Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya HIV/AIDS diselenggarakan di UPT Puskesmas Cikelet merupakan


upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective.

Hingga saat ini HIV merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
utama di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan tahun
2011, kasus HIV teridentifikasi tersebar di 368 (73,9%) dari 498 kabupaten/kota
di seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi pertama kali ditemukannya adanya
kasus HIV (2011) adalah Provinsi Bali (1987), sedangkan yang terakhir
melaporkan adanya HIV (2011) adalah Provinsi Sulawesi Barat.

Berdasarkan data terbaru, kejadian penularan infeksi HIV di Indonesia


terbanyak melalui hubungan seksual dengan orang terinfeksi tanpa menggunakan
kondom. Diikuti oleh penggunaan alat suntik yang tercemar darah mengandung
HIV (karena penggunaan alat suntik secara Bersama diantara para pengguna
Napza suntikan), dan ditularakan dari ibu pengidap HIV kepada anaknya, baik
selama kehamilan, persalinan atau selama menyusui. Cara penularan lain adalah
melalui transfuse darah yang tercemar, alat tusuk dan peralatan lainnya (tato, dan
lain-lain) dan adanya infeksi menular seksual seperti sifilis.

Sejak beberapa tahun belakangan ini telah banyak kemajuan dicapai dalam
program pengendalian HIV di Indonesia. Berbagai layanan terkait HIV telah
dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya yaitu
para populasi kunci dengan jumlah yang terus meningkat. Namun demikian
efektifitas maupun kualitas intervensi dan layanan tersebut masih belum merata
dan belum semuanya saling terkait. Selain itu masih banyak tantangan yang
harus dihadapi seperti jangkauan layanan, cakupan maupun, retensi klien pada
layanan, termasuk di wilayah dengan beban yang tinggi.

Petunjuk ini dibuat sebagai pedoman bagi petugas kesehatan puskesmas


cikelet dalam melaksanakan pelayanan imunisasi.

1|Pedoman Program HIV/AIDS


B. Tujuan Pedoman

1. Tujuan Umum

Sesuai dengan tujuan pengendalian HIV di Indonesia, yaitu


menurunkan angka kesakitan, kematian dan diskriminasi serta meningkatkan
kualitas hidup ODHA, maka diperlukan upaya pengendalian serta layanan
HIV dan IMS yang komprehensif di Wilayah Puskesmas Cikelet.

2. Tujuan khusus

1) Menyediakan dan meningkatkan mutu pelayanan perawatan, pengobatan,


dan dukungan kepada ODHA yang terintegrasi dengan upaya
pencegahan.

2) Menyediakan dan menyebarluaskan informasi dan menciptakan suasana


kondusif untuk mendukung upaya pengendalian HIV dan AIDS, dengan
menitik beratkan pencegahan pada sub-populasi berperilaku risiko tinggi
dan lingkungannya dengan tetap memperhatikan sub-populasi lainnya.

3) Meningkatkan peran serta remaja, perempuan, keluarga dan masyarakat


umum termasuk ODHA dalam berbagai upaya pengendalian HIV dan
AIDS.

4) Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara lembaga


pemerintah, LSM, sector swasta dan dunia usaha, organisasi profesi, dan
mitra internasional di pusat dan di daerah untuk meningkatkan respons
nasional terhadap HIV dan AIDS.

5) Meningkatkan koordinasi kebijakan nasional dan daerah serta inisiatif


dalam Pengendalian HIV dan AIDS.

2|Pedoman Program HIV/AIDS


C. Sasaran Pedoman

Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS terdiri atas :

1) Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang
benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV dan
menghilangkan stigma serta diskriminasi.
Promosi kesehatan diberikan dalam bentuk advokasi, bina suasana,
pemberdayaan, kemitraan dan peran serta masyarakat sesuai dengan kondisi
social budaya serta didukung kebijakan publik.

Promosi kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non


kesehatan terlatih

Sasaran promosi kesehatan meliputi pembuat kebijakan, sector swasta,


organisasi kemasyarakatan dan masyarakat.

Masyarakat diutamakan pada populasi sasaran dan populasi kunci.

Populasi sasaran merupakan populasi yang menjadi sasaran program

Populasi kunci meliputi :

a. Pengguna napza suntik (Penasun/IDU)


b. Wanita Pekerja Seks (WPS) langsung maupun tidak langsung
c. Pelanggan/ pasangan seks WPS
d. Gay, waria dan laki-laki pelanggan/ pasangan seks dengan sesama
laki-laki (LSL)
e. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)

Promosi kesehatan dapat dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan


maupun program promosi kesehatan lainnya seperti :

a. Kesehatan peduli remaja


b. Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana
c. Pemeriksaan asuhan antenatal
d. Infeksi menular seksual

3|Pedoman Program HIV/AIDS


e. Rehabilitasi napza
f. Tuberculosis

Promosi kesehatan meliputi :

a. Iklan layanan masyarakat


b. Kampanye penggunaan kondom pada setiap hubungan seks
beresiko penularan penyakit
c. Promosi kesehatan bagi remaja dan dewasa muda
d. Peningkatan kapasitas dalam promosi pencegahan penyalahgunaan
napza dan penularan HIV kepada tenaga kesehatan, tenaga non
kesehatan yang terlatih
e. Program promosi kesehatan lainnya
1) Pencegahan penularan HIV
Pencegahan penularan HIV dapat dicapai secara efektif dengan
caramnerapkan pola hidup aman dan tidak berisiko, meliputi upaya :

a. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual


Merupakan berbagai upaya untuk mencegah seseorang terinfeksi
HIV dan/atau penyakit IMS lain yang ditularkan melalui hubungan
seksual terutama di tempat yang berpotensi terjadinya hubungan
seksual berisiko.

Dilakukan dengan 4 (empat) kegiatan yang terintegrasi meliputi :

 Peningkatan peran pemangku kepentingan


Ditujukan untuk menciptakan tatanan social di lingkungan
populasi kunci yang kondusif.

 Intervensi perubahan perilaku


Ditujukan untuk memberi pemahaman dan mengubah
perilaku kelompok secara kolektif dan perilaku setiap
individu dalam kelompok sehingga kerentanan terhadap HIV
berkurang.

 Manajemen pasokan perbekalan kesehatan pencegahan

4|Pedoman Program HIV/AIDS


Ditujukan untuk menjamin tersedianya perbekalan kesehatan
pencegahan yang bermutu dan terjangkau.

 Penatalaksanaan IMS
Ditujukan untuk menyembuhkan IMS pada individu dengan
memutus mata rantai penularan IMS melalui penyediaan
pelayanan diagnosis dan pengobatan serta konseling
perubahan perilaku

Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan

melalui upaya untuk :

 A (Abstinensia) tidak melakukan hubungan seksual


Ditujukan bagi orang yang belum menikah

 B (Be Faithful) setia dengan pasangan


Hanya berhubungan seksual dengan pasangan tetap yang
diketahui tidak terinfeksi HIV

 C (Condom use) menggunakan kondom secara konsisten pada


hubungan seksual berisiko
 D (no Drugs) menghindari penyalahgunaan obat/ zat adiktif
 E (Education) meningkatkan kemampuan pencegahan melalui
edukasi termasuk mengobati IMS sedini mungkin
 Melakukan pencegahan lain, antara lain melalui sirkumsisi
b. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya

Dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan yang meliputi :

 Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif


 Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada
perempuan dengan HIV
 Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke
bayi yang dikandungnya

5|Pedoman Program HIV/AIDS


 Pemberian dukungan psikologis, social dan perawatan kepada
ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya

Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya harus dilakukan


promosi kesehatan dan pencegahan penularan HIV. Pencegahan
penularan HIV terhadap ibu hamil dilakukan melalui pemeriksan
diagnosis HIV dengan tes dan konseling. Tes dan konseling tersebut
dianjurkan sebagai bagian dari pemeriksaan laboratorium rutin saat
pemeriksaan asuhan antenatal atau menjelang persalinan

2) Pemeriksaan diagnosis HIV


Dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan
atau peningkatan kejadian infeksi HIV. Pemeriksaan diagnosis HIV
dilakukan berdasarkan prinsip konfidensialitas, persetujuan, konseling,
pencatatan, pelaporan dan rujukan.

Prinsip konfidensial berarti hasil pemeriksaan harus dirahasiakan dan


hanya dapat dibuka kepada :

 Yang bersangkutan
 Tenaga kesehatan yang menangani
 Keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap
 Pasangan seksual
 Pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui KTS atau TIPK dan


harus disertai dengan persetujuan pasien.

KTS dilakukan dengan langkah-langkah meliputi :

 Konseling pra tes


 Tes HIV dan
 Konseling pasca tes

KTS hanya dilakukan dalam hal pasien memberikan persetujuan


secara tertulis.

6|Pedoman Program HIV/AIDS


Konseling pra tes dilakukan dengan tatap muka atau tidak tatap muka dan dapat
dilaksanakan bersama pasangan (couple counseling) atau dalam kelompok
(group counseling)

Konseling pasca tes harus dilakukan tatap muka dengan tenaga kesehatan atau
konselor terlatih

TIPK dilakukan dengan langkah-langkah meliputi :

 Pemberian informasi tentang HIV dan AIDS sebelum tes


 Pengambilan darah untuk tes
 Penyampaian hasil tes dan
 Konseling

Tes HIV pada TIPK tidak dilakukan dalam hal pasien menolak secara tertulis.

TIPK harus dianjurkan sebagai bagian dari standar pelayanan bagi :

a. Setiap orang dewasa, remaja dan anak-anak yang dating ke fasilitas


pelayanan kesehatan dengan tanda, gejala atau kondisi medis yang
mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi infeksi HIV terutama
pasien dengan riwayat penyakit tuberculosis dan IMS.
b. Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu brsalin.
c. Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi HIV.
d. Anak-anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi di wilayah
epidemic luas atau anak dengan malnutrisi yang tidak menunjukkan
respon yang baik dengan pengobatan nutrisi yang adekuat.
e. Laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan pencegahan
HIV.

Pada wilayah epidemic terkonsentrasi dan epidemic rendah, TIPK dilakukan


pada semua orang dewasa, remaja dan anak yang memperlihatkan tanda dan
gejala yang mengindikasikan infeksi HIV, termasuk tuberculosis, serta anak
dengan riwayat terpapar HIV pada masa perinatal, pada pemerkosaan dan
kekerasan seksual lain.

7|Pedoman Program HIV/AIDS


TIPK terutama diselenggarakan pada :

a. Pelayanan IMS
b. Pelayanan kesehatan bagi populasi kunci/ orang yang berperilaku risiko
tinggi
c. Fasilitas pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan ibu
hamil, persalinan dan nifas
d. Pelayanan tuberculosis

Tes HIV untuk diagnosis dilakukan oleh tenaga laboratorium terlatih


dan dilakukan dengan metode rapid diagnostic test (RDT)

Konseling wajib diberikan pada setiap orang yang telah melakukan


tes HIV. Konseling terdiri atas konseling pribadi, konseling berpasangan,
konseling kepatuhan, konseling perubahan perilaku, pencegahan
penularan termasuk infeksi HIV berulang atau infeksi silang atau
konseling perbaikan kondisi kesehatan, kesehatan reproduksi dan
keluarga berencana

Konseling dilakukan oleh konselor terlatih.

Konselor terlatih dapat merupakan tenaga kesehatan maupun tenaga non


kesehatan

3) Pengobatan, perawatan dan dukungan


Puskesmas wajib merujuk penderita HIV positif untuk memulai
pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang mampu atau ke rumah
sakit rujukan ARV.

Seluruh kegiatan di atas dilakukan dalam bentuk layanan komprehensif


dan berkesinambungan. Layanan komprehensif dan berkesinambungan
merupakan upaya yang meliputi semua bentuk layanan HIV dan AIDS yang
dilakukan secara paripurna mulai dari rumah, masyarakat sampai ke fasilitas
pelayanan kesehatan.

8|Pedoman Program HIV/AIDS


D. Ruang Lingkup Pedoman

1. Meningkatkan penemuan kasus dini Hepatitis B pada ibu hamil


a. Penemuan kasus berbasis kepada penemuan fasif dengan memberikan
penyuluhan kepada berbagai lapisan masyarakat agar ada kesadaran
memeriksakan diri bila mendapatkan gejala tersangka ibu hamil
dengan penyakit Hepatitis B
b. Penemuan kasus bebasis pendekatan pelayanan kemasyarakat,
misalnya dengan melibatkan pustu,dan bidan desa.
2. Upaya meningkatkan mutu dan pelayanan dan menjamin ketersediaan
pemeriksaan Reagen HIV/AIDS dan IMS.
E. Batasan Operasional

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 52/Menkes/2017 pengertian


Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
a. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit Pelaksana Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota
(UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis
operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana
tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
b. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal.
c. Pertanggungjawaban Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya
pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan
kabupaten/kota, Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya

9|Pedoman Program HIV/AIDS


pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
d. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu
kecamatan Tetapi, bila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas
maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).
Masing-masing Puskesmas tersebut secara operational bertanggungjawab
langsung pada dinas kesehatan kabupaten/kota.
Dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah mempunyai wewenang yang besar untuk menentukan
masalah kesehatan yang harus diprioritaskan dan intervensi yang perlu
dilakukan serta menentukan berapa besar anggaran yang diperlukan.
Disamping itu pula mempunyai kewenangan untuk melakukan integrasi
perencanan anggaran .daerah yang dalam hal ini juga termasuk Puskesmas
sebagai ujung tombak atau yang langsung berhubungan dengan masyarakat,
khususnya dalam masalah kesehatan, mempunyai wewenang pula dalam
menentukan perencanaan anggaran sendiri yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan berdasarkan kinerja yang berpedoman kepada SK Menteri
Dalam Negeri ( SK MENDAGRI ) No 29 Tahun 2002.

10 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber daya manusia


Sumber daya utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan deteksi dini
HIV/AIDS pada Ibu Hamil UPT Puskesmas Cikelet adalah Sumber Daya
Manusia (SDM). Yang di maksud dengan kualifikasi SDM, sama halnya
dengan job spesifikasi, yaitu minimal golongan/jabatan, masa kerja minimal,
pendidikan minimal, pengalaman kerja, nilai performance (kinerjanya), dan
standar kompetensi.
Pengelolaan pelayanan HIV/AIDS pada Ibu Hamil, pasien TB
hendaknya dilakukan oleh koordinator yang mempunyai kapasitas di bidang
Deteksi Dini HIV/AIDS pada Ibu Hamil dan Pasien TB Penanggung jawab
pelayanan HIV/AIDS pada Ibu Hamil dan Pasien TB di UPT Puskesmas
Cikelet di pilih Tenaga Dokter.
Kualifikasi
No Nama Jumlah
Status Pendidikan Pelatihan

1 dr. Asep Dani PNS S1 Kedokteran - 1

DIII
2 Liwung Ratu C Honorer Ya 1
Kebidanan

Untuk UPT Puskesmas Cikelet, Kualitas Sumber Daya Manusia sudah


sesuai, namun masih ada kekurangan dalam jumlah tenaga petugas yang
mengikuti pelatihan. Karena standar untuk memberikan pelayanan harus
sudah mendapatkan pelatihan.

B. Distribusi ketenagaan Unit Pelayanan HEPATITIS


Distribusi ketenagaan Unit Pelayanan Deteksi Dini Hepatitis B pada

11 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
Ibu Hamil UPT Puskesmas Cikelet pengaturan dan penjadwalan serta uraian
tugas penanggung jawab program dan pelaksana pogram dilakukan oleh
kepala Puskesmas Cikelet dan penanggungjawab UKM yang sebelumnya
telah di sepakati bersama.
Tempat Kegiatan Petugas Profesi
Dalam Gedung Dr. Hendy R Dokter
Dr. Asep Dani Dokter
Liwung Ratu Cempala Bidan
Dena Monica Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Luar Gedung

C. Jadwal Kegiatan Unit Pelayanan HIV/AIDS UPT Puskesmas Cikelet


Tahun 2021
No Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Penjaringan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
HIV/AIDS pada ibu
hamil

2 Melaporkan hasil √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
pemeriksaan
HIV/AIDS ibu
hamil ke Dinas
Kesehatan

3 Menangani √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
kasus HIV/AIDS

4 Pencatatan dan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pelaporan hasil

12 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
kegiatan

13 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Denah gedung dan ruangan pelayanan

Belum tersedia ruangan khusus untuk pelayanan HIV/AIDS.

B. Standar Fasilitas

NO Sarana Fungsi

1. Stetoskop Untuk pemeriksaan auskultasi

2. Tensi meter Untuk mengukur tekanan darah

3. Termometer Untuk mengukur suhu tubuh

4. Timbangan dewasa Untuk mengukur berat badan

5. Torniquet Untuk menekan atau


menghentikan sementara
pembuluh darah

6. Tempat kapas bertutup Untuk tempat kapas

7. Sarung Tangan Alat pelindung diri

8. Spuit Untuk mengambil darah

9. Reagen HIV Untuk penentuan diagnosa

10. . Tong sampah medis dan non Untuk membuang specimet dan
medis alat habis pakai

II. Bahan Habis pakai

1. Cairan desinfeksi

III. Pencatatan Pelaporan

1. Buku register Untuk pencatatan Pelaporan

14 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN HIV/AIDS

A. Lingkup Kegiatan

Konseling HIV

a. Penyuluhan yang tepat harus ditawarkan kepada semua pasien yang


telah didiagnosa dan akan diobati untuk IMS. Penyuluhan kepada
pasien IMS harus dilakukan oleh seseorang yang telah mendapatkan
pelatihan teknik penyuluhan yang memadai.

b. Kondom, dan demonstrasi cara pemakaian yang benar, harus diberikan


kepada setiap pasien pada saat penyuluhan.

c. Pelayanan IMS harus mempunyai atau mengembangkan bahan-bahan


informasi, edukasi dan komunikasi (KIE) dari ASA. Bahan – bahan ini
harus tersedia pada waktu konseling dan kegiatan penjangkauan, dan
harus disebarkan oleh klinik pada waktu yang lain. Tambahan bahan
KIE dapat dikembangkan oleh pelayanan IMS tetapi ini tidak selalu
dibiayai oleh ASA.

d. Rujukan pasien Pasien yang masalah kesehatannya tidak bisa diatasi


secara tepat oleh klinik, harus dirujuk ke fasilitas yang lebih memadai
mis. ke seorang spesialis dalam pengobatan IMS, sedini mungkin
sesuai stadiumnya

e. Konseling dan Testing HIV secara Sukarela (VCT- Voluntary


Counseling and Testing) Tes untuk HIV harus disertai dengan pre-tes
dan pos-tes konseling oleh seorang konselor yang terlatih di bidang
VCT. Tes untuk pasien, dan hasil tesnya harus dijaga kerahasiaannya.
Sistim pengkode-an secara anonimus untuk menjaga kerahasian harus
diterapkan oleh setiap pelayanan.

15 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
Standar Etika, Kerahasian dan Surat Pemberitahuan Persetujuan :

a. Standar Etika Diharapkan bahwa semua pengobatan, prosedur, testing


dan konseling pada pasien akan dilakukan dengan standar etika dan
profesional tinggi, walaupun dalam keterbatasan pelayanan klinik.
Yang paling penting, staf harus memastikan bahwa tindakan mereka
tidak mencelakakan pasien Dengan memperhatikan hak asasi manusia
yang paling dasar maka setiap pasien harus dihormati dan diberi
perhatian yang paling tinggi.

b. Kerahasiaan Pada semua kasus, informasi yang ada di catatan medis


seorang pasien yang menggunakan jasa harus dianggap sebagai
informasi yang bersifat rahasia. Informasi ini tidak boleh
dikomunikasikan kepada pihak ke tiga di luar klinik. Semua pasien
memiliki hak pribadi dan kerahasiannya terjamin.

Surat Pemberitahuan Persetujuan harus didapatkan dari pasien untuk


semua jenis tindakan dan prosedur yang akan dilakukan. Persetujuan harus
didapat secara‘sukarela, valid dan diinformasikan’. Jadi, diberikan secara
sukarela, dari orang yang berkompetensi untuk memberikan persetujuan
tersebut, dan orang yang telah diberikan infomasi secara penuh tentang
manfaat dan risiko dari tindakan atau prosedur yang akan dilakukan

B. Metode

a. Pendekatan
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka melaksanakan
pendidikan kesehatan antara lain :
 pendekatan individual
 pendekatan kelompok
 kelompok kelas;
 kelompok bebas;
 lingkungan keluarga.
Agar tujuan pendidikan kesehatan bagi para peserta didik dapat
tercapai secara optimal, dalam pelaksanaannya hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

16 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
 Sesuai dengan tingkat kemampuan dan perbedaan individual peserta
didik
 Diupayakan sebanyak-banyaknya melibatkan peran aktif peserta
didik
 Sesuai dengan situasi dan kondisi setempat
 Selalu mengacu pada tujuan pendidikan kesehatan termasuk upaya
alih teknologi
 Memperhatikan kebutuhan dan kemampuan sekolah
 Mengikuti/memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi

b. Metode
Dalam Pelayanan :
o Konseling
o Pemeriksaan langsung;
o Demonstrasi;
o Tanya jawab;
o Simulasi;

17 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
BAB V

LOGISTIK

Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan Pemeriksaan


HIV/AIDS di puskesmas, Penyediaan logistik dilakukan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku dan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah.
Sesuai dengan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah maka pusat akan
menyediakan prototipe atau contoh logistik yang sesuai standard (spesifikasi) untuk
pelayanan kesehatan.

18 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN / PROGRAM

A. PENGERTIAN
Keselamatan Pasien (Patient Safety) Adalah suatu sistem dimana
puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman. Keselamatan sasaran adalah
reduksi dan meminimalkan tindakan yang tidak aman dalam sistem pelayanan
kesehatan sebisa mungkin melalui praktek yang terbaik untuk mencapai
luaran yang optimum. (The Canadian Patient Safety Dictionary, Oktober
2003).
Sistem tersebut meliputi :
 Asesmen resiko
 Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
 Pelaporan dan analisis insiden
 Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
 Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
 Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
 Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

B. TUJUAN
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di puskesmas
 Meningkatnya akuntabilitas puskesmas terhadap pasien dan masyarakat
 Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di puskesmas
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )

C. STANDAR KESELAMATAN PASIEN


1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga

19 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
6. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien

KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN ( KTD )

ADVERSE EVENT :

Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera pasien akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil,
dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh
kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah

KTD yang tidak dapat dicegah

Unpreventable Adverse Event :

Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan
mutakhir

KEJADIAN NYARIS CEDERA ( KNC )

Near Miss :

Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan ( commission ) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission ), yang dapat mencederai pasien,
tetapi cedera serius tidak terjadi :

 Karena “ keberuntungan”
 Karena “ pencegahan ”
 Karena “ peringanan ”
KESALAHAN MEDIS

Medical Errors:

Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien

20 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
KEJADIAN SENTINEL

Sentinel Event :

Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti :
operasi pada bagian tubuh yang salah.

Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi

( seperti, amputasi pada kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

D. TATA LAKSANA
a. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada
pasien
b. Melaporkan pada dokter jaga UGD
c. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
d. Mengobservasi keadaan umum pasien
e. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “ Pelaporan Insiden
Keselamatan”

BAB VII

21 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
KESELAMATAN KERJA

A. PENGERTIAN
Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana Puskesmas membuat
kerja/aktifitas karyawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya penularan antara petugas dan pasien.

B. TUJUAN
a. Terciptanya budaya keselamatan kerja
b. Mencegah dan mengurangi terjadi resiko penularan
c. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya
d. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
beresiko penularannya menjadi bertambah tinggi.

C. TATA LAKSANA KESELAMATAN KERJA PEGAWAI


a. Setiap petugas kesehatan maupun non kesehatan dalam menjalankan
tugas memperhatikan prinsip pencegahan penularan penyakit, yaitu :
 Menganggap bahwa pasien maupun dirinya sendiri dapat menularkan
infeksi
 Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, kaca mata, masker)
 Melakukan perasat yang aman bagi petugas maupun pasien dalam
melaksanakan pelayanan usaha kesehatan sekolah sesuai prosedur
yang ada, misalnya : mengukur tekanan darah, mengukur suhu.
 mencuci tangan dengan sabun antiseptic sebelum dan sesudah
menangani pasien.
b. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius.
c. Melakukan upaya kewaspadaan standar meliputi :
 Mencuci tangan dilakukan saat 5 momen cuci tangan yaitu :
- sebelum kontak dengan pasien
- Sebelum melakukan tindakan aseptik
- setelah kontak dengan pasien
- setelah kontak dengan cairan tubuh pasien

22 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
- setelah kontak dengan lingkungan pasien
 Sarung tangan
- Untuk kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi, bahan-bahan
yang terkontaminasi
- Untuk kontak dengan membran mukosa dan kulit yang tak utuh
(non-intact skin) : koyak, terkelupas, dan lain-lain
 Masker, kacamata, pelindung wajah
- Melindungi membran mukosa mata, hidung, dan mulut Ketika
terjadi kontak dengan darah dan duh tubuh.
 Kain linen
- Tangani linen yang telah terkontaminasi sedemikian rupa agar
tidak menyentuh kulit maupun membran mukosa
- jangan lakukan pembilasan awal untuk kain linen yang
terkontainasi

BAB VIII

23 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu pelayanan HIV di Puskesmas Dinoyo diukur melalui


sasaran mutu yang dimonitor setiap satu bulan sekali, adapun sasaran mutu HIV di
Puskesmas Dinoyo adalah :
1. Sekolah (SMP DAN SMA/Sederajad) yang sudah di jangkau penyuluhan
HIV/AIDS
a. Strategi pencapaian melalui koordinasi dengan lintas sektor dan lintas
program, penyuluhan pada siswa baru

b. Untuk pemantauan proses dilakukan evaluasi laporan bulanan.

c. Metode penghitungan adalah jumlah siswa baru SMP, dan SMA


mendapatkan penyuluhan HIV/AIDSV100%

d. Sasaran mutu dianalisa setiap bulan.

e. Arsip yang dibutuhkan Buku kunjungan dan Jadwal Penyuluhan sesuai


skrening siswa baru.

2. Orang Yang berisiko terinfeksi HIV Mendapatkan pemeriksaan HIV (Standar


Pelayanan Minimal ke 12)
a. Strategi pencapaian melalui pemeriksaan skrening pemeriksaan hiv
didalam gedung atau diluar gedung (Mobile VCT)

b. Untuk pemantauan proses dilakukan evaluasi laporan bulanan.

c. Metode penghitungan adalah jumlah pasien yang datang dilayani


kesehatannya 100%

d. Sasaran mutu dianalisa setiap bulan.

e. Dokumen yang diperlukan adalah HIV, pedoman untuk tenaga kesehatan


dalam pelaksanaan pedoman teknis , pedoman pelaksanaan.

f. Arsip yang dibutuhkan register

BAB IX

24 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S
PENUTUP

Pada dasarnya program Penanggulangan HIV AIDS merupakan bagian dari


pelayanan dasar di Puskesmas Dinoyo untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat wilayah kerja Puskesmas.
Di Puskesmas Dinoyo program Penanggulangan HIV AIDS tidak saja
membutuhkan keterampilan medis atau paramedis saja, tetapi unsur pengelolaan/
manajemen pelayanan dan laboratorium juga sangat mempengaruhi keberhasilan
program ini. Dimana masing-masing pihak terkait dapat memahami perannya yang
selanjutnya akan melakukan pelayanan program sesuai kriteria yang telah ditetapkan
Telah disusun suatu Panduan Program Penanggulangan HIV AIDS sebagai
acuan untuk melaksanakan dan mengelola pelayanan kesehatan di ruang lingkup
Puskesmas Dinoyo.

25 | P e d o m a n P r o g r a m H I V / A I D S

Anda mungkin juga menyukai