Anda di halaman 1dari 10

EKOLOGI HEWAN

Kerapatan Populasi dan Pola Distribusi Cacing Tanah


Pantai Cipatujah Kecamatan Cipatujah Tasik Malaya
Dosen mata kuliah: Drs.Suhara, M.Pd.

Kelas : Biologi-C 2013


Kelompok : 5
Anggota : Intan Awliyah R 13504011
Sindanita 3
Yulianty 13504013
Cucu Supriyatin 8
Fungki Fitria N 13504015
Windi Rahayu 3
12504014
8
13504015
2
Dede Najmudin 135040122

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PASUNDAN

2015
1. Judul: Kerapatan Populasi dan Pola Distribusi Cacing Tanah Pantai
Cipatujah Tasik Malaya
2. Pendahuluan
2.1. Latar Belakang Permasalahan
Dalam suatu daerah biasanya tinggal sekumpulan makhluk hidup baik yang
sejenis maupun yang berbeda jenisnya. Organisme tersebut melakukan interaksi
baik dengan faktor biotik (makhluk hidup) maupun faktor abiotik.
Tanah adalah salah satu faktor abiotik. Tanah sangat vital peranannya bagi
semua kehidupan dibumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan
menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Tanah juga menjadi
habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat tanah
menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.
Cacing tanah adalah organisme yang tinggal di dalam tanah. Lahan yang
mengandung banyak cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran cacing
tanah yang bercampur dengan tanah telah siap untuk diserap oleh akar tumbuh-
tumbuhan. Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap air permukaan.
Lubang-lubang yang dibuat cacing tanah meningkatkan konsentrasi udara dalam
tanah. Disamping itu pada saat musim hujan lubang tersebut akan
melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat dapat
dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur
tanah agar tetap gembur.
Pantai merupakan daratan sepanjang tepi laut. Tanah di kawasan pantai
didominasi fraksi pasir yang mencapai 95 persen. Pantai berpasir tidak
menyediakan subatrat tetap untuk melekat bagi organisme, karena aksi
gelombang secara terus menerus menggerakan partikel substrat. Dua kelompok
ukuran organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi substrat pasir :
organisme infauna makro (berukuran 1-10 cm) yang mampu menggali liang di
dalam pasir dan organisme meiofauna mikro (berukuran 0,1-1 mm) yang hidup
di antara butiran pasir.
Organisme dapat tubuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan
tertentu. Kondisi lingkungan yang sesuai dapat mengoptimalkan kehidupan
suatu organisme. Kelimpahan cacing tanah pada suatu lahan di pengaruhi oleh
ketersediaan materi organik, keasaman tanah, kelembaban tanah, suhu, atau
temperatur. Cacing tanah akan berkembang dengan baik apabila faktor
lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu mengetahui
kerapatan populasi cacing pada suatu daerah akan membantu menentukan
kondisi dan kesuburan dari tanah tersebut.

2.2. Tujuan
1. Mengetahui cara pengambilan sampel dengan metode cuplikan kuadrat
2. Mengetahui kerapatan populasi cacing tanah

3. Alat dan Bahan


3.1. Alat
1. Termometer 1 buah
2. Soil tester 1 buah
3. Sekop 1 buah
4. Aqua gelas 5 buah
3.2. Bahan
1. Aquadest
2. Kertas label
3. Sampel tanah
4. 10ml K2Cr2O7
5. 20ml H2SO4 pekat
6. 10ml H3PO4
7. 0,2 gram N2F
8. 30 tetes diphenilamin
9. ferro ammonium sulfa

4. Cara Kerja
4.1. Pengerjaan di Lapangan
1. Buatlah catatan singkat mengenai area studi yang akan digunakan
2. Buatlah garis sepanjang 100 meter dari pantai ke arah daratan
3. Tentukan 5 kuadrat di sepanjang garis tadi.
4. Letakkan kuadrat dengan luas 30cm x 30cm di kuadrat tersebut
5. Buatlah sebanyak 5 buah kuadrat dengan jarak antara masing-masing
kuadrat kurang lebih 20 meter.
6. Pada kuadrat ke-1 gemburkanlah tanah dan ukur suhunya dengan
menggunakan thermometer, diamkan selama 15 menit dan catat hasilnya
7. Ukurlah kelembapan tanah menggunakan soil tester, diamkan selama 15
menit dan catat hasilnya
8. Ukurlah pH tanah dengan soil tester, diamkan selama 15 menit dan catat
hasilnya
9. Gali tanah sedalam 20 cm.
10. Carilah keberadaan cacing tanah pada tanah yang dikeluarkan dari dalam
lubang atau dengan metode hand sorting
11. Apabila terdapat cacing masukkanlah cacing yang didapat ke dalam aqua
gelas yang telah diberi label “kuadrat 1”
12. Lakukan langkah yang sama untuk kuadrat lainnya
13. Timbanglah massa cacing yang didapat pada masing-masing kuadrat dan
catat hasilnya
14. Ambil masing-masing satu genggam tanah dari masing-masing kuadrat ke
dalam kantong plastik yang telah diberikan label

4.2. Menentukan Kandungan Materi Organik tanah


1. Ambil 0,5 gr
2. Tambahkan 10ml K2Cr2O7 ke dalam sampel tadi
3. Tambahkan 20ml H2SO4 pekat
4. Biarkan selama 20-30 menit
5. Encerkan campuran tadi dengan aquadest sampai volumenya 200ml
6. Tambahkan 10ml H3PO4
7. Masukkan 0,2 gram N2F
8. Masukkan 30 tetes diphenilamin
9. Titrasi sampai 100ml dalam erlenmeyer 250ml dengan ferro ammonium
sulfat

5. Kepustakaan

Cacing tanah merupakan komponen makrofauna tanah, karena ukuran


tubuhnya cukup besar. Di lapangan rumput atau kebun dapat dijumpai cacing
Pheretima sp. (Megascolidae) dan Phontoscolex sp. Glossoscolidae yang bentuk
tubuhnya lebih ramping serta ukuran tubuhnya lebih kecil dari Pheretima sp.
(Suhara, 2005)
Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi tanah. Cacing
tersebut dapat memecah fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan
mencampurnya dengan tanah. Mereka membawa sampah dari permukaan ke dalam
tanah dan mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki struktur tanah
(Handayanto,2009).
Kondisi lingkungan tanah yang baik ini merupakan lingkungan yang baik
untuk organisme. Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan
suhunya tidak terlalu dingin. Suhu media yang baik untuk pertumbuhan cacing anah
adalah 15 – 25oC Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan tanah
yang sedikit asam sampai netral. Derajat keasaman (pH) media yang dibutuhkan
oleh cacing tanah adalah sekitar 6 -7,2.
Kelembapan sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah
berfungsi normal. Kelembapan media yang dibutuhkan cacing tanah adalah sekitar
15 - 30 %. Bila udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk
menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah, berhenti
mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembapan terlalu tinggi atau terlalu
banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran
udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen
dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit (Handayanto, 2009).
Pada ekosistem tanah, cacing merupakan salah satu dekomposer utama yang
berperan dalam siklus nutrisi tanah. Berdasarkan tempat hidupnya, cacing tanah
dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu : Tipe epigeik, cacing tanah tipe epigeik hidup di
permukaan tanah. Umumnya cacing ini ditemukan pada serasah-serasah daun di
lantai hutan. Tipe endogeik, cacing tanah tipe endogeik hidup didalam tanah pada
kedalaman 0 – 10 meter. Cacing tanah ini paling rentan terhadap perubahan
lingkungan yang buruk, sehingga dapat dijadikan sebagai bioindikator kerusakan
tanah. Tipe anecigeik, cacing tanah tipe anecigeik hidup didalam tanah pada
kedalaman 10 -20 cm dan terkadang naik ke permukaan untuk melakukan sekresi.
(Handayanto, 2009).
Tanah merupakan hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan
organik dan organisme (vegetasi hewan) yang hidup diatasnya atau didalamnya.
Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air. Pengaruh organisme dalam
tanah khususnya dalam proses pembentukan struktur tanah yang stabil sangat oleh
kegiatan organisme dalam tanah, khususnya cacing tanah yang bersimbiosis dengan
tanaman atau serasah daun yang dapat memberikan kesuburan. (Sarwono, 2007)
Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan
ekosistem tertentu untuk keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah
menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam menyediakan
kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air dan
sebagai filter lingkungan terhadap polutan (Sarwono, 2007)
Komponen penyusun tanah terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Komponen abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah, udara,
cahaya, matahari dan sebagainya.
b. Komponen biotik, yaitu terdiri dari mahkluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan
manusia.
Kualitas tanah umumnya ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Untuk
menentukan kualitas tanah secara kimia perlu dilalukan analisa kimia yang
biayanya relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
menentukan kualitas tanah dengan biaya relatif murah, tetapi cepat dan akurat,
adalah dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator
(Sarwono,2007).
Cacing tanah dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas tanah, yaitu
dengan menghitung kerapatan populasinya pada tanah yang menjadi habitatnya.
Cacing yang didapat pada lokasi bervegetasi ukurannya lebih besar (tipe
epigeik dan endogeik) dan jumlahnya lebih banyak di temukan pada permukaan
tanah. Karena di lokasi yang bervegetasi terdapat banyak serasah-serasah yang akan
menjadi makanan untuk cacing tanah. Sedangkan pada lokasi non vegetasi cacing
yang didapat lebih sedikit, hal ini dikarenakan pada tempat non vegetasi tidak
terdapat pepohonan dan serasah sebagai makanan tanah sehingga suhunya lebih
tinggi dan tanahnya pun tidak lembab.
Pada pesisir pantai terdapat dua jenis tanah. Tanah yang berada di tepi laut
merupakan butiran pasir sedangkan pada daerah yang lebih menjorok ke daratan
tekstur tanah menyerupai tekstur tanah di dataran tinggi atau sedang hanya saja
lebih lembut teksturnya.
Aerasi pada tanah pantai sangat baik sehingga tanah cenderung cepat kering,
air mudah lolos melalui partikelnya. Sehingga kemampuan tanah pasir menyimpan
air sangat rendah, hanya 1,6-3 persen dari total air yang tersedia.. Kandungan
materi organik cenderung sangat rendah pada tanah pasir. Hanya tumbuhan tertentu
yang dapat tumbuh.

6. Hasil dan Pembahasan


6.1. Hasil Pengamatan C1
Habitat : Pesisir pantai
Tempat : Pantai Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya
Pencuplikan tanggal : 31 Januari 2016
Waktu : Pukul 08.00 s.d. 10.00 WIB
Cuaca : Cerah
Persentasi penutupan vegetasi : 20%

Cacing Tanah Jumlah


Suhu
pH Kelembapa Jumlah Jumlah
Sampel Tanah KMO Berat
Tanah n Tanah Telur Individ Ph Po
(oC) (g)
u
1 7 35 1 0,268 0 0 0 gr 0 0
2 6,6 32 1 - 0 0 0 gr 0 0
3 6,5 33 1 0,268 0 0 0 gr 0 0
4 6,8 30 1 - 0 0 0 gr 0 0
5 6,6 29 1 0,268 0 0 0 gr 0 0
*keterangan: tanah yang dititrasi hanya sampel 1, 3, dan 5

6.2. Pembahasan
6.2.1. Kerapatan:
x=
∑x
N

Keterangan: x = kerapatan

∑x = jumlah total cacing

N = jumlah kuadrat

0
Kerapatan : x= =0
5

6.2.2. Variansi

2
2
s=
∑ ( x 2 )−(∑ x) / N
N−1

2
Keterangan: s / x = 1 menunjukkan penyebaran acak

2
s / x ¿ 1 menunjukkan penyebaran
mengelompok

s2 / x< ¿ 1 menunjukkan penyebaran seragam


(uniform)

2 ( 02 +0 2+0 2+ 02+ 02 )−(0)2 /5


Variansi: s =
5−1

( 0 )−0/5
s 2= =
4

0
s 2= =0
4

0
Jadi variansinya : =0 (penyebaran seragam)
0
6.3. bnHasil Pengamatan C2
Habitat : Pesisir pantai
Tempat : Pantai Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya
Pencuplikan tanggal : 31 Januari 2016
Waktu : Pukul 08.00 s.d. 10.00 WIB
Cuaca : Cerah
Persentasi penutupan vegetasi : 50%

Cacing Tanah Jumlah


Suhu
pH Kelembapa Jumlah Jumlah
Sampel Tanah KMO Berat
Tanah n Tanah Telur Individ Ph Po
(oC) (g)
u
1 6,8 31 1,2 0 0 0 0 gr 0 0
2 6,8 31 1,2 - 0 0 0 gr 0 0
3 6 31 2,9 4,422 0 0 0 gr 0 0
4 4,1 29 6,8 - 0 3 2,4 gr 3 0
5 4,3 30 5,9 5,762 0 5 0,97 gr 2 3
*keterangan: tanah yang dititrasi hanya sampel 1, 3, dan 5

6.4. Pembahasan
6.4.1. Kerapatan:
x=
∑x
N
Keterangan: x = kerapatan

∑x = jumlah total cacing

N = jumlah kuadrat

3+2+3
Kerapatan : x= =1,6
5

6.4.2. Variansi

2
2
s=
∑ ( x 2 )−(∑ x) / N
N−1

2
Keterangan: s / x = 1 menunjukkan penyebaran acak

2
s / x ¿ 1 menunjukkan penyebaran
mengelompok

2
s / x< ¿ 1 menunjukkan penyebaran seragam
(uniform)

2 ( 02 +0 2+0 2+3 2+5 2 )−(8)2 /5


Variansi: s =
5−1

( 0+0+ 0+9+25 )−64 /5


s 2= =
4

34−12,8
s 2= =5,3
4

5,3
Jadi variansinya : =3,312 (penyebaran mengelompok)
1,6

7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pada garis C1 tidak ditemukan cacing, pH
pada wilayah C1 dapat dikatakan netral pada kisaran 6,6-7. Kelembapan tanah
sangat rendah dan Kandungan Materi Organik dapat dikatakan sedikit. Untuk
garis C1 letaknya dekat dengan pemukiman warga sehingga vegetasi penutupan
tanaman rendah. Diduga letak garis C1 yang dekat dengan pemukiman
menyebabkan tekstur tanah yang padat sehingga tidak temukannya cacing.
Pada garis C2 ditemukan cacing pada kuadran ke 3, 4 dan 5. Dari terkstur
tanah kuadran 1 dan 2 berbeda dengan tanah pada kuadran 3,4 dan 5. Pada
kuadran 1 dan 2 tanahnya berpasir sedangkan 3, 4 dan 5 tanah biasa. pH pada
kuadran 1, 2 dan 3 cenderung netral sedangkan pada kuadran 4 dan 5 pH tanah
cenderung asam. Suhu pada kuadran 1,2 dan 3 cukup tinggi sedangkan pada
kuadran 4 dan 5 lebih rendah. Cacing ditemukan pada kuadran 4 dan 5 karena
sesuai dengan faktor klimatik dapat mendukung kehidupan cacing pada kuadran
tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa pola distribusi cacing tanah pada Pantai Cipatujah
dapat dikatakan berkelompok. Jumlah cacing yang ditemukan hanya sedikit
disebabkan oleh perbedaan struktur tanah, perbedaan suhu dan pada C1 tidak
ditemukan cacing tanah karena kuadran berada di antara pemukiman warga.
Pada semua kuadran tidak ditemukan adanya telur cacing.

8. Daftar Pustaka

Handayanto, E. Hiriah, K. 2009. Biologi Tanah. Yogyakarta: Pustaka Adipura.


Hardjowigeno, Sarwono.2007.Ilmu Tanah.Jakarta : Akademika Pressindo.
http://renny-ambar.blogspot.co.id/2012/04/populasi-dekomposer.html
http://zonabawah.blogspot.co.id/2011/02/tingkah-laku-cacing-tanah.html
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/8552

Anda mungkin juga menyukai