Anda di halaman 1dari 14

Walaupun cross-linking dapat dimanfaatkan untuk pencegahan perkembangan

ektasia kornea, efek fungsi penglihatan terbatas. Terapi tambahan bersamaan


dengan cross-linking telah diketahui memperbaiki fungsi penglihatan juga
menyeimbangkan keuntungan biomekanik dari cross-linking. Istilah "CXL Plus"
mencakup terapi refraktif ini.
1. Cross-linking dengan intrastromal corneal ring segments
ICRS merupakan modalitas baru dalam penatalaksanaan penyakit ektasia
kornea. ICRS terbuat dari polymethylmethacrylate (PMMA) yang di
implantasi pada lapisan dalam stroma kornea untuk memodifikasi
kelengkungan kornea. Prosedur ini tidak melibatkan jaringan kornea dan
tidak menginvasi zona optik sentral. Konsep cincin intrastroma diajukan
oleh Reynolds pada tahun 1978, dievaluasi pertama kali sebagai terapi
untuk miopia oleh Keravision. Teknologi INTACS untuk miopia
menerima sertifikat CE Eropa pada tahun 1996 dan persetujuan Food and
Drug Administration (FDA) pada tahun 1999. Teknologi ini digunakan
dalam terapi keratokonus. Colin et al meneliti kegunaan dari cincin ini
pada keratokonus, INTACS mengurangi pendataran kornea dan
astigmatismus yang berhubungan dengan keratokonus. Terdapat empat
tipe ICRS yang dibedakan berdasarkan profil geometri dan diameter:
1. INTACS (Addition Technology Inc., Sunnyvlae, CA, USA)
2. Ferrara rings (Mediphacos, Belo Horizonte, Brazil)
3. Bisantis segments (Opticon 2000 SpA Soleko SpA)
4. Myoring (DIOPTEX)

Indikasi dilakukannya tindakan ini pada pasien dengan miopia rendah


(-1.00D -3.00D), keratokonus, dan keratektasia paska LASIK. Indikasi
implantasi ICRS adalah kornea sentral yang jernih dan intoleransi lensa
kontak. Ketebalan kornea minimal 400µ pada tempat insersi untuk
implantasi INTACS. Kontraindikasi tindakan ini yaitu INTACS tidak
digunakan pada pasien keratokonus yang dapat dikoreksi dengan lensa
kontak, usia kurang dari 21 tahun, kornea sentral tidak jernih, memiliki
ketebalan kornea kurang dari 450µ pada tempat insisi.
CXL kombinasi dengan cincin intrakornea memiliki efek
menguntungkan pada biomekanik dan parameter refraksi kornea. CXL
memiliki efek utama pada anterior kornea dan segmen cincin intrakornea
memberi efek pendataran dan redistribusi stressor pada lapisan yang lebih
dalam. Terapi sekuensial atau simultan dengan cincin intrakornea dan
CXL memberikan efek aditif dibandingkan dengan hanya dilakukan salah
satu prosedur saja. Terapi kombinasi menghasilkan perbaikan UCVA
(Uncorrected Visual Acuity) dan BCVA (Best Corrected Visual Acuity)
lebih baik. Pengurangan miopia dan astigmatismus lebih baik,
pengurangan bacaan rerata dan pendataran keratometri dua kali lebih kecil
dibandingan dengan salah satu prosedur saja.
Intrastromal Corneal Ring Segments (ICRS) memperbaiki penglihatan
dan topografi pada pasien dengan keratokonus dan ektasia setelah LASIK.
Cincin ini tidak dapat mencegah perkembangan penyakit, tetapi
kombinasi tindakan ini dengan cross-linking lebih menguntungkan
dibandingkan dengan ICRS saja. INTACS dengan cross-linking dapat
mengurangi parameter keratometri dan topografi dibandingkan dengan
INTACS saja, walaupun beberapa penelitian tidak menemukan perbedaan
diantara kedua kelompok atau INTACS saja memberikan hasil refraksi
yang lebih baik. KeraRing (Mediphacos, Belo Horizonte, Brazil) dan
Ferrara rings (Ferrara Ring; AJL, Boecillo, Spain) dengan cross-linking
juga memberikan hasil yang baik. Pembentukan saluran segmen cincin
dilakukan dengan pengaturan laser femtosecond yang termodifikasi,
riboflavin dipaparkan ke saluran, walaupun efek jangka panjang
kombinasi ini belum diteliti.
Pemilihan waktu tindakan yaitu cross-linking dengan tindakan segmen
cincin secara simultan dilakukan dalam satu hari yang sama atau
sekuensial dengan jarak waktu beberapa hari hingga beberapa bulan.
Kedua cara menunjukkan perbaikan ketajaman penglihatan dan topografi
pada keratokonus dan ektasia. (J. Bradley Randleman dkk)

2. Topography-Guided Photorefractive Keratectomy (PTK) dengan CXL


Photorefractive Keratectomy (PRK) merupakan bedah refraktif. Bedah ini
menggunakan laser untuk mengatasi gangguan penglihatan yang
disebabkan oleh kelainan refraksi. PRK digunakan untuk terapi miopia,
hiperopia, dan astigmatismus. PRK menjadi pilihan pada pasien dengan
dry eyes atau kornea tipis yang akan menjalani bedah refraksi. Jika pasien
memiliki gaya hidup aktif atau pekerjaan, PRK pilihan yang lebih tepat
dibandingkan dengan LASIK karena pada PRK tidak dilakukan flap pada
kornea seperti pada LASIK dan bedah lainnya. Berikut beberapa
persyaratan untuk dapat dilakukan PRK:
1. Usia lebih dari sama dengan 18 tahun (diatas 21 tahun lebih ideal
karena penglihatan cenderung berhenti berubah)
2. Ketajaman penglihatan tidak berubah selama 1 tahun
3. Kelainan refraktif yang termasuk kelainan yang dapat dikoreksi
dengan PRK
4. Kornea baik, dan kesehatan mata menyeluruh baik.

Berikut beberapa keadaan yang memungkinkan tidak dapat dilakukan PRK


yaitu:
1. Kelainan refraksi yang tidak stabil
2. Penyakit kulit atau lainnya yang dapat mengganggu proses
penyembuhan
3. Riwayat sikatriks berlebih
4. Abrasi kornea atau kelainan kornea lainnya
5. Glaukoma
6. Katarak yang mengganggu penglihatan
7. Diabetes tidak terkontrol
8. Ibu hamil atau menyusui
9. Riwayat infeksi mata

PRK merupakan terapi refraksi pertama yang dikombinasikan dengan


CXL. Remodelling bentuk kornea dan mengembalikan fungsi penglihatan
yang disebabkan oleh astigmatismus irreguler merupakan hasil yang
didapat dari topography-guided PRK, namun tindakan ini tidak
menghentikan perkembangan keratokonus. CXL dikombinasikan dengan
topography-guided PRK dapat menghentikan dan mengurangi
perkembangan astigmatismus irreguler. Keamanan dan keberhasilannya
masih belum diketahui.
Pemilihan waktu PRK dikombinasikan dengan CXL harus
memaksimalkan dampak biomekanik dan perubahan positif dari
kelengkungan kornea, dengan meminimalkan risiko komplikasi terutama
kekeruhan kornea. Kanellopoulos et al melaporkan seorang pasien dengan
keratokonus bilateral progresif yang menjalani CXL standar diikuti dengan
topography-guided PRK satu tahun setelahnya. Pasien tersebut mencapai
visus 20/20 tanpa koreksi 18 bulan setelah PRK.
Penelitian retrospektif membandingkan PRK+CXL simultan dengan
sekuensial mendapatkan simultan (dilakukan pada hari yang sama) lebih
superior diandingkan dengan sekuensial perihal ketajaman penglihatan,
refraksi sferis ekuivalen, dan perubahan pada keratometri. Terapi simultan
membentuk kekeruhan linear posterior yang membaik namun tidak
menghilang setelah satu tahun. Kekeruhan kornea lebih minimal pada
terapi simultan PRK+CXL dibandingkan dengan sekuensial.
Walaupun outcome jangka panjang masih harus dinilai, topography-
guided PRK+CXL memperbaiki tidak hanya tajam penglihatan, namun
juga fungsi penglihatan dan kualitas hidup pasien. Dalam beberapa
keadaan, terapi sekuensial merupakan pendekatan satu-satunya, contoh
pada pasien yang telah menjalani CXL sebelumnya dan baru mencari
pengobatan topography-guided PRK. CXL memengaruhi laju abrasi dari
laser excimer.

3. Phototherapeutic Keratectomy dengan CXL


Excimer laser phototherapeutic keratectomy (PTK) merupakan terapi
efektif untuk berbagai kelainan kornea superfisial. Prosedur ini dapat
dilakukan pada irregularitas permukaan kornea, instabilitas epitel,
opasifikasi superfisial . PTK dianggap sebagai jembatan antara
tatalaksana medis dan bedah pada berbagai kelainan kornea. PTK dapat
dilakukan untuk terapeutik dan atau indikasi refraksi.
Diabetes tidak terkontrol dan kelainan kolagen vaskular (arthritis
rheumatoid, systemic lupus erythematous) dapat memperlambat proses
penyembuhan epitel yang kemudian mempengaruhi penyembuhan
prosedur ini.
Indikasi terapeutik:
1. Spheroidal degeneration
2. Salzmann nodular degeneration
3. Calcium band keratopathy
4. Recurrent corneal erosion syndrome
5. Bullous keratopathy
6. Anterior corneal dystrophies (Cogan, Meesman, Reis-Buckler, etc)
7. Superficial scars (leukomas)
8. PTK dikombinasikan dengan atau sebelum dan sesudah bedah lain
-PTK dikombinasikan dengan amniotic membrane graft
-PTK setelah bedah pterigium
-PTK sebelum dan setelah keratoplasti
-PTK sebelum bedah katarak
Pilihan debridemen epitel untuk CXL termasuk debridemen mekanik
atau excimer laser phototherapeutic keratectomy (PTK). Penelitian
prospektif yang membandingkan penggunaan PTK transepitel (dinamakan
protokol Cretan) menghasilkan outcome penglihatan dan refraktif lebih
baik dibandingkan dengan debridemen mekanik dengan rotating brush.
Menggunakan PTK untuk menghilangkan epitel dikombinasi dengan
topography-guided PRK+CXL merupakan kombinasi yang efektif.
Protokol Athens menggunakan PTK untuk menghilangkan epitel diikuti
topography-guided PRK parsial dengan mitomycin C + prosedur CXL.
Ketebalan epitel regional sangat beragam pada kornea ektasi dan epitel
mengalami remodelling pada CXL. Penemuan anatomis tersebut yang
mungkin menjelaskan keuntungan PTK untuk CXL.

4. Phakic Intraocular Lenses dengan CXL


Phakic Intraocular Lenses (PIOLs) digunakan untuk mengoreksi kelainan
refraksi tanpa menghilangkan jaringan kornea tersedia dalam berbagai
desain termasuk iris-fixated, angle-supported, dan posterior chamber
lenses. PIOL yang digunakan pada keratokonus dan ektasia paska LASIK
tanpa CXL tidak direkomendasikan karena dapat terjadi astigmatismus
progresif. Posterior chamber PIOL dikombinasikan dengan CXL berhasil
dilakukan miopia tinggi dengan keratokonus progresif. Hasil serupa
didapatkan pada kombinasi iris claw PIOLs dan CXL.
5. Multiple Refractive Treatments dengan CXL
Terapi dengan kombinasi CXL, ICRS, dan PRK memberikan hasil positif
pada beberapa protokol. Kasus lain menggambarkan implantasi segmen
cincin diikuti CXL, kemudian diikuti implantasi toric PIOL pada pasien
dengan kelainan refraksi tinggi yang tidak dapat menjalani PRK.
Pemantauan jangka panjang penting pada pasien ini untuk menentukan
stabilitas penglihatan.

6. LASIK X-tra
LASIK X-tra merupakan tindakan LASIK (Laser Assisted In Situ
Keratomileusis) yang disertai tindakan CXL yang bertujuan untuk
mencegah komplikasi akibat penipisan kornea yang terjadi setelah
tindakan LASIK. Pada tindakan LASIK X-tra ini, riboflavin dapat
dimasukkan ke dalam LASIK flap interface, sehingga tidak perlu
dilakukan pengangkatan epitel kornea. Tindakan ini dapat meningkatkan
adhesi flap pada LASIK.

Prosedur kombinasi LASIK + CXL


Pasien dipersiapkan menggunakan proses pembuatan flap yang sama seperti
untuk kelompok lasik saja. Setelah ablasi kornea stroma, penggunaan riboflavin
VibeX Xtra tunggal tetes (0,25% riboflavin) ditanamkan ke stroma yang terbuka
selama 90 detik. Kemudian larutan garam seimbang digunakan untuk menyiram
sisa riboflavin dari stromal, flap kemudian diposisikan ulang, dan sistem KXL
digunakan untuk menerapkan 90 detik penerangan cahaya terus menerus pada 30
mW / cm (dosis paparan total 2,7 J / cm) di atas flap yang tertutup.

3.3.3 Indikasi CXL + LASIK (LASIK-Xtra)


Kombinasi LASIK dan CXL ditujukan untuk pengembalian kekuatan kornea,
peningkatan stabilitas penglihatan, dan peningkatan akurasi koreksi refraktif.
Indikasi klinis primer untuk cross-linking kornea meliputi keratokonus
progresif pada orang dewasa dan ektasia kornea setelah LASIK. Indikasi yang
terbaru telah meluas menjadi keratokonus pediatrik, sebagai terapi yang
ditawarkan waktu terdiagnosis.
Aplikasi klinis dari cross-linking adalah:
a. Ectasia kornea - keratoconus ; tahapan yang berbeda
- degenerasi marjinal pellucid
- iatrogenik: setelah LASIK
b. Infeksi kornea
c. Chemical burns
d. Bullous keratopathy and other causes of corneal edema
e. LASIK and CXL
f. PRK and CXL
g. Intra-corneal stromal rings and CXL
g. Scleral CXL (experimental study

3.3.4 Protokol Paska Operasi CXL + LASIK


Tindak lanjut pasca operasi adalah pada 1 hari dan 1 minggu setelah operasi.
Evaluasi oftalmik lengkap dilakukan pada 1, 3, dan 6 bulan pasca operasi.
Regimen pascabedah diresepkan untuk kedua mata sebagai berikut: 0,1% mata
fluorometholone drop, empat kali per hari, dan tetes mata sodium hyaluronate,
empat kali per hari.

3.3.5 Komplikasi CXL + LASIK


Komplikasi potensial terkait cross-linking berasal dari debridement epitel,
termasuk infeksi, infiltrat steril, re-epitelisasi terlambat, edema kornea transien,
dan pengaburan atau scar kornea.
Komplikasi terkait LASIK yaitu mata kering, masalah penglihatan di
malam hari, kekurangan kepekaan kontras, infeksi, bentuk flap yang tidak
sempurna, tumbuhnya sel epitel, flap kornea yang lepas atau hilang, ektasia
kornea.

3.3 CXL+LASIK
3.3.1 Definisi LASIK
Laser Assisted In Situ Keratomileusis (LASIK) salah satu teknik tindakan
bedah refraksi yang menggunakan laser sebagai alat bantu koreksi kelainan
refraksi (pembiasan) pada miopia, hipermetropia, dan astigmatismus. Lasik
(Laser Assisted In Situ Keratosmileusis) adalah prosedur yang mengubah bentuk
kornea secara permanen, mencakup hingga bagian depan mata dengan
menggunakan excimer laser.

3.3.2 Prosedur LASIK


Sebelum melakukan operasi LASIK, Anda harus menjalani serangkaian ujian
untuk menentukan prosedur yang paling sesuai bagi Anda. Ujian – ujian ini
penting bagi yang ingin melakukan LASIK, untuk memahami tujuan dan
jangkauan prosedur – prosedur itu agar lebih paham dan dapat bekerjasama.
a) Riwayat Kesehatan
Kondisi – Kondisi umum yang membuat seseorang tidak diperbolehkan
melakukan LASIK adalah :
1. Penyakit Autoimmune
2. Hamil
3. Penyakit DM

Beberapa penyakit parah berkaitan dengan mata yang membuat seseorang


tidak bisa melakukan LASIK, yaitu :
1. Keratokonus
2. Katarak
3. Glaukoma
4. Uveitis

b) Ketajaman Penglihatan
Adalah merupakan suatu indicator menegnai seberapa jelas penglihatan
seseorang. Alat ukur yang biasa dipergunakan adalah Carta Snellen

c) Refraksi subjektif dan cycloplegic


Refraksi yang tidak tepat akan mengakibatkan penggunaan laser dengan tidak
tepat, sehingga pengobatan seseorang juga tidak akan tepat. Cara yang paling
tepat untuk memastikan refraksi mata adalah dengan refraksi cycloplegic. Efek
samping ini adalah pembesaran pada pupil. Setelah dilakukan uji refraksi
cycloplegic, pupil akan tetap membesar untuk sekurang – kurangnya selama 2
hari.
d) Pemeriksaan slit lamp
Pemeriksaan ini digunakan menjalani pemeriksaan secara lebih terperinci pada
kornea, kelopak, konjungitva, iris, dan lensa mata. Pemeriksaan ini akan
memeriksa kornea danbentuknya, juga untuk mengetahui jika ada penyakit pada
kornea yang mengakibatkan seseorang tidak bisa menjalani LASIK.
e) Tonometri
Ujian ini menunjukkan jika pasien memiliki glaukoma. LASIK tidak bermanfaat
untuk pasien yang menderita glaukoma.

f) Pemeriksaan retina
Kebanyakan pasien yang ingin menjalani LASIK adalah mereka yang
mempunyai miopi. Sayangnya, penderita miopi lebih mudah mengalami :
i. Ablasio Retina
ii. Katarak
iii. Degenerasi
Kondisi tersebut dapat menurunkan daya penglihatan dan dalam kasus tertentu
bisa menyebabka kebutaan. LASIK mampu menghilangkan atau mengurangi
masalah refraktif, namun LASIK tidak akan membuat mata lebih tahan dari
penyakit – penyakit di atas

g) Topografi kornea
Dilakukan dengan sebuah mesin berkomputer yang akan memfoto kornea,
dengan cincin cahaya yang merefleksikan permukaan kornea yang akan
memperlihatkan peta topografi dari seluruh kornea. Peta yang ditampilkan ini
membantu diagnose penyakit kornea dengan terperinci. Topografi kornea juga
bisa mengindikasikan seberapa baik dan efektif pengobatan LASIK telah
dilakukan.
Gambar 1. Alat topografi kornea

h) Pachynetry kornea
Adalah sebuah ujian yang mengukur ketebalan kornea. Tingkat ketebalan kornea
berkisar antara 500 – 550 mikron (0.50 – 0.55 mm)
LASIK membuka lapisan tipis dipermukaan kornea sebagai flap. Bagian
dasar sisanya kemudian disinari laser dan beberapa jaringan tertentu diangkat.
Ketebalan kornea yang harus dibuang tidak boleh lebih dr 60% dan ketebalan
kornea di bagian dalam yang tetap dipertahankan harus mencapai sekurang –
kurangnya 250 mikron
Pengukuran ketebalan sangat diharuskan, jika terlalu banyak jaringan yang
dibuang maka kornea akan menjadi lemah, yang bisa menyebabkan distorsi dan
penonjolan kornea (ektasia)

Gambar 2. Pachynetry kornea

i) Pupillometry
Pupillometry adalah suatu prosedur untuk mengukur ukuran pupil dalam keadaan
gelap. Pasien yang memiliki pupil sangat besar, memiliki kemungkinan yang
lebih besar untuk mengalami masalah kesilauan dan lingkaran halo.

Gambar 3. Ukuran pupil dalam keadaan terang (kiri) dan keadaan gelap (kanan)

Persiapan sebelum LASIK


Beberapa petunjuk dasar tentang persiapan sebelum operasi meliputi : tidak
diperbolehkan menggunakan make up, bedak, atau parfum jenis apapun, karena
dikhawatirkan akan mempengaruhi jalannya operasi.
Ada kemungkinan serpihan – serpihan kosmetika, terutama bedak, masuk dan
tersimpan dalam flap LASIK. Serpihan dibawah kelopak mata ini bisa
menyebabkan peradangan dan luka. Sementara itu, pelarangan menggunakan
parfum, karena kandungan alkoholnya bisa tersimpan pada bagian optis Laser
Excimer yang bisa mengurangi daya kemampuannya. Hal ini bisa menyebabkan
kesalahan koreksi.
Salah satu hal paling penting yang harus dilakukan oleh para pasien dalam
persiapan sebelum LASIK adalah melatih fiksasi mereka. Memilki fiksasi mata
sangatlah penting agar prosedur LASIK berjalan mulus. Pemusatan yang baik
bisa mengurangi resiko terjadinya lingkaran halo dan kesilauan pada mata.
Persiapan khusus juga dibutuhkan bagi para pasien yang menggunakan jenis
lensa kontak yang berbeda.
Bagi pasien yang menggunakan soft lens, sangat penting untuk tidak
memakainya paling tidak selama 2 hari sebelum operasi LASIK dilakukan. Para
pengguna soft lens toric (silindris), sebaiknya tidak menggunakannya sekurang –
kurangnya 4 hari sebelum operasi. Jika pasien menggunakan hard lens, maka
paien harus menghindari pemakaiannya sekurang – kurangnya 2 minggu atau
lebih sebelum operasi. Hard lens memiliki efek pembentukan yang lebih pada
kornea, sehingga mempengaruhi hasil prosedur LASIK.
Pasien yang menggunakan kacamata tidak perlu melakukan persiapan khusus
apapun sebelum menjalani LASIK.

Tahapan Prosedur LASIK


Prosedur LASIK umumnya membutuhkan waktu 10 menit. Pasien akan tetap
tesadar selama prosedur berlangsung.
1. Mata ditetesi dengan obat bius mata yang akan memastikan pasien tidak
merasakan sakit selama operasi
2. Pasien ditempatkan di bawah mesin laser dan kepala berada tepat di bawah
Laser Excimer
3. Seluruh wajah ditutup dengan duk steril, dan terbuka hanya pada bagian
mata saja yang dibiarkan
4. Untuk menahan bulu mata, akan ditempatkan sehelai plastic jernih di
atasnya. Dokter akan menempatkan alat ‘spekulum’ di antara kelopak mata,
sebagai penahan agar mata terus terbuka dan memastikan agar mata tidak
berkedip.
5. Kornea mata akan dilingkari pelekap yang melingkarinya sebagai penahan.
6. Anda akan diminta untuk tetap fokus pada lampu berkedip di atas kepala.
Lampu ini disebut sebagai lampu fiksasi.
7. Ketika dokter sudah memastikan fiksasi, maka flap LASIK akan segera
dibuat
8. Setelah flap terbentuk, dokter akan mengangkatnya untuk menyiapkan
pembentukan kornea dengan Laser Excimer. Pasien harus fokus pada pusat
fiksasi cahaya untuk memastikan pemusatan laser yang baik.
9. Saat laser mengarah pada mata, pasien akan melihat cahaya kebiruan saat
kornea mata dibentuk kembali. Meskipun kemungkinan pasien tidak melihat
cahaya fiksasi selama operasi berlangsung, tetapkanlah fokus pasien pada
posisi semula
10. Ketika pembentukan semula kornea selesai, dokter akan membasahi mata
pasien, mengembalikan flap pada posisinya dan dengan lembut menekan
ujung kelopak dengan spons kecil. Selama proses berlangsung, pasien harus
fokus pada fiksasi cahaya.
11. Setelah semua alat – alat operasi diangkat dari mata pasien, dokter akan
menempelkan pelindung plastic di atasnya.
12. Setelah itu, pasien akan dibawa ke ruang utnggu istirahat. Tutuplah mata
terus mata pasien untuk mempercepat proses penyembuhan. Setelah 1 jam
mata pasien akan diperiksa, untuk memastiakn kelopak telah direposisi
dengan tepat.

Paska Operasi
Penyembuhan Penglihatan
Penyembuhan penglihatan pasca-LASIK sangat cepat dan pasien dapat segera
melihat setelah hari pertama. Alasan kenapa penyembuhannya begitu cepat dan
rasa sakit yang hanya sedikit setelah operasi karena LASIK tidak menyentuh
lapisan luar kornea. Satu – satunya lapisan yang diambil terletak di tengah kornea
(stroma).
Pasien akan merasakan tidak nyaman dalam jangka waktu 2 – 3 jam sesudah
operasi. Sensasi ini rasanya sama seperti ada benda asing yang masuk ke dalam
mata dan hal ini disebabkan karena terbentuknya flap kornea untuk prosedur
LASIK. Untuk meredakan ketidaknyamanan ini pasien dianjurkan untuk dengan
lembut menutup mata mereka setelah operasi. Hal ini akan mengurangi rasa sakit.
Pasien LASIK akan mengalami penglihata ‘vaseline’ 1 hingga 6 hari setelah
operasi. Hal ini adalah sesuatu yang normal karena kornea mata akan
membengkak. Penglihatan akan terlihat kabur, biasanya tergantung pada berapa
besar pembentukan refraksi yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat refraksi yang
dikoreksi, semakin kabur penglihatan dan pasien akan mengalami penglihatan
Vaseline semakin lama.
Terkadang pasien akan mengalami matanya merah karena darah setelah
operasi LASIK. Biasanya hal ini terjadi karena mata bergerak terlalu banyak
ketika proses pembentukan flap. Perdarahan hanya berlangsung sementara dan
akan segera hilang 1 hari hingga seminggu.

Yang Harus Diperhatikan


Sangat dianjurkan untuk tidak menyentuh mata pasien yang baru saja dioperasi
selama seminggu. Menggosok – gosok mata harus dihindari sekurang –
kurangnya selama sebulan. Karena gosokan mata yang terlalu keras dapat
menyebabkan kerutan dari flap kornea.
Sesudah LASIK, pasien dianjurkan untuk menghindari debu dan kotoran,
untuk mencegah agar tidak terjadi infeksi. Tidak dianjurkan untuk melakukan
olah raga air selama sebulan, dan olah raga keras yang dapat menyebabkan
trauma mata selama 6 bulan.

Kontrol Pasca Operasi


Untuk mengetahui dan meyakinkan bahwa mata dalam keadaan normal akan
dilakukan 4 kali jadwal kontrol.
Yang pertama dilakukan sehari setelah dilakukan operasi. Untuk memastikan
flap kornea berada di posisi yang betul dan mata si pasien memberikan respon
untuk proses penyembuhan yang normal.
Yang kedua dilakukan seminggu setelah operasi. Biasanya akan dinilai jumlah
koreksi yang dicapai setelah prosedur LASIK.
Yang ketiga dilakukan setelah sebulan setelah operasi. Dokter akan menilai
ketepatan koreksi yang dicapai. Semakin tinggi koreksi yang dilakukan, semakin
lama waktu yang diperlukan untuk mencapai hasil yg tetap.
Yang keempat dilakukan tiga bulan setelah operasi. Biasanya penglihatan
pasien telah kembali stabil. Ujian refraksi akhir akan dilakukan dan dilaporkan
sebagai laporan akhir yang akan diterima oleh pasien.

Anda mungkin juga menyukai

  • KSJDVK
    KSJDVK
    Dokumen62 halaman
    KSJDVK
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Dfvaenr
    Dfvaenr
    Dokumen10 halaman
    Dfvaenr
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Ndfvebt
    Ndfvebt
    Dokumen2 halaman
    Ndfvebt
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • XKJCHBVSIDH
    XKJCHBVSIDH
    Dokumen24 halaman
    XKJCHBVSIDH
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Kdnevoek
    Kdnevoek
    Dokumen16 halaman
    Kdnevoek
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Hemoroid
    Hemoroid
    Dokumen30 halaman
    Hemoroid
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Referat Laringitis Akut
    Referat Laringitis Akut
    Dokumen25 halaman
    Referat Laringitis Akut
    delariyani
    100% (1)
  • SDRH
    SDRH
    Dokumen2 halaman
    SDRH
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • SKDJNW
    SKDJNW
    Dokumen1 halaman
    SKDJNW
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading-Translate
    Journal Reading-Translate
    Dokumen12 halaman
    Journal Reading-Translate
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Jhbiyh
    Jhbiyh
    Dokumen14 halaman
    Jhbiyh
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • LAPJAG NY C Ralat DR Syai
    LAPJAG NY C Ralat DR Syai
    Dokumen10 halaman
    LAPJAG NY C Ralat DR Syai
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Ultrasonograf (USG)
    Ultrasonograf (USG)
    Dokumen9 halaman
    Ultrasonograf (USG)
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • DETEKSI DINI DELAYED SPEECH
    DETEKSI DINI DELAYED SPEECH
    Dokumen27 halaman
    DETEKSI DINI DELAYED SPEECH
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Bimbingan BPH
    Bimbingan BPH
    Dokumen26 halaman
    Bimbingan BPH
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Ekrlvelr
    Ekrlvelr
    Dokumen1 halaman
    Ekrlvelr
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • MHGCHG
    MHGCHG
    Dokumen9 halaman
    MHGCHG
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Kvmkejr
    Kvmkejr
    Dokumen9 halaman
    Kvmkejr
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • F Tvlemf
    F Tvlemf
    Dokumen1 halaman
    F Tvlemf
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Ervet
    Ervet
    Dokumen38 halaman
    Ervet
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Ksdvnsij
    Ksdvnsij
    Dokumen19 halaman
    Ksdvnsij
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Fvsetb
    Fvsetb
    Dokumen13 halaman
    Fvsetb
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Kjcnekr
    Kjcnekr
    Dokumen3 halaman
    Kjcnekr
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Adfbe
    Adfbe
    Dokumen2 halaman
    Adfbe
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • SDFBRGT
    SDFBRGT
    Dokumen9 halaman
    SDFBRGT
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Scratch Referat
    Scratch Referat
    Dokumen7 halaman
    Scratch Referat
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Plantar Fasciitis: Disusun Oleh: Fadhila Ayu Safirina 1102013101 Pembimbing: Dr. Ridwan, SP.S
    Plantar Fasciitis: Disusun Oleh: Fadhila Ayu Safirina 1102013101 Pembimbing: Dr. Ridwan, SP.S
    Dokumen27 halaman
    Plantar Fasciitis: Disusun Oleh: Fadhila Ayu Safirina 1102013101 Pembimbing: Dr. Ridwan, SP.S
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Skjdnver
    Skjdnver
    Dokumen14 halaman
    Skjdnver
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat
  • Fbaerh
    Fbaerh
    Dokumen3 halaman
    Fbaerh
    Dhila Safirina
    Belum ada peringkat