Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

SPEECH DELAY PADA ANAK

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam
berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya. Bahasa bisa dideskripsikan
melalui bicara mengacu pada verbal. selain itu bahasa juga dapat diekspresikan melalui
tulisan, dan music. Bahasa juga dapat mencakup askep komunikasi nonverbal seperti
gestikulasi, getural atau pantomime.
Keterlambatan berbicara ( Speech Delay ) yaitu apabila tingkat perkembangan bicara
berada dibawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak yang umurnya sama yang
dapat diketahui dari ketepatan penggunaan kata.
Keterlambatan bicara sering dialami anak dengan berbagai penyebab, dan keterlambatan
berbicara sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan kognitif anak.
keterlambatan berbicara adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling
sering ditemukan pada anak. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat
pesat beberapa laporan menyebut angka kejadian gangguan berbicara dan berbahasa
berkisar 5-10% pada anak sekolah.

1.2 Etiologi

1. Faktor Genetik
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan
patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Seperti sindrom Down, sindrom
Turner yang disebabkan oleh kelainan kromosom.
2. Faktor Lingkungan
- Sosial ekonomi yang kurang
- tekanan keluarga
- keluarga bisu
- menggunakan 2 bahasa bilingual
-
3. Emosi
- ibu yang tertekan, gangguan serius pada orangtua, gangguan serius pada anak,

4. Masalah Pendengaran : kongenital

5. perkembangan terlambat : retardasi mental, cacat bawaan, sindrom down

6. kerusakan otak : kelainan neuromuscular, kelainan sensorimotor, palcy cerebral,


kelainan persepsi.

sedangkan Aram D.M (1987), mengatakan bahwa gangguan bicara pada anak dapat
disebabkan oleh kelainan dibawah ini :

1. lingkungan sosial anak


interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan perkembangan
bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara dan
bahasa pada anak.

2. Sistem pendengaran dan penglihatan. pendengaran merupakan alat yang penting


dalam perkembangan bicara. Anak dengan otitis media kronik dengan penurunan
daya pendengaran akan mengalami keterlambatan kemampuan menerima ataupun
mengungkapkan bahasa. Gangguan bicara juga terdapat pada anak yang mengalami
tuli oleh karena kelainan genetic dan metabolic (tuli primer), tuli neurosensorial, tuli
konduktif seperti seperti akibat malformasi telinga luar, tuli sentral (sama sekali tidak
mendengar), tuli perseptif/ afasia sensorik ( terjadi kegagalan, integritas arti bicara
yang didengar menjadi suatu pengertian yang menyeluruh), dan tuli psikis seperti
pada skizofrenia, autisme.
3. sistem pusat bicara dan bahasa
kelainan susunan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman, interprestasi,
formulasi dan perencanaan bahasa, juga pada aktifitas dan kemampuan intelektual
dari anak. gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retardasi mental,
misalnya pada sindrom down.
1.3 Tanda Dan Gejala

Tanda dan Gejala Speech Delay Anak Usia 1 tahun (12 bulan)

 Menggunakan bahasa tubuh seperti melambaikan tangan ‘good-bye’ atau menunjuk


objek tertentu
 Berlatih menggunakan beberapa konsonan yang berbeda
 Vokalisasi atau melakukan komunikasi

Tanda dan Gejala Speech Delay Anak Usia 1-2 Tahun

 Tidak memanggil ‘mama’ dan ‘dada’


 Tidak menjawab bila dikatakan ‘tidak’, ‘halo’ dan ‘bye’
 Tidak memiliki satu atau 3 kata pada usia 12 bulan dan 15 kata pada usia 18 bulan
 Tidak mampu mengidentifikasi bagian tubuh
 Kesulitan mengulang suara dan gerakan
 Lebih memilih menunjukkan gerakan daripada berbicara verbal

Tanda dan Gejala Speech Delay Anak Usia 2-5 Tahun

 Tak mampu menyampaikan kata-kata atau frase secara spontan


 Tak mampu mengikuti petunjuk dan perintah sederhana
 Kurang bunyi konsonan di awal atau akhir kata, seperti ‘aya’ (ayah), ‘uka’ (buka)
 Tidak dipahami bicaranya oleh keluarga terdekat
 Tak mampu untuk membentuk 2 atau 3 kalimat sederhana

1.4 Patofisiologi

Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk pesan
yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus arkuatum
ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut. Signal
kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi,
resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi
pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode
gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di
otak/pusat pembicara.

Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu pemindahan
atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi antara mulut
pembicara dan telinga pendengar. Proses decode-encode diatas disimpulkan sebagai
proses komunikasi. Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan
bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik.

1.5 Klasifikasi Speech Delay


secara umum jenis dan penyebab keterlambatan bicara pada anak dibedakan menjadi:
1. Keterlambatan bicara ringan dan tidak berbahaya (sering disebut keterlambatan
bicara fungsional).
keterlambatan bicara ini biasanya disebabkan karena keterlambatan gangguan
koordinasi oral motor atau gerakan mulut atau ketidakmatangan fungsi organ otak
tetapi tanpa disebabkan karena kelainan diotak. untuk memastikan status
keterlambatan fungsional harus dengan cermat menyingkirkan gejala
keterlambatan nonfungsional.
2. keterlambatan bicara organic atau nonfungsional yang harus diwaspadai. Gejala
umum keterlambatan nonfungsional adalah adanya gangguan bahasa reseptif,
gangguan kemampuan pemecahan masalah visio-motor dan keterlambatan
perkembangan . Keterlambatan bicara jenis yang harus diwaspadai ini adalah
keterlambatan bicara yang disebabkan karena gangguan organ tubuh terutama
adanya kelainan diotak. Dicurigai keterlambatan bicara nonfungsional bila
disertai: kelainan neurologis bawaan atau didapat (wajah dismorfik, perawakan
pendek, mikrosefali, cerebral palsy dan gangguan neurologis lainnya). Gangguan
pendengaran, dan gangguan kecerdasan serta autism.
3. ciri keterlambatan bicara nonfungsional biasanya termasuk keterlambatan yang
berat. cirinya adalah: bayi tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu, tidak
mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan, tanda lainnya tidak ada
perhatian terhadap sekitar sampai 8 bulan, tidak sampai umur 15 bulan, dan tidak
mengucapkan 3-4 kata sampai pada usia 20 bulan.
1.6 Faktor Resiko
1) Bayi premature terutama dengan komplikasi sepsis, perdarahan otak, dan
komplikasi lainnya.
2) Bayi Berat Badan Lahir Rendah
3) bayi saat pasca kelahiran dirawat di NICU dengan kuning sangat tinggi,
gangguan kejang, perdarahan otak, lahir tidak menangis (asfiksia), harus lebih
diwaspadai beresiko mengalami gangguan berbicara

1.7 Pemeriksaan Penunjang


1) Fisiologis dan Neurologis
2) Psikologis
3) Pemeriksaan pendengaran
- Usia Kurang 6 bulan (reaksi terkejut/kaget, mengedipkan mata)
- usia lebih dari 6 bulan (reaksi yang terjadi dapat berupa menggerakkan bola mata
atau menoleh kearah sumber bunyi).
- TES BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR (Auditory
Brainstem Response Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang
telinga (telinga luar) sampai ke otak. Cara kerjanya dengan memberikan bunyik
klik pada frekuensi yang berbeda–beda pada tingkat kekerasan yang berbeda–
beda pula responnya ditangkap langsung oleh sensor di otak. Tesnya tidak
menyakitkan (un-invasive), tidak perlu respon aktif dari pasien dan hasilnya
menyeluruh. Tes ini adalah tes paling umum dalam mendeteksi gangguan
pendengaran.
- TES OAE (Oto Acoustic Emission). Menguji kinerja alat pendengaran dari
gendang sampai rumah siput tetapi terutama rumah siput. Cara kerjanya dengan
memberikan nada murni ke telinga dan menangkap responnya melalui perubahan
tekanan di saluran telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan dan tidak memerlukan
respon aktif dari pasien serta obyektif. Biasanya digunakan untuk mendeteksi
gangguan pendengaran khususnya akibat gangguan di telinga tengah karena
OME, OMA atau sensorinerual hearing loss (SNHL) yaitu kerusakan sel saraf di
rumah siput.
- Tes Tympanometri. Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai
telinga tengah (tulang sanggurdi). Caranya mirip dengan OAE tapi responnya dari
defleksi (perubahan gerak) gendang telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan,
obyektif dan tidak perlu respon aktif dari pasien. Biasanya digunakan untuk
mengeliminasi kemungkinan gangguan telinga tengah jika hasil OAE
menunjukkan respon negatif.
- Tes Audiometri.Pemeriksaan audiometri memerlukan : audiometer, ruang kedap
suara, dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang adalah :
a. Audiometri nada murni
b. Audiometri tutur
Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui ada tidaknya
gangguan pendengaran. Selama tes, orang yang dites akan mendengar nada murni
yang diberikan pada frekwensi yang berbeda melalui sebuah headphone atau ear
phone. Intensitas nada berangsur-angsur dikurangi sampai ambang dengar, titik
dimana suara terkecil yang dapat didengar akan diketahui. Hasilnya ditunjukkan
dalam desibel (dB) dan dimasukkan ke bentuk audiogram.
Caranya dengan memberikan nada murni baik melalui earphone (direct to ear)
ataupun speaker (free field test) dan meminta respon balik dari pasien apakah bunyi
terdengar atau tidak. Tesnya tidak menyakitkan namun agak subyektif dan
memerlukan respon aktif dari pasien. Cukup sulit dilakukan khususnya untuk anak-
anak.
- TES ASSR (Auditory Steady State Response).
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga sampai ke otak. Cara
kerjanya seperti BERA tapi yang diberikan adalah nada murni seperti layaknya tes
audiometri. Namun tidak diperlukan partisipasi aktif dari pasien karena respon
langsung dicatat oleh sensor yang menangkap aktifitas otak. Tes ini tidak
menyakitkan dan tidak memerlukan respon aktif namun pasien harus diam dan tenang
dalam waktu yang cukup
lama, kurang lebih 1 jam.
Seringkali dianjurkan agar pasien ditidurkan atau diberi obat tidur jika memang sulit,
diminta untuk tetap tenang dan diam. Digunakan untuk mendeteksi gangguan
pendengaran pada bayi dan anak - anak yang masih kecil.

1.8 Penatalaksaan
Meski stimulasi dan intervensi sejak dini paling baik tetapi pada anak dengan gangguan
keterlambatan berbicara fungsional biasanya terapi bicara secara khusus belum
diperlukan. aiantervensi dan stimulasi untuk gerakan oral motor dapat dilakukan dirumah
dengan penanganan dirumah dalam segi neuromotorik dapat melalui pencapaian tingkat
kesadaran yang optimal dengan contoh menyikat gigi.
bila setelah 2-3 tahun perkembangan bicara masih belum optimal maka terapi bicara dan
terapi sensori intergrations dapat segera dilakukan. Terapi bicara dan terapi sensori harus
segera dan agresif dilakukan pada gangguan keterlambatan nonfungsional.
Pathway
II. Rencana Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian

a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan
dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang
disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain
sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
 Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan.
 Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
h. Pola nutrisi dan metabolisme
 Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
 Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
 Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan
effusi pleura keadaan umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
 Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS.
 Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j. Pola aktivitas dan latihan
 Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
 Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
 Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada.
 Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
k. Pola tidur dan istirahat
 Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
 Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang
tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
l. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
 Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya
dyspneu.
 Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
 Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan
dada, kurang jelas di punggung.
 Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
 Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
 Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya
thrill yaitu getaran ictuscordis.
 Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel
kiri.
 Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
 Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
 Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-
35kali per menit.
 Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.
 Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
 Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
 Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
 Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
 Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
 Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
 Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
 Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2.
 Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui
derajat hidrasi seseorang.

2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya stimulasi bahasa.


2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kerusakan fungsi alat-alat artikulasi.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran.
4. Gangguan komunikasi berhubungan dengan hambatan bahasa.
5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak berkomunikasi.
6. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kecemasan.
7. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan pergerakan

2.3 Perencanaan

NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN
1. Gangguan komunikasi - Lakukan latihan - Latihan bicara yang
verbal Sehubungan komunikasi dengan sesuai dengan
dengan kurangnya memperhatikan perkembangan anak
stimulasi bahasa perkembangan mental akan menghindari
anak ekploatasi yang
berakibat penekanan
fungsi mental anak.
- Lakukan komunikasi - Komunikasi yang
secara komprehensif komprehensif akan
baik verbal maupun non memperbanyak
verbal. jumlah stimulasi yang
diterima anak
sehingga akan
memperkuat memori
anak terhadap suatu
- Berbicara sambil kata.
bermain dengan alat
untuk mempercepat
persepsi anak tentang - Bermain akan
suatu hal. menigkatkan daya
tarik anak sehingga
frekwensi dan durasi
- Berikan lebih banyak latihan bisa lebih
kata meskipun anak lama.
belum mampu
mengucapkan dengan
benar. Anak lebih suka
mendengarkan kata-
akat dari pada
- Lakukan sekrening mengucapkan karena
lanjutan dengan biasanya kesulitan
mengggunakan Denver dalam mengucapkan.
Speech Test.

Untuk mengetahui jenis


dan beratnya gangguan
serta keterlambatan
dalam berbicara pada
anak.

2. Gangguan komunikasi - Lakukan latihan Agar stimulasi tetap


verbal Sehubungan komunikasi, dan diterima anak
dengan gangguan stimulasi dini dengan sesuai dengan
pendengaran benda-benda atau perlembangan
dengan menggunakan mental anak yang
bahasa isyarat serta didasarkan atas
biasakan anak melihat kemampuan
artikulasi orang tua penerimaan anak
dalam berbicara. terhadap informasi
yang diberikan
- Perhatikan kebersihan
telinga anak - Ganguan
pendengaran sering
disebabkan oleh
- Kolaborasi dengan adanya hambatan
rehabilitasi untuk pendengaran akibat
penggunaan alat bantu adanya kotoran
dengar ditelinga.

- Alat bantu
dengar diharapkan
mampu mengatasi
hambatan
pendengaran pada
telinga anak.

3. Gangguan komunikasi Gunakan bahasa yang - Untuk


Sehubungan dengan sederhana dan umum memudahkan
hambatan bahasa digunakan dalam pema-haman
komunikasi sehar-hari. menghindari stress
dan kebingungan
anak yang akibat
Gunakan verifikasi bahasa bahasa yang
sesuai dengan tingkat berubah-ubah.
kematangan dan
pengetahuan anak.
- Difersifikasi
bahasa dapat
diberikan jika
kemampuan mental
anak sudah matang
seperti setelah
umur 9 tahun,
karena
perkembangan
selsel otak anak
sudah mulai
maksimal.

4. Gangguan komunikasi - Stimulasi bahasa dan Untuk mengindari


Sehubungan dengan latihn bicara tetap keter-lambatan
kerusakan fungsi alat- dilakukan sesuai dengan perkembangan
alat tikulasi perkembangan mentak mental, bahasa
anak. maupun bicara
ketika alat
- Kolaborasi: dengan ahli artikulasi sudah
bedah untuk perbaikan alat- bisa diperbaiki.
alat artikulasi.
Perbaikan alat-alat
artikulasi hanya
bisa dilakukan
secara optimal
dengan
pembedahan.

5. Kecemasan orang tua - Gali kebiasaan - Untuk dapat


Sehubungan dengan komunikasi dan menggali efektivitas
ketidakmampuan anak stimulasi orang tua dan kemampuan serta
berbicara terhadap anak. usaha yang telah
dilakukan oleh orang
tua, untuk
mengindari
overlaping tindakan
- Berikan penjelasan yang berakibat orang
tentang kondisi anaknya tua menjadi bosan.
secara jelas, serta
kemungkinan
penanganan lanjutan, - Pengikutsertaan
prognose serta lamanya keluarga terhadap
tindakan atau perawatan anak
pengobatan. secara langsung akan
mampu mengurangi
tingat kecemasan
orang tua terhadap
keadaan anaknya.

6. Gangguan komunikasi - Hindari bicara pada - Komunikasi


Sehubungan dengan saat kondisi bising. tidak efektif
kecemasan - Lakukan komunikasi sehingga anak
dengan posisi lawan menjadi irritabel.
bicara setinggi badan
anak. - Untuk
meningkatkan
- Lakukan latihan bicara pandangan mata
sambil bermain dengan dan efektivitas
mainan kesukaan anak. komunikasi
sehingga anak
merasa lebih
nyaman.

- Agar anak lebih


tertarik dan tidak
lekas bosan.

7. Gangguan komunikasi - Lakukan observasi dan - Untuk mengetahui


Sehubungan dengan pemeriksaan fisik kemungkinan posisi
kurangnya kemampuan neurologi secara kelainan dalam
memori dan kerusakan mendetail. otak.
sistem saraf pusat.

- Kolaborasi pemeriksaan - Untuk mengetahui


EEG kemungkinan
kelainan pada SSP
anak.

8. Resoko cedera - Identifikasi faktor resiko -permainan tertentu


berhubungan dengan dari lingkungan anak yang seperti yang mudah
keterbatasan pergerakan dapat menyebabkan pecah atau yang dapat
terjadinya cedera. menyebabkan anak
cedera harus
dipisahkan.
-ajarkan orang tua untuk -orangtua sangat
menjauhkan benda-benda berperan aktif dalam
yang dapat mencederai mengatur permainan
anak. anak.
III. DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.D (2009), Nursing Diagnois; Application to Clinical Practice, 7th. Edition,
Lippincott, Philadelpia, New York.

Kozier Barbara et.al (2012), Fundamental Of Nursing ; Concept, Process and Practice , 5 th
Edition, Addison Wesley Nursing, Cuming Publishing, New York.

Whaley and Wong (1997), Pediatric Nursing; Clinical Manual, Mosby Year Book,
Philadelpia.

Whaley and Wong (1996), Nursing Care of Infants and Children, 5 th Edition, Mosby Year
Book, Philadelpia.

Banjarmasin, Januari 2017


Ners Muda,

(Erwan Ahmad)

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai