. United States
of America: Elsevier; 2020
6. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi I. Jakarta: IDI; 2017
7. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
8. UNAIDS Global AIDS Update 2022.
9. WHO 2014.