BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diare merupakan suatu kondisi umum yang ditandai dengan peningkatan
frekuensi buang air besar dan peningkatan likuiditas dari tinja. Meskipun diare akut
biasanya dapat sembuh sendiri, dapat memburuk dan menyebabkan dehidrasi yang
memburuk, yang dapat menyebabkan volume darah abnormal, tekanan darah
menurun, dan kerusakan pada ginjal, jantung, hati, otak dan organ tubuh lainnya.
Diare akut menjadi penyebab utama kematian bayi di seluruh dunia (Gidudu et al.,
2011).
Menurut World Health Organization (WHO) dan UNICEF, ada sekitar 2
juta kasus diare penyakit di seluruh dunia setiap tahun dan 1,9 juta anak-anak lebih
muda dari 5 tahun meninggal karena diare setiap tahun, terutama di negara-negara
berkembang. Jumlah ini 18 % dari semua kematian anak-anak di bawah usia 5 dan
berarti bahwa > 5000 anak-anak meninggal setiap hari akibat diare penyakit (WGO,
2013).
Kematian akibat penyakit diare ini biasanya terjadi di awal masa bayi dan
anak-anak dengan dehidarasi berat (Hayajneh et al.,2010). Dehidrasi itu sendiri
diartikan sebagai kehilangan air dan garam (terutama natrium klorida) atau cairan
ekstraselular. Penyebab tersering yang terjadi pada bayi karena diare yang
disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri (Finberg, 2002).
Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di
Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen. Lima provinsi dengan insiden dan
period prevalen diare tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan
(5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%), dan
Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%). Insiden diare pada kelompok usia balita di
Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah
Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan
Banten (8,0%) (Riskesdas, 2013).
2
kesehatan atau lebih spesifik lagi yaitu derajat kesehatan, perilaku manusia
merupakan faktor utama untuk terwujudnya derajat kesehatan individu secara
prima. Perilaku individu memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan
layanan kesehatan. Sementara faktor genetis hanya berpengaruh sebesar 5 %. Dari
pernyataan diatas seolah-olah menegaskan bahwa layanan kesehatan hanya faktor
kecil untuk meningkatkan derajat kesehatan sedangkan faktor perilaku dan
lingkungan merupakan faktor yang sangant besar dalam mendukung derajat
kesehatan manusia. Dalam konteks inilah, pendidikan atau promosi kesehatan
memiliki peranan yang penting dalam mendukung angka partisipasi kesehatan
masyarakat dalam mendukung kualitas kesehatan masyarakat. Secara umum, tujuan
dari promosi kesehatan ini adalah perubahan perilaku individu dan budaya
masyarakat sehingga mampu menunjukan perilaku dan budaya yang sehat
(Sudarma, 2008)
Berdasarkan data-data diatas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai
hubungan tingkat pengetahuan dan tindakan ibu dengan dengan diare akut yang
disertai dehidrasi pada anak balita di RSUD dr. Sylvanus Palangka Raya . Selain
untuk mengetahui angka kejadian diare akut sekaligus juga untuk mengetahui
pengetahuan dan tindakan ibu dalam mengatasi diare yang terjadi pada anaknya.
1. Mengetahui jumlah kasus pasien yang mengalami diare akut pada anak
balita.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada anak balita.
3. Mengetahui tindakan ibu terhadap diare pada anak balita.
4. Mengetahui derajat dehidrasi akibat diare pada anak balita.
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat
khususnya kepada ibu tentang bahaya diare akut disertai dehidrasi pada
anak balita apabila tidak ditangani dengan baik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
2.1.1. Definisi
Menurut WHO (2011) jumlah pengeluaran tinja yang dikeluarkan dalam
sehari bervariasi sesuai diet dan usia. Diare didefinisikan sebagai tinja yang
mengandung lebih banyak air dengan frekuensi > 3 kali dalam sehari. Tinja
tersebut mungkin juga dapat bercampur dengan darah, dalam hal ini disebut dengan
disentri. Bayi dibawah 6 bulan yang hanya meminum ASI umumnya memiliki tinja
yang lunak tetapi keadaan ini tidak disebut dengan diare.
Diare akut didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi buang air besar (tiga
kali atau lebih per hari atau setidaknya 200 gram tinja per hari) yang berlangsung
kurang dari 14 hari, bisa disertai dengan mual, muntah, kram perut, gejala sistemik
yang signifikan secara klinis, atau malnutrisi (Thielman dan Richard, 2012). diare
harus dibedakan dengan pseudodiare atau hiperdefikasi yang merupakan
peningkatan frekuensi defekasi tanpa peningkatan jumlah tinja diatas normal,
keaadaan ini biasa terjadi pada pasien irritable bowel syndrome. Diare juga harus
dibedakan dengan inkontinensia fekal yang merupakan pelepasan isi rektum tanpa
disadari.
2.1.2. Etiologi
Virus adalah penyebab utama penyakit diare akut. Secara khusus, grup A
rotavirus (RV) adalah penyebab tersering penyakit diare yang parah dan dehidrasi,
yang sering menyebabkan rawat inap bayi dan anak-anak di seluruh dunia. Agen
virus lainnya, termasuk adenovirus enterik (Adv), astroviruses (AstV), dan Human
calicivirus (HucV) seperti norovirus (NOV) dan sapovirus (SAV), juga diyakini
sebagai penyebab utama kasus sporadis dan wabah diare anak (Yabo et al., 2012)
6
1. Agen bakteri
Di negara berkembang, bakteri enterik dan parasit lebih umum daripada virus
dan biasanya mencapai puncak selama musim panas. Campylobacter adalah bakteri
yang lazim pada orang dewasa dan merupakan salah satu bakteri yang paling sering
diisolasi dari tinja bayi dan anak-anak di negara berkembang. Shigella dysenteriae
tipe 1 menghasilkan toksin Shiga, seperti halnya enterohemorrhagic E. coli
(EHEC) yang memiliki ciri khas diare dengan lendir berdarah. Ini telah
menyebabkan epidemi diare berdarah dengan tingkat fatalitas kasus mendekati 10%
di Asia, Afrika, dan Amerika Tengah. V. cholerae serogrup O1 dan O139
menyebabkan deplesi cairan yang cepat dan berat dan bila tidak ditangani dengan
cepat dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 12-18 jam. Salmonella sangat
beresiko pada bayi dan orang tua, Salmonella typhi atau paratyphi A,B, atau C
mengakibatkan demam tipoid (WGO, 2008).
Diare akut merupakan masalah yang sangat penting di negara-negara
berkembang dan sering terjadi akibat agen infeksi yang ditemukan pada anak
penderita diare. Agen-agen ini antara lain adalah: rotavirus, Shigella spp, dan E.
Coli enterotoksigenik. Rotavirus sendiri merupakan penyebab diare akut yang
diidentifikasi pada anak dalam komunitas dengan iklim tropis (Walker, 1997).
2. Agen Virus
Virus merupakan penyebab utama diare akut yang terjadi terutama di negara-
negara maju. Rotavirus penyebab terparah dehidrasi akibat gastroenteritis pada
anak-anak. Insiden puncak penyakit pada anak-anak antara 4 sampai 23 bulan.
Human Calicivirus yang sebelumnya disebut dengan “ Norwalk-like virus”
mungkin merupakan agen virus paling umum kedua setelah Rotavirus. Infeksi
adenovirus paling sering menyebabkan penyakit pada sistem pernapasan. Namun,
tergantung pada serotipe yang menginfeksi dan terutama pada anak-anak, mereka
mungkin juga menyebabkan gastroenteritis (WhO, 2008).
Rotavirus dapat dilihat dengan mikroskop elektro dalam sediaan tinja dari 20-
40% anak berumur 5 tahun kebawah yang menderita gastroeneteritis akut.
Prevalensi tertinggi penderita didapati pada musim dingin. Adenovirus dapat
7
Resiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai
fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban umum dapat
menurunkan resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan
personal hygiene dari masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan
yang menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di
daerah-daerah dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar
yang tidak sehat.
9. Faktor Sumber Air
Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku
tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang
langsung digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya
tergantung dari mana sumber air tersebut didapat. Ada beberapa macam
sumber air misalnya : air hujan, air tanah (sumur gali, sumur pompa), air
permukaan (sungai, danau) dan mata air. Apabila kualitas air dari sumber
air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan peraturan yang
berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi apabila belum memenuhi
syarat, harus melalui proses pengolahan air terlebih dahulu. Berdasarkan
data survei demografi dan kesehatan tahun 1997, kelompok anak-anak di
bawah lima tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali
mempunyai resiko terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan kelompok
anak yang keluarganya menggunakan sumber sumur pompa.
2.1.4. Patofisiologi Diare
Menurut Simadibrata dan Daldiyono (2009) diare dapat disebabkan oleh
beberapa patofisiologi sebagai berikut :
1. Diare osmotik
Diare ini terjadi akibat peningkatan tekanan osmotik intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat-obatan/zat kimia yang hiperosmotik
seperti MgSO4, Mg(OH)2 dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal
pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.
2. Diare sekretori
11
Diare tipe ini disebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit dari usus,
atau penurunan absorpsi dengan gejala khas peningkatan volume tinja.
Penyebab tersering akibat efek enterotoksin infeksi Vibrio cholerae, atau
Escherichia coli.
3. Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak
Diare ini tipe ini didapatkan gangguan pembentukan micelle empedu.
4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif
Na+K+ ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus
hingga mengakibatkan absorpsi yang abnormal di usus halus.
6. Gangguan permeabilitas usus
Diare ini terjadi akibat adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik
pada usus halus menyebabkan permeabilitas usus menjadi abnormal.
7. Diare inflamatorik
Diare ini karena kerusakan mukosa usus akibat proses inflamasi, sehingga
terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit
kedalam lumen juga gangguan absorpsi air-elektrolit.
8. Diare infeksi
Diare ini merupakan tipe diare yang tersering terbagi atas bakteri invasif
(merusak mukosa) dan non-invasif (tidak merusak mukosa).
2.1.5. Klasifikasi Diare
Menurut WHO (2005) diare terbagi atas diare akut dan persisten. Diare akut
dimulai secara tiba-tiba dan dapat berlanjut selama beberapa hari. Hal ini
disebabkan oleh infeksi usus.
Menurut Simadibrata dan Daldiyono (2009) diare diklasifikasikan
berdasarkan :
1. Lama waktu diare : diare akut apabila diare berlangsung kurang dari 15 dan
kronik bila diare berlangsung 15 hari lebih.
2. Mekanisme patofisiologi : osmotik, sekretorik dll.
12
Penilaian turgor kulit dilakukan untuk menilai apakah kulit dapat kembali
dengan cepat, lambat, atau sangat lambat (lebih dari 2 detik). Pada bayi dilakukan
pencubitan pada bagian perut ataupun paha. Mencubit kulit juga dapat memberikan
informasi yang salah apabila dilakukan pada pasien yang memiliki malnutrisi yang
berat, karena kulit akan kembali secara lambat bahkan ketika pasien tidak
mengalami dehidrasi. Sedangkan pada pasien yang obesitas, kulit dapat kembali
dengan cepat meskipun pasien mengalami dehidrasi (WHO, 2005).
Pengambilan suhu pada anak untuk menilai apakah anak mengalami demam
atau tidak. penilaian suhu menggunakan yang dilakukan pada rektal harus
disterilkan terlebih dahulu setiap kali digunakan. Jika menggunakan suhu aksila
harus ditambahkan 0,8℃ untuk mendapatkan suhu yang setara dengan suhu rektal
(WHO, 2005).
3. Laboratorium
Menurut Subagyo dan Nurtjahjo (2009) Pemeriksaan lengkap
umumnya tidak begitu diperlukan pada kasus diare akut, hanya pada
keadaan tertentu seperti apabila penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada
sebab lain dan pada keadaan dehidrasi berat.
2.2. Dehidrasi
2.2.1. Definisi Dehidrasi
Menurut Muscari (2011) dehidrasi adalah kehilangan cairan dari jaringan
tubuh yang berlebihan. Dehidrasi merupakan gangguan yang umum terjadi pada
anak-anak ketika pengeluaran cairan total melebihi asupan cairan total.
2.2.2. Klasifikasi Dehidrasi
Dehidrasi dapat digolongkan berdasarkan derajat atau jenisnya yaitu :
a) Dehidrasi berdasarkan derajatnya :
1. Dehidrasi ringan dicirikan dengan kehilangan 5% dari berat badan
sebelum sakit.
2. Dehidrasi sedang dicirikan kehilangan 5% sampai 10% dari berat
badan sebelum sakit.
3. Dehidrasi berat dicirikan kehilangan berat badan lebih dari 10%
berat badan sebelum sakit.
b) Dehidrasi berdasarkan tipenya :
1. Dehidrasi isotonis : kehilangan cairan terutama melibatkan
komponen ekstra sel dan volume darah sirkulasi, menyebabkan anak
rentan terhadap syok hipovolemik. Kadar natrium (Na+), klorida
(Cl-) dan kalium (K+) tetap normal atau menurun.
18
Cairan rumah tangga juga dapat diberikan untuk mencegah dehidrasi seperti
air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran dan sebagainya. Jumlah cairan
yang diberikan yaitu 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100 ml,
1-5 tahun 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa 300-400 ml setiap
20
BAB. Untuk anak dibawah 2 tahun diberikan dengan sendok tiap 1-2 menit.
Pemberian tidak diberikan dengan menggunakan botol dan bila terjadi muntah
hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi secara perlahan (Subagyo dan
Nurtjahjo, 2009).
Komposisi Oralit Baru
Oralit Baru Osmolaritas Mmol/liter
rendah
Natrium 75
Klorida 65
Glukosa, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total osmolaritas 245
Sumber : Subagyo dan Nurtjahjo, 2009
Pada oralit dengan tingkat osmolaritas rendah lebih mendekati dengan
osmolaritas plasma sehingga kurang menyebabkan resiko terjadinya hipernatremia
(Subagyo dan Nurtjahjo, 2009).
1. Anak dengan dehidrasi ringan-sedang
Seorang anak dengan beberapa tanda-tanda dehidrasi membutuhkan cairan
tambahan dan makanan. Pengobatan pertama anak dengan ORS diberikan di
fasilitas kesehatan dan kemudian, ketika semua tanda-tanda dehidrasi telah hilang,
anak harus dikirim pulang untuk perawatan lanjutan. Pemberian oralit di klinik
dilakukan sampai turgor kulit normal, haus berakhir, anak tenang. Berikan
suplemen zink pertama di klinik. Instruksikan ibu bahwa zink harus dilanjutkan
selama 10/14 hari dengan dosis yang dianjurkan tergantung pada usia anak. Zink
harus diberikan segera setelah anak bisa makan dan berhasil menyelesaikan 4 jam
rehidrasi. Selain cairan anak dengan dehidrasi ringan-sedang juga membutuhkan
makanan dan pemberian ASI kepada anak yang masih menyusui harus dilanjutkan
(WHO, 2013). Untuk perawatan di rumah sakit dapat dengan segera diberikan
terapi awal dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 ml/kgBB.
Bila penderita masih terus merasa haus dan masih ingin minum harus diberikan
21
lagi. Sebaliknya jika terjadi tanda-tanda kelopak mata bengkak, pemberian oralit
harus segera dihentikan dan diganti dengan pemberian minum air putih. Setelah 3
jam rehidrasi penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Jika
membaik penderita dapat dipulangkan dan apabila memburuk harus tetap dirawat
di rumah sakit dengan pemberian cairan parenteral (Subagyo dan Nurtjahjo, 2009).
Zink merupakan senyawa esensial yang berperan penting dalam banyak
fungsi tubuh. Sebagian besar dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih
dari dua ratus enzim, seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti
reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein,
lipida dan asam nukleat. Seng juga berperan dalam pembentukan kulit,
metabolisme jaringan ikat dan penyembuhan luka. Defesiensi seng sering terjadi
pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua.
Tanda-tanda kekurangan seng adalah gangguan pertumbuhan, fungsi pencernaan
karena gangguan pembentukan kilomikron dan kerusakan permukaan saluran
cerna, gangguan fungsi kekebalan tubuh, gangguan nafsu makan dan lain-lain
(Almatsier, 2009).
BAB 4
METODE PENELITIAN