Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK


1.1 Konsep dasar GGK
1.1.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik ( GGK )
Gagal ginjal kronis (Chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (Urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009:47).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) di
dalam darah (Muttaqin, 2011:166).
Menurut Mary Baradero, (2008:124) gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk
kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal ireversibel, kerusakan vaskular
akibat diabetes melitus, dan hipertensi yang berlangsung terus menerus dapat
mengakibatkan pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya fungsi
ginjal secara progresif.
Menurut Muhammad, (2012:16) menyatakan gagal ginjal kronis adalah proses
kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Gagal Ginjal Kronik
(Chronic renal failure) adalah perkembangan gagal ginjal yang progresif dan ditandai
dengan fungsi nefron yang berkurang. Dapat disimpulkan pula bahwa pada penderita
gagal ginjal kronis terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan-lahan. Dengan
demikian, gagal ginjal merupakan stadium terberat dari ginjal kronis. Oleh karena itu,
penderita harus menjalani terapi pengganti ginjal, yaitu cuci darah (Hemodialisis) atau
cangkok ginjal yang memerlukan biaya mahal.

1
1.1.2 Anatomi Dan Fisiologi Ginjal
1.1.2.1 Anatomi

Manusia memiliki sepasang ginjal. Dua ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah
lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik,
suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih,
tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh kapsul fibrosa yang
keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh. Posisi ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan tertekan oleh organ hati. Kedua ginjal
terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3, sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi
oleh iga ke sebelas dan dua belas.
Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang polong
dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci),
lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 125- 150 gram,
kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang
lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak dapat
membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau
proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap.
Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang polong
dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci),
lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 125- 150 gram,
kira-kira seukuran kepalan tangan.
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-
masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh
karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan
terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setiap nefron terdiri dari glomerulus
dan tubulus.
Glomerulus terdiri dari sekumpulan kapiler glomerulus yang dilalui sejumlah
besar cairan yang difiltrasi dari darah. Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler
glomerulus yang bercabang dan beranastomosis, yang mempunyai tekanan hidrostatik
tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan dengan kapiler lainnya. Kapiler
glomerulus dilapisi oleh sel- sel epitel, dan keseluruhan glomerulus dibungkus dalam
kapsula bowman. Sedangkan tubulus merupakan tempat cairan hasil filtrasi diubah
menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.
Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang digambarkan
diatas, tetapi tetap terdapat beberapa perbedaan, bergantung pada seberapa dalam letak
nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di korteks sisi
luar disebut nefon kortikal; nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang hanya
sedikit menembus ke dalam medula. Kira-kira20-30% nefron mempunyai glomerulus
yang terletak di korteks renal sebelah dalam dekat medula, dan disebut nefron
jukstamedular; nefron ini mempunyai ansa henle yang panjang dan masuk sangat
dalam ke medula.
1.1.2.2 Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital yang
berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan fungsinya
yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan memisahkan zat filtrat
dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada kebutuhan tubuh. Kemudian zat-
zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh akan dikeluarka melalui urine.
Selain fungsi yang telah dijelaskan, ginjal juga mempunyai fungsi multiple yang
lainnya, diantaranya yaitu mengeksresikan produk sisa metabolik dan bahan kimia
asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh
dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan keseimbangan asam-
basa, sekresi, metabolisme, dan eksresi hormon serta untuk proses glukoneogenesis.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan bagian
dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu filtrasi di
glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus. proses pembentukan urin yaitu
Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahan-bahan itu
akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke dalam kapsula
bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam korteks ginjal. Dari
tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang masuk ke dalam medula
renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke tubulus distal, dari tubulus distal
cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligentes kortikal dan masuk ke
duktus yang lebih besar yaitu duktus koligentes medula. Duktus koligentes bergabung
membentuk duktus yang lebih besar yang mengalir menuju pelvis renal melalui papila
renal. Dari pelvis renal, urine akan terdorong ke kandung kemih melalui saluran ureter
dan dikeluarkan melalui uretra. Dibawah ini adalah gambaran tentang proses
pembentukan urine.
1.1.3 Etiologi
Menurut Muttaqin, (2011:166) begitu banyak kondisi klinis yang bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apa pun sebabnya, respons
yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan Gagal Ginjal Kronis adalah:
a. Penyakit dari ginjal
1. Penyakit pada saringan (Glomerulus): glomerulonefritis.
2. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3. Batu ginjal: nefrolitiasis.
4. Kista di ginjal: polcystis kidney.
5. Trauma langsung pada ginjal.
6. Keganasan pada ginjal.
7. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
b. Penyakit umum di luar ginjal
1. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2. Dyslipidemis.
3. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
4. Preeklamsi.
5. Obat-obatan.
6. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (Luka bakar).
1.1.4 Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:1448) patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai dari
fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan
urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus
(Akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar
kreatinin serum akan meningkat.Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (Jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema,
gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetus risiko
hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis
metabolik sering denga ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam yang
berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
untuk menyekresi amonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan ekskresi
fosfat dan asma organik lain juga terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina, dan
sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada gagal
ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium
dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat
maka yang lain akan turun. Menurunnya filtrasi melelui glomerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal tubuh berespons secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan akibatnya, kalsium ditulang menurun,
menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif
vitamin D yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembang
gagal ginjal. Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari
perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan
fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan
tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak
mengalami kondisi ini.
1.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2001:1450) manifestasi klinis gagal ginjal kronik yaitu:
1) Kardiovaskuler
2) Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital,
pembesaran vena leher.
3) Integumen
4) Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
5) Pulmoner
Krekels, sputum kental, napas dangkal, pernapasan kusmaul.
6) Gastrointestinal
7) Napas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia,
mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran
gastrointestinal.
8) Neurologi
9) Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
10) Muskuloskeletal
11) Kram otot, kekakuan otot hilang, dan fraktur tulang.
12) Reproduktif
13) Amenore, dan atrofi testikuler.
1.1.6 Klasifikasi
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :
a. Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
1.1.7 Komplikasi
Menurut Smeltzer (2001:1449), komplikasi gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:
a. Hiperkalemia
Diakibatkan penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diet berlebihan.
b. Perikarditis
Efusi perikardial, dan temponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi
Disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi sistem renin
angioaldosteron.
d. Anemia
Disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan
pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan darah
selama hemodialisa.
e. Penyakit Tulang
Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

1.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Muttaqin (2011:172), pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
gagal ginjal kronik adalah:
1. Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
2. Uremia dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3. Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
4. Hipokaslemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
5. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal (Resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
6. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian
hormon insulin dan menurunya lipoprotein lipase.
7. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal
ginjal.
8. Foto polos abdomen, Untuk menilai bentuk dan besar ginjal (Adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
9. Intra Vena Pielografi (IVP), Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya: usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
10. USG, Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandungan
kemih, dan prostat.
11. Renogram, Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(Vaskular, parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
12. EKG, Untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (Hiperkalemia).
1.1.9 Penatalaksanaan Medis
Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan dari penatalaksanaan medis pada
pasien dengan gagal ginjal kronik untuk menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi.
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat di diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake
kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi anemia
Usaha pertama harus di tunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya
ada insufisiensi koroner.
4. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus di
hindari.natrium bikarbonat dapat di berikan peroral atau perenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan,
jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat
juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan
mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka
seluruh faal ginjal dengan ginjal yang baru.
1.1.10 Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Price (2005:965) prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan
konservatif sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai
batas-batas ekskresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu,
terapi diarahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi,
yaitu:
1. Pengaturan diet protein
Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik.
Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan
dan memperlambat terjadinya gagal ginjal. Kemungkinan mekanisme yang
terkait dengan fakta bahwa asupan rendah protein mengurangi beban
ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron intak.
2. Pengaturan diet kalium
Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal lanjut, dan
juga menjadi penting untuk membatasi asupan kalium dalam diet. Tindakan
yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau
makanan yang tinggi kandungan kalium. Makanan atau obat-obatan ini
mengandung tambahan garam (Yang mengandung amonium klorida dan
kalium klorida), ekspektoran, kalium sitrat, dan makanan seperti sup, pisang
dan jus buah murni. Pemberian makanan atau obat-obatan yang tidak
diperkirakan akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya.
3. Pengaturan diet natrium dan cairan
Pengaturan Natrium dalam diet memiliki arti penting dalam gagal
ginjal. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi
cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif.
Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal
lanjut, karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat
diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksikasi cairan.
Asupan yang kurang optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan
pemburukan fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah
keluaran urine dalam 24 jam lebih dari 500 ml.
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
Menurut Doenges (1999:626) pengkajian pada pasien gagal ginjal adalah
sebagai berikut:
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise.
Gangguan tidur (Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : nyeri dada (Angina)
Tanda : Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak, tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipertensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat
(kulit coklat kehijauan, kuning) dan kecenderungan perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya Perasaan
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan
(Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (Pernapasan amonia).
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir),
Perubahan turgor kulit/kelembaban, Edema (Umum, tergantung), Ulserasi
gusi, perdarahan gusi/lidah, Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat
malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
8. Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak.
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan
kusmaul), Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (Edema paru).

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut Smeltzer, (2001:1451-1456) pasien gagal ginjal kronis memerlukan
asuhan keperawatan yang tepat untuk menghindari komplikasi akibat menurunnya
fungsi renal dan stress serta cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam
jiwa ini. Diagnosa keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini mencakup yang
berikut:
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, pemasangan jarum
infus dan jarum cimino/hemodialisa.

1.2.3 Intervensi
Menurut Smeltzer, (2001:1452-1454) perencanaan keperawatan dari
diagnosa diatas adalah:
1. Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta
natrium.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
- Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine
>600 ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal,
haluaranurin, dan respon terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional:Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa mulut.
2. Diagnosa Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet,
dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di
harapkan Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
- Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi:
1) Perubahan berat badan.
2) Pengukuran antropometrik.
3) Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein,
tranferin, dan kadar besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien:
Riwayat diet.
1) Makanan kesukaaan.
2) Hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
a. Anoreksia, mual atau muntah.
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
c. Depresi.
d. Kurang memahami pembatasan diet.
e. Stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat
diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi:
telur, produk susu, daging.
Rasional: Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang di perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara
waktu makan.
Rasional: Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan
dan penyembuhan jaringan.
7. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan
rasa kenyang.
8. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara
diet, urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran
untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga
yang dapat digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam
menimbulkan anoreksia dihilangkan.
11. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
12. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
a. Pembentukan edema.
b. Penyembuhan yang lambat.
c. Penurunan kadar albumin serum.
Rasional: Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan
penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema, dan
perlambatan penyembuhan.
3. Diagnosa 3 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di
harapkan Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil: Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
Intervensi:
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan kemerahan,
eksoriasi.
Rasional: Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan
dekubitus.
2. Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
Rasional: Sirkulasi darah darah yang kurang menyebabkan kulit mudah
rusak dan memudahkan timbulnya dekubitus/infeksi.
3. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
Rasional: Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas
jaringan pada tingkat seluler.
4. Ganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang,
pelindung siku dan tumit.
Rasional: Mengurangi/menurunkan tekanan pada daerah yang edema.
Daerah yang perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan
iskemia jaringan.
5. Jaga keadaan kulit tetap kering dan bersih.
Rasional: Kulit yang basah terus-menerus memicu terjadinya dekubitus.
6. Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering yang
menyerap keringat dan bebas keriput.
Rasional: Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
7. Anjurkan pasien gunakan kompres lembab dan dingin.
Rasional: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko
cedera.
8. Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
Rasional:Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang
dapat membatasi perfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik
jaringan.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di
harapkan Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan
yang bersangkutan.
Kriteria hasil:
- Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Intervensi:
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya,
dan penanganannya:
a. Penyebab gagal ginjal pasien.
b. Pengertian gagal ginjal.
c. Pemahaman tentang fungsi renal.
d. Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
e. Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi).
Rasional: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan
penyuluhan lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Rasional: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan
setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan
konsekuensinya.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.
Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus
berubah akibat penyakit.
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber dikomunitas.
7) Pilihan terapi.
Rasional: Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk
klarifikasi selanjutnya di rumah.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam
diharapkan klien berpatisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil:
- Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.
Intervensi:
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan:
a. Anemia.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Retensi produk sampah.
d. Depresi.
Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat di
toleransi; bantu jika keletihan terjadi.
Rasional: Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga
diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
Rasional: Istirahat yang adekuat di anjurkan setelah dialisis, yang bagi
banyak pasien sangat melelahkan.
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan,
perubahan peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan Memperbaiki konsep diri.
Kriteria hasil:
- Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak rendah diri.
Intervensi:
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganan.
Rasional: Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga
terhadap penyakit dan penanganan.
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
Rasional: Penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi.
3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
Rasional: Pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial
destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat
penyakit dan penanganan.
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit
dari penanganan:
1) Perubahan peran.
2) Perubahan gaya hidup.
3) Perubahan dalam pekerjaan.
4) Perubahan seksual.
5) Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
Rasional: Pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah
yang diperlukan untuk menghadapinya.
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual.
Rasional: Bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima.
6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan
kemesraan.
Rasional: Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu,
tergantung pada tahap maturitasnya.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus,
jarum cimino/hemodialisa).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan Pasien
tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
- Leukosit dalam batas normal dan pasien tidak mengalami infeksi.
Intervensi:
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu infus
dan jarum cimino (Jarum hemodialisa).
Rasional: Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap
kemungkinan terjadi infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat di
ketahui dari penyimpangan tanda-tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum
hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional: Mengetahui tanda- tanda infeksi rubor, dolor, kalor, tumor dan
fungsio laesa.

1.2.3 Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun (Mubaraq, 2006:87).
1. Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan klien mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
- Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine
>600 ml/hari.
Implementasi:
1. Mengkaji status cairan:
a. Timbang berat badan harian.
b. Keseimbangan masukan dan haluaran.
c. Turgor kulit dan adanya edema.
d. Distensi vena leher.
e. Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Membatasi masukan cairan.
3. Mengidentifikasi sumber potensial cairan:
a. Medikasi dan cairan yang digunakan.
b. Makanan
c. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
d. Membantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
e. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selma 3x24 jam di
harapkan klien mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
- Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik.
Implementasi:
1. Mengkaji status nutrisi:
a. Perubahan berat badan.
b. Pengukuran antropometrik.
c. Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein,
tranferin, dan kadar besi).
2. Mengkaji pola diet nutrisi pasien:
a. Riwayat diet.
b. Makanan kesukaaan.
c. Hitung kalori.
3. Mengkaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi:
a. Anoreksia, mual atau muntah.
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
c. Depresi.
d. Kurang memahami pembatasan diet.
e. Stomatitis.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
5. Meningkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis
tinggi: telur, produk susu, daging.
6. Menganjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium
diantara waktu makan.
7. Mengubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera
diberikan sebelum makan.
8. Menjelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan
penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
9. Menyediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan
anjuran untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan
kalium.
10. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
11. Menimbang berat badan harian.
12. Mengkaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
a. Pembentukan edema.
b. Penyembuhan yang lambat.
c. Penurunan kadar albumin serum.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Tujuan: Pasien tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
Implementasi:
1. Menginspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan
kemerahan, eksoriasi.
2. Mengkaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
2. Memantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
3. Mengganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang,
pelindung siku dan tumit.
4. Menjaga keadaan kulit tetap kering dan bersih.
5. Menganjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan
kering yang menyerap keringat dan bebas keriput.
6. Menganjurkan pasien gunakan kompres lembab dan dingin.
7. Berkolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan: meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan
yang bersangkutan.
Kriteria hasil:
- Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Implementasi:
1. Mengkaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal,
konsekuensinya, dan penanganannya:
a. Penyebab gagal ginjal pasien.
b. Pengertian gagal ginjal.
c. Pemahaman tentang fungsi renal.
d. Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
e. Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi).
2. Menjelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
3. Membantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.
4. Menyediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
a. Fungsi dan kegagalan renal.
b. Pembatasan cairan dan diet.
c. Medikasi.
d. Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
e. Jadwal tindak lanjut.
f. Sumber di komunitas.
g. Pilihan terapi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di
harapkan klien berpatisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil:
- Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan
sendiri.
Implementasi:
1. Mengkaji faktor yang menimbulkan keletihan:
a. Anemia.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Retensi produk sampah.
d. Depresi.
2. Meningkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang
dapat di toleransi; Membantu jika keletihan terjadi.
3. Menganjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
4. Menganjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan
peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Tujuan: memperbaiki konsep diri.
Kriteria hasil:
- Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak rendah
diri.
Implementasi:
1. Mengkaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit
dan penanganan.
2. Mengkaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
3. Mengkaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
4. Menciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat
penyakit dari penanganan:
a. Perubahan peran.
b. Perubahan gaya hidup.
c. Perubahan dalam pekerjaan.
d. Perubahan seksual.
e. Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
f. Menggali cara elternatif untuk ekspresi seksual lain selain
hubungan seksual.
g. Mendiskusikan peran memberi dan menerima cinta,
kehangatan, dan kemesraan.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus,
jarum cimino/hemodialisa).
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di
harapkan pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
- Leukosit dalam batas normal dan Pasien tidak mengalami infeksi.
Implementasi:
1. Melakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu
infus dan jarum cimino (Jarum hemodialisa).
2. Mengobservasi tanda-tanda vital.
3. Mengobservasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum
hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi.
1.2.5 Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan
antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut (Mubaraq,
2006:88).
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Kriteria hasil: Tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, produksi
urine >600 ml/hari.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Kriteria hasil: Masukan nutrisi dapat terpenuhi dengan baik.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Kriteria hasil: Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
Kriteria hasil: Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang
diberikan dan terpenuhinya informasi kesehatan.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Kriteria hasil: Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat
dilakukan sendiri.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Kriteria hasil: Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak
rendah diri.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Kriteria hasil: Leukosit dalam batas normal dan pasien tidak mengalami
infeksi.

Anda mungkin juga menyukai