ABSES SUBMANDIBULA
Disusun oleh:
1. Ade Irawan 2016.C.08a.0790
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Abses submandibula merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam
(deep neckinfection), disertai dengan pembentukan pus pada daerah submandibula.
Pada umumnya sumber infeksi pada ruang tersebut berasal dari proses infeksi dari gigi,
dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula (Siregar, 2010).
Abses submandibula adalah abses yang terjadi di mandibula. Abses dapat
terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan
infeksi dari daerah leher (Smeltzer dan Bare, 2012).
1.2 Etiologi
Menurut Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit(2010) abses submandibula
sering disebabkan oleh infeksi didaerah rongga mulut atau gigi. Peradangan ini
menyebabkan adanya pembengkakan didaerah submandibula yang pada perabaan
sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi. Sering mendorong lidah keatas
dan kebelakang dapat menyebabkan trismus. Hal ini sering menyebabkan sumbatan
jalan napas. Bila ada tanda-tanda sumbatan jalan napas maka jalan napas hasur segera
dilakukan trakceostomi yang dilanjutkan dengan insisi digaris tengah dan eksplorasi
dilakukan secara tumpul untuk mengeluarkan nanah. Bila tidak ada tanda- tanda
sumbatan jalan napas dapat segera dilakukan eksplorasi tidak ditemukan nanah,
kelainan ini disebutkan Angina ludoviva (Selulitis submandibula). Setelah dilakukan
eksplorasi diberikan antibiotika dsis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob.
1.4 Patofisiologi
Jika bakteri menusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebgian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan se-sel
yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalalm melawan
infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri. Sel darah
putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang memebentuk nanah yang
mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya
akan terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh di sekliling abses dan menjadi dinding
pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi
lebih lanjut jika suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam
tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses
(www.medicastre.com.2004).
1.6 Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling
sering meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup
tipis.3 Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati
musculus pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat
menjalar ke daerah potensial lainnya. Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan
peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai
mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses juga dapat menyebabkan
kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis,
dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis
atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan timbulnya komplikasi adalah usia yang lebih dari 65 tahun,
penderita diabetes mellitus, adanya komorbiditas lainnya, infeksi submandibular
sekunder, pembengkakan submandibular bilateral, keterlibatan ruang multipel,
dan keterlibatan ruang viseral anterior
1.7 Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :
1.7.1 Antibiotik (parenteral)
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji
kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya
diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi
(mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positif dan gram negatif) adalah
pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman.
Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik.
Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat
disesuaikan. Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas
tinggi terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,
ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya
masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya
dilakukan selama lebih kurang 10 hari.
1.7.2 Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi abses
(gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan
terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi
dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak
dan luas abses. Bila abses belum terbentuk, dilakukan panatalaksaan secara konservatif
dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka
evakuasi abses dapat dilakukan.
1.7.3 Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan
trakeostomi perlu dipertimbangkan.
1.7.4 Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda
1.8 Pathway