Anda di halaman 1dari 13

TUGAS HIV/AIDS

PENCEGAHAN HIV MELALUI TRANSMISI


SEKSUAL

DI SUSUN OLEH
kelompok 1:

 Audya Fitri Handayani (20011122)


 Agil Karmilla (20011119)

Dosen Pengampu :

Dr. Emy Leonita.SKM, MPH

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERITAS HANGTUAH PEKANBARU

2020/2021
KATA PENGATAR

Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Allah


SubhanahuWata’ala yang telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pencegahan HIV
Melalui Transmisi Seksual (PMTS)” dengan baik tanpa ada halangan.

Diluar itu kami sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa


masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , kami
selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
menambah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaatnya untuk masyarakat
luas.

Pekanbaru, 20 Maret 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) secara global masih merupakan masalah kesehatan yang serius karena dapat
menimpa semua orang tanpa mengenal umur, jenis kelamin, suku bangsa, ras, agama, tingkat
pendidikan, status ekonomi dan sosial. Epidemi HIV di Indonesia telah memasuki epidemi
terkonsentrasi, dimana prevalensi HIV sudah melebihi angka 5% pada populasi kunci yang
rawan tertular HIV diantaranya Wanita Pekerja Seks (WPS), sehingga perlu dilakukan upaya
pencegahan HIVAIDS yang lebih intensif, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi untuk
menghasilkan program yang cakupannya tinggi, efektif dan berkelanjutan.
Berdasarkan permodelan Asean Epidemic Model (AEM) untuk Provinsi Jakarta
tahun 1995 ± 2015 terlihat bahwa terjadi perubahan pola penularan atau infeksi baru.
Penularan yang semula terlihat tinggi pada kelompok pengguna NAPZA suntik (penasun),
namun kemudian kelompok penasun ini seperti tetap dan penularan berpindah ke kelompok
Wanita Pekerja Seks (WPS) dan pelanggannya. Kelompok populasi kunci lain seperti Lelaki
Seks dengan Lelaki (LSL) dan wanita risiko rendah ternyata mengalami peningkatan
walaupun eskalasinya rendah.
Laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menunjukkan sampai dengan
30 Desember 2013 penularan HIV melalui transmisi seksual mencapai sebesar 62,5%,
meningkat dibandingkan antara tahun 2006-2010, sebanyak 55%. Sedangkan berdasarkan
data dari Ditjen PP & PL, (2014) diketahui bahwa persentase faktor risiko HIV tertinggi
adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (57%), Lelaki Seks Lelaki (15%) dan
penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (4%).
PMTS (Program Pencegahan HIVAIDS melalui Transmisi Seksual) merupakan
program pencegahan HIV-AIDS yang dicetuskan oleh Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional (KPAN), bertujuan untuk melakukan pencegahan HIV secara komprehensif,
integratif dan efektif pada populasi kunci yang salah satunya adalah WPS, sehingga perlu
dilakukan upaya pencegahan HIVAIDS yang lebih intensif, menyeluruh, terpadu dan
terkoordinasi untuk menghasilkan program yang cakupannya tinggi, efektif dan
berkelanjutan

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain:

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan yang terdapatdalam makalah ini,antara lain :


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual

Program Pencegahan HIVAIDS melalui Transmisi Seksual merupakan program


pencegahan HIV/AIDS yang dicetuskan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
(KPAN), bertujuan untuk melakukan pencegahan HIV secara komprehensif, integratif dan
efektif pada populasi. tujuan khusus program PMTS antara lain :
a. Mendorong terciptanya lingkungan yang kondusif dalam upaya pencegahan HIV bagi
populasi WPS (indikator : pembentukan Pokja, peraturan lokal lokasi, program kerja).
b. Mendorong praktek perilaku aman baik pada tingkat individu, kelompok dan komunitas
pada populasi WPS (indikator : pendidik sebaya, kader lokasi, media Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE), penyuluhan, Voluntary Counseling and Testingmobile
atau VCT mobile).
c. Memfasilitasi tersedianya kondom dan pelicin yang mudah diakses oleh WPS
(indikator : manajemen kondom dan pelicin, outlet kondom dan pelicin).
d. Mendorong tersedianya layanan IMS, HIV dan AIDS yang mudah diakses oleh WPS
(persediaan layanan Infeksi Menular Seksual/ IMS, HIV, Profilaksis Pasca Pajanan/
PPP, Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak/ PPIA dan dukungan ODHA)
Program PMTS merupakan salah satu program SRAN 2010-2014 sebagai upaya
pencegahan HIV/AIDS pada lingkungan beresiko tinggi. Penanganan penularan HIV
melalui transmisi seksual selama ini masih rendah, hal ini dapat dilihat melalui
rendahnya cangkupan program terhadap populasi. Melihat situasi tersebut maka perlu
sebuah program untuk merubah dari perilaku tidak aman menjadi perilaku aman. PMTS
memiliki 4 komponen di mana komponen tersebut saling berkaitan untuk pencapaian
lokasi yang sehat dan bersih. Sasaran program PMTS adalah semua kelompok populasi.
4 Kompenen Program Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS) yaitu :
 Peningkatan Peran Positif Pemangku Kepentingan di Lokasi.
Tujuan komponen ini adalah menciptakan lingkungan yang kondusif yang
mendukung perilaku hidup sehat, meningkatnya pemakaian kondom di lokasi
dan menurunnya kasus IMS. Pengguna komponen ini adalah pihak yang
mempunyai kekuasaan atau berpengaruh di lokasi yaitu mucikari. Komponen ini
meliputi sosialisasi program PMTS, pemberian informasi dan layanan kesehatan
dasar untuk wanita pekerja seksual.

 Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) dan Pemberdayaan Populasi


Kunci. KPP adalah kombinasi berbagai macam kegiatan yang direncanakan
secara sistematis dan dikembangkan bersama dengan populasi kunci dan
pemangku kepentingan setempat. Tujuan KPP adalah memberikan pemahaman
dan dan dapat mengubah perilaku sehingga kerentanan HIV akan berkurang.
Komunikasi yang dilakukan pada komponen ini diberikan kepada mucikari dan
wanita pekerja seksual. Melalui komunikasi, wanita pkerja seksual diberikan
pelatihan pendidik sebaya (peer education) di mana pelatihan tersebut ditujukan
untuk saling memberikan pengetahuan dan informasi mengenai HIV/AIDS dan
IMS.

 Manajemen Pasokan Kondom dan Pelicin


Tujuan komponen ini adalah menjamin agar kondom baik laki-laki maupun
perempuan dan pelicin selalu tersedia dan terjangkau dalam jumlah yang cukup
di setiap wisma, lokasi bahkan sampai dengan kamar. Untuk menyebarluaskan
kondom dan pelicin di daerah lokasi beresiko maka dibentuklah outlet yang
mampu menampung kondom dan pelicin yang telah di distribusikan.

 Penatalaksanaan IMS
Komponen ini bertujuan untuk menyediakan layanan dan pengobatan serta
konseling perubahan perilaku yang bertujuan menyembuhkan dan memutuskan
rantai IMS.

2. Jenis Layanan dan Intervensi yang terbukti efektif dalam menurunkan risiko
penularan HIV melalui transmisi seksual.

Ada 11 jenis layanan dan intervensi yang terbukti efektif dalam menurunkan risiko
penularan HIV melalui transmisi seksual yang dapat dilaksanakan di tingkat layanan primer.
Kesebelas jenis layanan tersebut dapat dikelompokan kedalam 3 kategori sebagaimana
berikut:

 Kategori layanan pencegahan biomedis dalam PMTS


1. Penyediaan, promosi, dan distribusi kondom. Penggunaan kondom yang konsisten dan
benar sangat efektif untuk mencegah infeksi menular seksual termasuk HIV pada tingkat
individu. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam layanan ini adalah: 
Perlunya meningkatkan ketersediaan dan kemudahan akses;  Perlu meningkatkan
pengetahuan, penerimaan dan permintaan  Peningkatan akses pada layanan ART dapat
meningkatkan kebutuhan dan kesempatan untuk mempercepat promosi kondom.

2. Sirkumsisi sukarela untuk laki-laki dewasa. Pelayanan ini dapat mengurangi risiko
penularan HIV pada laki-laki hingga 50-60%. Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan layanan ini adalah:  harus merupakan bagian dari
pelayanan yang komprehensif (termasuk KTS HIV, manajemen IMS, promosi seks
aman, dan penyediaan kondom);  Dilakukan pada lokasi tertentu, WHO
merekomendasikan pada area dimana prevalensi HIV pada masyarakat umum sudah
lebih dari 15%;  Merupakan intervensi jangka pendek untuk mempercepat upaya
pencegahan.

3. Testing dan konseling HIV. Layanan ini merupakan pintu masuk untuk layanan
pengobatan ART, perawatan dan dukungan pada ODHA yang dapat menurunkan
kemungkinan penularan pada pasangan diskordan.

4. Diagnosa dan pengobatan IMS. Walaupun merupakan penanda biologi dari perilaku
seks berisiko dan meningkatkan risiko penularan HIV tetapi dari banyak penelitian
klinis yang sudah dilakukan belum ditemukan penurunan infeksi baru HIV sebagai
akibat dari layanan diagnosa dan pengobatan IMS. Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan layanan ini adalah:  Di wilayah dengan epidemi HIV
terkonsentrasi fokus sasarannya adalah populasi paling berisiko, orang yang datang
dengan keluhan IMS, orang dengan HIV yang masih berperilaku risiko, dan populasi
lainnya sesuai situasi risiko yang ada (remaja, pekerja migran dan pekerja yang
berpindah-pindah serta aktif berhubungan seksual). Sedangkan fokus jenis layanannya
meliputi: Diagnosa dan pengobatan dengan pendekatan sindrom dan laboratorium
sederhana ataupun berdasarkan risiko infeksi IMS pada genital dan anus bagi perempuan
dan laki-laki dengan perilaku berisiko. Pengobatan presumtif atau penapisan IMS bagi
perempuan dan laki-laki dengan perilaku berisiko. Di wilayah dengan epidemi HIV
meluas, fokus populasinya juga meliputi orang yang melakukan testing dan konseling
HIV serta remaja yang aktif berhubungan seksual. Sedangkan fokus layanannya
ditambah dengan intervensi pada pasangan seks dari orang dengan gejala IMS berupa
carian abnormal genital, uretra, atau anus.

5. Pencegahan berbasis pengobatan Antiretroviral (ARV) yang meliputi:  Post-exposure


Prophylaxis (PEP) berupa pemberian zidovudine dalam waktu tertentu dimulai dalam 72
jam setelah terpapar. Layanan ini efektif menurunkan kemungkinan penularan pada
orang yang terpapar virus HIV.  Pengobatan ART sebagai pencegahan (Treatment as
Prevention) berupa pengobatan ART sedini mungkin untuk menurunkan kemungkinan
penularan HIV melalui hubungan seksual hingga lebih dari 90%, pada pasangan
diskordan, dan  Pre-exposure Prophylaxis (PrEP) berupa pemberian kombinasi 2 ART
(tenofovir and emtricitabine) setiap hari pada orang yang paling berisiko terinfeksi HIV.
Beberapa penelitian melaporkan penurunan 39% risiko penularan HIV secara
keseluruhan, dan maksimal 54% pada perempuan yang patuh mengikuti protokol
penelitian.

 Kategori layanan intervensi perubahan perilaku dalam program PMTS

6. Intervensi Perubahan Perilaku (IPP) yang berdiri sendiri untuk mengurangi risiko
penularan melalui transmisi seksual dan meningkatkan proteksi melalui beberapa kanal
komunikasi seperti:  Media masa, hasil beberapa penelitian secara umum menunjukan
dampak IPP melalui media masa yang positif walaupun sedikit terhadap pengetahuan,
persepsi risiko, dan indikator self-efficacy.  IPP ditingkat komunitas seperti kampanye
dan mobilisasi menunjukan hubungan yang positif dengan cakupan testing HIV dan
penggunaan kondom.  Komunikasi interpersonal baik dengan teman sebaya, petugas
kesehatan maupun tenaga penjangkau, sebuah meta-analysis yang baru-baru ini
dilakukan menemukan cakupan komunikasi interpersonal memiliki hubungan yang
signifikan dengan peningkatan pengetahuan dan penggunaan kondom.  Fokus perilaku
yang menjadi topik utama intervensi ini umumnya adalah hubungan seks dengan lebih
dari satu pasangan, hubungan seks komersial dan antar generasi, usia hubungan seks
pertama, dan dampak konsumsi alkohol dan Napza.

7. Intervensi perubahan perilaku untuk memaksimalkan layanan pencegahan biomedis,


seperti menciptakan kebutuhan terhadap layanan pencegahan biomedis, meningkatkan
kepatuhan, dan edukasi pasien setelah layanan pencegahan biomedis.

 Dukungan struktural untuk program PMT

8. Reformasi peraturan dan kebijakan untuk menurunkan stigma dan diskriminasi terhadap
ODHA dan populasi paling berisiko yang termajinalkan

9. Program Kesetaraan gender dan kekerasan berbasis gender

10. Pemberdayaan ekonomi dan pendekatan multi-sektoral lainnya, dan

11. Peningkatan tingkat pendidikan masyarakat.

3. Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS

1. Promosi Kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan komprehensif, pencegahan


penularan dan menghilangkan stigma diskriminasi melalui kegiatan iklan, promosi kesehatan
pada remaja, dan promosi kesehatan lainnya yang terintegrasi pada pelayanan kesehatan
remaja, pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, pemeriksaan asuhan
antenatal, pelayanan infeksi menular seksual, rehabilitasi napza, dan tuberkulosis

2. Pencegahan penularan

a. Pemakaian Kondom Konsisten : pada perilaku seksual beresiko. Di lokasi/hotspot (di


setiap wisma/kamar). Pada seluruh populasi Kunci (PS, LBT, GWL, Penasun, Remaja
beresiko~> PMTS paripurna) melalui penjangkauan melalui pendidik sebaya dan
fasilitas layanan kesehatan.

b. Pengobatan IMS komprehensif: Sebagai pintu masuk bagi layanan HIV Komprehensif
yang berkesinambungan (LKB), Rutin Screening gejala dan pengobatan bagi populasi
kunci, kondom merupakan paket dalam pengobatan IMS

c. Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Non Seksual

d. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anaknya : Penggunaan kondom sebagai dual
protection mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ODHA.

e. Advokasi, Sosialisasi, dan KIE: Adanya regulasi sebagai dukungan lingkungan yang
kondusif dan sosialisasi KIE tentang kondom dan upaya pencegahan HIV-AIDS dan
IMS

3. Pemeriksaan diagnosis HIV

4. Pengobatan dan perawatan, dan Rehabilitasi

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan suatu


penyakit yang disebut Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).AIDS adalah suatu
kumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya
virus HIV dalam tubuh seseorang.

4 Kompenen Program Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS)


yaitu :Peningkatan Peran Positif Pemangku Kepentingan di Lokasi, Komunikasi Perubahan
Perilaku (KPP) dan Pemberdayaan Populasi Kunci, Manajemen Pasokan Kondom dan
Pelicin, dan yang terakhir Penatalaksanaan IMS.

B. Saran

Seharusnya WPS memeriksakan diri dengan sukarela dan memanfaatkan layanan


VCT dan IMS yang telah disediakan oleh Dinkes. Sebagai upaya penanggulangan
HIV/AIDS di lingkungan beresiko maka pelaksana program PMTS perlu mengadakan
sosialisasi dan penyuluhan secara berkelanjutan yang diberikan tidak hanya kepada WPS dan
mucikari saja namun juga kepada pelanggan (HRM) sehingga HRM dapat berperan aktif
dalam pencegahan HIV dengan bersedia menggunakan kondom yang telah disediakan.

DAFTAR PUSTAKA

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. (2010). Strategi dan Rencana Aksi Nasional
(SRAN) Penanggulangan HIV dan AIDS Tahun 2010-2014. Jakarta.
Komisi Penanggulangan AIDS. (2014). Pedoman PMTS Paripurna Kemitraan Pemerintah
Swasta dan Komunitas. Jakarta.

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat & Komisi Penanggulangan AIDS


Nasional. (2003). Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS 2003-2007. Jakarta.

https://www.slideserve.com/lysa/situasi-dan-kebijakan-program-pengendalian-hiv-aids-di-
sumatera-barat

https://123dok.com/document/zk6r50ey-pencegahan-melalui-transmisi-seksual-pelayanan-
puskesmas-jejaringnya-technical.html

Anda mungkin juga menyukai