Anda di halaman 1dari 27

Nama : Dhara Wirasudaningrum

NPM : 1102013080
Univ : YARSI
Kepaniteraan Klinik THT RSPAD Gatot Soebroto

DELAYED SPEECH

A. Fisiologi Bicara

Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan

anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang

membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk

mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan

beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat

khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di

dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta

rongga hidung.

Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan

motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa

raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa.

Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan

artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.

Di dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme

berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan

bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat ekspresif yang

1
mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di

hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat.

Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42

disebut area wernick, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu

mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan

dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi

visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu

yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah

pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain

melalui serabut asosiasi.

B. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh

daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani

diteruskan telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan

mengamplikasi getaran memalui daya ungkit tulang pendengaran dan

perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong.

Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes

yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli

bergerak. Getaran diteruskan melalui membran reissner yang mendorong

endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran

basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

2
menyebabkan terjadinya defleksi stereolisia sel-sel rambut, sehingga kanal

ion terbuka dan terjadi penglepasan ion permukaan listrik dari badan sel.

Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga

melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan

potensial aksi pada saraf auditoris, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius

sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

C. Etiologi

Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan berbicara yaitu:

1. Gangguan Pendengaran
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar
pembicaraan disekitarnya. Gangguan pendengaran selalu harus difikirkan bila
ada keterlambatan bicara. Terdapat beberapa penyebab gangguan
pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan. Infeksi bisa
terjadi bila mengalami infeksi yang berulang pada organ dalam sistem
pendengaran. Kelainan bawaan biasanya karena kelainan genetik, infeksi ibu
saat kehamilan, obat-obatan yang dikonsumsi ibu saat hamil, atau bila terdapat
keluarga yang mempunyai riwayat ketulian. Gangguan pendengaran bisa juga
saat bayi bila terjadi infeksi berat, infeksi otak, pemakaian obat-obatan
tertentu atau kuning yang berat (hiperbilirubin).

2. Kelainan Organ Bicara

Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula
(rahang bawah), kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi
septum nasi, adenoid atau kelainan laring.Pada lidah pendek terjadi kesulitan
menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf ”t”, ”n” dan ”l”.
Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah seperti ”f”,

3
”v”, ”s”, ”z” dan ”th”. Kelainan bibir sumbing bisa mengakibatkan
penyimpangan resonansi berupa rinolaliaaperta, yaitu terjadi suara hidung
pada huruf bertekanan tinggi seperti ”s”, ”k”, dan ”g”.

3. Retradasi Mental

Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak dibandingkan


anak lain seusianya. Redartasi mental merupakan penyebab terbanyak dari
gangguan bahasa. Pada kasus redartasi mental, keterlambatan berbahasa selalu
disertai keterlambatan dalam bidang pemecahan masalah visuo-motor.

4. Genetik Herediter atau Kelainan Kromosom

Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua. Biasanya
juga terjadi pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil. Biasanya
keterlambatan. Menurut Mery GL anak yang lahir dengan kromosom 47 XXX
terdapat keterlambatan bicara sebelum usia 2 tahun dan membutuhkan terapi
bicara sebelum usia prasekolah.

5. Kelainan Sentral Otak


Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk
menggabungkan kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan
berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering menggunakan mimik untuk
menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia sekolah, terlihat
dalam bentuk kesulitan belajar.

6. Autisme
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena
autism. Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang
ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.

4
7. Mutism Selektif
Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang
tidak mau bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada
orang tertentu. Atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu,
biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak dihubungkan dengan
kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi. Keadaan ini
juga ditemukan pada anak dengan gangguan komunikasi sentral dengan
intelegensi yang normal atau sedikit rendah.

8. Gangguan Emosi dan Peilaku Lainnya


Gangguan bicara biasanya menyerta pada gangguan disfungsi otak
minimal, gejala yang terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah untuk
dikenali. Biasanya diserta kesulitan belajar, hiperaktif, tidak terampil dan
gejala tersamar lainnya.

9. Alergi Makanan
Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga
mengakibatkan gangguan perkembangan salah satunya adalah keterlambatan
bicara pada anak. Gangguan ini biasanya terjadi pada manifestasi alergi pada
gangguan pencernaan dan kulit. Bila alergi makanan sebagai penyebab
biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di atas usia 2
tahun anak tampak sangat pesat perkembangan bicaranya.

10. Deprivasi Lingkungan


Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari
lingkungannya. Apakah stimulasi yang kurang akan menyebabkan gangguan
berbahasa? Penelitian menunjukkan sedikit keterlambatan bicara, tetapi tidak
berat. Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga
mengalami kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat
lebih berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga
kelainan saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak. Berbagai macam

5
keadaan lingkungan yang mengakibatkan keterlambatan bicara adalah :pola
asuh yang tidak tepat (mal asuh), lingkungan yang sepi, status sosial ekonomi,
teknik pengajaran komunikasi/ berbahasa yang salah, sikap orang tua atau
orang lain di lingkungan rumah yang tidak menyenangkan, harapan orang tua
yang berlebihan terhadap anak, anak kembar dan bilingual (dua bahasa).

D. Deteksi Dini Delayed Speech

Semakin dini kita mendeteksi kelainan atau gangguan tersebut maka

semakin baik pemulihan gangguan tersebut. Semakin cepat diketahui

penyebab gangguan bicara dan bahasa pada maka semakin cepat stimulasi

dan intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut. Deteksi dini gangguan

bicara dan bahasa ini harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat

dalam penanganan anak ini, mulai dari orang tua, keluarga, dokter kandungan

yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut.

Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah

gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan

genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional,

afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Beberapa tahapan perkembangan

bicara yang sebaiknya diperhatikan orang tua :

Usia Kemampuan
Neonatus Menangis (reflex vocalization)
Mengeluarkan suara mendengkur seperti suara burung
(cooing)
Suara seperti berkumur (gurgles).
2 - 3 bulan Tertawa dan mengoceh tanpa arti ( babbling).

6
4 - 6 bulan Mengeluarkan suara yang merupakan kombinasi huruf
hidup (vowel) dan huruf mati (konsonan)
Suara berupa ocehan yang bermakna, seperti “pa..pa,
da..da”.
7 - 11 bulan Dapat menggabungkan kata/suku kata yang tidak
mengandung arti, terdengar seperti bahasa asing
(jargon).
Usia 10 bulan mampu meniru suara sendiri
(echolallia)
Memahami arti “tidak”, mengucapkan salam.
Mulai memberi perhatian terhadap nyanyian atau
musik.
12 -18 bulan Mampu menggabungkan kata atau kalimat pendek.

Mulai mengucapkan kata pertama yang mempunyai


arti (true speech)

Usia 12-14 bulan mengerti instruksi sederhana,


menunjukkan bagian tubuh dan nama mainannya

Usia 18 bulan mampu mengucapkan 6-8 kata.

Usia Kemampuan Bicara


12 bulan Belum dapat mengoceh (babbling) atau meniru bunyi
18 bulan Tidak dapat menyebutkan 1 kata yang mempunyai arti
24 bulan Perbendaharaan kata kurang dari 10 kata
30 bulan Belum dapat merangkai 2 kata

7
E. Pemeriksaan Penunjang

Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi dan anak harus

diketahui sedini mungkin. Walaupun derajat ketulian yang dialami sesorang/anak

hanya bersifat ringan, namun dalam perkembangan selanjutnya akan

mempengaruhi kemampuan berbicara dan berbahasa.

Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi dan anak :

1. Behavioral Observation Audiometry

Metode ini dapat mengetahui seluruh sistem auditorik termasuk pusat

kognitifyang lebih tinggi. Behavioral audiometry penting untuk mengetahui

respons subyektif sistim auditorik pada bayi dan anak. Dan juga bermanfaat untuk

penilaian habilitasi pendengaran yaitu pengukuran alat bantu dengar (hearing aid

fitting).

Pemeriksaan ini dilakukan pada ruangan yang cukup tenang (bising

lingkungan tidak lebih dari 60 dB), idealnya pada ruang kedap suara. Sebagai

sumber bunyi sederhana dapat digunakan tepukan tangan, tambur, bola plastik

beris air, remasankertas, bel, terompet karet, mainan yang mempunyai bunyi

frekuensi tinggi. Dinilai kemampuan anak dalam memberikan respons terhadap

sumber bunyi tersebut. Pemeriksaan Behavioral Ibservation Audiometry

dibedakan menjadi : Behavioral Reflex Audiometry dan Behavioral response

audiometry.

8
Behavioral reflex audiometry

Respons behavioral yang dapat diamati antara lain : dapat mengejapkan

mata, melebarkan mata, mengerutkan wajah, denyut jantung meningkat, reflex

Maro (paling konsisten). Reflex auropalbebral dan Maro rentan terhadap efek

habituasi, maksudnya bila stimulus diberikan berulang-ulang bayi menjadi bosan

sehingga tidak member respon walaupun dapan mendengar. Bila kita

mengharapkan terjadinya refleksMaro dengan stimulus bunyi yang keras

sebaiknya dilakukan pada akhir prosedur bayi akan terkejut, takut dan menangis.

Behavioral Response Audiometry

Teknik Behavioral Response Audiometry yang sering digunakan adalah

tes Distraksi dan Visual Reinforcement Audiometry (VRA).

a. Tes Distraksi

Dilakukan dalam kedap suara menggunakan stimulus murni. Bayi

dipangku oleh ibunya atau pengasuh. Diperlukan 2 orang pemeriksa,

pemeriksa pertama bertugas untuk menjaga konsentrasi bayi. Pemeriksa

kedua berperan memberikan stimulus bunyi, misalnya dengan audiometer

yang berhubungan dengan pengeras suara.Respons terhadap stimulus bunyi

adalah menggerakkan bola mata atau menoleh kearah sumber bunyi.

b. Visual Reinforcement Audiometry

Pemeriksaan pendengaran berdasarkan respon conditioned yang

dikenal sebagai VRA. Stimulus bunyi diberikan bersamaan dengan stimulus

9
visual. Bayi akan memberikan respons orientasi atau melokalisir bunyi

dengan cara menoleh kearah sumber bunyi.

Play Audiometry (usia 2 – 5 tahun)

Teknik melatih anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai pengamatan

respons motorik spesifik dalam suatu aktivitas permainan.

2. Timpanometri

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai kondisi telinga tengah.

Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di

telinga tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif.

Melalui probe tone (sumbatan liang telinga) yang dipasang pada liang telinga

dapat diketahui besarnya tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara yang

dipantulkan kembali (kea rah luar) oleh gendang telinga. Pada orang dewasa atau

bayi berusia diatas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi 226 Hz.

3. Audiometri Nada Murni

Dilakukan pada anak berusia lebih dari 4 tahun yang koperatif. Sebagai

sumber suara digunakan nada murni (pure tone) yaitu bunyi yang hanya terdiri 1

frekuensi. Pemeriksaan dilakukan pada ruang kedap suara, dengan menilai

hantaran suara melalui udara melalui headphone pada frekuensi 125, 250, 5000,

1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz. Hantaran suara melalui tulang diperiksadengan

memasang bone vibrator pada prosesus mastoid yang dilakukan dengan frekuensi

10
500, 1000, 2000, 4000 Hz. Suara dengan intensitas terendah yang dapat didengar

dicatat pada audiogram untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat

ketulian.

4. Otoacoustic Emission (OAE)

Pemeriksaan OAE merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk

menilai fungsi koklea objektif, otomatis (menggunakan kriteria pass/lulus dan

refer/tidak lulus), tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan

praktis sehingga sangat efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru

lahir.

Pemeriksaan tidak harus diruang kedap suara, cukup diruangan yang

tenang. Pada mesin OAE generasi terakhir OAE secara secara otomatis akan

dikoreksi dengan noise yang terjadi selama pemeriksaan.

5. Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA)

BERA merupakan cara mengukur evoked potential (aktifitas listrik

yang dihasilkan nervus VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang

otak) sebagai respons terhadap stimulus auditorik. Cara pemeriksaan BERA

denghan menggunakan 3 buah elektroda yan diletakkan di dahi dan di

belakang kedua telinga (prosesus mastoideus). Stimulus bunyi yang

digunakan berupa bunyi click atau toneburst yang diberikan melalui

headphone, insert probe, bone vibrator. Untuk memperoleh stimulus yang

paling efisien sebaiknya digunakan insert probe. Stimulus click merupakan

11
impuls listrik dengan onset cepat dan durasi yang sangat singkat (0,1 ms),

menghasilkan respon pada average frequency antara 2000-4000 Hz. Stimulus

ini diberikan secara unilateral dan bergantian, rekaman dilakukan pada

masing-masing telinga.

F. Penatalaksanaan

Setelah diketahui anak menderita ketulian upaya habilitasi

pendengaran harus dilaksanakn sedini mungkin, American Joint

Committee on Infant Hearing merekomendasikan upaya habilitasi sudah

harus dimulai sebelum usia 6 bulan. Habilitasi yang optimal sudah dimulai

sebelum usia 6 bulan maka pada usia 3 tahun perkembangan wicara anak

yang mengalami ketulian dapat mendekati kemampuan wicara anak

normal.

Pemasangan alat bantu dengar (ABD) merupakan upaya pertama

dalam habilitasi pendengaran yang dikombinasikan dengan terapi wicara

atau terapi audio verbal. Sebelum proses bicara harus dilakukan penilaian

tingkat kecerdasan oleh Psikolog untuk melihat kemampuan belajar anak.

Anak usia 2 tahun dapat memulai pendidikan khusus di Taman Latihan

dan Observasi (TLO), dan melanjutkan pendidikannya di SLB-B atau

SLB-C bila disertai dengan retardasi mental. Proses habilitasi pasien

tunarungu membutuhkan kerjasama dari beberapa disiplin, antara lain

dokter spesialis THT, Audiologist, Ahli madya audiologi, Ahli terapi

12
wicara, Psikolog Anak , guru khusus untuk tunarungu dan keluarga

penderita.

Saat ini dikenal beberapa strategi habilitasi pendengaran seperti :

1. Alat Bantu Dengar (ABD)

Alat bantu dengar (ABD) adalah suatu perangkat elektronik yang

berguna untuk memperkeras (amplifikasi) suara yang masuk ke telinga dalam;

sehingga si pemakai dapat mendengar lebih jelas suara yang ada disekitarnya.

Jenis jenis alat bantu dengar :

a) ADB jenis saku (Pocket/Body worn type)

b) ABD jenis belakang telinga (Behind The Ear atau BTE)

c) ABD jenis ITE (In The Ear)

d) ABD jenis ITC (In The Canal)

e) ABD jenis CIC (Completely In The Canal)

f) ABD jenis kacamata (Spectacle aid)

g) ABD jenis hantaran tulang (Bone conduction aid)

h) ABD jenis CROS (Contralateral Routing Of Signals) dan BICROS

2. Assistive Listening Device (ALD)

ALD adalah perangkat elektronik untuk meningkatkan kenyamanan

pendengar pada kondisi lingkungan pendengaran tertentu seperti menonton

televisi, mendengarkan telepon, mendengar suara bel rumah atau pada saat

berada di ruang aula / auditorium. ALD dapat dipergunakan tersendiri atau

13
dipasang pada ABD dengan maksud mengoptimalkan kerja ABD. Dikenal

beberapa jenis ALD, seperti :

a) Sistem Kabel

Receiver ABD dihubungkan melalui kabel dengan mikrofon yang

digunakan oleh lawan bicara (guru). Cara ini dapat membantu pada

pembicara jarak pendek. Juga dapat dihubungkan dengan pesawat televise,

radio, walkman, pemutar CD dan perangkat audio lainnya.

b) Sistem FM (Frequency Modulation)

ABD dihubungkan dengan sumber suara tanpa mempergunakan

kabel (wireless). Suara dari lawan bicara, pembicara atau guru/gelombang

radio FM menuju ABD yang digunakan. Cara ini lebih fleksibel

dibandingkan sistim kabel. Sistim ini dapat digunakan pada ruang kelas

atau ruang pertemuan.

c) Sistem Infra merah (infra red)

Sinyal dari sumber bunyi dipancarkan melalui gelombang sinar


infra merah, seperti halnya dengan remote control Sistim infra merah ini
memerlukan jalan sinyal bebas hambatan antara transmitter dengan
receiver.
d) Intraduction Loops

Perangkat ini menghasilkan suatu medan magnet yang akan

meningkatkan kenyamanan mendengar. Medan magnet tersebut akan

ditangkap oleh receiver yang ada pada suatu headphone atau ABD.

14
3. Implan Koklea

Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang mempunyai

kemampuan mengganti fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan

mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli saraf berat dan total bilateral.

Dengan cara insisi retroaurikular, dilakukan mastoidektomi.

Indikasi dan Kontra Indikasi pemasangan implan koklea


Indikasi pemasangan implan koklea adalah keadaan tuli saraf berat
bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak / sedikit
mendapat manfaat dengan alat bantu dengar konvensional, usia 12 bulan
sampai 17 tahun, tidak ada kontraindikasi medis dan calon pengguna
mempunyai perkembangan kognitif yang baik.
Sedangkan kontra indikasi pemasangan implan koklea antara lain tuli
akibat kelainan pada jalur saraf pusat (tuli sentral), proses penulangan koklea,
dan koklea tidak berkembang

Cara kerja implan koklea


Perangkat implan koklea terdiri dari:
1. Komponen luar: Mikrofon, Speech processor, kabel pengubung, dan
transmitter
2. Komponen dalam: Receiver dan Multi-channel electrode

Impuls suara ditangkap oleh mikrofon dan diteruskan menuju speech


processor melalui kabel penghubung. Speech processor akan melakukan
seleksi informasi suara yang sesuai dan mengubahnya menjadi kode suara yang
akan disampaikan ke transmitter. Kode suara akan dipancarkan menembus
kulit menuju receiver atau stimulator. Pada bagian ini kode suara akan dibah
menjadi sinyal listrik dan akan dikirim menuju elektroda-elektroda yang sesuai
di dalam koklea sehingga menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada
speech processor terdapat sirkuit listrik khusus yang berfungsi meredam bising
lingkungan.

15
Persiapan implantasi koklea
Untuk mendapatkan hasil optimal dari implantasi koklea perlu dilakukan
persiapan yang matang mencakup konsultasi dengan orang tua untuk memperoleh
informasi tentang riwayat penyakit anak serta harapan orang tua terhadap
implantasi koklea. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan THT, radiologik CT
Scan untuk melihat keadaan koklea, dan laboratorium darah.
Tes pendengaran yang harus dilakukan antara lain Behavioral Observation
Audiometry (BoA), timpanometri, OAE, BERA, dan ASSR (Auditory Steady
State Response) bila diperlukan serta audiometri nada murni untuk anak yang
lebih besar dan kooperatif. Tes kemampuan wicara dan berbahasa perlu dinilai
sebelum menggunakan ABD. Sebelum operasi dianjurkan untuk menggunakan
ABD selama 8-10 minggu bersamaan dengan terapi audio verbal untuk menilai
manfaatnya. Tes psikologi dilakukan untuk menilai kemampuan anak untuk
belajar setelah dilakukan implantasi koklea.

Program rehabilitasi pasca bedah


Switch on yaitu pengaktifan alat, dilakukann 2 – 4 minggu pasca bedah.
Pemeriksaan CT Scan pasca bedah untuk menilai keadaan elektroda yang telah
terpasang di dalam koklea. Pada anak yang tidak kooperatif data awal dapat
diperoleh dengan melakukan NRT (Neural Response Telemetry) terlebih dahulu
kemudian menetapkan C (Comfortable) level yaitu suara keras yang dapat
ditoleransi tanpa menimbulkan rasa sakit dan T (Threshold) level yaitu suara
terkecil yang dapat dideteksi. Uang dimaksud dengan pemetaan (mapping) adalah
proses untuk menetapkan dan mengatur sejumlah aliran listrik yang disampaikan
ke koklea.
Program yang dibuat disimpan pada speech processor dan jumlahnya
tergantung pad ajenis implan yang digunakan dan berbeda untuk setiap orang.
Selanjutnya anak mengikuti program terapi audio verbal secara teratur disertai
pemetaan berkala. Keberhasilan implantasi koklea ditentukan dengan menilai
kemampuan mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.

16
HEARING AID

DEFINISI ALAT BANTU DENGAR (ABD)


Alat Bantu Dengar adalah suatu perangkat elektronik yang berguna untuk
memperkeras (mengamplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga, sehingga si
pemakai dapat mendengar lebih jelas suara yang ada di sekitarnya (Buku ijo)

MEKANISME KERJA
Mekanisme kerja ABD berbeda-beda tergantung jenisnya, akan tetapi pada
umumnya ABD bekerja dengan menggunakan 4 bagian pokok berikut:
1. Mikrofon : Bagian yang berperan menerima suara dari luar dan mengubah
sinyal suara menjadi energi listrik, kemudian meneruskannya ke
amplifier
2. Amplifier : Berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi
listrik yang selanjutnya mengirimkannya ke receiver
3. Receiver / Loudspeaker : Mengubah energi listrik yang telah diperbesar
amplifier menjadi energi bunyi kembali dan
meneruskannya ke liang telinga
4. Batere : Sebagai sumber tenaga
Selain 4 komponen diatas, beberapa jenis ABD memiliki fungsi-fungsi tambahan
dan Assisstive Listening Device (ALD) yang akan dibahas lebih lanjut di bawah

KLASIFIKASI
 Menurut sistim kerjanya
Secara umum sistim kerja ABD dibedakan menjadi:
a. Analog
Prinsip sistem analog adalah memperkeras suara yang masuk
telinga melalui komponen mekanik dasar yang sederhana. Sirkuit ABD ini
telah diatur dari pabrik sehingga kemampuan pengaturan yang lebih
individual sangat terbatas atau kurang fleksibel. Sistim ini mudah

17
mengalami distorsi, terjadi noise (bising) pada rangkaian komponen dan
rentan terhadap bising di sekitarnya
b. Digital
Sistem analog merupakan ABD yang menggunakan chip komputer
yang menganalisa suara yang masuk. Setelah suara diamplifikasi,
teknologi digital akan memilih suara yang perlu diteruskan ke dalam
telinga dan menyingkirkan suara yang tidak diharapkan (noise). ABD
Sistim digital bisa menerima program komputer tertentu yang dapat
memilih frekuensi syang spesifik sesuai dengan kebutuhan. ABD Sistim
digital menjadi sangat fleksibel karena secara otomatis dapat beradaptasi
dengan suara yang keras atau halus, sehingga tidak terjadi perkerasan yang
berlebihan

 Menurut hantarannya
Berdasarkan jenis hantaran suaranya, ABD dapat dibedakan menjadi 2
macam:
a. ABD Jenis hantaran tulang
Bone conduction aid digunakan pada gangguan pendengaran jenis
hantaran (konduktif). Biasanya dimanfaatkan pada kasus atresia liang
telinga. Selain itu, jenis ini juga digunakan pada kasus dimana sewaktu-
waktu liang telinga terisi cairan yang berasal dari infeksi telinga tengah.
ABD jenis hantaran tulang dibedakan menjadi:
1. ABD hantaran tulang konvensional
Suara dari luar akan yang ditangkap akan mengaktifkan
bone vibrator. Getaran tulang dihasilkan oleh bone vibrator yang
ditempelkan pada tulang mastoid dengan bantuan ikat kepala khsus, kaca
mata, atau plastik mirip bando. Kerugian ABD jenis ini adalah tidak
praktis, penampulan kurang menarik (kosmetik), butuh amplifikasi besar
dan timbul lecet pada kulit yang menempel dengan bone vibrator. Pilihan
model ABD pada sistim ini adalah jenis saku atau BTE
2. ABD jenis BAHA (Bone Anchored Hearing AID)

18
ABD yang mirip jenis saku
dihubungkan melalui kabel dengan
penggetar tulang (bone vibrator)
yang dapat dipasang dan dilepas
melalui sistim sekrup-baut dengan
lempengan logam dari bahan
titanium yang telah ditanam ke
dalam tulang mastoid melalui tindakan operasi. Hantaran tulang lebih
efektif dibandingkan ABD jenis hantaran tulang.

b. ABD Jenis hantaran udara


ABD jenis hantaran udara merupakan ABD yang lebih lazim
ditemukan dan tersedia dalam berbagai bentuk. ABD jenis ini bekerja
dengan prinsip mengurangi jarak dari sumber suara dengan cara
meletakkan loudspeaker di telinga penderita.

 Menurut bentuknya
Setiap bentuk ABD memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-
masing. Berikut adalah pembahasan beberapa jenis ABD yang ada saat ini:

a. ABD Jenis Saku (Pocket / Body Worn Type)


ABD jenis ini dapat dianggap sebagai
ABD jenis terbesar. Mikrofon dan amplifier
berada dalam satu unit berbentuk kotak;
sedangkan receiver terpisah dan berada di liang
telinga. Antara kotak (mikrofon, amplifier, dan
baterai) dengan receiver dihubungkan melalui
kabel. Biasanya kotak ditempatkan pada saku
baju atau kantung khusus yang digantungkan
pada dada.

19
Pada ABD jenis saku penempatan terpisah ini dimaksudkan agar
pengguna dapat leluasa memperbesar output tanpa khawatir timbulnya
bunyi feedback. Jadi ABD jenis saku ini diperlukan oleh penderita tuli
berat atau sangat berat yang membutuhkan perkerasan bunyi atau output
yang besar. Hal ini dianggap sebagai faktor yang menguntungkan untuk
ABD jenis saku. Keuntungan lain adalah dapat menggunakan baterai
silinder biasa (ukuran AAA) yang selain murah juga mudah didapat.
Selain itu, tombol pengatur juga mudah disesuaikan.
Faktor yang merugikan dari ABD jenis saku:
 Penampilan kosmetik kurang baik
 Kemampuan mikrofon melokalisir bunyi dari belakang
terhalang oleh tubuh
 Tidak praktis karena ukuran relatif besar
 Kabel dapat putus
 Dapat timbul bunyi gesekan antara ABD dengan kain saku

b. ABD jenis Belakang Telinga (BT) / Behind The Ear (BTE)


ABD ini dipasang pada lekukan daun telinga bagian belakang,
dengan mikrofon mengarah ke depan. Posisi ini cukup baik karena selain
selalu mengikuti gerakan kepala juga menghadap lawan bicara. Suara yang
telah diperkeras (output) disalurkan melalui pipa plastik (tubing) yang
terhubung dengan ear mould di concha daun telinga, untuk selanjutnya
diteruskan ke liang telinga.
Kemampuan amplifikasinya cukup besar, juga tersedia jenis super
power. Dalam hal mencegah bunyi feedback masih sedikit dibawah jenis
saku. Sumber tenaga berupa batere yang bentuknya pipih dan tipis (disc).
Penyetelan tombol pengatur juga relatif lebih mudah dibandingkan ABD
jenis lain yang lebih kecil.

20
c. Open-fit mini BTE
ABD jenis ini merupakan abd yang paling baru dikembangkan.
ABD jenis ini mengkombinasikan keelebihan akustik dari ABD berukuran
besar dan kelebihan kosmetik dari ABD berukuran kecil. Open-fit mini
BTE terdiri dari alat BTE yang kecil, tuba kurus tersembunyi yang
berfungsi sebagai pengait daun telinga, dan receiver yang halus dan tidak
sampai menutupi liang telinga. Hasilnya, efek oklusi yang dialami pasien
berkurang, baterai dan amplifier yang lebih baik dibandingkan tipe yang
lebih kecil, tampilan kosmetik yang lebih baik dibanding ABD tipe besar
lainnya, dan pemakaian yang lebih singkat karena tidak memerlukan
cetakan personal yang presisi sebagaimana ABD tipe BTE dan ITE
butuhkan

d. ABD Jenis Dalam Telinga (DT) / In The Ear (ITE)


ABD jenis ITE ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan BTE.
Dipasang pada bagian concha daun telinga. Komponen ABD menyatu
dengan ear mould. Karena ukurannya yang relatif kecil berarti jarak antara
mikrofon dengan receiver juga lebih pendek, akibatnya kemampuan
amplifikasinya terbatas sehingga hanya cocok untuk ketulian derajat
sedang.

e. ABD tipe kanalis / In The Canal (ITC) & Completely In Canal


(CIC)
ABD jenis ini dibedakan menjadi dua macam: ITC dan CIC. ABD
jenis ITC ukurannya lebih kecil lagi daripada jenis ITE. Pemasangan
sampai setengah bagian luar liang telinga. Amplifikasi suara baik untuk
frekuensi tinggi, karena dipasang cukup dalam pada liang telinga. Akan
tetapi karena keterbatasan ukuran, hanya bermanfaat untuk tuli derajat
sedang. Selain itu juga terdapat jenis CIC yang merupakan ABD terkecil
dan dipasang pada sisi dalam liang telinga, jadi lebih dekat dengan
gendang telinga. Permukaan luar dilengkapi dengan tangkai plastik untuk

21
mempermudah memasang dan melepaskan ABD. Sebagaimana halnya
dengan jenis ITC, pengaturan secara manual lebih sulit. Namun hal ini
dapat diatasi pada model terbaru yang telah dilengkapi dengan remote
control
f. ABD jenis kacamata / Spectacle Aid
ABD ditempatkan pada tangkai kaca mata
bagian belakang. Umumnya jenis BTE, namun
dapat juga jenis bone conduction, meskipun
emanfaatan cara ini untuk ABD jenis hantaran
tulang kurang efektif karena tekanan bone
vibrator tidak stabil

PEMAKAIAN ALAT BANTU DENGAR


Kandidat pemakai alat bantu dengar
Setiap orang dengan kesulitan mendengar atau memahami pembicaraan harus
mempertimbangkan penggunaan alat amplifikasi pendengaran. Hal ini terutama
sangat dianjurkan untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran, dimana

22
intervensi harus dianjurkan sedini mungkin. Gangguan pendengaran dapat secara
umum dikelompokkan menjadi:
1. Mild Hearing Loss (20-40 dB)
Penggunaan alat bantu dengar dapat membantu kemampuan komunikasi
pasien. Beberapa pasien dapat mempertimbangkan pemakaian alat bantu
dengar paruh waktu / pada kondisi-kondisi tertentu saja
2. Moderate Hearing Loss (45-65 dB)
Penggunaan alat bantu dengar sudah menjadi kebutuhan bagi pasien dalam
kategori ini. Pada umumnya alat bantu dengar memberikan hasil yang baik
bila dipakai dengan strategi pemakaian yang sesuai
3. Severe Hearing Loss (70-85 dB)
Alat bantu dengar harus digunakan bila pasien masih ingin berkomunikasi
dengan suara sebagai media penerimaan primernya. Pada beberapa kasus
pasien dengan tingkat gangguan pendengaran ini membutuhkan implantasi
koklea
4. Profound Hearing Loss (>85 dB)
Keberhasilan penggunaan alat bantu dengar pada pasien ini berbeda-beda
tergantung umur dan berbagai faktor lainnya. Pada kasus yang baik,
kemampuan komunikasi pasien dapat membaik, dan pada kasus terburuk
pun, setidaknya alat bantu dengar masih dapat membantu sebagai warning
device. Pasien dengan gangguan pendengaran jenis ini merupakan
kandidat kuat untuk implantasi koklea

Selain tipe dan derajat ketulian, ada beberapa faktor lainnya yang perlu
diperhitungkan mengenai apakah seorang pasien membutuhkan alat bantu dengar,
antara lain:
1) Umur dan kondisi kesehatan mental dan fisik pasien secara umum;
2) Motivasi pasien (Bukan keluarga atau pihak lain);
3) Kondisi keuangan pasien;
4) Pertimbangan kosmetis;

23
5) Kebutuhan pasien akan komunikasi, terutama dalam kehidupan dan
pekerjaan

Pemilihan Alat Bantu Dengar


Setelah ditentukan bahwa kandidat akan sangat tertolong dengan pemakaian alat
bantu dengar, maka harus diseleksi spesifikasi alat tersebut. Untuk tujuan ini telah
dikembangkan sejumlah metode dan rumusan. Umumnya tiap prosedur pemilihan
membutuhkan informasi audiometrik berupa :
1. Ambang pendengaran / Threshold (T)
2. Tingkat Pendengaran paling nyaman / Most Comfortable Level (MCL)
3. Tingkat kekerasan yang mengganggu / Loudness Discomfort Level (LDL)
(BOIES)

Setelah itu, klinisi harus menentukan apakah pasien membutuhkan alat bantu
pendengaran pada satu atau kedua telinga. Bilamana mungkin sangat dianjurkan
menggunakan alat bantu pada kedua telinga (binaural).
Keuntungan amplifikasi binaural antara lain :
1. Minimalisasi / Eliminasi efek bayangan kepala (Head Shadow)
Efek bayangan kepala adalah berkurangnya intensitas sinyal dari sisi kepala
yang berlawanan dari lokasi pemakaian alat bantu dengar. Dengan
pemakaian binaural, hal ini dapat membaik atau bahkan hilang seluruhnya.
2. Peningkatan kemampuan lokalisasi
Dengan perbedaan intensitas dan waktu masuknya sinyal ke alat bantu
dengar binaural, penderita dapat dengan lebih mudah menentukan lokasi
sumber suara (lokalisasi).
3. “Efek peredam” atau penekanan bising latar belakang (Binaural squelch)
Binaural squelch adalah kemampuan otak untuk memisahkan suara dengan
bising. Hal ini disebut juga sebagai central masking dan dapat bekerja
dengan lebih baik dengan membandingkan suara dari dua telinga.
4. Sumasi binaural (Binaural loudness summation)

24
Sumasi binaural adalah kemampuan otak untuk memproses suara dengan
lebih baik melalui informasi yang repetitif, dalam hal ini melalui sinyal
suara yang serupa dari kedua telinga.

Gangguan Pendengaran Unilateral


Untuk pasien dengan gangguan pendengaran unilateral, diberlakukan
penanganan yang berbeda. Bila ketulian unilateral tidak melampaui kehilangan
sebesar 60-70 dB, atau bila diskriminasi bicara relatif baik dan jika bunyi yang
diperbesar ditoleransi dengan baik, maka dapat dilakukan amplifikasi pada telinga
yang terganggu. Akan tetapi bila telinga yang terganggu tidak memenuhi kriteria
diatas, dapat digunakan alat bantu dengar CROS (Contralateral Routing Of
Signals = Pengalihan sinyal kontralateral). Mikrofon diletakkan pada satu alat
bantu sementara amplifier dan penerima ditempatkan pada alat bantu kedua.
Penataan seperti ini dapat pula diterapkan pada kacamata. Maka sinyal akan
dihantarkan dari telinga yang terganggu ke telinga dengan pendengaran normal.
Suatu sirkuit frekuensi radio dapat digunakan untuk menghantarkan bunyi dari
satu sisi ke sisi lainnya. Meskipun alat bantu dengar CROS hanya sedikit
membantu dalam memperbaiki lokalisasi, namun alat ini kadang-kadang terbukti
bermanfaat pada beberapa kondisi mendengar suara bising dan juga
meminimalkan efek bayangan kepala.
Berbagai variasi CROS yang disebut Bi-CROS atau Multi-CROS dapat
digunakan bila terdapat gangguan pendengaran yang cukup bermakna pada
telinga yang lebih baik, sedangkan telinga yang lebih buruk tidak sesuai untuk
teknik amplifikasi. Tipe Bi-CROS memiliki mikrofo pada masing-masing alat
bantu dan suatu pemasok bunyi amplifier pada telinga yang lebih baik [BOIES]
Setelah itu, klinisi menentukan jenis alat bantu pendengaran yang sesuai dengan
jenis gangguan pendengaran pasien dan mempertimbangkan keuntungan dan
kerugian dari berbagai jenis alat bantu pendengaran, baik dari aspek medis
maupun pribadi pasien.

25
Jenis alat bantu Keuntungan Kerugian
pendengaran
Body Worn Type Harga murah Bentuk besar
Baterai tahan lama dan Ada kabel
mudah didapat Bunyi gesekan dengan
Feedback tidak ada kain
Amplifikasi lebih kuat Selit menangkap suara
Pengaturan manual dari belakang
mudah Dapat rusak oleh sekret
telinga pasien
Behind-the-ear type Amplifikasi kuat Membutuhkan ear mould
Feedback minimal Memberikan efek oklusi
Pengaturan manual relatif Dapat rusak oleh sekresi
telinga pasien
In-the-ear type Sulit terlihat Amplifikasi terbatas
Membutuhkan ear mould
In-the-canal type Sulit terlihat Rentan terhadap feedback
Amplifikasi cukup baik Pengaturan manual sulit
karena terpasang dalam

Completely-in-canal Tidak terlihat kecuali Pengaturan manual sulit


melihat langsung ke liang Rentan feedback
telinga pemakai Fitur tertentu tidak dapat
digunakan
Spectacle aid Secara kosmetik lebih Letak receiver menjadi
dapat diterima relatif tidak stabil
Open-fit mini BTE Baterai relatif lebih tahan Harga mahal
Amplifikasi kuat Ketersediaan masih
Feedback minimal terbatas karena
Pengaturan mudah merupakan teknologi

26
Sulit terlihat baru
Tidak perlu ear mould
Tidak menimbulkan efek
oklusi
Memungkinkan keluarnya
sekret telinga pasien

27

Anda mungkin juga menyukai