Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

a. ketrampilan komunikasi dalam pelayanan kebidanan b. media sosial dalam


pelayanan kebidanan c. profesionalisme dalam pelayanan kebidanan

Tugas Mata Kuliah Profesionalisme Kebidanan

Dosen Pengampu : Ulfa Nurhiday

Disusun Oleh :

Adriana Yerkohok (202203152010051)

Faiza Afrilia (202203152010053)

Yuslina Lawa Jati (202203152010058)

Alince weya (202102152010021)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

Jl. R. Panji Suroso, No. 6, Arjosari, Malang, Jawa Timur


2024
MAKALAH

SKRINING PRANIKAH DAN KAITANNYA DENGAN KEHAMILAN

Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan pada Pranikah dan Prakonsepsi

Dosen Pengampu : Dian Hanifah, SST., M. Keb

Disusun Oleh :

Adriana Yerkohok (202203152010051)

Faiza Afrilia (202203152010053)

Yuslina Lawa Jati (202203152010058)

Alince weya (202102152010021)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

Jl. R. Panji Suroso, No. 6, Arjosari, Malang, Jawa Timur

2024

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Tentang Skrining Pranikah dan kaitannya dengan persiapan
kehamilan dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ini.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Skrining Pranikah dan
kaitannya dengan persiapan kehamilan bagi para pembaca dan juga bagi kami.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh
karena itu kami menyampaikan banyak terima kasih utamanya kepada ibu Dian Hanifah,
SST., M. Keb selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan Kebidanan pada Pranikah dan
Prakonsepsi.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman dan semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan
atas jasa-jasa mereka yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan penulisan
makalah ini. Jika dalam makalah ini terdapat kekurangan, maka kritik dan saran yang
konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami berharap
makalah ini memberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi para pembaca.

Malang, 12 Maret 2024

Penyusun

II
DAFTAR ISI

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual (Daili, 2007; Djuanda, 2007). Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah
menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik
(Daili, 2009). Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus,
dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering
ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid,
herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Dalam semua
masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang paling sering dari
semua infeksi (Holmes, 2005; Kasper, 2005).

Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Penyakit menular seksual akan lebih beresiko apabila melakukan hubungan seksual dengan
berganti – ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal (Sjaiful, 2007).
Penyakit menular seksual menyebabkan infeksi saluran reproduksi yang harus
dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan menyebabkan
penderitaan, sakit perkepanjangan, kemandulan dan kematia (Sjaiful, 2007).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah cara skrining penyakit menular seksual?
2. Bagaimanakah cara skrining HIV?
3. Bagaimanakah cara skrining TB?
1.3 Tujuan
1. Pembaca memahami cara skrining penyakit menular seksual
2. Pembaca memahami cara skrining HIV
3. Pembaca mengetahuai cara skrining TB

1
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 SKRINING PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)


2.2 SKRINING HIV
A. PENGERTIAN SKRINING HIV

Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus. Retrovirus
mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk
virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang
lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan
utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa
kerusakan system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan
menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu, virus
tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit.

Skrining HIV adalah tes HIV anonim yang dilakukan pada sampel darah, produk
darah, jaringan dan organ tubuh sebelum didonorkan. Tes HIV tanpa identitas yang
dilakukan pada sampel darah, produk darah, jaringan dan organ tubuh sebelum
didonorkan Tes HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah
seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya
antibody HIV di dalam sample darahnya.

Hal ini perlu dilakukan setidaknya agar seseorang bisa mengetahui secara pasti status
kesehatan dirinya, terutama menyangkut resiko dari perilakunya selama ini. Skrining HIV
mempunyai makna melakukan pemeriksaan HIV pada suatu populasi tertentu, sementara
uji diagnostik HIV berarti melakukan pemeriksaan HIV pada orangorang dengan gejala
dan tanda yang konsisten dengan infeksi HIV.

Upaya untuk menilai status HIV individu apakah secara langsung (tes HIV) atau
secara tidak langsung (seperti prilaku berisiko, mengajukan pertanyaan tentang
pengobatan) KTHIV menjadi pendekatan utama dalam deteksi dini layanan tes HIV harus
menjadi prosedur dalam setiap tindakan bedah/tidankan lainnya. Penemuan kasus dapat
dilakukan di faskes tingkat puskesmas, pustu, polindes dan posyandu yang memiliki
tenaga terlatih sebagai bagian dari LKB ted HIV perlu dipastikan untuk penanganan
rujukan PDP HIV.

2
Penawaran tes HIV di faskes dapat dilakukan oleh semua tenaga kesehatan melalui
pelatihan KTIP. Penemuan kasus HIV pada daerah dengan pendemi terkosentrasi
dilakukakan pada pasien TB, pasien IMS, pasien hepatitis dan ibu hamil serta populasi
kunvi seperti pekerja seks, penasun, waria/transgender, LSL dan warga binaan di
rutan/lapas. Pada daearah dengan epidemi meluas pememuan kasus yang diilakukan pada
semua pasien yang datang di faskes.

Persetujuan untuk tes HIV dapatdilakukan secara lisan (verbal consent) sesuai dengan
Permenkes No. 21 tahun 2013. Pasien diperkenankan menolak tes HIV. Jika pasien
menolak, maka pasiendiminta untuk menandatangani surat penolakan secara tertulis.

Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentarasi, tes HV wajib ditawarkan kepada
semua ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnnya saat
pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan. Di daerah epidemi HIV rendah,
penawaran tes HIVdiprioritaskan pada ibu hamil.Dengan demikian maka pasien yang
terdeteksi sebagai ODHA akan didiagnosis dan ditangani lebih dini dan optimal.

B. MANFAAT SKRINING HIV

Sebenarnya, semakin cepat kita mengetahui status HIV kita, semakin banyak hal
positif yang bisa kita lakukan dalam hidup ini. Banyak orang yang selama ini tidak
menyadari resiko perilakunya terhadap kemungkinan tertular atau pun menularkan HIV,
dan karena tidak segera menjalani tes HIV perilakunya tetap saja berisiko tinggi. Hal ini
tentunya berkaitan erat dengan kesadaran untuk menjaga kesehatan diri sendiri, pasangan
maupun (calon) anak-anak .Secara umum tes HIV juga berguna untuk mengetahui
perkembangan kasus HIV/AIDS serta untuk meyakinkan bahwa darah untuk transfusi dan
organ untuk transplantasi tidak terinfeksi HIV.

Penemuan kasus baru secara rutin mempunyai keungungan sebagai berikut :

1. Penemuan kasus HIV lebih dini meningkatkan akses perawat dan pengobatan yang
memadai sehingga mengurangi perawatan di rumah sakit dan angka kematian
2. Pasien mendapatkan akses layanan seperti skrining TB, skrining IMS, pemberian
kotrimoksasol dan atau INH, serta pengobatn ARV.
3. Penurunan stigma dan diskriminasi karena masyarakat akan melihat bahwa hal
tersebut merupakan kegiatan rutin.

3
4. Meskipun demikian semua pemeriksaan HIV harus mengikuti prinsip yang telah
disepakati secara gobal yaitu 5 komponen dasar yang disebut “5 C”( Informed
consent, conffidentality, counseling. Correct test resultes and connection linked to
provention care, and treatmens services) yang tetap diterapkan dalam pelaksannaya.
Prinsip konfidensial sesuai dengan permenkes No.21 tahun 2013 pasal 21 ayat 3
berarti bahwa hasil pemeriksaan harus dirahasiakan dan hanya dapat dibuka kepada :
 yang bersangkutan
 tenaga kesehatan yang menangani
 keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap
 pasangan seksual dan
 pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. METODE SKRINING HIV

Rapit test adalah tes yang digunakan untuk melakukan penapisan (skrining) awal
sehingga dapat dilakukan deteksi dini. Tes ini sangat bermanfaat jika berada dilokasi
yang memilikin keterbatasan peralatan. Salah satu keuntungan menggunakan rapit test
yaitu :

1. Tes berkualis tinggi dan mudah digunakan dilingkungan dengan perlengkapan tes
yang kurang memadai
2. Tes dengan dasar aglutinasi, imuno-dot, imuno-kromatografi dan teknik imuno –
filtrasi
3. Selain mudah digunakan, hasil dapat diperoleh dapat waktu singkat (10 menit-2 jam).
4. Hanya dibutuhkan sedikit peralatan. Tes lebih ekonomi dibamdingkan ELISA yang
memerlukan pemeriksaan di laboratorium.
5. Tes ini didesain untuk pemeriksaan individu atau dalam pengambilan sampel dalam
jumlah terbatas
6. Dapat disimpan dalam suhu kamar apabila perlu pemanjangan periode waktu
pemeriksaan
7. Semakin cepat mengetahui hasil test, maka semakin cepat dalam melakukan
intervensi pengobatan.

Selain rapid tes HIV ada meode lain untuk pemeriksaan HIV , yaitu ELISA (Enzyme-
Linked Imnunosorbent Assay). ELISA merupakan tes imunologi yang memilki
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, selain itu dapat mendeteksi HIV-1, maupun HIV-2

4
dan variannya. Pemeriksaan ini membutahkan peralatan yang khusus dan harus dilakukan
perawatan secara berkala, menggunakan suplai yang besar dan butuh keahlian khusus dari
tenaga kesehatan yang melakukan tes ini. ELISA kurang cocok digunakan pada
laboratorium berskala kecil, dan lebih cocok digunakan untuk tes sampel dalam jumlah
banyak seperti pemeriksaan kantong donor darah.

Beberapa jenis rapid test hiv yang telah disetujui the US food Administration (FDA)
dengan hasil yang dilaporkan reaktif atau non reaktif dengan sensitifitas dan spesifisitas
yang dimiliki oleh test ini dapat melebihi 99% yaitu :

1. Oraquick rapid HIV-1/2 Antibody test .

Oraquick adalah test anty body dengan menggunakan spesimen darah yang dapat
diambil dengan fungsi vena ataupun dari ujung jari. Selain itu juga dapat digunakan
spesimen dari swab mulut dan cairan plasma. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu 20
menit untuk mendapatkan hasilnya. Darah atau plasma cairan dalam mulut dicampur
dalam vial dengan larutan devoloper dan hasilnya dibaca dari perangkat pengujian
berbentuk berbentuk stick. Tes oraQuick dapat mendeteksi anti body HIV-1 dan HIV -2.

Untuk melakukan pengujian, letakan botol larutan developer dalam dudukan plastik,
dudukan harus diposisikan sedemikian rupa hingga perangkat uji tertetak pada sudut yang
benar untuk memastikan hasil test yang akurat. Dalam proses pengambilan sampel darah,
darah dikumpulkan dengan loop spesimen yang dipindahkan kebotol plastik kecil berisi
larutan devoloper dengan volume tertentu yang telah di ukur, kemudian sampel dicampur,
pada penggunaan sampel cairan mulut, spesimen dikumpulkan dengan dengan
menggunakan bantalan penyerapan di ujung perangkat uji untuk spons permukaan luar
pada gusi atas dan bawah.

5
Hasil tes harus dibaca tidak lebih cepat dari 20 menit dan tidak lebih lama dari 40
menit. Hasil uji dapat dibaca langsung pada perangkat uji OraQuick. Pembacaan hasil
berdasarkan pita kemerahan yang muncul dengan penjelasan sebagai berikut :

 Jika 1 pita kemerahan muncul diibaris kontrol (C) hasil tes adalah negatif untuk
anto bodi HIV (Sensitivitas 99,8%)
 Jika 2 pita kemerahan muncul, satu dibaris kontrol (C) dan satu dibaris test (T),
Test adalah “reaktif”, artinya hasil tes awal positif untuk antobodi HIV-1 atau
HIV-2 (sensitivitas 99,3%)
 Jika tidak ada pita muncul dibaris C, Jika ada pita muncul di luar baris C atau T,
atau jika latar belakang merah mudah-merah mucul dijendala perangkat, artinya
tes ini tidak sah dan harus di ulang.
2. Recombigen Uni-gold HIV

Test Uni-gold adalah rapid Test yang dapat memperoleh hasil dalam waktu sangat
cepat, hanya 10-12 menit. Pemeriksaan ini dapat menggunakan spesimen darah yang utuh
yang dapat diambil dari fungsi vena maupun ujung jari. Cara melakukan uji ini cukup
mudah, specimen darah yang mau di uji diambil dengan menggunakan pipet, lalu
specimen ditetaskan diatas port sampel dan ditambahkan 4 tetes larutan pencuci dari botol
penetes ke port sampel. Sepuluh menit kemudian akan terbaca hasilnya.

Sebuah garis kemerahan digaris “kontrol” tanpa garis dibaris “test” menunjukan
bahwa hasil test ini adalah negatif untuk anti body HIV-1. Sebuah garis kemerahan dalam
instenstis berapapun baik dibaris “test”dan “kontrol” (terklepas dari garis membentuk di
baris “test”) atau garis yang tidak berdekatan dengan daerah masing-masing-masing
menunjukan tes tidak valid dan harus diulang.

3. Clearview HIV-1/2 Stat-Pak

6
HIV Clearview 1/2 Stat-Pak dapat mendeteksi HIV-1 dan HIV-2, tes ini
menggunakan specimen darah, sama seperti HIV-lainnya. Waktu untuk pemeriksaan ini
sekitar 15 hingga hasil dapat dibaca. Dalam pengujian ini, Clearview HIV ½ stat pak
catridge harus diletakan pada permukaan rata. Kemudian isi loop dengan specimen dan
sentuhan loop kebantalan spesimen dengan posisi loop secara vertical. Tambahan 3 tetes
larutan buffer secara perlahan. Hasil uji reaktif dapat terlihat kurang dari 15 menit, untuk
memastikan hasil tes nonreaktif, tunggu sampai 15 menit. Jangan membaca hasil setelah
20 menit. Tes reaktif akam menunjukan dua garis merah muda atau tungu-1 garis
didaerah uji (T) dan 1 garis di daerah kontrol (C). Tes non reaktif akan menunjukan 1
garis merah muda atau garis ungu di daerah kontrol, tapi tidak ada garis di daerah uji.
Hasil pengujian di interpretasiikan sebagai negatif untuk kedua antibody. Tes ini tidak
berlaku jika tidak ada garis merah muda-ungu di daerah kontrol demikian pula tes ini
tidak valid jika ada garis muncul di luar daerah kontrol atau daerah tes. Tes tidak valid
tidak bisa di tafsirkan. Tes tidak valid harus diulang dengan perangkat baru.

Hasil rapid test yang reaktif dapat dikonfirmasikan dengan menggunakan metode
Westorn Bolt atau immunofluorescent assay (IFA). Hasil tes westorn bolt dapat positif,
negatif atau intermidiate. Jika memperoleh intermidiate, sebagai tes di ulang dalam
jangka waktu 1 bulan. Jika hasil tes nonreaktif tetapi pasien memiliki resiko yang tinggi
maka dapat dilakukan pemeriksaan tambahan virologi seperti HIV RNA assay. Dalam
keadaan infeksi HIV akut maka jumlah virus yang terdeteksi dapat melebihi 100.000/ml
virologi tes yang positif dapat dilanjutkan dengan pengulangan tes anti body 3 bulan
kemudian setelah seronkoversi. Pada pemeriksaan rapid tes, tidak dapat dipungkiri dapat
terjadi hasil positif palsu maupun negatif palsu. Positif palsu juga biasa juga terjadi pada
populasi dengan resiko HIV sangat rendah.

D. CARA MELAKUKAN SKRINING HIV

Biasanya tes dilakukan dengan jalan tes darah di puskesmas, rumah sakit, atau klinik.
HIV ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah pasien. Darah pasien diambil
menggunakan jarum suntik sekali pakai, jika tes HIV ini menunjukkan hasil yang positif,
maka darah pasien akan diambil kembali, tes HIV akan dilakukan lagi dengan metode tes
yang berbeda untuk mendapatkan hasil tes yang lebih akurat

2.3 SKRINING TB
A. DEFINISI TUBERKULOSIS

7
Tuberkulosis (TBC) merupakan masalah kesehatan dan tantangan global termasuk
Indonesia. Berdasarkan Global TB Report tahun 2023, Indonesia menduduki peringkat
ke-2 untuk insiden TBC setelah India. Selain itu, yang menjadi tantangan yang perlu
diperhatikan saat ini yaitu TBC DM, TBC pada anak, dan TBC pada masyarakat,
kelompok khusus atau kelompok rentan lainnya. Dengan angka estimasi kasus TBC
sebesar 1.060.000 kasus atau 385 per 100.000 penduduk dan mortalitas 140.700 atau 51
per 100.000 penduduk. Data oleh SITB per 2 Oktober 2023 diketahui bahwa kasus TBC
terkonfirmasi yang ditemukan sebesar 682.170 kasus (64%) dari target 90% maka masih
ada sekitar 36% dari 1.060.000 kasus TBC yang belum ternotifikasi baik yang belum
terjangkau, belum terdeteksi maupun belum terlaporkan. Jumlah kasus TBC yang belum
ditemukan tersebut akan menjadi sumber penularan TBC di masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, terdapat beberapa strategi penemuan pasien TBC yang tidak
hanya fokus “secara pasif dengan aktif promotif” tetapi juga melalui “penemuan aktif
berbasis keluarga dan masyarakat“ dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan
layanan TBC yang bermutu sesuai standar. Guna mempercepat penemuan kasus TBC,
maka diperlukan upaya khusus penemuan kasus secara aktif pada populasi umum untuk
deteksi dini TBC dengan skrining gejala TBC dan X-Ray. Dengan demikian, upaya
tersebut diharapkan dapat menekan laju penularan TBC dalam rangka menuju eliminasi
TBC tahun 2030.

B. TUJUAN KEGIATAN SKRINING TBC


a. Tujuan Umum
Melakukan skrining TBC, diagnosis TBC, dan pemeriksaan ILTB untuk diberikan
TPT pada kontak serumah dan erat dengan kasus indeks TBC tahun 2023-2024
menggunakan metode skrining TBC (gejala dan/atau X-Ray) agar dapat
meningkatkan angka penemuan kasus TBC dan pemberian TPT.
b. Tujuan Khusus
1) Menemukan terduga TBC pada kontak serumah dan erat.
2) Menemukan kasus TBC secara dini pada kontak serumah dan erat untuk
diberikan OAT.
3) Menemukan kasus ILTB untuk diberikan TPT.
C. ALUR DAN LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN SKRINING TBC

8
Tahap Pelaksanaan Skrining TBC Skrining TBC mencakup pelaksanaan skrining
gejala TBC yang dilakukan oleh penyedia jasa, jika ada gejala TBC maka dilanjutkan
pemeriksaan TCM dan jika tidak ada gejala TBC maka dilanjutkan pemeriksaan X-Ray.
Langkah-langkah pelaksanaan skrining TBC tersebut sebagai berikut:

a) Pendaftaran sasaran skrining


Peserta skrining membawa fotokopi KTP/KK pada saat kegiatan skrining.
i. Fasyankes melakukan verifikasi data kontak serumah dan erat dan menuliskan
data nama peserta dan nama kasus indeks dari kontak serumah dan erat yang
datang pada formulir skrining.
ii. Penyedia jasa melakukan pendaftaran kontak serumah dan erat yang datang
untuk dilakukan skrining TBC.
b) Penyuluhan informasi dasar terkait pencegahan dan pengendalian TBC di setiap
lokasi Dinas kesehatan kabupaten/kota melaksanakan penyuluhan terkait pencegahan
dan pengendalian TBC kepada peserta sebelum pelaksanaan wawancara skrining
gejala. Penyuluhan dapat dilaksanakan secara kelompok atau massa. Jika dinas
kesehatan kabupaten/kota memiliki media KIE seperti lembar balik, poster atau leaflet
tentang TBC dapat dibawa dan dibagikan kepada peserta jika memungkinkan.
c) Skrining TBC

Alur Skrining TBC usia ≥15 tahun (Dewasa)

Keterangan Alur Skrining TBC pada Dewasa:

9
i) Penyedia jasa melakukan skrining gejala TBC pada semua sasaran skrining
dengan menggunakan formulir skrining TBC (lampiran 1). Peserta skrining
dinyatakan ada gejala jika memiliki 1 atau lebih kriteria berikut: - Batuk
lebih dari 2 minggu - Batuk darah
ii) Peserta skrining TBC dinyatakan terduga apabila ada gejala dari hasil
skrining TBC atau memiliki hasil sugestif TBC dari hasil pemeriksaan X-
Ray.
iii) Peserta skrining TBC dinyatakan bukan terduga TBC jika baik dari skrining
gejala TBC dan pemeriksaan X-Ray menunjukkan tidak ada gejala atau hasil
XRay normal/tidak sugestif TBC.
iv) Apabila ada gejala TBC maka dilakukan pemeriksaan TCM oleh fasyankes
terpilih. Jika hasil TCM positif, maka dinyatakan sebagai kasus TBC
terkonfirmasi bakteriologis dan dilakukan terapi 12 TBC. Namun jika hasil
TCM negatif, maka diagnosis dilakukan oleh dokter puskesmas/FKRTL. Jika
penegakan diagnosis tersebut dinyatakan bukan TBC, maka dapat dilakukan
observasi dan apabila dilakukan X-Ray di FKRTL dengan hasil X-Ray
normal/tidak sugestif TBC maka dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan TST
bagi kontak dengan pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis. Jika dari
penegakan diagnosis TBC tersebut dinyatakan sebagai TBC klinis, maka
dilakukan terapi TBC.
v) Pada peserta yang tidak ada gejala TBC, maka dilakukan pemeriksaan X-Ray
oleh penyedia jasa. Pembacaan X-Ray menggunakan interpretasi Artificial
Intelligence (AI) dengan cut off point 40 (Cut off point Pada peserta yang
tidak ada gejala TBC, maka dilakukan pemeriksaan X-Ray oleh penyedia
jasa. Pembacaan X-Ray menggunakan interpretasi Artificial Intelligence (AI)
dengan cut off point 40 (Cut off point <40 dinyatakan normal/tidak sugestif
TBC dan jika ≥40 dinyatakan sugestif TBC), kemudian semua pembacaan
hasil X-Ray menggunakan AI dilanjutkan pembacaan oleh dokter spesialis
radiologi. Jika hasil pemeriksaan X-Ray menunjukkan sugestif TBC maka
perlu dilakukan pemeriksaan TCM oleh fasyankes terpilih dan mengikuti
keterangan pada poin iv diatas. Apabila hasil X-Ray adalah tidak sugestif
TBC, maka perlu dilakukan pemeriksaan Tuberculin Skin Test (TST) bagi
kontak serumah dengan pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis. Jika hasil

10
TST positif maka dapat dipertimbangkan untuk pemberian TPT dan jika hasil
TST negatif maka dilakukan observasi.
vi) Bagi peserta skrining yang bukan merupakan kontak serumah dengan pasien
TBC terkonfirmasi bakteriologis (TBC klinis atau TBC ekstra paru), maka
tidak perlu dilakukan TST, dilanjutkan dengan observasi saja.
d) Pengambilan dahak perlu dilakukan edukasi oleh tenaga kesehatan mengenai cara
berdahak yang baik dan diambil sebanyak 2 pot dahak dengan volume 1-4 ml.
Ruangan pengambilan dahak dapat dilakukan di sputum booth atau 16 ruangan
terbuka dengan disediakan tempat cuci tangan/hand sanitizer

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus. Retrovirus
mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus
DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV
menginfeksi tubuh dengan periode imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya
menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan
system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari
CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu, virus tersebut menghancurkan
CD4+ dan limfosit.

Skrining HIV adalah tes HIV anonim yang dilakukan pada sampel darah, produk darah,
jaringan dan organ tubuh sebelum didonorkan. Tes HIV tanpa identitas yang dilakukan pada
sampel darah, produk darah, jaringan dan organ tubuh sebelum didonorkan Tes HIV adalah
suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi
HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sample
darahnya.

Tuberkulosis (TBC) merupakan masalah kesehatan dan tantangan global termasuk


Indonesia. Berdasarkan Global TB Report tahun 2023, Indonesia menduduki peringkat ke-2
untuk insiden TBC setelah India. Selain itu, yang menjadi tantangan yang perlu diperhatikan
saat ini yaitu TBC DM, TBC pada anak, dan TBC pada masyarakat, kelompok khusus atau
kelompok rentan lainnya. Dengan angka estimasi kasus TBC sebesar 1.060.000 kasus atau
385 per 100.000 penduduk dan mortalitas 140.700 atau 51 per 100.000 penduduk. Data oleh
SITB per 2 Oktober 2023 diketahui bahwa kasus TBC terkonfirmasi yang ditemukan sebesar
682.170 kasus (64%) dari target 90% maka masih ada sekitar 36% dari 1.060.000 kasus TBC
yang belum ternotifikasi baik yang belum terjangkau, belum terdeteksi maupun belum
terlaporkan. Jumlah kasus TBC yang belum ditemukan tersebut akan menjadi sumber
penularan TBC di masyarakat. (KLHK, 2020)

hubungan seksual (Daili, 2007; Djuanda, 2007). Sejak tahun 1998, istilah STD mulai
berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita
asimtomatik (Daili, 2009). Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba

12
(bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang
paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis,
chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B.
Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang paling
sering dari semua infeksi (Holmes, 2005; Kasper, 2005).

3.2 Saran
1. Semoga penyusunan makalah ini dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi kita
semua untuk lebih mengenal mengenai Skrining Pranikah dan Kaitannya dengan
kehamilan
2. Kami menyadari apa yang kami paparkan dalam makalah ini tentu masih belum
sesuai apa yang di harapkan dengan ini kami berharap masukan yang lebih banyak
lagi dari dosen pembimbing dan teman – teman semua.

13
DAFTAR PUSTAKA

Zulmiar Yanri, Dkk (2005), PEdoman bersama ilo/who tentang pelayanan


HIV/AIDS Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI.

Depkes RI,2012.Petunjuk Pemantauan Program Nasional Pemberantasan dan


Pencegahan AIDS. Jakarta : WHO

Kemenkes RI Laporan Perkembangan HIV-AIDS Tahun 2016Direktoral


jendral Pencegahandan Pengendalian Penyakit 2016

Fresia, S. (2017). Efektivitas Pemberian Edukasi Berbasis Audiovisual dan


Tutorial Tentang Antiretroviral (ARV) Terhadap Kepatuhan Pengobatan
pada Pasien HIV/AIDS di Klinik. The Indonesian Journal of Infectious
Disease, 38–45. Retrievedfrom
http://ijid
rspisuliantisaroso.co.id/index.php/ijid/article/view/35
Azanella, L. A. (2018, 12 01). HIV/Aids di Asia. HIV/Aids dalam angka 36,9
juta penderita 25 persen tidak menyadarinya.

Sri Wahyuni, 2019, Pengaruh Konseling Terhadap Kepatuhan Dan Respon


Terapi Arv Pada Odha Di Rumah Sakit Umum H.A.Sulthan Daeng
Radja Kab. Bulukumba. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Makassar
KLHK. (2020). Petunjuk teknis petunjuk teknis. 28, 1–6.
https://drive.google.com/file/d/1c95fppRDYRtfnQhMl9TuKbcRf-jQcQk6/view

14

Anda mungkin juga menyukai