DI SUSUN OLEH
kelompok 1:
Dosen Pengampu :
2020/2021
KATA PENGATAR
Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) secara global masih merupakan masalah kesehatan yang serius karena dapat
menimpa semua orang tanpa mengenal umur, jenis kelamin, suku bangsa, ras, agama, tingkat
pendidikan, status ekonomi dan sosial. Epidemi HIV di Indonesia telah memasuki epidemi
terkonsentrasi, dimana prevalensi HIV sudah melebihi angka 5% pada populasi kunci yang
rawan tertular HIV diantaranya Wanita Pekerja Seks (WPS), sehingga perlu dilakukan upaya
pencegahan HIVAIDS yang lebih intensif, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi untuk
menghasilkan program yang cakupannya tinggi, efektif dan berkelanjutan.
Berdasarkan permodelan Asean Epidemic Model (AEM) untuk Provinsi Jakarta
tahun 1995 ± 2015 terlihat bahwa terjadi perubahan pola penularan atau infeksi baru.
Penularan yang semula terlihat tinggi pada kelompok pengguna NAPZA suntik (penasun),
namun kemudian kelompok penasun ini seperti tetap dan penularan berpindah ke kelompok
Wanita Pekerja Seks (WPS) dan pelanggannya. Kelompok populasi kunci lain seperti Lelaki
Seks dengan Lelaki (LSL) dan wanita risiko rendah ternyata mengalami peningkatan
walaupun eskalasinya rendah.
Laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menunjukkan sampai dengan
30 Desember 2013 penularan HIV melalui transmisi seksual mencapai sebesar 62,5%,
meningkat dibandingkan antara tahun 2006-2010, sebanyak 55%. Sedangkan berdasarkan
data dari Ditjen PP & PL, (2014) diketahui bahwa persentase faktor risiko HIV tertinggi
adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (57%), Lelaki Seks Lelaki (15%) dan
penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (4%).
PMTS (Program Pencegahan HIVAIDS melalui Transmisi Seksual) merupakan
program pencegahan HIV-AIDS yang dicetuskan oleh Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional (KPAN), bertujuan untuk melakukan pencegahan HIV secara komprehensif,
integratif dan efektif pada populasi kunci yang salah satunya adalah WPS, sehingga perlu
dilakukan upaya pencegahan HIVAIDS yang lebih intensif, menyeluruh, terpadu dan
terkoordinasi untuk menghasilkan program yang cakupannya tinggi, efektif dan
berkelanjutan
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain:
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Penatalaksanaan IMS
Komponen ini bertujuan untuk menyediakan layanan dan pengobatan serta
konseling perubahan perilaku yang bertujuan menyembuhkan dan memutuskan
rantai IMS.
2. Jenis Layanan dan Intervensi yang terbukti efektif dalam menurunkan risiko
penularan HIV melalui transmisi seksual.
Ada 11 jenis layanan dan intervensi yang terbukti efektif dalam menurunkan risiko
penularan HIV melalui transmisi seksual yang dapat dilaksanakan di tingkat layanan primer.
Kesebelas jenis layanan tersebut dapat dikelompokan kedalam 3 kategori sebagaimana
berikut:
2. Sirkumsisi sukarela untuk laki-laki dewasa. Pelayanan ini dapat mengurangi risiko
penularan HIV pada laki-laki hingga 50-60%. Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan layanan ini adalah: harus merupakan bagian dari
pelayanan yang komprehensif (termasuk KTS HIV, manajemen IMS, promosi seks
aman, dan penyediaan kondom); Dilakukan pada lokasi tertentu, WHO
merekomendasikan pada area dimana prevalensi HIV pada masyarakat umum sudah
lebih dari 15%; Merupakan intervensi jangka pendek untuk mempercepat upaya
pencegahan.
3. Testing dan konseling HIV. Layanan ini merupakan pintu masuk untuk layanan
pengobatan ART, perawatan dan dukungan pada ODHA yang dapat menurunkan
kemungkinan penularan pada pasangan diskordan.
4. Diagnosa dan pengobatan IMS. Walaupun merupakan penanda biologi dari perilaku
seks berisiko dan meningkatkan risiko penularan HIV tetapi dari banyak penelitian
klinis yang sudah dilakukan belum ditemukan penurunan infeksi baru HIV sebagai
akibat dari layanan diagnosa dan pengobatan IMS. Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan layanan ini adalah: Di wilayah dengan epidemi HIV
terkonsentrasi fokus sasarannya adalah populasi paling berisiko, orang yang datang
dengan keluhan IMS, orang dengan HIV yang masih berperilaku risiko, dan populasi
lainnya sesuai situasi risiko yang ada (remaja, pekerja migran dan pekerja yang
berpindah-pindah serta aktif berhubungan seksual). Sedangkan fokus jenis layanannya
meliputi: Diagnosa dan pengobatan dengan pendekatan sindrom dan laboratorium
sederhana ataupun berdasarkan risiko infeksi IMS pada genital dan anus bagi perempuan
dan laki-laki dengan perilaku berisiko. Pengobatan presumtif atau penapisan IMS bagi
perempuan dan laki-laki dengan perilaku berisiko. Di wilayah dengan epidemi HIV
meluas, fokus populasinya juga meliputi orang yang melakukan testing dan konseling
HIV serta remaja yang aktif berhubungan seksual. Sedangkan fokus layanannya
ditambah dengan intervensi pada pasangan seks dari orang dengan gejala IMS berupa
carian abnormal genital, uretra, atau anus.
6. Intervensi Perubahan Perilaku (IPP) yang berdiri sendiri untuk mengurangi risiko
penularan melalui transmisi seksual dan meningkatkan proteksi melalui beberapa kanal
komunikasi seperti: Media masa, hasil beberapa penelitian secara umum menunjukan
dampak IPP melalui media masa yang positif walaupun sedikit terhadap pengetahuan,
persepsi risiko, dan indikator self-efficacy. IPP ditingkat komunitas seperti kampanye
dan mobilisasi menunjukan hubungan yang positif dengan cakupan testing HIV dan
penggunaan kondom. Komunikasi interpersonal baik dengan teman sebaya, petugas
kesehatan maupun tenaga penjangkau, sebuah meta-analysis yang baru-baru ini
dilakukan menemukan cakupan komunikasi interpersonal memiliki hubungan yang
signifikan dengan peningkatan pengetahuan dan penggunaan kondom. Fokus perilaku
yang menjadi topik utama intervensi ini umumnya adalah hubungan seks dengan lebih
dari satu pasangan, hubungan seks komersial dan antar generasi, usia hubungan seks
pertama, dan dampak konsumsi alkohol dan Napza.
8. Reformasi peraturan dan kebijakan untuk menurunkan stigma dan diskriminasi terhadap
ODHA dan populasi paling berisiko yang termajinalkan
2. Pencegahan penularan
b. Pengobatan IMS komprehensif: Sebagai pintu masuk bagi layanan HIV Komprehensif
yang berkesinambungan (LKB), Rutin Screening gejala dan pengobatan bagi populasi
kunci, kondom merupakan paket dalam pengobatan IMS
d. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anaknya : Penggunaan kondom sebagai dual
protection mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ODHA.
e. Advokasi, Sosialisasi, dan KIE: Adanya regulasi sebagai dukungan lingkungan yang
kondusif dan sosialisasi KIE tentang kondom dan upaya pencegahan HIV-AIDS dan
IMS
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. (2010). Strategi dan Rencana Aksi Nasional
(SRAN) Penanggulangan HIV dan AIDS Tahun 2010-2014. Jakarta.
Komisi Penanggulangan AIDS. (2014). Pedoman PMTS Paripurna Kemitraan Pemerintah
Swasta dan Komunitas. Jakarta.
https://www.slideserve.com/lysa/situasi-dan-kebijakan-program-pengendalian-hiv-aids-di-
sumatera-barat
https://123dok.com/document/zk6r50ey-pencegahan-melalui-transmisi-seksual-pelayanan-
puskesmas-jejaringnya-technical.html