Anda di halaman 1dari 39

BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS

WRAP UP
SKENARIO 1

Kelompok A-11
Ketua
Ayuvy Monzalitza

1102013051

Sekretaris
Fadhila Ayu Safirina

1102013101

Anggota
Arief Nurhidayah Saputro

1102012028

Annisa Widiautami M.

1102013039

Dara Mayang Sari

1102013069

Dinda Apriyanti

1102013086

Harianti Ayu W.

1102013122

Ismy Drina Mutya

1102013141

Lisa Dwiriansyah T.

1102013155

FAKULTAS KEDOKTERAN - UNIVERSITAS YARSI


2016/2017

Skenario 1
Kesehatan Ibu, Anak dan Remaja
Wanita umur 16 tahun, datang ke puskesmas diantar oleh teman lelakinya dengan
perdarahan segar dan banyak lewat jalan lahir sejak 1 hari yang lalu. Menurut temannya,
wanita tersebut merupakan kekasihnya yang sedang mengandung, mereka telah berhubungan
dekat sejak kelas 2 SMP.
Sebelumnya pasien pergi ke dukun untuk menggugurkan kandungan, diajak oleh
tetangganya yang pernah menggugurkan kandungan karena anaknya yang sudah terlalu
banyak dan masih kecil-kecil, pasien juga ada riwayat minum obat peluruh haid atau obat
penggugur kandungan, namun sayang keadaan pasien sudah tidak dapat ditolong lagi saat
tiba di puskesmas.
Dokter puskesmas mengatakan pasien memiliki risiko tinggi kehamilan dan terlambat
dibawa ke puskesmas, sehingga terlambat juga dilakukan penanganan. Kondisi seperti ini
ikut berkontribusi terhadap tingginya AKI (Angka Kematian Ibu)/ IMR (Infant Mortality
Rate) akibat kehamilan dan persalinan di Indonesia. Berdasarkan data SDKI 2007, AKI
Indonesia 228/100.000 kelahiran hidup. Dengan kejadian tersebut, kemudian puskesmas
melakukan pencatatan untuk audit kematian maternal perinatal terhadap pasien tersebut.
Dalam pandangan Islam, hubungan suami istri diluar pernikahan dan menggugurkan
kandungan tidak dibenarkan dalam agama.

Kata-Kata Sulit
1. SDKI : singkatan dari Survey demografi dan kesehatan Indonesia, yang berfungsi
untuk menyediakan data mengenai perilaku fertilitas, KB, kesehatan ibu dan anak,
kematian ibu dan pengetahuan tentang AIDS dan PMS yang dapat digunakan oleh
para pengelola program, pengambil kebijakan dalam menilai dan menyempurnakan
program yang ada
2. AKI : singkatan dari angka kematian ibu yaitu kematian perempuan saat hamil/
kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan
3. IMR : singkatan dari infant mortality rate yaitu banyaknya kematian bayi dengan
umur kurang dari 1 tahun
4. Audit kematian maternal perinatal : kegiatan untuk menelusur sebab kesakitan dan
kematian ibu dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian di masa yang akan
datang
Pertanyaan
1. Apa saja factor terjadinya AKI ?
2. Apa fungsi Audit perinatal dan maternal:
3. Apa saja tindakan yang boleh dilakukan di puskesmas terkait dengan kehamilan?
4. Apa saja yang termasuk kehamilan dengan resiko tinggi?
5. Apa saja yang mempengaruhi nilai AKI dan IMR?
6. Apa maksud dari data SDKI 2007, AKI 228/100.000 kelahiran hidup?
7. Berapa nilai IMR ?
8. Bagaimana hukum menggugurkan kandungan dalam islam dan hukum berhubungan
suami istri diluar nikah?
9. Bagaimana cara mencegah peningkatan AKI dan IMR?

Jawaban
1. Yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan seperti perdarahan
2. Untuk mengetahui kesakitan dan kematian ibu dengan maksud mencegah kesakitan
dan kematian di masa yang akan datang
3. Antenatal care, persalinan normal, imunisasi untuk ibu hamil
4. Kehamilan dengan ibu hipertensi, sakit jantung, bayi melintang, jarak kehamilan yang
terlalu dekat dengan hamil sebelumnya
5. Bayi: premature, infeksi dan penyakit
Ibu: hipertensi, persalinan terlalu lama
6. Terjadi 228 kematian ibu terhadap 100.000 kelahiran hidup
7. Tahun 2012 = 29/1000 kelahiran hidup
8. Hukum menggugurkan kandungan adalah haram jika tidak ada indikasi yang
membahayakan ibu dan berhubungan suami istri diluar nikah adalah haram
9. Penyuluhan ke masyarakat

Hipotesis
Faktor yang
mempengaruhi AKB
dan AKI
Mubah
Menurut Islam

Aborsi
Pendidikan tentang
seks dan kehamilan
Sosioekonomi rendah
Kepercayaan pada
dukun
Free sex
BPJS tidak merata
Gizi rendah
Dokter mahal

Audit Maternal
Perinatal

Haram
Indikasi:
Membahayakan
nyawa ibu dan
bayi

Haram dalam
islam

Sasaran Belajar
1. Menjelaskan dan Memahami Perilaku Berisiko dan Kesehatan Reproduksi pada
Remaja
2. Menjelaskan dan Memahami AKI dan AKB
3. Menjelaskan dan Memahami Resiko Tinggi Kehamilan
4. Menjelaskan dan Memahami Audit Kematian Maternal Perinatal
5. Menjelaskan dan Memahami Pandangan Islam tentang Aborsi dan Resiko Kehamilan
Usia Muda

1. Menjelaskan dan Memahami Perilaku Berisiko dan Kesehatan Reproduksi pada Remaja
Definisi mengenai remaja ternyata mempunyai beberapa versi sesuai dengan
karakteristik biologis ataupun sesuai dengan kebutuhan penggolongannya. Pada
umumnya remaja didefinisikan sebagai masaperalihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah
12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia
tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi
remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke
dalam kelompok remaja.
Beberapa pengertian mengenai pubertas yaitu:
1. Menurut Prawirohardjo (1999: 127) pubertas merupakan masa peralihan antara
masa kanak-kanak dan masa dewasa.
2. Menurut Soetjiningsih (2004: 134) pubertas adalah suatu periode perubahan dari
tidak matang menjadi matang.
3. Menurut Monks (2002: 263) pubertas adalah berasal dari kata puber yaitu
pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda
kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual.
4. Menurut Root dalam Hurlock (2004) Pubertas merupakan suatu tahap dalam
perkembangan dimana terjadi kematangan alatalat seksual dan tercapai
kemampuan reproduksi

Feldman &
Elliot
Stantrock
James - Traore
Indonesia
WHO

Remaja
Awal
10-14

Remaja
Pertengahan
15-17

10-13

14-17

10-14
10-19

15-19

Remaja
Akhir
18-20

Dewasa
Muda

18-22
(youth)
20-24
Belum
menikah

10-24 (youth)

Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok remaja adalah sekitar
22% yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan. Masa
remaja, yakni usia antara usia 11 20 tahun adalah suatu periode masa pematangan
organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa peralihan.
Perubahan psikologi menuju masa remaja
Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan
seksual,
semua remaja akan melewati tahapan berikut :
1. Remaja Dini (early adolescence) : usia 10 13 tahun.
Karakteristik :
Awitan pubertas, menjadi terlalu memperhatikan tubuh yang sedang berkembang
Mulai memperluas radius social keluar dari keluarga dan berkonsentrasi pada
hubungan dengan teman.
Kognisi biasanya konkret

Dampak :
Remaja mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang normalitas kematangan fisik,
sering terlalu memikirkan tahapan-tahapan perkembangan seksual dan bagaimana
proses tersebut berkaitan dengan teman-teman sejenis kelamin
Kadang-kadang masturbasi
Mulai membangkitkan rasa tanggung jawab dalam konsultasi dengan orang tua,
kunjungan pada orang tua, kunjungan pada dokter, kontak dengan konselor
sekolah
Pikiran yang konkret mengharuskan berhubungan dengan situasi-situasi
kesehatan secara simple dan eksplisit dengan menggunakan alat bantu visual
maupun verbal.
2. Remaja Pertengahan (middle adolescence) : umur 14 16 tahun.
Karakteristik :
Perkembangan pubertas sudah lengkap dan dorongan-dorongan seksual muncul
Kelompok sejawat akan mengakibatkan tumbuhnya standar-standar perilaku,
meskipun nilai-nilai keluarga masih tetap bertahan.
Konflik/pertentangan dalam hal kebebasan
Kognisi mulai abstrak
Dampak:
Mencari kemampuan untuk menarik lawan jenis. Perilaku seksual dan
eksperimentasi (dengan lawan jenis maupun sejenis) mulai muncul, masturbasi
meningkat.
Kelompok sejawat sering membantu/ mendukung dalam kegiatan seperti
kunjungan ke dokter.
Pikiran tentang kebebasan mulai bertambah, sementara masih mengharapkan
dukungan dan bimbingan orang tua dapat mendiskusikan dan bernegosiasi
tentang perubahan-perubahan peraturan.
Saat diskusi dan negosiasi remaja sering ambivalen
Mulai mempertimbangkan berbagai tanggung jawab dalam banyak hal, tetapi
kemampuannya untuk berintegrasi dengan kehidupan sehari-hari agak jelek
karena identitas egonya belum terbentuk sepenuhnya dan pertumbuhan
kognitifnya belum lengkap.
3. Remaja Akhir (late adolescence) : umur 17 21 tahun.
Karakteristik :
Kematangan fisik sudah lengkap, body image dan penentuan peran jenis kelamin
sudah mapan
Hubungan-hubungan sudah tidak lagi narsistik dan terdapat proses memberi dan
berbagi
Idealistis
Emansipasi hampir menetap
Perkembangan kognitif lengkap
Peran fungsional mulai terlihat nyata.
Dampak :
Remaja mulai merasa nyaman dengan hubungan-hubungan dan keputusan
tentang seksualitas dan preteransi. Hubungan individual mulai lebih menonjol
disbanding dengan hubungan dengan kelompok
Remaja lebih tebuka terhadap pernyataan spesifik tentang perilaku

Idealisme dapat mengakibatkan terjadinya konflik dengan keluarga


Dengan mulainya emansipasi, anak muda tersebut mulai memahami akibat-akibat
dari tindakannya.
Sering tertarik dalam diskusi tentang tujuan tujuan hidup karena inilah fungsi
utama mereka pada tahap ini
Sebagian besar mampu memahami persoalan-persoalan kesehatan.

table 1. perkembangan biopsional selama masa remaja


Tipe
Usia
Karakteristik
Dampak
(tahun)
Remaja dini
10-13
Masa pubertas,
Memperhatikan
hubungan dengan
tahapan fisik dan seksual,
teman, kognisi
rasa tanggung jawab,
konkret
interaksi dengan alat
verbal dan visual
Remaja
14-16
Muncul
Menarik lawan jenis,
pertengahan
dorongan seksual,
kebebasan bertambah,
perubahan
sikap ambivalen, ego
perilaku,
belum stabil
kebebasan, kognisi
abstrak
Remaja akhir
17-21
Kematangan
Hubungan individual,
fisik, saling berbagi
lebih terbuka, memahami
rasa,
tanggung jawab, paham
idealis,emasipasi
tujuan hidup, paham
mantap
kesehatan
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu.
Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang
jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan.
Table 2.Tahapan Perkembangan Identitas
Tahap
Usia
Karakteristik
Diferentiation
12-14
Remaja menyadari bahwa ia berbeda secara
sikologis dari orang tuanya. Kesadaran ini sering
membuatnya mempertanyakan dan menolak nilainilai dan nasihat-nasihat orang tuanya, sekalipun
nilai-nilai dan nasihat tersebut masuk akal.
Practice

14-15

Rapprochment

15-18

Remaja percaya bahwa ia mengetahui segalagalanya dan dapat melakukan sesuatu tanpa salah.
Ia menyangkal kebutuhan akan peringatan atau
nasihat dan menantang orang tuanya pada setiap
kesempatan. Komitmennya terhadap teman-teman
juga bertambah.
Karena kesedihan dan kekhawatiran yang
dialaminya, telah mendorong remaja untuk
menerima kembali sebagian otoritas orang tuanya,
tetapi dengan bersyarat. Tingkah lakunya sering

Consolidation

18-21

silih berganti antara eksperimentasi dan


penyesuaian, kadang mereka menantang dan
kadang berdamai dan bekerjasama dengan orang
tua mereka. Di satu sisi ia menerima tanggung
jawab di sekitar rumah, namun di sisi lain ia akan
mendongkol ketika orang tuanya selalu mengontrol
membatasi gerak-gerik dan akitvitasnya diluar
rumah.
Remaja mengembangkan kesadaran akan identitas
personal, yang menjadi dasar bagi pemahaman
dirinya dan diri orang lain, serta untuk
mempertahankan perasaan otonomi, independen
dan individualitas.

Perkembangan Biologis Remaja:


Perubahan hormonal ditandai dengan cepatnya pertumbuhan fisik
laki-laki: perkembangan dada yang semakin bidang dan tubuh yang semakin berotot
Perempuan: pinggulnya membesar dan munculnya lemak
Perempuan dua tahun lebih cepat dibandingkan dengan anak laki laki (Berk, 1998)

Perilaku Beresiko
Perilaku berisiko pada remaja mengacu pada segala sesuatu yang berkaitan dengan
perkembangan kepribadian dan adaptasi sosial dari remaja. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia mendefmisikan remaja berisiko sebagai remaja yang pernah
melakukan perilaku yang berisiko bagi kesehatan, seperti merokok, minum minuman
beralkohol, menyalah- gunakan narkoba, dan melakukan hubungan seksual pranikah
(Depkes, 2003). Perilaku beresiko remaj perilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek
psikososial sehingga remaja sulit berhasil dalam melalui masa perkembangannya.
Perilaku berisiko dilakukan remaja dengan tujuan tertentu yaitu untuk dapat memenuhi
perkembangan psikologisnya
Menurut Green dan Kreuter (Green and Kreuter, 2005), ada tiga faktor yang
menyebabkan atau mempengaruhi perilaku berisiko pada remaja. Pertama adalah faktor
predisposing atau faktor yang melekat atau memotivasi. Faktor ini berasal dari dalam diri
seorang remaja yang menjadi alasan ataumotivasi unruk melakukan suatu perilaku.
Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, kepercayaan,
kapasitas, umur, jenis kelamin, dan pendidikan.Kedua adalah faktor enabling atau faktor
pemungkin. Faktor ini memungkinkan atau mendorong suatu perilaku dapat terlaksana.
Faktor ini meliputi ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan
komitmen masyarakat/pemerintah terhadap kesehatan, keterampilan yang berkaitan
dengan kesehatan, tempat tinggal, status ekonomi, dan akses terhadap media informasi.
Faktor ketiga adalah faktor reinforcing atau faktor penguat yaitu faktor yang dapat
memperkuat perilaku. Faktor ini ditentukan oleh pihak ketiga atau orang lain yang
meliputi keluarga, teman scbaya, guru, petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan
pengambil keputusan

Dari tabel tersebut tampak bahwa sebanyak 55,2% remaja pernah melakukan
pferilaku berisiko. Secara berurutan pola perilaku berisiko yang terbesar adalah merokok,
minum alkohol, melakukan hubungan seksual pranikah, dan penyalahgunaan narkoba.
Dari data tersebut terlihat lebih dari separuh remaja di Indonesia pernah merokok dan
seperempat remaja pernah minum alkohol. Hal ini dimungkinkan karena rokok dan
alcohol banyak dijual bebas sehingga remaja semakin mudah untuk mendapatkannya.
Beberapa faktor risiko untuk masa remaja mengalami perilaku berisiko yaitu:
a. Perubahan emosi menyebabkan remaja mudah tersinggung, mudah menangis, cemas,
frustasi dan sekaligus tertawa.
b. Perubahan intelegensi, sehingga menyebabkan remaja menjadi mudah berfikir abstrak
serta senang memberi kritik. Disamping itu remaja juga mudah untuk mengetahui halhal baru, sehingga memunculkan perilaku ingin mencoba-coba.
c. Keingintahuan yang tinggi, khususnya terkait dengan kesehatan reproduksi remaja,
mendorong ingin mencoba dalam bidang seks yang merupakan hal yang sangat
rawan, karena dapat membawa akibat yang sangat buruk dan merugikan masa depan
remaja, khususnya remaja putri.
d. Beberapa keadaan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan remaja antara lain
adalah 1) masalah gizi, 2) masalah pendidikan, 3) masalah lingkungan dan pekerjaan,
4) masalah seks dan seksualitas dan 5) masalah kesehatan reproduksi remaja itu
sendiri.
Tanda dan gejala perilaku remaja berisiko:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Selalu ingin menang sendiri


Selalu memaksakan kehendaknya
Kebiasaan merokok
Agresif
Curiga
Mudah marah dan mudah tersinggung
Suka mencari alasan yang tidak logis
Sering pulang larut malam, bahkan terkadang suka menginap di rumah teman
dengan alasan yang cenderung di buat-buat
i. Berpenampilan tidak rapih, acuh tak acuh sampai tidak peduli terhadap perawatan
diri sendiri
j. Ada perubahan emosi atau mental secara tiba-tiba
Dampak perilaku remaja berisiko yang tidak diatasi :
a. Dapat terjadi perilaku seks bebas pada remaja.

b.
c.
d.
e.
f.
g.

Terjadinya kehamilan diluar nikah


Dapat menjadi pengguna atau pengedar NAPZA
Perokok berat
Berperilaku kriminal yang menyebabkan konflik dalam keluarganya.
Cedera fisik
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada keluarga dengan perilaku remaja berisiko

Perilaku menyimpang remaja


Masalah Remaja di Sekolah Remaja yang masih sekolah di SMP/ SMA selalu
mendapat banyak hambatan atau masalah yang biasanya muncul dalam bentuk perilaku.
Berikut ada lima daftar masalah yang selalu dihadapi para remaja di sekolah.
1. Perilaku Bermasalah (problem behavior)
Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam
kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku
bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya
dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam dalam
mengikuti berbagai aktivitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori
perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan
pengalaman. Jadi problem behaviour akan merugikan secara tidak langsung pada seorang
remaja di sekolah akibat perilakunya sendiri.
2. Perilaku menyimpang (behaviour disorder)
Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang
menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol
(uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder.
Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan
hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan
munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab
behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui
dirinya.
3. Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment)
Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan
mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat
akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah merupakan
contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menegah (SMP/SMA).
4. Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder)
Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara
perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan
perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah.
Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar
dan salah pada anak. Wajarnya, orangtua harus mampu memberikan hukuman
(punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian
atau hadiah (reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang
remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau
anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak
sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya. Selain itu, conduct disorder juga

dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku
oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan
merugikan orang lain.
5. Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Attention Deficit Hyperactivity Disorder yaitu anak yang mengalami defisiensi
dalam perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-gerakannya
tidak dapat terkontrol dan menjadi hiperaktif. Remaja di sekolah yang hiperaktif
biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam
menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hiperaktif tersebut tidak
memperhatikan lawan bicaranya. Selain itu, anak hiperaktif sangat mudah terpengaruh
oleh stimulus yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain bersama
dengan temannya.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.

Pencegahan
Promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan tentang pentingnya memelihara
kesehatan reproduksi pada remaja.
Pelibatan remaja dalam kelompok sebaya seperti peer kounselor atau peer educator.
Pelibatan remaja dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan di
masyarakat.
Pelatihan remaja dalam keterampilan perilaku hidup sehat tentang pencegahan
masalah kesehatan remaja.
Perawatan
Pelibatan remaja dalam alternatif solusi masalah yang dihadapi.
Pelatihan keterampilan perilaku hidup sehat tentang penanganan masalah yang
dihadapi remaja.
Bimbingan dan konsultasi terhadap keluarga tentang alternatif solusi berdasarkan
kemampuan dan kebutuhan keluarga.
Konseling keluarga dan atau dengan remaja tentang masalah yang dihadapinya.
Bimbingan antisipasi berbagai kejadian yang dapat terjadi pada remaja dan
keluarganya serta cara menghadapinya.

Bagan 1. Factor-faktor prinsip dalam perilaku beresiko (sari pediatric,2001)


Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem,
fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak
semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara
mental serta sosial kultural.
Program kesehatan reproduksi remaja mulai menjadi perhatian pada beberapa tahun
terakhir ini karena beberapa alasan:
Ancaman HIV/AIDS menyebabkan perilaku seksual dan kesehatan y yreproduksi
remaja muncul ke permukaan. Diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV di dunia
terjadi pada remaja. Demikian pula halnya dengan kejadian IMS yang tertinggi di
remaja, khususnya remaja perempuan, pada kelompok usia 15-29.3
Walaupun angka kelahiran pada perempuan berusia di bawah 20 tahun menurun,
jumlah kelahiran pada remaja meningkat karena pendidikan seksual atau kesehatan
reproduksi serta pelayanan yang dibutuhkan.
Bila pengetahuan mengenai KB dan metode kontrasepsi meningkat pada pasangan
usia subur yang sudah menikah, tidak ada bukti yang menyatakan hal serupa terjadi
pada populasi remaja.

Pengetahuan dan praktik pada tahap remaja akan menjadi dasar perilaku yang sehat
pada tahapan selanjutnya dalam kehidupan. Sehingga, investasi pada program
kesehatan reproduksi remaja akan bermanfaat selama hidupnya.
Kelompok populasi remaja sangat besar; saat ini lebih dari separuh populasi dunia
berusia di bawah 25 tahun dan 29% berusia antara 10-25 tahun.
Menanggapi hal itu, maka Konferensi Internasinal Kependudukan dan Pembangunan
di Kairo tahun 1994 menyarankan bahwa respon masyarakat terhadap kebutuhan
kesehatan reproduksi remaja haruslah berdasarkan informasi yang membantu mereka
menjadi dewasa yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Aborsi, kehamilan dan kontrasepsi pada remaja
Aborsi diartikan sebagai tindakan menghentikan kehamilan dengan sengaja sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan (sebelum kehamilan 20 minggu atau berat janin
masih kurang dari 500 gram) tanpa indikasi medis yang jelas.Pada remaja dikota besar
yang mempunyai tipe Early sexual experience, late marriage, maka hal inilah yang
menunjang terjadinya masalah aborsi biasanya terjadi di kota besar. Disinyalir bahwa
saat ini di Indonesia terjadi 2,6 juta aborsi setiap tahunnya. Sebanyak 700.000
diantaranya pelakunya adalah remaja. Data mengenai aborsi di Indonesia seringkali tidak
begitu pasti karena dalam pelaksanaan kasus aborsi baik si pelaku yang diaborsi maupun
yang melakukan indakan aborsi tidak pernah melaporkan kejadian tersebut, bahkan
seringkali dilakukan secara sembunyi sembunyi. Pada pertemuan Konferensi
Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo tahun 1994, telah
dikemukakan mengenai hak hak wanita dalam mendapatkan pelayanan Kesehatan
Reproduksi yang baik, diantaranya bahwa mereka mempunyai hak mendapatkan
pelayanan Aborsi yang aman (safe abortion), hal ini dimaksudkan untuk menurunkan
angka kematian maternal yang hal inilah yang mungkin merupakan salah satu hambatan
dalam upaya menyelenggarakan pelayanan aborsi yang aman.
Pencegahan aborsi adalah usaha yang harus diutamakan terlebih dahulu dalam upaya
penurunan angka kematian maternal. Sebuah organisasi di Amerika Serikat/Kanada
Ontario Consultant on Religious Tolerance sebuah organisasi yang mempunyai misi
menurunkan angka aborsi di Amerika Serikat mengemukakan mengenai mengapa
terdapat perbedaan angka kehamilan tidak diinginkan dan angka aborsi, dimana kejadian
di Eropa ternyata jauh lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat. Pada penelitian itu
dikemukakan mengapa angka kehamilan yang tidak diinginkan dan angka aborsi di
Eropa lebih rendah dari pada Amerika Serikat karena baik dari masyarakat maupun
pemerintahnya mempunyai beberapa keadaan yang secara umum digambarkan sebagai
berikut bahwa di Eropa kaum muda memandang kehamilan yang tidak diinginkan dan
aborsi adalah malapetaka, sehingga mempunyai prioritas yang tinggi dalam mencegah
keadaan itu, remaja yang lebih bertanggung jawab atas reproduksinya, dan juga dari
pihak pemerintah yang mendorong penelitian di bidang ini, mendorong advokasi dari
organisasi religious, menyediakan alat kontrasepsi untuk remaja seperti kondom yang
dapat dibeli dengan harga murah bahkan gratis, menyelenggarakan pendidikan
reproduksi di sekolah dan memberikan informasi melalui media yang seluas luasnya.
Keadaan yang secara umum dapat terjadi pada proses seksual yang tidak aman adalah:
kehamilan yang tidak diinginkan yang akan menjurus ke aborsi atau kehamilan remaja
yang beresiko, terinfeksi penyakit menular seksual,termasuk didalamnya HIV/AIDS.
Upaya pencegahan yang dianjurkan adalah: tidak melakukan hubungan seksual. Jika
sudah berhubungan dianjurkan untuk memakai alat kontrasepsi terutama kondom
(pencegahan Infeksi Menular Seksual) atau alat kontrasepsi lain untuk mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan, dan dianjurkan untuk mempunyai pasangan yang sehat.

Infeksi Menular Seksual pada remaja


Di Amerika Serikat, remaja usia 15-17 tahun dan dewasa muda 18- 24 tahun merupakan
kelompok usia penderita IMS yang tertinggi dibandingkan dengan kelompok usia lain.10
Metaanalisis dari berbagai publikasi di Medline yang dikerjakan oleh Chacko, dkk. 2004,
mengemukakan bahwa prevalensi klamidia pada wanita usia 15 - 24 tahun di klinik
keluarga berencana (KB) adalah: 3,0 -14,2% dan gonore 0,1% - 2,8%.11 Di Thailand,
pada 1999 Paz-Bailey, dkk. melakukan penelitian di tiga sekolah kejuruan di Propinsi
Chiang Rai. Mereka melaporkan bahwa dari 359 remaja wanita usia 15-21 tahun yang
telah melakukan hubungan seksual, dengan pemeriksaan laboratorium polymerase chain
reaction (PCR), 22 orang (6,1%) positif terinfeksi klamidia dan 3 orang (0,3%) terinfeksi
gonore.12
Di Indonesia sendiri hingga saat ini sistem pencatatan dan pelaporan kunjungan
berobat di sarana pelayanan kesehatan dasar tidak dapat dijadikan acuan untuk
menentukan besaran masalah IMS/ISR. Data yang berasal dari laporan bulanan
puskesmas dan rumah sakit pemerintah hanya mencantumkan dua macam IMS yaitu:
gonore dan sifilis. Laporan tersebut juga tidak melakukan analisis berdasarkan kelompok
umur dan jenis kelamin. Di Poli Divisi Infeksi Menular Seksual Departemen Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo, pada tahun 2004,
Infeksi Genitalia Non Spesifik (IGNS) pada wanita merupakan penyakit yang terbanyak
yaitu 104 dari 541 kunjungan baru pasien wanita. Sedangkan gonore ditemukan pada 17
pasien wanita dan trikomonas pada 11 pasien wanita.13
Pencegahan dan penanganan IMS/HIV/AIDS serta kesehatan reproduksi remaja
merupakan bagian dari paket kesehatan reproduksi esensial (PKRE), yang disetujui
dalam Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi Mei 1996, selain kesehatan ibu &
anak (KIA) serta KB.14 Pada tahun 1999 Departemen Kesehatan melalui Direktorat Bina
Kesehatan Keluarga mencoba mewujudkan keterpaduan PKRE tersebut, dengan
menyusun langkah-langkah praktis PKRE di tingkat pelayanan kesehatan dasar menjadi
beberapa komponen. Komponen tersebut adalah: kontrasepsi, pelayanan kehamilan,
persalinan & nifas, perawatan pasca keguguran, kasus perkosaan, serta pemeriksaan
IMS/ISR dan HIV di kalangan remaja. Pelayanan kesehatan reproduksi di tingkat
pelayanan kesehatan dasar tersebut diharapkan dapat menurunkan risiko keguguran,
kehamilan tak dikehendaki, persalinan pada usia muda, dan menurunkan angka IMS/ISR
serta HIV pada remaja. Namun, hingga saat ini belum ada implementasi nyata, walaupun
beberapa uji coba untuk memadukan pelayanan IMS dengan pelayanan KIA atau KB
telah dilakukan oleh Depkes dan lembaga lain.
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan,
makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan
stimulus atau perangsangan. Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif
(pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau
practice). Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit
dan penyakit, system pelayanan kesehatan dan lingkungan
Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit
yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan
mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun

aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku
terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat
pencegahan penyakit, yakni:
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, (health
promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga, dan
sebagainya.
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk
melakukan pencegahan penyakit, misalnya: tidur memakai kelambu untuk mencegah
gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk
tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior), yaitu
perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati
sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern
(puskesmas, mantra, dokter praktek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan
tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior),
yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah
sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran
dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
Adalah respons seseorang terhadap system pelayanan kesehatan baik sistem
pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons
terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya,
yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan fasilitas, petugas,
dan obat-obatan.
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior),
Yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktek kita terhadap makanan
serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan
sebagainya sehubungan dengan kebutuhan tubuh kita.
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
Adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan
manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku
ini antara lain mencakup:
a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalmnya komponen, manfaat, dan
penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi
higien pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.
c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.
Termasuk di dalamnya system pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta
dampak pembuangan limbah yang tidak baik.
d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan,
lantai, dan sebagainya.
e. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vector), dan
sebagainya.

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan


(health related behavior) sebagai berikut:
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan
atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan,
memilih makanan, sanitasi, dan sebaginya.
2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan
kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk di sini juga kemampuan atau pengetahuan
individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha
mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku
ini di samping berpengaruh terhadap kesehatan/ kesakitannya sendiri, juga
berpengaruh terhadap orang lain, terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai
kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
Menurut Indonesian public health, Perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi 3
kelompok yaitu:
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), yaitu usaha seseorang untuk
memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan jika sedang sakit.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan (health seeking
behavior), yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang saat sakit
dan atau kecelakaan untuk berusaha mulai dari self treatment sampai mencari
pengobatan ke luar negeri.
Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu cara seseorang merespon lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya
Fungsi Seks
Ada 4 fungsi dari seks, yaitu:
1. Prokreasi: Hubungan seksual dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan
2. Rekreasi: Hubungan seksual dengan tujuan untuk mendapatkan kenikmatan
3. Relasi: Hubungan seksual dengan tujuan pengikat antara suami dan istri
4. Institusi: Hubungan seksual dengan tujuan saling membahagiakan atau
mempererat pernikahan
2. Menjelaskan dan Memahami AKI dan AKB
Surveilans Kematian Ibu
Menurut Depkes RI, surveilans merupakan proses sistematis dan terus-menerus
berkesinambungan yang meliputi pengumpulan data, analisis data dan interpretasinya dan
mendeseminasikan bagi pihak-pihak yang memerlukan untuk dapat dilakukan tindak
lanjut. Pengukuran kematian ibu dinyatakan dalam tiga ukuran, yaitu (Graham et al,
2008).
1. Maternal mortality ratio (MMR) atau angka kematian ibu, menggambarkan risiko
yang mungkin terjadi pada setiap kehamilan sebagai risiko obstetrik yang
dihitung dari seluruh jumlah ibu meninggal pada tahun tertentu per 100.000
kelahiran hidup pada periode yang sama.
2. Maternal mortality rate- Jumlah ibu yang meninggal pada periode waktu tertentu
per 100.000 wanita usia subur (usia 15-49 tahun).

3. Lifetime risk atau risiko kematian seumur hidup adalah hasil dari suatu
perhitungan kemungkinan hamil dan kemungkinan meninggal sebagai dampak
dari kehamilan tersebut selama seorang wanita berada pada usia reproduktif.
Surveilans kematian ibu adalah suatu proses terus-menerus berkesinambungan untuk
identifikasi kematian terkait kehamilan, mengkaji faktor-faktor penyebab kematian,
menganalisis dan menginterpretasi informasi yang terkumpul, dan bertindak sesuai hasil
yang ada untuk mengurangi kematian ibu di masa mendatang. Tujuan utama dari proses
surveilans adalah untuk merangsang tindakan bukan hanya menghitung kasus dan angka
atau rasio. Semua langkah-langkah identifikasi, pengumpulan dan analisis data, dan
tindakan diperlukan dalam proses yang berkelanjutan untuk menentukan usaha dan
mengurangi kematian terkait kehamilan (Berg, dkk, 2004).
Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional penting mendapat
prioritas karena akan sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia pada
generasi mendatang. Beberapa kendala dimungkinkan menjadi penyebab sulitnya
menurunkan angka kematian ibu (AKI), seperti masih lemahnya sistem manajemen
program kesehatan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menurunkan angka kematian
ibu di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah program Making Pregnancy Safer (MPS)
dan Safe Motherhood, yang merupakan strategi sektor kesehatan untuk mengatasi
masalah kesehatan akibat kematian dan kesakitan ibu
Angka Kematian Ibu (AKI)
Banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi
kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000
kelahiran hidup. Yang dimaksud dengan Kematian Ibu adalah kematian perempuan pada
saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa
memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan
karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti
kecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).

Gambar 1: Rumus AKI (Sumber: sirusa.bps.go.id)


Informasi mengenai tingginya MMR akan bermanfaat untuk pengembangan program
peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat
kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan
jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistem rujukan dalam
penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam
menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian
Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi
Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari setiap 1000
kelahiran hidup pada tahun tertentu atau dapat dikatakan juga sebagai probabilitas bayi
meninggal sebelum mencapai usia satu tahun (dinyatakan dengan per seribu kelahiran
hidup).

Gambar 2 Rumus AKB (Sumber: sirusa.bps.go.id)


Angka kematian bayi merupakan indikator yang penting untyk mencerminkan
keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat
sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orang tua si bayi tinggal dan sangat erat
kaitannya dengan status sosial orang tua si bayi. Kemajuan yang dicapai dalam bidang
pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit penyebab kematian akan tercermin
secara jelas dengan menurunnya tingkat AKB. Dengan demikian angka kematian bayi
merupakan tolok ukur yang sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh
pemerintah khususnya di bidang kesehatan
Faktor Resiko
a. Usia
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun
ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29
tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Usia di bawah
20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisiko untuk hamil dan melahirkan.
Komplikasi yang sering timbul pada kehamilan di usia muda adalah anemia, partus
prematur, partus macet. Sedangkan kehamilan di atas usia 35 tahun menyebabkan ibu
terkena risiko terjadinya hipertensi kehamilan, diabetes, penyakit kardiovaskuler,
penyakit ginjal dan gangguan fungsi paru. Dengan resiko-resiko tersebut sangat besar
kemungkinan untuk menyebabkan kematian pada ibu. Sehingga usia kehamilan yang
paling aman adalah usia 20 35 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara
emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang
masih muda cenderung tergantung pada orang lain.
b. Kebiasaan Hidup
Banyak kebiasaan hidup yang tidak sehat dan berpengaruh pada kesehatan ibu dan bayi
yang dikandungnya. Kebiasaan tersebut antara lain merokok dan juga mengkonsumsi
minuman beralkohol. Bagi wanita yang sedang hamil atau mengandung, merokok sama
halnya dengan membunuh janin, karena karbon monoksida dan nikotin akan ikut
kedalam aliran darah ke peredaran darah janin yang dikandungnya. Hal ini akan
mengakibatkan ketersediaan oksigen bagi janin akan berkurang, termasuk mempercepat
denyut jantung janin.
Selain merokok, ada juga kebiasaan hidup lain yang berpengaruh pada kesehatan ibu dan
janin yang dikandungnya, yaitu mengkonsumsi minuman beralkohol. Alcohol yang
masuk kedalam tubuh ibu yang sedang mengandung akan dengan mudah menembus
kedalam plasenta. Ibu yang sering mengkonsumsi alcohol akan memungkinkan
terjadinya pembentukan janin yang tidak sempurna seperti bibir terbelah, lumpuh,
keabnormalan funsi jantung, dan visceral. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang

mengkonsumsi minuman beralkohol akan memiliki berat badan yang rendah serta
mengalami perkembangan yang lambat. Hal ini dikenal dengan sebutan The Fetal
Alcohol Syndrome. Selain akibat yang timbul pada bayi yang dikandungnya, alcohol juga
dapat berpengaruh pada proses kelahiran bayi yang dikandung oleh sang ibu. Sang ibu
akan kesulitan dalam proses melahirkan dan dapat meninggal akibat kegagalan jantung
yang berdenyut cepat akibat pengaruh alcohol yang terkandung dalam darahnya.
c. Pengetahuan
Pengetahuan yang baik akan menghasilkan kualitas hidup yang baik pula. Dari
pengetahuan yang didapat, subyek atau host tersebut akan menerapkan pengetahuan atau
informasi tersebut kedalam kehidupannya contohnya pengetahuan tentang gizi yang
cukup selama masa kehamilan, mengingat gizi merupakan salah satu factor penting
dalam menentukan kualitas hidup. Oleh karena itu, untuk menjaga agar seseorang tetap
sehat, harus diperhatikan kecukupan dan keseimbangan gizi yang ada didalam
makanannya setiap hari.
d. Jumlah Anak
Jumlah kelahiran yang paling aman adalah 2-3 anak. Untuk ibu yang akan melahirkan
untuk pertama kali mempunyai resiko untuk mengalami kematian maternal dikarenakan
sang ibu belum siap secara mental dan secara fisik untuk melakukan kelahiran.
Sedangkan ibu yang akan melahirkan lebih dari 4 kali juga beresiko untuk mengalami
kematian maternal karena secara fisik sang ibu sudah mengalami kemunduran untuk
menjalani proses kehamilan. Jarak kehamilan yang terlalu dekat, yaitu kurang dari 2
tahun dapat meningkatkan resiko kematian maternal pada ibu. Jarak antar kehamilan
yang paling baik adalah di atas dua tahun agar tubuh sang ibu dapat pulih dari kebutuhan
ekstra saat proses kehamilan dan kelahiran.
e. Lingkungan
Kondisi lingkungan yang tidak mendukung, seperti sulit terjangkau oleh sarana
transportasi tentu saja mengakibatkan sulitnya sarana dan tenaga kesehatan untuk
menjangkau daerah tersebut. Imbasnya, kondisi kesehatan masyarakat di lingkungan
tersebut akan terbengkalai, masyarakat akan minim dalam sarana kesehatan, dan banyak
ibu yang mengalami kesulitan selama masa kehamilan, melahirkan dan juga nifas,
sehingga angka kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas) akan terus bertambah besar.
f. Masalah social ekonomi.
Kondisi keuangan yang tidak mencukupi tentu menyulitkan para ibu (hamil, melahirkan
dan nifas) untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang memadai. Oleh sebab itu, mereka
cenderung memilih dukun beranak karena biaya yang dikeluarkan tentu jauh lebih murah
dibanding puskesmas. Sehingga, banyak ibu yang meniggal saat melahirkan karena
pendarahan atau mengalami infeksi akibat proses melahirkan yang tidak steril, dan
berujung pada kematian.
Cara menurunkan angka kematian ibu
Banyak cara yang dapat ditempuh uintuk menanggulangi tingginya kasus kematian ibu
(hamil, melahirkan dan nifas). Seperti metode promosi kesehatan, peningkatan pelayanan

dan perbaikan sarana atau fasilitas kesehatan dapat menjadi awal yang tepat untuk
mengatasi terulangnya kasus tersebut.
Selain itu, perhatian pemerintah dan instansi terkait setempat juga sangat dibutuhkan
dalam hal ini. Salah satunya dengan bantuan dana yang cukup agar aktivitas puskesmas
dan sarana kesehatan dapat berjalan dengan normal dan sesuai dengan fungsinya. Karena
tanpa dana yang memadai, kinerja puskesmas tentu akan terganggu atau terhenti sama
sekali
3. Menjelaskan dan Memahami Resiko Tinggi Kehamilan
Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang memiliki resiko
meninggalnya bayi, ibu atau melahirkan bayi yang cacat atau terjadi komplikasi
kehamilan, yang lebih besar dari resiko pada wanita normal umumnya. Penyebab
kehamilan risiko pada ibu hamil adalah karena kurangnya pengetahuan ibu tentang
kesehatan reproduksi, rendahnya status sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah.
Pengetahuan ibu tentang tujuan atau manfaat pemeriksaan kehamilan dapat
memotivasinya untuk memeriksakan kehamilan secara rutin. Pengetahuan tentang cara
pemeliharaan kesehatan dan hidup sehat meliputi jenis makanan bergizi, menjaga
kebersihan diri, serta pentingnya istirahat cukup sehingga dapat mencegah timbulnya
komplikasi dan tetap mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada. Umur seseorang
dapat mempengaruhi keadaan kehamilannya. Bila wanita tersebut hamil pada
masa reproduksi, kecil kemungkinan untuk mengalami komplikasi di bandingkan
wanita yang hamil dibawah usia reproduksi ataupun diatas usia reproduksi
(Rikadewi,2010)
Menurut Monks (1999) dalam Nasution (2007) batasan usia secara global berlangsung
antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian 12-15 tahun masa muda awal, 15-18
tahun masa muda pertengahan, 18-21 tahun masa muda akhir. Reproduksi sehat untuk
hamil dan melahirkan adalah usia 20-30 tahun, jika terjadi kehamilan di bawah atau di
atas usia tersebut maka akan dikatakan berisiko akan menyebabkan terjadinya kematian
2-4x lebih tinggi dari reproduksi sehat
A. Dampak Resiko Tinggi Kehamilan pada Usia Muda.
a. Keguguran.
Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya : karena
terkejut, cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non
profesional sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti
tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kemandulan.
b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.
Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim yang belum
siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi
gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. cacat bawaan
dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan
gizi rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil.
selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran
sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan
loncat-loncat dan memijat perutnya sendiri.
Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang,
sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan

dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan
lahir rendah dan cacat bawaan.
c. Mudah terjadi infeksi.
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi
infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.
d. Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.
Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan akan
pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda.karena pada saat hamil mayoritas seorang
ibu mengalami anemia. tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta.lama kelamaan
seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis..
e. Keracunan Kehamilan (Gestosis).
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin
meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia.
Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan
kematian.
f. Kematian ibu yang tinggi.
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi.
Selain itu angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup tinggi.yang kebanyakan
dilakukan oleh tenaga non profesional (dukun).
Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
a. Resiko bagi ibunya :
1. Mengalami perdarahan.
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu
lemah dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan
darah yang tertinggal didalam rahim).kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan
juga dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.
2. Kemungkinan keguguran / abortus.
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan
maupun memakai alat.
3. Persalinan yang lama dan sulit.
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari persalinan
lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul, kelaina kekuatan his
dan mengejan serta pimpinan persalinan yang salahKematian ibu.
4. Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.
b. Dari bayinya :
1. Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.
Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal ini terjadi karena
pada saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan berkurang.
2. Berat badan lahir rendah (BBLR).
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram. kebanyakan hal
ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun.
dapat juga dipengaruhi penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil.
3. Cacat bawaan.

Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan.hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan genetik dan kromosom, infeksi,
virus rubela serta faktor gizi dan kelainan hormon.
4. Kematian bayi.kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau
kematian perinatal.yang disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram, kehamilan
kurang dari 37 minggu (259 hari), kelahiran kongenital serta lahir dengan asfiksia.
(Manuaba,1998).
Faktor-Faktor Resiko pada Kehamilan
Menurut Azrul Azwar (2008) faktor-faktor resiko pada ibu hamil meliputi:
1. Umur
a. Terlalu muda yaitu < 20 tahun.
Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik sehingga perlu
diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit.
b. Terlalu tua yaitu > 35 tahun.
Pada umur ini kesehatan dan rahim ibu sudah tidak baik seperti pada umur 20-35 tahun
sebelumnya sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama,
perdarahan dan resiko cacat bawaan.
2. Paritas
Paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai kemungkinan persalinan lama, karena semakin
banyak anak keadaan rahim ibu semakin lemah.
3. Interval
Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang < 2 tahun, bila jarak terlalu
dekat maka rahim dan kesehatan ibu bulum pulih, keadaan ini perl diwaspadai persalinan
lama, kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik atau perdarahan.
4. Tinggi badan
Tinggi badan < 145 cm, pada keadaan ini paerlu diwaspadai ibu yang mempunyai
panggul sempit sehingga sulit untuk melahirkan
5. Lingkar Lengan Atas
Lila < 23,5 cm, ini berarti ibu beresiko memderita KEK (Kekurangan Energi Kronik)
atau kekurangan gizi yang lama. Pada keadaan ini perlu diwaspadai kemungkinan ibu
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, pertumbuhan dan perkembangan otak
janin terhambat sehingga mempengaruhi kecerdasan anak dikemudian hari.
6. Riwayat Keluarga menderita penyakit kencing manis (DM), Hipertensi dan riwayat
cacat kongenital.
7. Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul
Faktor resiko atau resiko sedang dalam kehamilan yaitu: tinggi badan kurang dari 145 cm,
jarak antara kelahiran/ kehamilan kurang dari 2 tahun, paritas lebih dari 3 orang, usia >35
tahun dan <20 tahun, serta lingkar lengan atas <23,5 cm.
Banyak Faktor yang menentukan resiko pada kehamilan contohnya:
1. Ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi
diperlukannya operasi Caesaria
2. Bila bayi terlalu besar atau berat badan naik terlalu berat masalah yang biasa terjadi
adalah kelahiran melalui vagina biasanya sulit terjadi.
3. Pada ibu hamil dengan factor resiko usia diatas 35 tahun, bayi biasannya berada pada
posis yang menimbulkan komplikasi pada saat kelahiran, seperti pada bagian pantat
atau kaki yang berada di bawah.

4. Placenta previa suatu keadaan dimana placenta menutup saluran rahim baik sescara
keseluruhan maupun hanya sebagian, yang menyebabkan diperlukannya operasi
Caesar.
Terdapat banyak faktor yang dapat menjadi penyebab dan dapat berpengaruh terhadap
kematian ibu di Indonesia. Secara umum akronim, diantaranya kita mengenal istilah 3T
(tiga fase terlambat) dan 4T (menghindari empat terlalu).
Tiga fase terlambat (3T) yaitu:
1. Terlambat Satu: terlambat memutuskan untuk mencari pertolongan baik secara
individu, keluarga atau keduanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi fase satu ini
adalah terlambat mengenali kehamilan dalam situasi gawat, jauh dari dari fasilitas
kesehatan, biaya, persepsi mengenai kualitas dan efektivitas dari pelayanan kesehatan.
2. Terlambat Dua: terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan. Faktorfaktor fase
dua ini adalah lamanya pengangkutan, kondisi jalan, dan biaya transportasi.
3. Terlambat Tiga: terlambat mendapatkan pelayanan yang adekuat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi fase tiga ini adalah terlambat mendapatkan pelayanan pertama kali di
RS (rujukan). Keterlambatan ini dapat dipengaruhi oleh kelengkapan peralatan rumah
sakit, ketersediaan obat dan ketersediaan tenaga terlatih.
Disamping faktor tiga terlambat tersebut, bagi wanita usia subur untuk menghindari
empat terlalu (4T), yaitu :
1. Terlalu muda untuk melahirkan,
2. Terlalu tua untuk melahirkan,
3. Terlalu rapat jarak kelahiran dan
4. Terlalu banyak melahirkan.
Indikator Penurunan AKI
Pemantauan dan Evaluasi penurunan AKI tidak hanya didasarkan pada pengukuran
perubahan kematian ibu, namun meliputi pemantauan proses dan luaran. Untuk itu, selain
indikator dampak igunakan pula indikator proses, output dan outcome.
1. Indikator proses, output, dan outcome. Indikator proses, output, dan outcome
merupakan indikator yang berhubungan dengan proses, output, dan outcome dalam
upaya Safe Motherhood. Beberapa contoh indikator yang termasuk kedalamnya
adalah sebagai berikut:
a. Persentase bidan yang terlatih menangani kegawatan obstetri (indikator
proses)
b. Indikator hasil pelayanan, misalnya cakupan pelayanan antenatal dan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (indikator output)
c. Proporsi komplikasi obstetri yang mendapat penanganan adekuat dan case
fatality rate.
2. Indikator Dampak
a. Rasio kematian ibu. AKI adalah kematian ibu dalam satu periode satu per 100.000
kelahira hidup pada periode yang sama.
b. Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu dalam satu periode per 100.000
wanita subur
c. Risiko kematian ibu seusia hidup. Risiko wanita terhadap kematian ibu terjadi
sepanjang usia suburnya.

d. Proporsi kematian ibu pada wanita usia reproduksi (proportion al mortality ratio).
Indikator ini merupakan presentase kematian ibu dari kematian total pada wanita usia
15-49 tahun.
Tanda-Tanda Bahaya pada Kehamilan
Tanda-tanda bahaya pada kehamilan adalah keadaan pada ibu hamil yang mengancam
jiwa ibu atau janin yang dikandungnya.Tanda bahaya pada kehamilan adalah:
a. Perdarahan pervaginam
b. Sakit kepala yang hebat, menetap dan tidak menghilang
c. Perubahan visual yang hebat
d. Nyeri abdomen yang hebat
e. Bayi kurang bergerak seperti biasa
f. Pembengkakan pada wajah dan tangan
Penatalaksanaan
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dicegah bila gejalanya dapat ditemukan sedini
mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan. Pencegahan yang dapat dilakukan
yaitu :
1. Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya sedini mungkin dan teratur ke petugas
kesehatan minimal 4 kali selama kehamilan.
2. Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2.
3. Bila ditemukan dengan kelainan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering dan
lebih intensif.
4. Mengkonsumsi makanan dengan pola makan teratur dan gizi seimbang. Kehamilan
dengan faktor resiko dapat dihindari dengan mengenali tanda-tanda kehamilan
beresiko serta segera datang ke petugas kesehatan bila ditemukan tanda-tanda bahaya
kehamilan.
Penanganan kehamilan resiko tinggi
1. Penanganan terhadap pasien dengan kehamilan risiko tinggi berbeda-beda tergantung
dari penyakit apa yang sudah di derita sebelumnya dan efek samping penyakit yang
dijumpai nanti pada saat kehamilan. Tes penunjang sangat diharapkan dapat
membantu perbaikan dari pengobatan atau dari pemeriksaan tambahan.
2. Kehamilan dengan risiko tinggi harus ditangani oleh ahli kebidanan yang harus
melakukan pengawasan yang intensif, misalnya dengan :
Mengatur frekuensi pemeriksaan prenatal.
Konsultasi diperlukan dengan ahli kedokteran lainnya terutama ahli penyakit
dalam dan ahli kesehatan anak.
Pengelolaan kasus merupakan hasil kerja tim antara berbagai ahli.
Keputusan untuk melakukan pengakhiran kehamilan perlu dipertimbngkan oleh
tim tersebut dan juga dipilih apakah perlu di lakukan induksi persalinan atau tidak
Kehamilan Usia Remaja dan Kehamilan Tidak Diinginkan
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya, emosional ibu belum
stabil dan ibu mudah tegang. Sementara kecacatan kelahiran bisa muncul akibat
ketegangan saat dalam kandungan, adanya rasa penolakan secara emosional ketika ibu
mengandung bayinya. (Ubaydillah, 2000).

Kehamilan yang terjadi diusia muda merupakan salah satu resiko seks pranikah atau sesk
bebas (kehamilan yang tidak diharapkan (KTD). Kehamilan pranikah adalah kehamilan
yang pada umumnya tidak direncanakan dan menimbulkan perasaan bersalah, berdosa
dan malu pada remaja yang mengalaminya, ditambah lagi dengan adanya sangsi sosial
dari masyarakat terhadap kehamilan dan kelahiran anak tanpa ikatan pernikahan.
Jika remaja sampai mengalami KTD, dalam hal ini pihak yang banyak dirugikan adalah
pihak perempuan. Beban berat ketika seorang perempuan harus menghadapi kenyataan
bahwa dirinya mengalami kehamilan sebelum waktunya. Bagaimana ia harus berusaha
menyembunyikan kehamilannya dari orang lain, belum lagi ketika nanti bayinya telah
lahir, akan menjadi beban baru baginya. Resiko kehamilan pada remaja, rentan bagi diri
remaja dan kandungannya. Sistem reproduksi pada remaja masih sangat labil untuk
mengalami kehamilan, masih sangat rentan organ reproduksinya. Besar kemungkinan
dikeluarkan dari sekolahnya, dan sanksi sosial.
Faktor yang Mempengaruhi
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi remaja untuk menikah di usia muda, yang
selanjutnya akan hamil dan melahirkan di usia muda antara lain:
a. Tingkat Pendidikan
Makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong cepatnya perkawinan usia muda.
b. Ekonomi
Apabila anak perempuan telah menikah, berarti orang tua bebas dari tanggung jawab
sehingga secara ekonomi mengurangi beban dengan kata lain sebagai jalan keluar dari
berbagai kesulitan (Romauli, S.dkk.2009). Kemiskinan mendorong terbukanya
kesempatan bagi remaja khususnya wanita untuk melakukan hubungan seksual pra nikah.
Karena kemiskinan ini, remaja putri terpaksa bekerja. Namun sering kali mereka
tereksploitasi, bekerja lebih dari 12 jam sehari, bekerja di perumahan tanpa di bayar
hanya diberi makan dan pakaian, bahkan beberapa mengalami kekerasan seksual.
c. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan
reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja tumbuh
memberikan gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi sebagai hubungan seksual.
Biasanya topik terkait reproduksi dianggap tabu dibicarakan dengan anak (remaja).
Sehingga saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi menjadi sangat
kurang.
d. Hukum atau Peraturan
Dalam agama Islam menikah diisyaratkan oleh beberapa pemeluknya dianggap sesuatu
yang harus disegerakan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan yaitu wanita
umur 16 tahu dan pria umur 19 tahun. Dari segi lain makin mudah orang bercerai dalam
suatu masyarakat makin banyak perkawinan usia muda.
e. Adat Istiadat atau Pandangan Masyarakat
Adanya anggapan lingkungan dan adat istiadat jika anak gadis belum menikah di anggap
sebagai aib keluarga. Banyak di daerah ditemukan pandangan dan kepercayaan yang
salah, kedewasaan seseorang dinilai dari status perkawinan, status janda lebih baik
daripada perawan tua.
f. Dorongan Biologis
Adanya dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting
alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon. Dorongan dapat
meningkat karena pengaruh dari luar, misalnya dengan membaca buku atau melihat film/

majalah yang menanpilkan gambargambar yang membangkitkan erotisme. Di era


teknologi informasi yang tinggi sekarang ini, remaja sangat mudah mengakses gambar
tersebut melalui telepon genggam dan akan selalu di bawa dalam setiap langkah remaja.
g. Kepatuhan Terhadap Orang Tua
Perkawinan dapat berlangsung karena adanya kepatuhan remaja terhadap orang tua atau
sifat menentang.
h. Ketidakmampuan Mengendalikan Dorongan Biologis
Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilainilai moral dan
keimanan seseorang. Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan melakukan seks
pra nikah, karena mengingat ini adalah dosa besar yang harus dipertanggung jawabkan
dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Namun keimanan ini dapat sirna tanpa tersisa bila
remaja dipengaruhi obatobatan misalnya psikotropika. Obat ini akan mempengarui
pikiran remaja sehingga pelanggaran terhadap nilainilai agama dan moral dinikmati
dengan tanpa rasa bersalah.
i. Adanya Kesempatan Melakukan Hubungan Seks Pra Nikah
Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pra nikah sangat penting untuk
dipertimbangkan, karena bila tidak ada kesempatan baik ruang maupun waktu maka
hubungan seks pra nikah tidak akan terjadi. Terbukanya kesempatan pada remaja untuk
melakukan hubungan seks didukung oleh kesibukan orang tua yang menyebabkan
kurangnya perhatian pada remaja. Tuntutan kebutuhan hidup sering menjadi alasan suami
istri bekerja di luar rumah dan menghabiskan hariharinya dengan kesibukan masing
masing sehingga perhatian terhadap anak remajanya terabaikan. Selain itu pemberian
fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara berlebihan. Adanya ruang yang berlebihan
membuka peluang bagi remaja untuk membeli fasilitas, misalnya menginap di hotel/motel
atau ke night club sampai larut malam. Situasi ini sangat mendukung terjadinya hubungan
seksual pra nikah.
j. Pandangan terhadap Konsep Cinta
Menyalahartikan atau kebingungan dalam mengartikan konsep cinta, keintiman, dan
tingkah laku seksual sehingga remaja awal cenderung berfikir bahwa seks adalah cara
untuk mendapatkan pasangan, sedangkan remaja akhir cenderung melakukan tingkah laku
seksual jika telah ada ikatan dan saling pengertian dengan pasangan. Seks sering
dijadikan sarana untuk berkomunikasi dengan pasangan (Lesnapurnawan, 2009 dan
Dianawati,2005).
Dampak yang Terjadi
Perkawinan dan kehamilan yang dilangsungkan pada usia muda (remaja) umumnya akan
menimbulkan masalahmasalah sebagai berikut :
a. Masalah Kesehatan Reproduksi
Remaja yang akan menikah kelak akan menjadi orang tua sebaiknya mempunyai
kesehatan reproduksi yang sehat sehingga dapat menurunkan generasi penerus yang
sehat. Untuk itu memerlukan perhatian karena belum siapnya alat reproduksi untuk
menerima kehamilan yang akhirnya akan menimbulkan berbagai bentuk komplikasi.
Selain itu kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20
tahun ternyata 25 kali lebih tinggi dari padakematian maternal yang terjadi pada usia 2029 tahun.
b. Masalah Psikologis

Umumnya para pasangan muda keadaan psikologisnya masih belum matang, sehingga
masih lebih dalam menghadapi masalah yang timbul dalam perkawinan. Dampak yang
dapat terjadi seperti perceraian, karena kawin cerai biasanya terjadi pada pasangan yang
umurnya pada waktu kawin relatif masih muda. Tetapi untuk remaja yang hamil di luar
nikah menghadapi masalah psikologi seperti rasa takut, kecewa, menyesal, rendah diri
dan lain-lain, terlebih lagi masyarakat belum dapat menerima anak yang orang tuanya
belum jelas.
c. Masalah Sosial Ekonomi
Makin bertambahnya umur seseorang, kemungkinan untuk kematangan dalam bidang
sosial ekonomi juga akan makin nyata. Pada umumnya dengan bertambahnya umur akan
makin kuatlah dorongan mencari nafkah sebagai penopang. Ketergantungan sosial
ekonomi pada keluarga menimbulkan stress (tekanan batin).
Dampak kebidanan yang terjadi pada kehamilan usia muda adalah :
a. Abortus (Keguguran)
Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja
yang tidak dikehendaki. Abortus yang dilakukan oleh tenaga non-profesional dapat
menimbulkan tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya
dapat menimbulkan kemandulan.
b. Persalinan Prematur, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Kelainan Bawaan
Kekurangan berbagai zat yang dibutuhkan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan
tingginya prematur, BBLR dan cacat bawaan.
c. Mudah Terinfeksi
Keadaan gizi yang buruk, tingkat sosial ekonomi yang rendah dan stres memudahkan
terjadinya infeksi saat hamil, terlebih pada kala nifas.
d. Anemia Kehamilan
e. Keracunan Kehamilan (Gestosis)
Merupakan kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin
meningkatkan terjadinya keracunan saat hamil dalam bemtuk eklampsi dan pre eklampsi
sehingga dapat menimbulkan kematian. Dimana keracunan kehamilan merupakan
penyebab kematian ibu yang terbesar ketiga
f. Kematian Ibu yang Tinggi
Remaja yang stres pada kehamilannya sering mengambil jalan yang pintas untuk
melakukan abortus oleh tenaga non-profesional. Angka kematian abortus yang dilakukan
oleh dukun cukup tinggi, tetapi angka pasti tidak diketahui. Kematian ibu terutama karena
perdarahan dan infeksi. Penyebab kematian ibu dikenal dengan trias klasik yaitu
perdarahan, infeksi dan gestosis.
Penanggulangan
Penanggulangan masalah kehamilan usia muda atau remaja sangat sukar dan kompleks
yang menyangkut berbagai segi kehidupan masyarakat diantaranya :
a. Pengaruh Globalisasi
Dengan derasnya arus informasi yang mendorong remaja mempunyai prilaku seks yang
bebas dan jumlah anak dalam suatu keluarga tidak terbatas sehingga kualitas pendidikan
rohani kurang mendapat perhatian. Untuk itu perlu ditanamkan nilai-nilai moral dan etika
agama yang baik mulai dari masa anak- anak, karena semua agama berpendapat bahwa
kehamilan dan anak harus bersumber dari perkawinan yang syah menurut adat agama dan

bahkan hukum yang disaksikan masyarakat. Untuk itu diperlukan sikap dan prilaku orang
tua yang dapat dijadikan panutan dan suri tauladan bagi remaja
b. Pendidikan Seks
Pendidikan seks pada remaja sangat berguna untuk memberikan pengetahuan tentang seks
dan penyakit hubungan seks. Program pendidikan seks ini lebih besar kemungkinannya
berhasil apabila terdapat pendekatan terpadu antara sekolah dan layanan kesehatan. Staf
layanan kesehatan dapat dilibatkan dalam penyampaian pendidikan seks, dan sekolah
dapat mengatur kunjungan kelompok ke klinik sebagai pengenalan dan untuk
meningkatkan rasa percaya diri dari para remaja yang mungkin ingin mendapatkan
layanan klinik tersebut.
c. Keluarga Berencana untuk Remaja
Kenyataannya perilaku seks remaja menjurus kearah liberal, tidak dapat dibendung, dan
hanya mungkin mengendalikannya sehingga penyebaran penyakit hubungan seks dan
kehamilan dikalangan remaja dapat dibatasi. Untuk itu perlu dicanangkan program
keluarga berencana dikalangan remaja sehingga pengendalian perilaku seks dapat tercapai
4. Menjelaskan dan Memahami Audit Kematian Maternal Perinatal
Audit maternal perinatal merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan
kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa
yang akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan
hubungan antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang
terjadi. Dengan kata lain, istilah audit maternal perinatal merupakan kegiatan death and
case follow up. Dari kegiatan ini dapat ditentukan:
Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal
Dimana dan mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah kematian
Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan
Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan sistem
rujukan. Agar fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan :
1. Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat pelayanan
kesehatan
2. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi
verbal, yaitu wawancara kepada keluatga atau orang lain yang mengetahui riwayat
penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh sebelum penderita meninggal
sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian.
Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di
seluruh wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian
ibu dan perinatal
Tujuan khusus audit maternal adalah :
a. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara
teratur
dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah
sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah bnersalin (RB), bidan praktek swasta
atau BPS di wilayah kabupaten/kota dan dilintas batas kabupaten/kota provinsi
b. Menetukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang di perlukan
untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus

c. Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota,


rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit bersalin dan BPS dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang disepakati.
Dalam pelaksanaan audit maternal perinatal ini diperlukan mekanisme pencatatan yang
akurat, baik ditingkat puskesmas,maupun ditingkat RS kabupaten/kota. Pencatatan yang
diperlukan adalah sebagai berikut:
A.Tingkat puskesmas
Selain menggunakan rekam medis yang sudah ada dipuskesmas ,ditambahkan pula :
1. Formulir R (formulir rujukan maternal dan perinatal )
Formulir ini dipakai oleh puskesmas,bidan didesa maupun bidan swasta untuk merujuk
kasus ibu maupun perinatal.
2. Form OM dan OP (formulir otopsi verbal maternal dan perinatal )
OM Digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas yang meninggal sedangkan
form OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal . untuk mengisi formulir tersebut
dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga puskesmas.
B.Tingkat RS kabupaten/kota
Formulir yang dipakai adalah
1. Form MP (formulir maternal dan perinatal )
Form ini mencatat data dasar semua ibu bersalin /nifas dan perinatal yang masuk kerumah
sakit. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat
2. Form MA (formulir medical audit )
Dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun audit perinatal. Yang
mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas dibagian kebidanan dan kandungan
(untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus perinatal)
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang ,yaitu :
4. Laporan dari RS kabupaten/kota ke dinas kesehatan
Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab
kematian ) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta bagian
anak.
5. Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota
Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas ,dan jumlah kasus yang
dirujuk ke RS kabupaten/kota
6. Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ketingkat propinsi
Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal ditangani oleh RS
kabupaten /kota ,puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnya ,serta tingkat kematian dari
tiap jenis komplikasi atau gangguan.Laporan merupakan rekapitulasi dari form MP dan
form R,yang hendaknya diusahakan agar tidak terjadi duplikasi pelaporan untuk kasus
yang dirujuk ke RS.
Rincian kegiatan AMP yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Tingkat puskesmas
a. Menyampaikan informasi kepada staf puskesmas terkait mengenai upaya
peningkatan kualitas pelayanan KIA melalui kegiatan AMP

b. Melakukan pencatatan atas kasus kesakitan dan kematian ibu serta perinatal
dan penanganan atau rujukannya, untuk kemudian dilaporkan kedinas
kesehatan kabupaten kota
c. Mengikuti pertemuan AMP di kabupaten/kota
d. Melakukan pelacakan sebab kematian ibu/perinatal (otopsi verbal )
selambat-lambatnya 7 hari setelah menerima laporan. Informasi ini harus
dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota selambat-lambatnya dalam
waktu 1 bulan. Temuan otopsi verbal dibicarakan dalam pertemuan audit
dikabupaten /kota.
e. Mengikuti/melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan KIA,
sebagai tindak lanjut dari kegiatan audit
f. Membahas kasus pertemuan AMP di kabupaten/kota
g. Membahas hasil tindak lanjut AMP non medis dengan lintas sektor terkait.
2. Tingkat kabupaten /kota
a. Menyampaikan informasi dan menyamakan presepsi dengan pihak terkait
mengenai pengertian dan pelaksanaan AMP dikabupaten/kota
b. Menyusun tim AMP dikabupaten atau kota, yang susunannya disesuaikan
dengan situasi dan kondisi setempat.
c. Melaksanakan AMP secara berkala dan melibatkan:
- Para kepala puskesmas dan pelaksana pelayanan KIA dipuskesmas
dan jajarannya
- Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan serta dokter
spesialis anak dokter ahli lain RS kabupaten/kota
- Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan staf pengelola program
terkait
- Pihak lain yang terkait, sesuai kebutuhan misalnya bidan praktik
swasta petugas rekam medik RS kabupaten/kota dan lain-lain.
d. Melaksanakan kegiatan AMP lintas batas kabupaten/kota/propinsi
e. Melaksanakan kegiatan tindak lanjut yang telah disepakati dalam pertemuan
tim AMP
f. Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan audit serta tindak lanjutnya,
dan melaporkan hasil kegiatan ke dinas kesehatan propinsi untuk memohon
dukungan
g. Memanfaatkan hasil kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
pengelolaan program KIA, secara berkelanjutan.
3. Tingkat propinsi
a. Menyebarluaskan pedoman teknis AMP kepada seluruh kabupaten/kota
b. Menyamakan kerangka pikir dan menyusun rencana kegiatan
pengembangan kendali mutu pelayanan KIA melalui AMP bersama
kabupaten/kota yang akan difasilitasi secara intensif.
c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dikabupaten/kota
d. Memberikan dukungan teknis dan manajerial kepada kabupaten/kota sesuai
kebutuhan
e. Merintis kerjasama dengan sektor lain untuk kelancaran pelaksanaan tindak
lanjut temuan dari kegiatan audit yang berkaitan dengan sektor diluar
kesehatan

f. Memfasilitasi kegiatan AMP lintas batas kabupaten/kota/propinsi


4. Tingkat pusat
Melakukan fasilitasi pelaksanaan AMP, sebagai salah satu bentuk upaya peningkatan
mutu pelayanan KIA di wilayah kabupaten/kota serta peningkatan kesinambungan
pelayanan KIA di tingkat dasar dan tingkat rujukan primer.
Angka Kematian Ibu (AKI)
WHO memperkirakan, bahwa 98% penyebab kematian maternal di negara berkembang
masuk katagori dapat dicegah. Menurut data WHO, pada periode 1997 s/d 2007,
penyebab kematian maternal berturut-turut adalah hemorrhagic (35%), Hipertensi (18%),
Inderect Cause (18%), other direct cause (11%), abortion and miscarriage (9%), Sepsis
(8%), embolism (1%).
Secara definisi, menurut Depkes, Kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu
hamil, bersalin dan nifas (sampai 42 hari setelah bersalin), sebagai akibat dari kelainan
yang berkaitan dengan kehamilannya atau penyakit lain yang diperburuk oleh kehamilan,
dan bukan karena kecelakaan. Beberapa ahli menyebut kematian ibu adalah ukuran
penting dari kematian suatu bangsa dan masyarakat serta mengindikasikan kesenjangan
dalam kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan (Daniel, dkk, 2002). Kematian ibu
merupakan permasalahan kesehatan publik global dan penurunan kematian ibu adalah
prioritas agenda kesehatan dan politik di setiap negara (Chichakli, dkk, 2000).
Penyebab tertinggi
kematian ibu
(http://www.indonesianpublichealth.com)

Sementara WHO
mendefinisikan kematian
ibu sebagai kematian
wanita saat hamil atau 42 hari setelah kehamilan berakhir, tanpa melihat lamanya
kehamilan dan lokasi persalinan, karena sebab apapun terkait atau dipicu oleh kehamilan
atau komplikasi dan manajemennya namun bukan karena sebab-sebab kecelakaan atau
insidental.
Sementara terdapat dua alternatif alat ukur baru kematian ibu terkait dengan kehamilan,
yaitu:
- Kematian maternal lanjut (late maternal death) Kematian yang diakibatkan
penyebab obstetric langsung dan tidak langsung lebih dari 42 hari namun kurang dari
1 tahun (antara 42 hari 1 tahun) setelah melahirkan (after termination of pregnancy).
- Kematian terkait kehamilan (pregnancy-related death) Kematian ibu yang terjadi
selama kehamilan atau 42 hari setelah melahirkan, tanpa melihat penyebabnya,
obstetric langsung dan tidak langsung (oleh sebab apapun). Kematian ibu terkait
kehamilan (pregnancy-related death) sangat berguna ketika penyebab kematian sulit
ditentukan dan ketika semua kematian di daerah itu disebabkan karena kehamilan.

Waktu Kritis
(http://www.indonesian-publichealth.com)

Kematian Ibu

5. Menjelaskan dan Memahami Pandangan Islam tentang Aborsi dan Resiko Kehamilan
Usia Muda
5.1. Aborsi
Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka
kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs An
Nisa : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud bahwasanya Rosulullah saw
bersabda: Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam
perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua,
terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga ,
berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk
meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan
rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia.
( Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua
bagian sebagai berikut :
1.

Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh


Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga
pendapat:
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari
ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al
Qalyubi : 3/159 ). Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, SyafiI,
dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,
( Syareh Fathul Qadir : 2/495 ). Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Masud di atas
yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan
penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.

Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada
waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram. Dalilnya bahwa waktu
peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika
telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian . Pendapat ini dianut
oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari
madzhab SyafiI . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air
mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga
siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan .
Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir
: 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386). Adapun status janin yang gugur
sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda mati, maka tidak perlu
dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa
menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya
dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di
dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu
bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan
medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus
Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar
hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
2.

Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh


Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan
roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan
dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Masud di atas. Janin yang
sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi
seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika
pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat. Namun jika disana ada
sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan membahayakan ibunya jika
lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:
Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram,
walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu
yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. ( Q.S. Al Israa: 33 )

Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang
keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah
fiqhiyah : Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan sesuatu yang
masih ragu., yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang
merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang
merupakan sesuatu yang masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan
tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian
penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal
itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena
menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena
kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum
yakin dan keberadaannya terakhir.( Mausuah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu
kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu Alam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat
bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan
kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syarI hukumnya
adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.
Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus
Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya
janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya.
5.2. Resiko Kehamilan Usia Muda
a Hukum Zina
Pengertian zina
Zina (bahasa Arab : , bahasa Ibrani : zanah ) adalah perbuatan bersanggama
antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan
(perkawinan). Secara umum, zina bukan hanya di saat manusia telah melakukan
hubungan seksual, tapi segala aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak
kehormatan manusia termasuk dikategorikan zina.
Sedangkan zina secara harfiah artinya fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam
pengertian istilah adalah hubungan kelamin di antara seorang lelaki dengan
seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan.
Hukuman untuk orang yang berzina
Hukumnya menurut agama Islam untuk para penzina adalah sebagai berikut:
Jika pelakunya muhshan, mukallaf (sudah baligh dan berakal), suka rela (tidak
dipaksa, tidak diperkosa), maka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam, berdasarkan
perbuatan Ali bin Abi Thalib atau cukup dirajam, tanpa didera dan ini lebih baik,

sebagaimana dilakukan oleh Muhammad, Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Umar bin
Khatthab.
Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian
diasingkan selama setahun.
Syarat-syarat mendapatkan hukuman bagi pezina
Hukuman yang ditetapkan atas diri seseorang yang berzina dapat dilaksanakan dengan
syaarat-syarat sebagai berikut:
Orang yang berzina itu berakal/waras
Orang yang berzina sudah cukup umur (baligh)
Zina dilakukan dalam keadaan tidak terpaksa, tetapi atas kemauannya sendiri
Orang yang berzina tahu bahwa zina itu diharamkan
Larangan berbuat zina
Zina dinyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang harus sangat buruk.
Hubungan bebas dan segala bentuk diluar ketentuan agama adalah perbuatan yang
membahayakan dan mengancam keutuhan masyarakat dan merupakan perbuatan
yang sangat nista. Allah SWT berfirman:

Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah
perbuatan yang keji dan merupakan jalan yang buruk. (QS. al-Isra :32)
Haram hukumnya seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang
mengandung anak dari orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya
nasab anak tersebut.
Dalilnya adalah beberapa nash berikut ini:
Nabi SAW bersabda, "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena
zina)"
Nabi SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah
dan hari akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu
Daud dan Tirmizy)
Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar
nikah, maka umumnya para ulama membolehkannya, dengan beberapa varisasi
detail pendapat :
Pendapat Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang
menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh.
Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka
laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Malik dan Imam Ahmad
bin Hanbal mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh mengawini
wanita yang hamil. Kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis
masa 'iddahnya. Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut
harus sudah tobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia
masih boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab AlMajmu' Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An- Nawawi, jus XVI halaman 253.
Pendapat Imam Asy-Syafi'i Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, pendapat beliau adalah
bahwa baik laki-laki yang menghamili atau pun yang tidak menghamili, dibolehkan

menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu


Ishaq Asy- Syairazi juz II halaman 43.
Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan
laki-laki yang menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut ini :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang
berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau
bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak
bisa mengharamkan yang halal`. (HR Tabarany dan Daruquthuny).
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Isteriku ini seorang yang suka berzina`.
Beliau menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau
begitu mut`ahilah dia`. (HR Abu Daud dan An- Nasa`i)
Apakah hukumnya jika wanita yang hamil diluar nikah itu ditikahkan? Kemudian apa
status anak tersebut secara humum Islam ?
Untuk masalah tersebut, tidak ada ayat Quran atau Hadits yang menegaskan untuk
masalah ini. Sehingga melahirkan 2 pendapat.
Pendapat Yang Membolehkan
Dari Imam As-SyafiI, syaratnya kedua keluarga dan pasangan tersebut tidak
mengekspos kepada yang lain, cukup mereka dan pihak Kantor Urusan Agama.
Tujuannya, supaya yang lain tidak melakukan perbuatan yang sama.
Ulama yang membolehkan juga menggambarkan, misal wanita yang dihamili oleh si
A, boleh dinikahi oleh si A walaupun belum lepas masa iddah karena masa iddah
dipandang untuk memperjelas siapa ayah biologis si anak karena selama masa
iddah, si wanita tidak disentuh oleh siapapun. Jadi, laki laki yang berzina dengan
seorang wanita, kemudian wanita tersebut hamil, maka laki-laki itu boleh menikahi
wanita itu, karena sudah jelas bahwa anak yang dikandung tersebut adalah anak
laki-laki tersebut.
Riwayat Sebuah Hadits
"Sesungguhnya Ummar pernah pukul seorang laki-laki dan wanita yang berzina,
kemudian Ummar menyuruhnya untuk menikahi, akan tetapi laki-laki tersebut
menolaknya (Al-Mughni)"
Pendapat Yang Melarang atau Mengharamkan
Sebagian ulama lagi mengatakan tidak halal untuk ditikahkan, walaupun laki-laki
tersebut yang menghamilinya, kecuali jika wanita tersebut telah melahirkan.
Surat At-Thalaq ayat 4,
" . . . . wanita yang mengandung, iddahnya adalah setelah dia melahirkan anaknya "
Begitu juga melalui riwayat sebuah hadits, dari Imam Ibnu Qudamah Al Maqdasi di
dalam Asy-Syarhul Kabier 7 : 502
" . . . tidak boleh dicampuri seorang wanita yang hamil, kecuali setelah dia melahirkan
"
Ada juga dari sebuah hadits
" Seorang laki-laki yang berhubungan badan dengan seorang wanita lalu wanita
tersebut mengandung, kemudian dia bertanya kepada Rasul SAW, lalu nabi
berkata, pisahkan mereka."Imam Ibnu Taimiyah, sebelum bayi tersebut lahir atau
istibro lalu bersih dari nifas.
Dari Ibnu Abbas R.A.
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya istriku tidak
menolak dengan tangan penyentuh, Nabi bersabda ceraikanlah dia, lalu si laki-

laki berkata nafsuku kepadanya. Nabi bersabda, kalau begitu bersenangsenanglah dengannya
Hanya saja, untuk kesimpulan permasalahan diatas, jika ingin selamat maka tunggulah
sampai wanita hamil tersebut melahirkan anaknya, atau sampai haid sekali, bahkan
lebih baik lagi jika melewati dulu 3 kali masa haid.
Adapun Status anak tersebut di dalam Islam
Anak tersebut tidak mendapatkan hak wali, juga tidak mendapatkan hak waris dari
garis Ayahnya, kalau dari garis Ibu, kakek dan neneknya dia mendapatkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007, laporan nasional
2007, badan penelitian dan pengembangan kesehatan, Jakarta: Indonesia. 2008.
Berg, C.et.all, 1998. Guidelines for Maternal Mortality Epidemiological Surveillance,
Notoatmodjo, S., 2007, Promosi Kesehatan dan Perilaku. Rineka Cipta; Azwar, S.,
2010, Sikap manusia Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar. Yogyakarta
http://www.indonesian-publichealth.com/2013/03/teori-perilaku-kesehatan.html
World Health Organization (WHO). Adolescent friendly health service, an agenda for
change, Geneva: Switzerland. 2002.
Departemen Kesehatan Dan Kesos.2008. Program Kesehatan Reproduksi Dan Pelayanan
Integrative Di Tingkat Pelayanan Dasar http://www.depkes.go.id/
Soeroso,
Santoso.
2001.
Masalah
Kesehatan
Http://Www.Idai.Or.Id/Saripediatri/Pdfile/3-3-13.Pdf

Remaja

Jakarta

Anda mungkin juga menyukai