Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

MASALAH GANGGUAN BICARA (SPEECH DELAY)


PADA PASIEN AN. P DI RUANG TERAPI OKUPASI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA KENDARI

Oleh:

ROSHAIDAR, S. Kep
N202201052

CI INSTITUSI CI LAHAN

Islamiyah, S. Kep.,Ns.,Sp.Kep.An
NIDN: 09-1912-8601

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
2023
A. Definisi
Menurut Hurlock (2011), dikatakan terlambat bicara apabila tingkat perkembangan
bicara berada di bawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak yang umurnya sama
dapat diketahui dari ketepatan penggunaan kata. Apabila kata pada saat teman sebaya
mereka berbicara dengan menggunakan kata-kata, sedangkan si anak terus menggunakan
isyarat dan gaya bicara bayi maka anak yang demikian dianggap orang lain terlalu muda
untuk diajak bermain.

Sedangkan menurut Santroct (2011) menjelaskan bahwa anak yang terlambat


bicara adalah anak yang pada usia 2 tahun memliki kecenderungan salah dalam
menyebutkan kata, kemudian memiliki perbendaharaan kata yang buruk pada usia 3 tahun,
atau juga memiliki kesulitan dalam menamai objek pada usia 5 tahun. Dan anak yang
seperti itu, nantinya mempunyai kecenderungan tidak mampu dalam hal membaca.

B. Etiologi
Penyebab gangguan atau keterlambatan bicara pada anak adalah sebagai berikut:
1. Gangguan pendengaran
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar pembicaraan
disekitarnya.
2. Kelainan organ bicara
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula, kelainan bibir
sumbing.
3. Genetika herediter
4. Gangguan karena kelainan genetik yang menurundari orang tua
5. Autisme
Gangguan bicara dan Bahasa yang berat dapat disebabkan karena autism (Hoesin et
al.,2015)

C. Tanda dan gejala


1. Tanda dan gejala speech delay anak usia 1 tahun (12 bulan)
 Menggunakan bahasa tubuh seperti melambaikan tangan “good-bye” atau
menunjuk objek tertentu
 Berlatih menggunakan beberapa konsonan yang berbeda
 Vokalisasi atau melakukan komunikasi
2. Tanda dan gejala speech delay anak usia 1-2 tahun
 Tidak menjawab bila dikatakan “tidak”, “halo” dan “bye”
 Tidak memiliki satu atau 3 kata pada usia 12 bulan dan 15 kata pada usia 18 bulan
 Tidak mampu mengidentifikasi bagian tubuh
 Kesulitan mengulang suara dan gerakan
 Lebih memilih menunjukkan gerakan dari pada berbicara verbal
3. Tanda dan gejala speech delay anak usia 2-5 tahun
 Tak mampu menyampaikan kata-kata atau frase secara spontan
 Tak mampu mengikuti petun!uk dan perintah sederhana
 Kurang bunyi konsonan di awal atau akhir kata, seperti “aya” (ayah), “uka” (buka)
 Tidak dipahami bicaranya oleh keluarga terdekat
 Tak mampu untuk membentuk 2 atau 3 kalimat sederhana

D. Patofisiologi

Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan
mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otot atau organ pembuat suara.
Adapun beberapa beberapa penyebab penyebab gangguan gangguan atau keterlambatan
keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi
mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional,
afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan
sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada
anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh
seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. ainnya.

Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya


gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa
anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan
pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar
organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau
pemakaian 2 bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang
terjadi tidak terlalu berat. Terdapat 3 penyebab keterlambatan  bicara  bicara terbanyak
terbanyak diantaranya diantaranya adalah retardasi retardasi mental, mental, gangguan
gangguan pendengaran pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi
ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional. Keterlambatan bicara fungsional
merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak.

Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi


atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara  bicara golongan
golongan ini disebabkan disebabkan karena keterlambatan keterlambatan maturitas
maturitas (kematangan) (kematangan) dari  proses  proses saraf pusat yang dibutuhkan
dibutuhkan untuk memproduksi memproduksi kemampuan kemampuan bicara pada anak.
Gangguan ini sering dialami oleh laki-laki dan sering tedapat riwayat keterlambatan bicara
pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan
prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah
memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita keterlambatan ini
kemampuan bicara saat masuk usia sekolah normal seperti anak lainnya.

Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan
pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami
gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas lain adalah anak tidak
menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan
gangguan psikologis lainnya. Keterlambatan bicara fungsional pada anak sering dialami
penderita yang mengalami gangguan alergi terutama dermatitis atopi dan saluran cerna.
Gangguan saluran cerna adalah gejala berulang seperti meteorismus, flatus, muntah,
konstipasi, diare atau berak darah. Lidah tampak timbal geographic tounge, drooling
(sialore) atau halitosis. Seringkali disertai gangguan tidur malam, dengan ditandai sering
gelisah, bolak, balik, mengigau, tertawa, menangis dalam tidur, malam terbangun,
brushing dan sebagainya (Higler, Boies and A brushing dan sebagainya (Higler, Boies and
Adams. 2008).

E. Pemeriksaan penunjang

1. BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)


Merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf
VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap
stimulus auditorik.
2. Pemeriksaan audiometri
Pemeriksaan audiometri di indikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk
anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori
pengukuran dengan audiometric.
1) Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan dengan
melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat
berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan
dilakukan di ruangan yang tenang atau kedap suara dan menggunakan mainan yang
berfrekuensi tinggi.
2) Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil
bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat
tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak
cukup kooperatif.
3) Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus
dalam daftar silabus dalam daftar yang disebut: phonetically balance word LBT (PB
List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape
recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch.
Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam pembicaraan
sehari-hari sehari-hari dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid).
4) Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.
3. CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan
gambaran area otak yang abnormal.
4. Denver Developmental Screening Test
Dalam melakukan tes ini, terdapat beberapa perkembangan dalam penggunaan tes, akan
tetapi akan dijelaskan kembali perkembangan penggunaan test. Pada penilaian DDST
ini menilai perkembangan anak dalam 4 faktor diantaranya penilaian terhadap terhadap
personal social, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar, dengan persyaratan tes
sebagai berikut:
1) Lembar formulir DDST II
2) Alat Bantu atau peraga seperti benang wool merah, manik-manik, kubus warna
merah-kuning-hijau-biru, permainan anak bola kecil, bola tenis kertas dan pensil.
Selain tes audiometri, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal
yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal,
IQ performance, dan IQ gabungan:
a) Skala intelegensi Wechsler untuk anak-III: Penyelesaian susunan gambar. Tes ini
terdiri dari satu set gambar-gambar objek yang umum, seperti gambar
pemandangan. Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan anak diminta
untuk mengidentifikasi. Respon dinilai sebagai benar atau salah.
b) Skala intelegensi Wechsler untuk anak-III: mendesain balok Anak diberikan pola
bangunan dua dimensi dan kemudian diminta untuk membuat replikanya
menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai benar atau salah (Nadwa,
2018).

F. Komplikasi

1. Gangguan bahasa ekspresif 


2. Gangguan bahasa reseptif ekspresif 
3. Gangguan phonological
4. Gagap

G. Penatalaksanaan
Penanganan dalam gangguan bicara di awali dengan identifikasinpasien (Sastra,
2011) seperti, Riwayat keesehatan, kemampuan berbicara, kemampuan mendengar,
kemampuan kognifiti, dan kemampuan berkomunikasi, kemudian dilanjutkan dengan
diagnosis gangguan yang dialami pasien. Setelah hasil diagnosis didapatkan, barulah
diterapkan terapi yang tepat untuk pasien.

1. Terapi bicara
Terapi bicara biasanya menggunakan audio atau video dan cermin. Terapi bicara anak-
anak biasanya menggunakan pendekatan bermain, boneka, bermain peran,
memasangkan gambar atau kartu. Terapi bicara orang dewasa biasanya menggunakan
metode langsung, yaitu melalui latihan dan praktek. Terapi artikulasi pada orang
dewasa berfokus untuk membantu pasien agar dapat memproduksi bunyi dengan tepat,
bentuk rahang, dan mengontrol nafas agar dapat memproduksi bunyi dengan tepat.
2. Terapi oral motorik
Terapi ini menggunakan latihan yang tidak melibatkan proses bicara, seperti minum
melalui sedotan, meniup balon, atau meniup terompet. Latihan ini bertujuan untuk
melatih dan memperkuat otot yang digunakan untuk berbicara.
3. Terapi intonasi melodi
Dalam terapi intonasi melodi kita dapat di terapkan pada penderita stroke yang
mengalami gangguan berbahasa. Musik atau melodi yang digunakan biasanya yang
bertempo lambat, bersifat lirik, dan mempunyai tekanan yang berbeda. (Sastra, 2011)

DAFTAR PUSTAKA
Higler, Boies and Adams. 2008. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Hoesin, R. M., Novi., S., Sari, L., Memy, Y., D., & Ghanie, A. (2015). Angka kejadian
delayed speech diesertai gangguan perkembangan pada anak yang menjalani
pemeriksaan pendengaran di bagian neurootologi IKTHT-KL. 2(1), 121-127.
Hurlock, Elizabeth B. 2011.  Psikologi Perkembangan  : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Law J, et all. The Efficacy of Treatment for Children with Developmental Speech
and Language Delay Disorder: A Meta-Analysis. Joumal of Speech, Language, and
Hearing Research. Vol. 47, page 924-943, August 2010
 Nadwa. Pelaksanaan Terapi Wicara dan Terapi Sensori Integrasi pada Anak Terlambat
Terlambat  Bicara.   Jurnal Pendidikan Islam.  volume 7, nomor 06 Januari 2018.
Santrock, John W. 2011. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Sastra, G. (2011). Neurolinguistik suatu pengantar. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai