Disusun oleh:
Listiana Widyarahma
NPM: 1102013156
Pembimbing:
1.1 Definisi
Metode klasifikasi gangguan pendengaran adalah dibedakan dari sisi onset, sisi
genetika, progresifitas penyakit.
4. Onset gangguan pendengaran : congenital, periode prelingual, atau postlingual, lanjut usia
(presbiakusis)
Menunjukkan adanya masalah di telinga luar atau tengah yang menyebabkan tidak
terhantarnya bunyi dengan tepat ke telinga dalam. Penyebab tersering gangguan pendengaran
konduktif pada anak adalah otitis media dan disfungsi tuba eustachius yang disebabkan oleh
otitis media sekretori.kedua kelainan tersebut jarang menyebabkan kelainan gangguan
pendengaran melebihi 40dB.Dalam beberapa kejadian, gangguan pendengaran jenis ini
biasanya bersifat sementara. Pengobatan atau bedah, alat bantu dengar maupun implan
telinga tengah dapat membantu mengatasi gangguan pendengaran jenis ini tergantung pada
penyebab khusus masalah pendengaran tersebut.
2
b. Gangguan Pendengaran Sensorineural (Sensori Neural Hearing Loss).
Tuli sensorineural atau disebut juga tuli perseptif (tuli saraf) merupakan jenis
gangguan pendengaran yang disebabkan oleh hilangnya atau rusaknya sel saraf (sel rambut)
di dalam koklea atau rumah siput, kerusakan atau malfungsi koklea serta kerusakan batang
otak sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana mestinya. Gangguan pendengaran
jenis ini biasanya bersifat permanen.bila kerusakan terbatas pada sel rambut di koklea, maka
sel ganglion dapat bertahan atau mngalami degenerasi transneural. Bila sel ganglion rusak,
maka n. VIII akan mengalami degenerasi wallerian. Penyebab utama gangguan pendengaran
ini adalah disebabkan genetik atau infeksi sedangkan penyebab yang lain seperti pemakaian
obat jarang terjadi. Untuk gangguan pendengaran ringan hingga berat dapat diatasi dengan
alat bantu dengar atau implan telinga tengah. Sedangkan, untuk gangguan pendengaran berat
atau parah sering di atasi dengan implan koklea.
a. Genetik herediter
b. Non genetik
Yaitu yang tidak berkaitan dengan keturunan seperti Infeksi pada kehamilan
terutama pada awal kehamilan/trimester pertama (Toxoplasmosis, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis), kekurangan zat gizi misalnya defisiensi jodium,
kelainan struktur anatomi serta pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi selama
kehamilan yang berpotensi menggangu proses pembentukan organ dan merusak
sel-sel rambut koklea seperti salisilat, kina, neomycin, streptomisin, gentamisin,
thalidomide, barbiturate dll. Selain itu malformasi struktur anatomi telinga seperti
atresia liang telinga dan aplasia koklea juga akan menyebabkan ketulian.
3
2. Pada saat Kelahiran atau Persalinan (PERINATAL)
Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor resiko
untuk terjadinya gangguan pendengaran/ketulian seperti tindakan dengan alat pada saat
proses kelahiran (ekstraksi vakum, forsep), bayi lahir premature (< 37 mgg), berat badan
lahir rendah (< 2500 gr), lahir tidak menangis (asfiksia), lahir kuning
(hiperbilirubinemia). Biasanya jenis gangguan pendengaran yang terjadi akibat faktor
prenatal dan perinatal ini adalah tipe saraf / sensori neural dengan derajat yang umumnya
berat atau sangat berat dan sering terjadi bilateral.
Pada saat pertumbuhan seorang bayi dapat terkena infeksi bakteri maupun virus
seperti Rubella (campak german), Morbili (campak), Parotitis, meningitis (radang
selaput otak), otitis media (radang telinga tengah) dan Trauma kepala.
Bayi yang mempunyai faktor resiko diatas mempunyai kecenderungan menderita
gangguan pendengaran lebih besar dibandingkan bayi yang tidak mempunyai faktor
resiko tersebut. Seorang anak harus diperiksa fungsi pendengarannya segera setelah
dicurigai terdapat faktor-faktor resiko diatas atau anak tidak bereaksi terhadap bunyi-
bunyian disekitarnya (tepukan tangan, suara mainan, terompet, sendok yang dipukulkan
ke gelas/piring dll) dan terdapat keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa.
6. Meningitis Bakterialis
8. Asfisia berat
10. Menggunakan alat bantu pernafasan / ventilasi mekanik lebih dari 5 hari (ICU)
4
1.4 Faktor resiko terjadinya gangguan pendengaran pada bayi/anak
2. Infeksi intrauterin
6. Meningitis bakteri
7. Apgar skor < 4 pada saat menit pertama setelah dilahirkan, atau
Meskipun faktor risiko yang telah disebutkan merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
pemeriksaan untuk menentukan adanya suatu gangguan pendengaran, akan tetapi dilapangan
ditemukan bahwa 50% neonatus dengan gangguan pendengaran tidak mempunyai faktor
risiko. Oleh karena itu direkomendasikan suatu pemeriksaan gangguan pendengaran pada
seluruh neonatus setelah lahir atau setidaknya usia tiga bulan.
Secara garis besar faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran dapat berasal
1. Faktor genetik
5
2. Faktor didapat (aquired)
a. Infeksi
Gangguan yang terjadi biasanya bersifat tuli sensorineural. Infeksi yang dapat
menyebabkan gangguan pendengaran seperti Rubela kongenital,Cytomegalovirus,
Toksoplasmosis, virus herpes simpleks, meningitis bakteri, otitis media kronik
purulenta, mastoiditis, endolabirintitis, kongenital sifilis. Toksoplasma, Rubela,
Cytomgalovirus, menyebabkan gangguan pendengaran pada 18% dari seluruh kasus
gangguan pendengaran dimana gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi
Cytomegalovirus sebesar 50%, infeksi Rubela kongenital 50%, dan Toksoplasma
kongenital 10%-15%, sedangkan untuk infeksi herpes simpleks sebesar 10%.
Penelitian oleh Rivera menunjukan bahwa 70% anak yang mengalami infeksi
sitomegalovirus konegenital mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau selama
masa neonatus. Pada meningitis bakteri melalui laporan post-mortem dan beberapa
studi klinis menunjukan adanya kerusakan di koklea atau saraf pendengaran,
sayangnya proses patologis yang terjadi sehingga menyebabkan gangguan
pendengaran masih belum dapat dipastikan.
2. Obat ototoksik
3. Trauma
Fraktur tulang temporal, pendarahan pada telinga tengah atau koklea, dislokasi
osikular, trauma suara.
4. Neoplasma
6
1.6 Gejala Gangguan Pendengaran
Beberapa hal berikut dapat dipergunakan sebagai acuan untuk mengetahui apakah
terdapat gangguan pendengaraan pada bayi/anak:
Untuk bayi berusia kurang dari 12 bulan :
1. Tidak terkejut bila mendengar suara keras
2. Mulai usia 3 bulan bayi belum dapat mengenali suara orang tuanya
3. Sekitar usia 6 bulan bayi belum dapat mencari asal/ lokasi bunyi berasal, dengan cara
menolehkan kepala atau mata ke arah sumber bunyi
4. Pada usia 12 bulan bayi belum mahir meniru suara di sekitarnya dan memproduksi
beberapa kata.
7
II. PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK
Untuk dapat melakukan deteksi dini pada seluruh bayi dan anak relatif sulit, karena
akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Program skrining diprioritaskan
pada bayi dan anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran.
Untuk maksud tersebut Joint Commitee on Infant Hearing (2000) menetapkan pedoman
registrasi risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran sebagai berikut:
Untuk bayi 0-28 hari
1. Kondisi atau penyakit yang memerlukan perawatan NICU (Neonatal ICU) selama 48 jam
atau lebih
2. Keadaan yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui mempunyai
hubungan dengan gangguan pendengaran sensorineural atau konduktif.
3. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran sensorineural yang menetap sejak masa
anak-anak.
4. Anomali kraniofasial termasuk kelainan morfologi pinna atau liang telinga.
5. Infeksi intrauterin seperti Toksoplasma, Rubella, Virus Cytomegalo, Herpes, dan Sifilis.
Bayi yang mempunyai salah satu faktor risiko tersebut mempunyai kemungkinan
mengalami gangguan pendengaran 10,2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang
tidak memiliki faktor risiko. Bila terdapat 3 buah faktor risiko kecenderungan menderita
gangguan pendengaran diperkirakan 63 kali lebih besar dibandingkan bayi yang tidak
8
mempunyai faktor risiko tersebut. Pada bayi baru lahir yang dirawat di ruangan intensif
(ICU) risiko untuk mengalami gangguan pendengaran 10 kali lipat dibandingkan dengan
bayi normal.1,2,6
Namun indikator risiko gangguan pendengaran tersebut hanya dapat mendeteksi
sekitar 50% gangguan pendengaran karena banyaknya bayi yang mengalami gangguan
pendengaran tanpa memiliki faktor risiko yang dimaksud. Berdasarkan pertimbangan
tersebut maka saat ini upaya melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi
ditetapkan melalui program Newborn Hearing Screening (NHS).
Upaya deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi ditetapkan melalui program
Newborn Hearing Screening (NHS). Dikenal 2 macam program NHS, yaitu:
- Bayi dari ibu hamil 3 bulan pertama menggunakan obat Kina, salisilat atau antibiotic
tertentu
- Mempunyai riwayat keluarga tuli sejak lahir;
- Prematur
- Berat badan lahir rendah (<1500 gr)
- Kadar bilirubin tinggi atau bayi kuning
- Apgar score rendah atau tidak langsung menangis pada saat lahir
- Proses kelahiran melalui operasi
- Lahir dengan bantuan alat (forcep)
- Infeksi Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis (TORCHS)
9
- Terdapat kelainan pada kepala & leher saat lahir
- Memakai alat bantu nafas lebih dari 5 hari
- Bayi yang mendapat obat bersifat ototoksik (seperti gentamicin) selama lebih 5 hari
atau kombinasi dengan "loop diuretics"
- Bayi/anak demam disertai kejang
- Anak yang mengalami infeksi yang berhubungan dengan "sensoryneural hearing
loss" (SNHL) (misalnya meningitis , mumps, measles)
- Kelainan neurodegeneratif (seperti sindrom Hunter) atau penyakit-penyakit
demielinisasi (seperti Friedreich ataxia, sindrom Charcot-Marie-Tooth).
10
melakukan pemeriksaan ini adalah liang telinga harus bersih dan tidak ada
kelainan pada telinga tengah.
c. Play Audiometry
Pemeriksaan Play Audiometry (conditioned play audiometry) meliputi teknik
melatih anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai pengamatan respon
motorik spesifik dalam suatu aktivitas permainan. Misalnya sebelum pemeriksaan
anak dilatih (conditioned) untuk memasukan benda tertentu ke dalam kotak segera
setelah mendengar bunyi. Stimulus biasanya diberikan melalui headphone.
Dengan mengatur frekuensi dan menentukan intensitas stimulus bunyi terkecil
yang dapat menimbulkan respon dapat ditentukan ambang pendengaran pada
frekuensi tertentu (spesifik).
11
Tes BERA dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak kooperatif. Yang
tidak dapat diperiksa dengan cara konvensional. Berbeda dengan audiometry, alat ini bisa
digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-kooperatif seperti pada anak baru lahir,
anak kecil, pasien yang sedang mengalami koma maupun stroke, tidak membutuhkan
jawaban atau respons dari pasien seperti pada audiometry karena pasien harus menekan
tombol jika mendengar stimulus suara. Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara
khusus.13,25 Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain : bayi
baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa.
12
Prinsip Pemeriksaan
13
Gambar 2.Jalur pendengaran dan lokasi anatomi yang berkaitan dengan
gelombang yang ditimbulkan oleh BERA.
(1) Transient Evoked OAE (TEOAE)merupakan emisi suara yang dihasilka oleh
rangsangan bunyi dengan menggunakan durasi yang sangat pendek, biasanya
bunyi click, tetapi dapat juga tone burst
(2) Distortion Product OAE (DPOAE) merupakan emisi sebagian respon dari
14
dua rangsangan yang berbeda frekuensi. Stimulus terdiri dari dua bunyi murni
pada dua frekuensi (f1, f2; f2>f1) dan dua level intensitas (L1, L2).
Tujuan utama pemeriksaan emisi otoakustik adalah untuk menilai keadaan koklea
terutama sel rambut. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk antara lain:
a. Skrining pendengaran awal khususnya pada neonatus infan atau individu dengan
gangguan perkembangan
sensorineural
dilakukan pada pasien yang sedang tidur bahkan pada keadaan koma. 22,23
f. Pasien kooperatif
Nonpatologi
15
. Patologi
- stenosis
- otitis eksterna
- kista
- Otosklerosis
- Kista
- Otitis media
d. Koklea
c. Timpanometri
16
17
III. PENATALAKSANAAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN
ANAK
2. Rehabilitasi pendengaran
Setelah diketahui seorang anak menderita ketulian, upaya rehabilitasi pendengaran
harus dilakukan sedini mungkin. American Joint Committee on Infant Hearing (2000)
merekomendasikan upaya rehabilitasi sudah harus dimulai sebelum usia 6 bulan. Penelitian-
penelitian telah membuktikan bahwa bila rehabilitasi yang optimal sudah dimulai sebelum
usia 6 bulan maka pada usia 3 tahun, perkembangan wicara anak yang mengalami ketulian
dapat mendekati kemampuan wicara anak normal.
Pemasangan alat bantu dengar (ABD) merupakan upaya dalam rehabilitasi
pendengaran yang akan dikombinasikan dengan terapi wicara atau audio verbal. Saat ini
dikenal beberapa rehabilitasi pendengaran, seperti: ABD, Assistive Listening Device (ALD)
dan Implantasi koklea.
18
bantu dengar yang lain. Tetapi yang membedakan adalah amplifier dan mikrofon pada
alat ini bisa ditaruh di saku berbentuk kotak biasanya dan dihubungkan dengan kabel
ke telinga.
19
Gambar 3. ABD jenis ITE
20
Gambar 5. ABD jenis CIC
21
lempeng titanium menerima rangsang dari luar kemudian diolah di prosessor dan
dilanjutkan ke telinga bagian dalam melalui tulang.
22
d. Implan koklea
Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan
menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan
berkomunikasi.
Implan koklea berfungsi untuk menggantikan fungsi rambut getar dalam rumah siput
yang telah rusak sehingga stimulasi suara dapat diterima kembali oleh saraf pendengaran
untuk selanjutnya diteruskan ke otak untuk diterjemahkan sebagai bunyi. Implan koklea
memiliki bagian dalam yang harus diletakkan dalam rumah siput melalui tindakan operasi.
Implan diletakkan diantara tulang tengkorak kepala dan kulit kepala sementara serabut
elektroda dimasukkan ke dalam rongga koklea tempat dimana beradanya rambut getar yang
telah rusak.
Indikasi pemasangan implant koklea adalah keadaan tuli saraf berat bilateral atau tuli
total bilateral yang tidak/sedikit mendapat manfaat dengan alat bantu dengar konvensional,
usia 12 bulan sampai 17 tahun, tidak ada kontra indikasi medis dan calon pengguna
mempunyai perkembangan kognitif yang baik. Sedangkan kontraindikasi pemasangan implan
koklea adalah tuli akibat kelaianan pada jalur saraf pusat (tuli sentral), proses penulangan
koklea, koklea tidak berkembang.
Berdasarkan jenis tuli yang diderita pasien, dibawah ini akan dijelaskan
penatalaksanaan secara lebih rinci, yaitu:
1. Tuli kongenital sensorineural
Pada tuli kongenital sensorineural bilateral maupun unilateral, dengan derajat tuli
ringan tatalaksana awal menggunakan amplikasi, namun bila derajat tuli berat maka dapat
dilakukan tindakan implantasi koklea. Durasi penggunaan amplikasi sangat bervariasi, namun
umumnya dilakukan saat usia bayi 3-6 bulan. Secara umum penggunaan implantasi dengan
segera menunjukkan kemampuan pendengaran dan bicara anak lebih baik. ABD CROS
digunakan pada penderita tuli berat pada satu sisi telinga (unilateral) sedangkan bila tuli
bilateral dapat menggunakan BICROS.3 Risiko penggunaan implan kolea adalah facial palcy,
kegagalan penggunaan alat dimana dianggap sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tidak
bisa dilakukan, meningitis bacterial. Oleh karena itu bayi yang akan menjalani implant
koklea harus mendapat vaksinasi pneumococcal 2 minggu sebelum implantasi.
2. Tuli kongenital konduktif
Pada keadaan tuli kongenital konduktif pilihan penatalaksanaan dapat menggunakan
ABD jenis hantaran tulang, BAHA implant atau pembedahan perbaikan atresia. ABD jenis
hantaran tulang merupakan intervensi pertama pada anak dengan atresia bilateral dan
23
biasanya digunakan pada usia tahun pertama. Sebuah ABD jenis hantaran tulang dapat
merangsang kedua koklea dengan penjalaran suara melalui tengkorak. Sekitar usia 5 tahun,
perbaikan atresia ataupun BAHA implant sudah dapat dilakukan.
Jika mikrotia berhubungan dengan atresia, maka terlebih dahulu dilakukan perbaikan
mikrotia, umumnya dilakukan setelah usia 6 tahun, untuk menyediakan vaskularisasi saat
perbaikan bedah plastik.
Komponen dari implan koklea terdiri dari :
a. Sebuah mikrofon yang menangkap suara dari lingkungan
b. Sebuah speech processor yang memfilter suara secara selektif untuk memprioritaskan
kata-kata dan mengirimkan sinyal suara listrik melalui kabel tipis ke pemancar.
c. Sebuah pemancar atau transmitter, yang dipegang oleh sebuah magnet dan
ditempatkan di belakang telinga luar. Transmitter ini akan mengirimkan sinyal-sinyal
suara yang diproses untuk perangkat internal oleh induksi elektromagnetik.
d. Sebuah receiver (penerima) dan stimulator ditanamkan pada tulang
di bawah kulit, yang mengubah sinyal menjadi impuls listrik dan mengirimkannya
melalui kabel internal ke elektroda.
24