Anda di halaman 1dari 16

Laporan Problem Based Learning (PBL)

Blok Circulation and Oxygenation (COB)


Semester IV

ANEMIA

Oleh: (Kelompok 5)

Septiana Prabawati G1D013050


Durotul Alfiyah G1D013051
Esa Shofiantyna Putri G1D013052
Septo Kristiana G1D013054
Herdika Listya Kurniati G1D013055
Lusiana Fadilah G1D013056
Marchelina Susanto G1D013057
Athifah Nur Istiqomah G1D013058
Hilmasari Rangkuti G1D013059
Setyo Utomo G1D013060

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO

2015
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut bahasa yunani, anemia adalah tanpa darah. Anemia merupakan suatu
kondisi saat jumlah sel darah merah berada di dawah normal. Sel darah merah atau
hemoglobin yang bertugas sebagai media yang membawa oksigen dari paru-paru dan
menghantarkan ke seluruh bagian jaringan tubuh. Anemia atau yang lebih dikenal di
masyarakat sebagai berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah sel hemoglobin
dalam sel darah merah mampu membawa oksigen dalam jumlah yang cukup sesuai
dengan kebutuhan tubuh.
Menurut Price, S.A., Wilson L. M. (2006), dalam penelitiannya
mengungkapkan prevalensi anemia pada wanita lebih besar dibandingkan dengan
pria. Dalam penelitian tersebut, ditemukan hampir enam puluh orang dari tujuh puluh
dua redponden wanita, menderita anemia dengan rentang usia antara 15 sampai
dengan 35 tahun.
Kasus untuk Problem Based Learning ini membahas tentang Ny. G umur 54
tahun dirawat dibangsal penyakit dalam dengan keluhan lethargi, lesu, pandangan
kunang-kunang, nyeri kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium mengalami
pansitopeni, dengan kadar Hemoglobin 5 gr/dl. Hasil pemeriksaan jenis sel normositik
dan normokromik belum ada hasil. Dari informasi tim medis Ny. G diduga
mengalami defisiensi besi kronis. Dari hasil diskusi bahwa Ny. G mengalami anemia.
Anemia merupakan keadaan yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin dan
atau berkurangnya jumlah sel darah merah, yang berfungsi sebagai sarana transportasi
zat gizi serta oksigen untuk proses fisiologis dan biokimia jaringan tubuh. Penyebab
anemia adalah kekurangan nutrisi, penyakit kronis dan kehilangan darah yang
berlebihan (Prawiroharjo, Sarwono.2009)

2. Tujuan
2.1. Mahasiswa mengetahui kadar Hb normal
2.2. Mahasiswa mengetahui pengertian dari pemeriksaan sel normositik dan
normokromik
2.3. Mahasiswa mengetahui pengertian anemia
2.4. Mahasiswa mengetahui klasifikasi anemia beserta penyebab dan tanda gejalanya
2.5. Mahasiswa mengetahui faktor risiko terjadinya anemia
2.6. Mahasiswa dapat menganalisis kasus yang disediakan dan memberikan
penatalaksanaan sesuai dengan jenis anemianya
2.7. Mahasiswa dapat menggambarkan patofisiologi anemia aplastik
2.8. Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kasus
BAB I
ISI DAN PEMBAHASAN

1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah protein dalam sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi
mentranspor oksigen dari paru ke bagian tubuh yang lain.Apabila eritrosit atau Hb
mengalami penurunan karena suatu hal maka O2 yang harus diangkut keseluruh tubuh
untuk proses meta juga akan mengalami penurunan.
Kadar Hb normal berdasarkan usia antara lain : (Handayani, 2008)
1.1. Wanita dewasa : 12-16 gr/dL
1.2. Pria Dewasa : 14-18 gr/dL
1.3. Anak : 10-16 gr/dL
1.4. Neonatus : 12-24 gr/dL

Kadar Hb yang kurang dari kadar normal disebut dengan anemia.

2. Pemeriksaan normositik dan normokromik


Eritrosit dalam batas-batas normal disebut sebagai normositik. Besarnya sel
eritrosit dinyatakan dalam mikrometer kubik, dengan rentang nilai normal dari 81
hingga 96 µm3. MCV yang kurang dari 81 µm3 menunjukan sel mikrositik karena
berukuran lebih kecil dari 7 µm3 pada sediaan apus, menunjukkan sel-sel makrositik
yang berukuran lebih besar dari 8 µm3 pada sediaan apus. (Price & Wilson, 2008)
Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (mean corpuscular hemoglobin
concentration, MCHC) mengukur jumlah hemoglobin dalam 100 ml (1 dl) eritrosit
packed. Batas normal MCHC adalah 30 sampai 36 g/100 ml darah, disebut
normokromik. (Price & Wilson, 2008)
3. Anemia
Anemia adalah berkurangnya sel darah merah (SDM) dibawah dari nilai
normal, kuatitas Hb dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml
darah. Anemia bukan merupakan diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan
patologik yang medasar. (Price & Wilson, 2006)
4. Klasifikasi Anemia
Menurut Handayani (2008) anemia diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu :
4.1. Anemia aplastik
4.1.1. Pengertian
Anemia aplastik adalah suatu gangguan darah yang mengancam
jiwa pada sel induk di sumsum tulang, yaitu sel darah yang diproduksi
tidak mencukupi kebutuhan. (Price & Wilson, 2006)
4.1.2. Etiologi

Etiologi anemia aplastik beraneka ragam. Berikut ini adalah berbagai


faktor yang menjadi etiologi anemia aplastik.

4.1.2.1. Faktor Genetik


Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik
konstitusional dan sebagian besar diturunkan menurut hukum
mendel. Pembagian kelompok pada faktor ini adalah sebagai
berikut.
4.1.2.1.1. Anemia Fanconi
4.1.2.1.2. Diskeratosis bawaan
4.1.2.1.3. Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan
kulit/tulang
4.1.2.1.4. Sindrom aplastik parsial:
4.1.2.1.4.1. Sindrom blackfand-Diamond.
4.1.2.1.4.2. Trombositopenia bawaan.
4.1.2.1.4.3. Agranulositosis bawaan.

4.1.2.2. Obat-obatan dan Bahan Kimia


Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar
hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Obat yang sering
menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol.
Sedangkan bahan kimia yang terkenal dapat menyebabkan
anemia aplastik adalah senyawa benzen.

4.1.2.3. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara
atau permanen
4.1.2.3.1. Sementara
4.1.2.3.1.1. Mononukleosis infeksiosa
4.1.2.3.1.2. Tuberkulosis
4.1.2.3.1.3. Influenza
4.1.2.3.1.4. Bruselosis
4.1.2.3.1.5. Dengue
4.1.2.3.2. Permanen
Penyebab yang terkenal ialah virus hepatitis tipe
non-A dan non-B. Virus ini dapat menyebabkan
anemia. Umumnya anemia aplastik pasca-hepatitis
ini mempunyai prognosis yang buruk.

4.1.2.4. Ideopatik
4.1.3. Manifestasi klinis
Gejala klinis anemia aplastik terjadi sebagai akibat adanya anemia,
leukopenia, dan trombositopenia. Gejala yang dirasakan berupa gejala
sebagai berikut.
4.1.3.1. Sindrom anemia: gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan
sampai berat.
4.1.3.2. Gejala perdarahan: paling sering timbul dalam bentuk
perdarahan kulit seperti petekie dan ekimosis. Perdarahan
mukosa dapat berupa epiktaksis, perdarahan sub-konjungtiva,
perdarahan gusi, hematemesis melena, dan pada wanita dapat
berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih jarang
dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
4.1.3.3. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau
tenggorokan, febris, dan sepsis.
4.1.3.4. Organomegali dapat berupa hepatomegali dan splenomegali.

4.2. Anemia defisiensi besi


Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
(depleted iron stirage) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang (Ganong, 2010).
Anemia defisiensi besi disebabkan oleh karena rendahnya masukan
besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi
makin menurun. Keadaan ini desebut iron depleted state atau negative iron
balance ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi pada
usus dan pengecatan pada sumsum tulang negatif sehingga MCV <80 fl dan
MCH <30 fl. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi
menjadi kosong sama sekali penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang
sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit. Defisiensi besi secara
terus menerus akan menimbulkan anemia hipokromik mikrositer ditandai
dengan besi serum <50 mg/dl, TIBC >350 mg/dl, saturasi transferin <15%,
feritin serum <20 mg/l.

Menurut Ganong (2010) dan Sudoyo (2006), gejala klinis khas pada ADB
antara lain:

4.2.1. Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-
garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.
4.2.2. Atropi Papil Lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
4.2.3. Stomatitis Angularis (Cheilosis) : ada keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4.2.4. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
4.2.5. Atropi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorhidria (tidak adanya
asam lambung)

5. Faktor risiko anemia


5.1. Rendahnya asupan gizi pada makanan
Makanan yang kekurangan atau tidak memiliki zat besi, asam folat (folat), dan
vitamin B12 dapat menyebabkan tubuh Anda tidak membuat sel darah merah
yang cukup. Zat besi merupakan mineral penting untuk pembuatan sel darah
merah.
5.2. Gangguan kesehatan usus kecil atau operasi yang berkenaan dengan usus kecil
5.3. Kehamilan
Selama 6 bulan pertama kehamilan, bagian cair darah perempuan meningkat
lebih cepat dibandingkan jumlah sel darah merah. Ini mencairkan darah dan
dapat menyebabkan anemia.
5.4. Menstruasi
Pada saat menstruasi seorang wanita bisa kehilangan darah dalm jumlah yang
besar. Apabila nutrisi yang didapattidak adekuat untuk mengkompensasinya
maka bisa terjadi anemia.
5.5. Kondisi kronis seperti gagal ginjal kronis
Ginjal memproduksi enzim yang disebut faktor eritropoietin yang
mengaktifkan eritropoietin, hormon yang dihasilkan hepar. Fungsi
eritropoietin adalah menstimulasi sumsum tulang untuk memproduksi sel
darah, terutama sel darah merah.(Baradero et all, 2009). Apabila ginjal
mengalami kegagalan kronis maka produksi hormon tersebut juga akan
mengalami penurunan dan berlanjut ke penurunan sel darah merah serta Hb.
5.6. Infeksi tertentu seperti gangguan pada darah dan autoimun, terkena racun
kimia, dan menggunakan beberapa obat yang berpengaruh pada produksi sel
darah merah dan menyebabkan anemia. Risiko lain adalah diabetes, alkohol
dan orang yang menjadi vegetarian ketat dan kurang asupan zat besi atau
vitamin B-12 pada makanannya.
6. Analisa kasus PBL
Analisis kasus yang sudah dilakukan oleh kelompok ditentukan bahwa jenis
anemia yang terjadi pada kasus Ny. G umur 54 tahun adalah anemia aplastik.
Berdasarkan tanda dan gejala serta data pemeriksaan yang telah dilakukan
menunujukan bahwa anemia pada Ny. G adalah anemia aplastik. Hasil dari
pemeriksaan laboratorium ditemukan pansitopeni. Pansitopeni adalah penurunan
eritrosit, leukosit, dan trombosit. Pansitopeni merupakan ciri khas dari anemia
aplastik. Walaupun, didalam kasus disebutkan bahwa diduga mengalami defisiensi
besi kronis. Akan tetapi, pada anemia defisiensi besi tidak ditemukan adanya
pansitopeni. Sehingga pentalaksanaan yang akan dilakukan pada pasien sesuai dengan
jenis anemia yang diderita oleh pasien.
Menurut Mansjoer (2009) tujuan utama dari pentalaksanaan anemia ini adalah
pengobatan yang disesuaikan dengan etiologinya. Berbagai teknik pengobatan yang
dapat dilakukan seperti:
6.1. Transfusi darah, sebaiknya diberikan packed red cell. Bila diperlukan trombosit,
berikan darah segar atau platelet concentrate.
6.2. Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk
mencegah timbulnya infeksi.
6.3. Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat
trombositopenia berat.
6.4. Androgen, seperti fluokrimesteron, testoteron, metandrostenolon, dan
nondrolon. Efek samping yang mungkin terjadi virilisasi, retensi air dan garam,
perubahan hati, dan amenore.
6.5. Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Saran penggunaan pada
pasien > 40 tahun yang tidak dapat menjalani transplantasi sumsum tulang pada
pasien yang telah mendapat transfusi berulang.
6.6. Transplantasi sumsum tulang.

Menurut pendapat lain, yakni Billota (2011) mengklasifikan terapi pada anemia
aplastik sebagai berikut:

6.1. Secara umum


6.1.1. Eliminasi penyebab yang dapat diidentifikasi.
6.1.2. Langkah-langkah tindakan cepat dan tepat, seperti transfusi SDM
kemasan, trombosit, dan histokompatibilitas eksperimental leukosit
cocok antigen.
6.1.3. Bantuan pernapasan dengan oksigen.
6.1.4. Pencegahan infeksi dari cuci tangan sering sampai aliran terfilter.
6.1.5. Diet seimbang.
6.1.6. Tindakan kewaspadaan neutropenik, bila tepat
6.2. Pengobatan
6.2.1. Antibiotik
6.2.2. Agens penstimulasi sumsum tulang, seperti eritropoiten dan faktor
penstimulasi-koloni, seperti filgrastim dan sargramostim.
6.2.3. Imunosupresan
6.2.3.1. Kortikosteroid, seperti metilprednisolon.
6.2.3.2. Globulin antitimosit.
6.2.3.3. Siklosporin.
6.3. Pembedahan
Transplantasi sumsung tulang (untuk aplasia berat dan pasien yang
memerlukan SDM konstan.

7. Patofisiologi

Depresi Sumsum Tulang Belakang

Mengganggu sel perkuser

Pansitopeni

Anemia Aplastik

Trombosit Eritrosit Granulosit

Risiko Perdarahan Hb Risiko Infeksi

O2

Sirkulasi O2 ke
Jaringan

Metabolisme Suplai darah ke Otak Iskemia

Energi Metabolisme Anaerob Kunang-Kunang Nyeri

Kelelahan Penumpukan
Asam Laktat ATP

Lemah Lelah
8. Asuhan Keperawatan
8.1. Analisa Data

Data Problem Etiologi


DO: Keletihan Anemia
-Pansitopeni
-Hemoglobin 5 gr/dl

DS:
-Lethargi
-Lesu
-Pandangan kunang-
kunang
-Nyeri kepala
DO: RisikoInfeksi Leukopenia
-Pansitopeni
(granulositmenurun)
-Hemoglobin 5 gr/dl

DS:
-Lethargi
-Lesu
-Pandangan kunang-
kunang
-Nyeri kepala
DO: RisikoPerdarahan Trombositopenia
-Pansitopeni
(Trombositmenurun)
-Hemoglobin 5 gr/dl

DS:
-Lethargi
-Lesu
-Pandangan kunang-
kunang
-Nyeri kepala
8.2. Rencana Keperawatan

TUJUAN DAN
DIAGNOSA
KRITERIA HASIL INTERVENSI (NIC) RASIONAL
KEPERAWATAN
(NOC)
Dx: NOC: Endurance NIC: Energy Management
Keletihanberhubun
gandengan anemia Intervensi :
Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor 1. Klien akan cepat pulih dari
Batasan keperawatan selama 3x24 dancatatpoladanjumlahtidurp keletihannya jika tidur dengan
Karakteristik: jam, asien nyenyak dan waktu yang tidak
a. Lethargi diharapkankelelahanpasien 2. Monitor intake nutrisi sebentar.
b. Lesu akanteratasidengan kriteria yang adekuat 2. Supaya kadar hb dapat
c. Nyerikepal hasil: 3. Ajarkantehnikdanmanaj meningkat dan keletihan
a emenaktivitasuntukmencega berkurang
Indikator aw akh hkelelahan 3. Agar klien mengetahui apa
al ir 4. Jelaskanpadapasienhubu saja aktivitas yang bisa
1. Level 2 5 ngankelelahandengan proses dilakukakan tanpa membuat
Oksigend penyakit keletihan
arah 5. Kolaborasidenganahligi 4. Agar pasien paham dan bisa
2. Hb 2 4 zitentangcarameningkatkan ikut serta memperbaiki
3. Lethargi 2 4 intake makanantinggienergi keadaannya
4. Keletihan 2 5 6. Catataktivitas yang 5. Untuk mengkompensasi
dapatmeningkatkankelelahan anemia yang dialami klien
7. Anjurkanpasienmelakuk 6. Supaya aktivitas tersebut
an yang dapat dihindari sementara
meningkatkanrelaksasi sampai klien mampu
(membaca, 7. Agar klien rileks
mendengarkanmusik) 8. Mencegah kelelahan yang
8. Tingkatkan bed rest dan berlanjut
pembatasan aktivitas 9. Menciptakan lingkungan yang
9. Batasistimulasilingkung damai agar klien dapat
anuntukmemfasilitasirelaksa beristirahat dengan tenang
si untuk memulihkan
keadaannya.
Dx: RisikoInfeksi NOC: Immune Status NIC : Infection Protection
Denganfaktorrisiko Risk Control Intervensi
leukopenia
Setelah dilakukan asuhan 1. Pertahankanteknikasep
keperawatan selama 3x24 jam, tif
diharapkanklientidakmengalamii 2. Batasipengunjungbilap
nfeksidengan kriteria hasil: erlu
3. Cucitangansetiapsebel
Indikator Aw akh umdansesudahtindakankep
al ir erawatan
1. JumlahSeldara 2 4 4. Gunakanbaju,
hputih sarungtangansebagaialatpel
2. Klienbebasdar 4 5 indung
itandadangejal 5. Tingkatkan intake
ainfeksi nutrisi
3. Menunjukkan 3 5 6. Monitor
kemampuanun tandadangejalainfeksisiste
tukmencegahti mikdan local
mbulnyainfeks 7. Monitor seldarahputih
i 8. Inspeksikulitdanmemb
4. Klienmampu ranmukosaterhadapkemera
menjelaskanfa 3 5 han, panas, drainase
ktorrisikodaril 9. Monitor adanyaluka
ingkungan/per 10. Dorongmasukancairan
ilakupersonal 11. Ajarkanpasiendankelu
5. KlienMampu argatandadangejalainfeksi
memodifikasi 12. Kajisuhubadanpadapas
gayahidupuntu iensetiap 4 jam
kmencegahinf 3 5
eksi
Dx: NOC: Blood Coagulation NIC: Bleeding Precaution Rasional
Risikoperdarahan
denganfaktorrisik Setelah dilakukan asuhan Intervensi :
o keperawatan selama 3x24 jam, 1. Pertahankan bed rest 1. Meminimalkan kesempatan
Trombositopenia diharapkantidakterjadiperdaraha 2. Kolaborasi dalam pemberian klien untuk cidera yang
ndengan kriteria hasil: produk darah (platelet atau dapat membuat perdarahan
fresh frozen plasma) 2. Meningkatkan jumlah
3. Lindungi klien dari trauma platet dalam tubuh
Indikator aw akh yang dapat menyebabkan 3. Luka kecil akan
al ir perdarahan menyebabkan perdarahan
1. Jumlah 2 4 4. Hindari pemberian aspirin yang hebat dan
platelet atau antikoagulan lainnya membahayakan
2. Pembekuan 3 5 5. Anjurkan pasien untuk 4. Akan memperparah
Darah meningkatkan intake keadaan karena darah
2 4 makanan yang banyak semakin tidak bisa
3. Hematokrit
mengandung vitamin K membeku
6. Hindari terjadinya konstipasi 5. Untuk meningkatkan
dengan menganjurkan untuk konsentrasi trombosit dan
mempertahankan intake pembekuan darah
cairan yang adekuat dan 6. Konstipasi dapat menjadi
pelembut feses faktor risiko terjadinya
perlukaan didaerah anus
adan bisa mengakibatkan
perdarah
BAB III

KESIMPULAN

Setelah dilakukan pembahasan mengenai kasus anemia di atas dapat disimpulkan


bahwa, kadar hemoglobin Ny. G rendah karena kadar normal hemoglobin wanita dewasa
adalah 12-16 gr/dl. Pemeriksaan normositik merupakan pemeriksaan untuk mengetahui
ukuran sel, sedangkan pemeriksaan normokronik bertujuan untuk mengetahui bentuk sel.
Anemia adalah berkurangnya sel darah merah (SDM) dibawah dari nilai normal, kuatitas Hb
dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah.
Anemia dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya anemia aplastik, anemia
hemolitik, anemia penyakit kronik, anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik. Faktor
risiko anemia meliputi, rendahnya asupan gizi pada makanan, penyakit kronis, gangguan
kesehatan usus kecil atau operasi yang berkenaan dengan usus kecil, kehamilan, hormon,
mestruasi, kondisi kronis seperti kanker, gagal ginjal atau kegagalan hati, faktor keturunan.
Penatalaksanaan anemia aplastik diantaranya, transfusi darah, mengatasi komplikasi (infeksi)
dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid dan androgen, imunosupresif, transplantasi
sumsum tulang.
Terapi pada anemia aplastik secara umum diantaranya, mengeliminasi penyebab yang
dapat diidentifikasi, langkah-langkah tindakan cepat dan tepat, seperti transfusi SDM
kemasan, trombosit, dan histokompatibilitas eksperimental leukosit cocok antigen,
memberikan bantuan pernapasan dengan oksigen, melakukan pencegahan infeksi dari cuci
tangan sering sampai aliran terfilter, diet seimbang, tindakan kewaspadaan neutropenik.
Pengobatannya meliputi, pemberian antibiotik, agens penstimulasi sumsum tulang, seperti
eritropoiten dan faktor penstimulasi-koloni, seperti filgrastim dan sargramostim,
imunosupresan. Pembedahan transplantasi sumsung tulang (untuk aplasia berat dan pasien
yang memerlukan SDM konstan. Diagnosa pada kasus diatas adalah
keletihanberhubungandengan anemia, risikoinfeksiberhubungan denganfaktorrisiko
leukopenia.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Billota, K. A. J. (2011). Kapita selekta penyakit dengan implikasi keperawatan. Jakarta: EGC
Baradero, M., Dayrit, M. W. & Siswadi, Y. (2009). Seri asuhan keperawatan klien gangguan
ginjal. Jakarta : EGC

Ganong,W.F dan McPhee, S.J. (2010). Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran
klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC
Handayani, W. dan Haribowo, A. S. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Mansjoer, A. (2007). Kapita selekta kedokteran edisi 7. Jakarta: EGC
Panjaitan, suryadi. 2003. Beberapa aspek anemia penyakit kronik pada lanjut usia. Bagian
ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas sumatra utara. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6338/1/D0300606.pdf [ Accessed 11
maret 2015 ].
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit Ed 6.
Jakarta: EGC
Sudoyo, A., et all. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Buku Kedokteran FK UI

Anda mungkin juga menyukai